Suku Kubu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(24 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een groep Koeboes mannen vrouwen en kinderen uit Djambi TMnr 10005794.jpg|jmpl|
'''Suku Kubu''' atau juga dikenal dengan '''Suku Anak Dalam''' merupakan penyebutan untuk masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dataran rendah di Sumatera Tengah khususnya [[Jambi]]. Penyebutan ini menggenarilasasi dua kelompok masyarakat yaitu Orang Rimba dan Suku Batin Sembilan. Kubu berasal dari kata ''ngubu'' atau ''ngubun'' dari bahasa Melayu yang berarti bersembunyi di dalam hutan. Orang sekitar menyebut suku ini sebagai “Suku Kubu”. Baik Orang Rimba maupun Batin Sembilan tidak ada yang menyebut diri dan kelompok mereka sebagai Suku Kubu. Oleh karena itu, panggilan ini kurang disukai karena bermakna peyorasi atau menghina.<ref>{{Cite book|last=Chamim|first=Mardiyah|date=2021|title=Menjaga Rimba Terakhir|location=Jambi|publisher=Warsi|isbn=978-602-51390-1-7|pages=141|url-status=live}}</ref>▼
'''Suku Kubu''' atau '''Orang Rimba''' juga dikenal dengan '''Suku Anak Dalam''' merupakan penyebutan untuk masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dataran rendah di wilayah [[Sumatra Tengah]] khususnya [[Jambi]].<ref>{{Cite web|first=Sukmareni|title=Orang Rimba, Kubu dan Suku Anak Dalam (SAD)|url=https://warsi.or.id/id/orang-rimba-kubu-dan-suku-anak-dalam-sad/|website=www.warsi.or.id|access-date=18 Februari 2024}}</ref>
▲
Sebaran Orang Rimba di Jambi berada di kawasan [[Taman Nasional Bukit Duabelas]] (TNBD) yang secara geografis terletak antara 102° 30’ 00 - 102° 55’ 00 BT dan 1° 45’ 00 -2° 00’ 00 LS. Sebagian kecil ada di wilayah selatan [[Taman Nasional Bukit Tiga Puluh]] (TNBT). Orang rimba juga dapat ditemukan di hutan-hutan sekunder dan perkebunan kelapa sawit sepanjang [[Jalan Raya Lintas Sumatra|jalan lintas Sumatra]] hingga ke batas [[Sumatera Selatan]].<ref>{{Cite web|title=Orang Rimba, Kubu dan Suku Anak Dalam (SAD) {{!}} KKI WARSI|url=https://warsi.or.id/id/orang-rimba-kubu-dan-suku-anak-dalam-sad/|language=id-ID|access-date=2022-08-18}}</ref> Populasi Orang Rimba menurut data Suvei Penduduk (SP) yang dilakukan oleh BPS Jambi yaitu sebanyak 3000 Jiwa.<ref>{{Cite news|last=Mariadi|first=Nanag|date=19 September 2019|title=Orang rimba akan mulai disensus BPS Jambi melibatkan Warsi|url=https://www.antaranews.com/berita/1071824/orang-rimba-akan-mulai-disensus-bps-jambi-melibatkan-warsi|work=Antara News|access-date=18 Februari 2024}}</ref>
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Kubu bevolking in een hut in het bos in de Boven-Tebo-streken in de residentie Djambi TMnr 60043256.jpg|jmpl|220px|ka|Sekumpulan orang Kubu di sebuah gubuk di hutan Tebo (1921)]]
== Sejarah ==
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, [[Taman Nasional Bukit Duabelas]]. Mereka kemudian dinamakan ''Moyang Segayo.'' Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari [[Kerajaan Pagaruyung|wilayah Pagaruyung]], yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan [[suku Minangkabau]], seperti sistem kekeluargaan [[matrilineal]].<ref>{{Cite book|last=Sukmareni (ed)|date=2010|title=Orang Rimba Menantang Zaman|location=Jambi|publisher=KKI Warsi|isbn=978-602-96339-0-0|pages=2|url-status=live}}</ref> Kehidupan mereka seminomaden, dan berkelompok dengan sebutan “Tubo” yang dipimpin oleh seorang “Tumenggung” dan terdiri dari beberapa kepala keluarga. Biasanya pemilihan Tumenggung berdasarkan garis keturunan, tetapi sekarang siapapun bisa dipilih sebagai Tumenggung asalkan dinilai punya kapasitas.
== Mata pencaharian ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gereedschap werktuigen houders en vaatwerk van de Kubu bevolking bij een hut in het bos in de Boven-Tebo-streken in de residentie Djambi TMnr 60043257.jpg|220px|ki|jmpl|Tempat perkakas dan peralatan makan dari orang Kubu disebuah gubuk di kawasan hutan Tebo (1921)]]
Mata pencahariannya kebanyakan adalah meramu hasil hutan dan berburu. Senjata yang digunakan antara lain lembing kayu, tombak bermata besi,dan parang, walaupun banyak yang dari mereka sekarang telah memiliki lahan karet dan pertanian lainnya. Untuk suku Anak Dalam Batin Sembilan yang tinggal menetap di daerah
== Kepercayaan ==
[[Berkas:Anak-anak rimba.jpg|jmpl|220px|Anak-anak rimba belajar membaca dan menulis di Kedudung Muda TNBD]]
Mayoritas suku Anak Dalam menganut kepercayaan animisme atau kepercayaan kepada agama tradisional.<ref>{{Cite book|last=Adi Prasetijo|date=2015|url=https://www.worldcat.org/oclc/930045799|title=Orang Rimba : true custodian of the forest : alternative strategies and actions in social movement against hegemony|location=Jakarta Selatan|isbn=978-602-71441-1-8|oclc=930045799}}</ref> Akan tetapi, beberapa keluarga khususnya kelompok yang hidup di kawasan jalan lintas Sumatra telah beragama [[Kristen]] atau [[Islam]]. Berdasarkan data [[Badan Pusat Statistik]] provinsi Jambi tahun [[2010]], dari 3.205 jiwa orang Rimba yang tercatat, sebanyak 2.761 jiwa atau 86,15% menganut kepercayaan leluhur, kemudian sebanyak 333 jiwa (10,39%) menganut agama [[Kristen]] dan sebanyak 111 jiwa (3,46%) menganut agama [[Islam]].<ref>{{cite web|url=https://jambi.bps.go.id/indicator/12/1086/1/orang-rimba-menurut-agama.html|title=Orang Rimba Menurut Agama|website=jambi.bps.go.id|date=2010|accessdate=22 Mei 2022}}</ref>
== Kebiasaan ==
=== Berburu ===
Kegiatan berburu adalah kegiatan mencari binatang buruan untuk pemenuhan konsumsi protein, ini dilakukan secara bersama-sama atau juga dengan seorang diri. Dengan menggunakan ''kujur, teruk, serampang'' orang rimba berjalan didalam hutan untuk mencari binatang buruan, yang sering menjadi sasaran buruan adalah Babi (''bebi'') atau kancil. Penggunaan kujur biasanya dilakukan pada saat musim-musim hujan. Pada saat itu binatang-binatang buruan banyak yang bertedu dibelukar yang membentuk seperti terowongan (''Jermon''). Pada saat itulah babi di tombak (di-''kujur''). Kegiatan berburu tidak hanya dilakukan dengan membawa alat-alat berburu tetapi juga dapat dengan membuat jerat (''jorot'') di dalam hutan yang dipandang banyak dilalui binatang seperti babi maupun rusa.{{cn}}
Kegiatan berburu tidak hanya dilakukan di dalam hutan tetapi juga turun ke desa di dalam desa di antara tanaman sawit atau sungai-sungai besar di desa. Pada saat ini kujur tidak lagi dipandang efektif dalam mendapatkan binatang buruan, kontak sosial yang sering terjadi telah mengalihkan teknologi berburu kearah yang lebih efekttif. Senjata api rakitan atau yang lebih dikenal kecepak lebih efektif untuk berburu babi, kijang atau kancil sebagai pengganti dari kujur. Sementara alat yang masih tradisional yang sampai saat ini dipakai adalah Teru untuk menangkap kura-kura, serampang untuk menombak ikan di sungai-sungai serta jenis-jenis tuba tanaman yang digunakan untuk meracun ikan seperti ''tuba berisil'' (berupaka kulit batang), ''tuba gantung'' (berupakulit batang) yang kesemuanya itu diperoleh dari jenis tanaman di dalam hutan.
=== Meramu ===
Meramu adalah aktifitas orang rimba dalam mencari berbagai jenis tanaman baik untuk obat-obatan maupun untuk dikonsumsi atau dijual ke desa-desa sekitar hutan. Tanaman yang hanya digunakan untuk konsumsi sendiri seperti mencari ''gadung (bahasa rimba gedung)''. Ini adalah jenis tanaman umbi-umbian yang beracun. Dengan pengelolaan yang panjang rumit dan penuh ke hati-hatian ''Gedung'' dapat dikonsumsi sendiri. Jenis tanaman lainya adalah tanaman-tanaman obat seperti Pasak Bumi (''Sempedu tano''). Jenis tanaman ini berfungsi untuk mengobati penyakit malaria maupun demam. Masih banyak tanaman obat lainnya yang diramu untuk dijadikan obat-obatan di kalangan orang rimba. Orang rimba juga mencari mencari madu, rotan-rotan hutan dan jernang, untuk dijual.<ref>{{Cite news|last=Yulis|first=Herma|date=29 Mei 2023|title=Apa yang Dicari Orang Rimba saat Meramu di Hutan?|url=https://www.metrojambi.com/metro/13688057/apa-yang-dicari-orang-rimba-saat-meramu-di-hutan|work=Metro Jambi|access-date=18 Februari 2024}}</ref>
=== Bercocok tanam ===
Walaupun orang rimba dikenal sebagai masyarakat dengan pola hidup yang nomaden, bertani adalah bagian penting yang saat ini mereka kembangkan. Tentunya ada banyak yang melatar belakangi lahirnya aktifitas pertanian mereka. Memang sejak nenek moyang orang rimba mereka telah terbiasa dalam kegiatan pertanian dan ini dapat terlihat berbagai tabu yang dipantangkan ketika aktifitas pertanian berlangsung. Tetapi itu hanya dalam sekala kecil.
Pergerakkan perladangan dari dusun dengan cara pembukaan hutan dan maraknya illegal logging yang berkembang pesat menyebabkan orang rimba lebih bersifat aktif dalam pemanfaatan hutan yang intinya ditujukan untuk menghambat pergerakan perladangan dan illegal logging lebih jauh ke dalam hutan. Kegiatan pertanian yang dilakukan saat ini adalah menanam padi, ubi, cabai sebagai pemenuhan kebutuhan harian, dan juga Karet (''parah'') sebagai pemenuhan ekonomi jangka panjang. Penanaman karet adalah sebagai hompongon yaitu pagar atau pembatas gerak orang dusun merambah jauh ke dalam hutan dilakukan di kawasan-kawasan yang berbatasan langsung dengan desa.
Karet yang ditanam adalah karet hutan atau karet kampung yang dipahami memiliki ketahanan terhadap penyakit. Walaupun panen baru dapat dilakukan setelah usia karet mencapai 9 tahun tetapi yang utama adalah pencegahan terhadap maraknya pembukaan dan bahkan penjualan lahan hutan oleh masyarakat dusun secara besar-besaran terlebih lagi kuatnya arus illegal logging. Seperti hasil-hasil hutan lainnya, getah karet juga dijual kepada toke-toke yang berada didesa.
Pada tahun 2016, PT Wana Perintis salah satu perusahaan pemegang usaha Hutan Tanaman Industri Karet memberikan hak pengelolaan kebun karet seluas 114 hektar kepada Orang Rimba di daerah Terab, Kecamatan Bathin XXIV, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Pengalolakasian lahan tersebut sebagai sumber pendapatan orang rimba serta resolusi konflik antara keduanya.<ref>{{Cite news|last=Mariadi|first=Nanang|date=20 Oktober 2016|title=Orang Rimba kelola 114 hektare kebun karet|url=https://jambi.antaranews.com/berita/315618/orang-rimba-kelola-114-hektare-kebun-karet|work=Antara News|access-date=18 Februari 2024}}</ref>
== Adat istiadat ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Twee dansende Kubu mannen bij een hut in het bos in de Boven-Tebo-streken in de residentie Djambi TMnr 60043255.jpg|jmpl|220px|ka|Dua pria Kubu menari di sebuah gubuk di hutan Tebo (1921)]]
''Belangun'' adalah kebiasaan orang rimba pindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam jarak relatif jauh yang dilakukan karena adanya kematian. ''Belangun'' dilakukan untuk menghilangkan segala kenangan dengan si mati selama hidupnya. Dengan ''belangun'' ketempat lain diharapkan hati yang sedih dapat terhibur dengan suasana yang baru.
Bebalai adalah pesta adat perkawinan orang rimba. Acara ini dilakukan jauh di dalam hutan, bersama para dukun dan penghulu adat ritual-ritual adat dilakukan. Acara bebalai ini sangat tertutup bagi pihak luar.
Tarik rentok adalah adat perkawinan orang rimba yang dilakukan karena kedua pasangan telah melanggar tabu adat. Tarik rentok juga dilakukan didalam hutan jauh dari pemukiman kelompok. Ini dilakukan karena sang laki-laki (''jenton'') diketahui telah ‘''mengambil’'' berbagai perhiasan (manik-manik, gelang dll) gadis rimba.
Tari ini merupakan tradisi yang ada dan menjadi milik Orang Rimba (Suku Anak Dalam) yang hidup di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas. Tari ini diiringi dengan dendangan berupa mantra untuk memanggil para Dewa. Tari dilakukan saat pelaksanaan ritual/upacara pengobatan, perkawinan, ataupun bebalai lainnya. Dalam pertunjukannya, Tari Elang menggunakan iringan musik berupa mantera-mantera yang dilantunkan atau didendangkan oleh si penari. Penari menggunakan sehelai kain panjang sebagai perlengkapan tari. Kain panjang dianggap sebagai simbol dari sayap burung Elang (menurut kepercayaannya di dalam burung Elang bersemayang roh Dewa Elang).<ref>{{Cite web|title=Warisan Budaya Takbenda {{!}} Beranda|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=4920|website=warisanbudaya.kemdikbud.go.id|access-date=2022-01-20}}</ref>
Di dalam kehidupan orang rimba penyakit bisa disebabkan
Orang yang sedang mengidap penyakit disebut dengan istilah ''Cenenggo'' atau ber-''cenengg.'' Istilah ini secara luas juga bisa diartikan sebagai kelompok yang terserang penyakit.
▲Di dalam kehidupan orang rimba penyakit bisa disebabkan oleh banyak hal diantaranya karena gangguan setan, seringnya melakukan perjalanan dan kontak dengan orang dusun (orang terang), dan juga bisa disebabkan karena terlalu banyak memakan buah-buahan, misalnya pada musim buah atau ''musim petahunan godong'' yang terjadi antara 2 – 3 tahun sekali, pada saat itu buah dan madu hutan berlimpah, akibatnya adalah pola konsumsi buah yang berlebihan asam-manis menyebabkan mereka terkena penyakit.
Untuk pencegahan terhadap penularan penyakit ada prilaku yang unik dan agaknya berlebihan di lingkungan orang rimba, seperti berkomunikasi dalam jarak yang berjauhan + 10 meter dari masing-masing mereka, selain itu mereka yang merasakan dirinya sehat (''bungaron'') sanggup untuk tidak melintasi jalan yang dilintasi orang yang ''bercinenggo'' demikian juga sebaliknya'','' walaupun jalan di hutan hanya satu jalan, maka yang mereka lakukan adalah menerobos menembus semak-belukar yang ada kalanya banyak ditumbuhi tanaman berduri ataupun rawa, dengan bertelanjang kaki dan bercawat, mereka menembus belukar.
▲Orang yang sedang mengidap penyakit disebut dengan istilah ''Cenenggo'' atau ber-''cenengg.'' Istilah ini secara luas juga bisa diartikan sebagai kelompok yang terserang penyakit. Penyakit yang kerap menyinggahi orang rimba cacar (''cacar''), batuk (''betuk''), batuk pilek (''betuk slemo''), kolera (''gelira''). Namun orang rimba berkeyakinan penyakit ini berasa dari orang terang atau dari hilir. Penyakit-penyakit ini dalam kehidupan orang rimba begitu ditakuti karena dapat menyebabkan kematian. Untuk mengatasinya mereka selalu berhati-hati melakukan kontak dengan siapa saja, baik dengan orang terang maupun dengan orang rimba yang berasal dari kelompok lain ataupun yang baru melakukan kontak dengan orang dusun.
Orang atau kelompok yang ''bercinenggo'' wajib memberitahukan kepada anggota kelompoknya atau kepada orang rimba lain yang dikunjunginya, dengan harapan ia bisa mendapatkan bantuan selama menjalani sakit, baik makanan ataupun pengobatan.
Ketatnya aturan adat yang di miliki orang rimba secara tidak tertulis itu, ternyata membuat orang rimba merasa takut untuk melanggarnya. Ketidak mampuan membayar bangun dengan sejumlah kain yang di tetapkan adat bisa dilakukan dengan cara menggantikan peranan si mati kepada keluarga yang ditinggalkan.
Untuk mencegah penularan maka orang atau kelompok yang bercenango harus memisahkan diri dari kelompoknya maupun kelompok lain yang berdekatan. Istilah ini disebut dengan istilah ''bersesandingon,'' atau dalam bahasa kita lebih dikenal dengan pengkarantinaan.
Selama ''bersesandingon'' tentunya jika tidak mendapatkan makanan atau binatang buruan, ia boleh meminta kepada kelompoknya untuk diantarkan ke suatu tempat dan ia akan menjemputnya. begitu sebaliknya orang yang ''bercinenggo'' boleh saja memberikan binatang hasil buruannya kepada kelompoknya.<ref>{{Cite web|title=Buku Orang Rimba Menantang Zaman {{!}} PDF|url=https://id.scribd.com/document/330174993/Buku-Orang-Rimba-Menantang-Zaman|website=Scribd|language=id|access-date=2024-05-20}}</ref>
==
{{reflist|2}}
== Pranala luar ==
Baris 53 ⟶ 85:
* [http://hdl.handle.net/1885/49351 Sager, Steven. The Sky is our Roof, the Earth our Floor: Orang Rimba Customs and Religion in the Bukit Duabelas Region of Jambi, Sumatra]
*{{Cite book|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB21:040657000|title=Die Orang Kubu auf Sumatra|last=Hagen|first=B.|date=1908|publisher=Martinus-Nijhoff|location=Den Haag|url-status=live}}
*[https://warsi.or.id/id/orang-rimba-kubu-dan-suku-anak-dalam-sad/ Orang Rimba, Kubu, dan Suku Anak Dalam]
{{Commonscat|Kubu people}}
{{Suku bangsa di Indonesia}}
[[Kategori:
[[Kategori:Suku bangsa di Jambi|Kubu]]
[[Kategori:
[[Kategori:Kabupaten Sarolangun]]
[[Kategori:Kabupaten Merangin]]
|