Bahasa Cirebon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ramaalh 11 (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Menambah Kategori:Dialek bahasa Jawa menggunakan HotCat |
||
(347 revisi perantara oleh 57 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{For|dialek bahasa Sunda|Bahasa Sunda Cirebon}}
{{Infobox Bahasa
| name = Bahasa
| nativename = ''Basa Cêrbon''
|image=Reynan-Carakan-gamel.jpg
|imagecaption=Aksara Rikasara Cirebon gaya [[Gamel, Plered, Cirebon|Gamel]] pada proposal dewan adat [[Gamel, Plered, Cirebon|Gamel]], dibagian atas tertulis dengan Rikasara Cirebon gaya [[Gamel, Plered, Cirebon|Gamel]] yang bertuliskan "waringin rungkad".
|states=
|region= [[Rebana (wilayah metropolitan)|Rebana]],{{efn|Hanya mencakup [[Kabupaten Cirebon|Kabupaten]] dan [[Kota Cirebon]], [[Kabupaten Indramayu]] dan sebagian utara [[Kabupaten Majalengka]] dan [[Kabupaten Subang|Subang]].}}<ref name=petabudayajabar/><ref name=ajip30/> [[Kabupaten Karawang]] dan [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]] bagian utara ([[Jawa Barat]])<ref name=petabudayajabar/><ref>Huri, Daman. 2017. Geografi Variasi Bahasa di Bagian Utara Karawang, Jawa Barat. [[Karawang]] : Universitas Singaperbangsa</ref><ref name=nuraeni1>Nuraeni, Fitri. 2012. Pemetaan Bahasa di Kabupaten Sumedang : Sebuah Kajian Dialektometri. Depok : Universitas Indonesia</ref><br>[[Losari, Brebes|Losari]], [[Kabupaten Brebes]] ([[Jawa Tengah]])<ref>Isfandani, Linda Novita. 2017. BAHASA JAWA MASYARAKAT DAERAH PERBATASAN JAWA TENGAH JAWA BARAT DI KECAMATAN LOSARI KABUPATEN BREBES : KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. [[Semarang]] : Universitas Negeri Semarang</ref>
| speakers = 1.877.514 jiwa ([[suku Cirebon]]; 2010)<br>3.086.721 jiwa (penutur bahasa Cirebon; 2010)<ref name=bps>Tim Biro Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus 2010 - Kewarganegaraan, Suku, Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia. [[Jakarta]] : Biro Pusat Statistik</ref>
| rank = 11<ref name=bps/>
|familycolor= Austronesia
|fam2=[[Rumpun bahasa Melayu-Polinesia|Melayu-Polinesia]]
{{refn|group=note|name=bahasa|Berdasarkan penjelasan dalam Wyakarana Tata Bahasa Cirebon dinyatakan bahwa bahasa Cirebon berasal dari [[bahasa Sansekerta]] dengan tidak mengabaikan kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Arab, Cina, Portugis, Jawa dan Belanda}}<ref name=salana>Salana. 2002. Wyakarana - Tata Bahasa Cirebon. [[Bandung]] : Humaniora Utama Press</ref>
|fam3= [[Bahasa Jawa|Jawa]]
| fampos = Jawa
|ancestor=[[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]]
|ancestor2=[[Sastra Jawa Pertengahan|Jawa Pertengahan]]
| script = {{unbulleted list|[[Rikasara Cirebon]] (historis, awalnya)|[[Carakan Cirebon]] (gabungan aksara Jawa dan Rikasara)|[[aksara Sunda Kuno]]<ref name=sumarlina1/>|[[Aksara Jawa]]|[[abjad Pegon|Pegon (Arab-Jawa)]]|[[alfabet Latin]]}}
|mapcode= Cirebon
| agency = Lembaga Basa lan Sastra Cirebon
|lc1=|ld1=none|ll1=none
|lc2=|ld2=
|lc3=|ld3=
|lc4=
|glotto= cire1240
|glottorefname =
|linglist = jav-cir
|contoh_teks=
{{PWB norm text|Cacarakan Cirebon}}
[[File:Sample UDHR Djoharuddin 2.png|295px]]
{{PWB norm text|Aksara Jawa}}
꧋ꦱꦧꦼꦤ꧀ꦮꦺꦴꦁ ꦏꦭꦲꦶꦫꦏ꧀ꦏꦺꦏꦤ꧀ꦛꦶ ꦩꦂꦝꦶꦏ ꦭꦤ꧀ꦢꦂꦧꦺ ꦩꦂꦠꦧꦠ꧀ꦭꦤ꧀ꦲꦏ꧀ꦲꦏ꧀ꦏꦁ ꦥꦝ꧉
|contoh_teks_judul=Pasal 1 ''[[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]]'' yang ditulis dengan {{pranala|1=[https://aksaradinusantara.com/fonta/font/Djoharuddin?key=a0c4de6ac2fa4ce577767b1a8ba6396bCarakan Cirebon gaya Djoharuddin]}}, yakni gaya Carakan Cirebon yang digunakan di [[kesultanan Kasepuhan]] pada masa Sultan Sepuh Djoharuddin sekitar tahun 1800-an.
|contoh_terjemahan=Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
|contoh_romanisasi= Sabên wong kalairakké kanthi mardhika lan darbé martabat lan hak-hak kang padha
}}
'''Bahasa
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11 bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.<ref name=bps/> Pengembangan bahasa Cirebon dilakukan oleh Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC).
== Pengaruh ==
Bahasa Cirebon sebagian besar kosakatanya dipengaruhi oleh bahasa Jawa Sansekerta, yaitu sekitar 80% sehingga bahasa Cirebon disebut sebagai bahasa Sanskerta kontemporer, kosakata serapan bahasa Sanskerta diantaranya adalah ingsun (saya) dan cemera (anjing)<ref name=kautsar1>Kautsar, Nurul Diva. 2020. 7 Fakta Bahasa Cirebon, Diadopsi dari Sanskerta dan Punya Dialek Beragam. [[Jakarta]] : Merdeka.com</ref>
Pada abad ke-15-17 M, bahasa Cirebon telah digunakan dalam tuturan warga pesisir utara Pulau Jawa bagian barat, di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten dan Kota Cirebon, yang saat itu merupakan salah satu pelabuhan utama di Pulau Jawa. Bahasa Cirebon dipengaruhi oleh [[bahasa Sunda]] karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya kebudayaan Sunda di [[Kuningan]] dan di [[Majalengka]], bahasa Cirebon juga menyerap kosakata dari bahasa-bahasa asal [[Tiongkok]], [[Timur Tengah]], dan [[Eropa]]. Contoh kosakata serapannya antara lain: ''taocang'' ('kuncir') dari bahasa Tionghoa, ''bakda'' ('setelah') dari bahasa Arab, dan ''sonder'' ('tanpa')<ref name=sudjana>Sudjana, TD. 2005. "Kamus Bahasa Cirebon". Bandung: Humaniora Utama Press</ref> dari bahasa Belanda. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno seperti ''ingsun'' (saya) dan ''sira'' (kamu) dalam bahasa sehari-hari.
Pada masa [[Amangkurat II]] berkuasa di Mataram, bahasa Cirebon menurut Nurdin Noer tidak dipengaruhi oleh [[bahasa Jawa]]<ref name=kautsar1/>. Pada masa itu kosakata dari bahasa Sanskerta masih dipergunakan untuk percakapan sehari-hari masyarakat Cirebon<ref name=kautsar1/>.
Sastra Cirebonan merupakan bagian dari Sastra Pesisiran yang berkembang di sepanjang pantai utara pulau Jawa. Beberapa ahli{{Siapa}} percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sejak zaman Hindu Awal, dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat di Jawa{{Butuh rujukan}}. Sebagai pengaruh budaya Hindu, dapat ditemui dua macam karya Sastra Cirebonan, yang disebut ''tembang gedhé'' dan ''tembang tengahan''. Setelah Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam oleh ''[[walisanga]]'' sekitar abad ke-14-15 M, muncul ''tembang cilik'', yang oleh kebanyakan orang disebut ''tembang macapat''. Setelah beberapa hasil karya sastra telah selesai ditulis, banyak cerita sejarah atau legenda menyebar ke masyarakat melalui komunikasi (tatap muka).<ref>Wulandari, Sri(Penyanyi Cirebonan). 2011. "Prefix A–Change from Middle to Modern Cirebonese (A case study of Serat Catur Kandha as a midlle Cirebonese texts and Nguntal Negara as a modern Cirebonese text)". Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia</ref>
Pada masa lalu, di [[kota Cirebon]] padatnya aktivitas pelabuhan menarik banyaknya urbanisasi kelompok masyarakat dari wilayah sekitarnya termasuk dari [[Indramayu]], [[Losari]] dan [[Brebes]] yang notabene sebagiannya merupakan wilayah [[suku Sunda]] dan [[suku Jawa]] selain itu di sekitar pelabuhan Cirebon juga dapat ditemukan kelompok-kelompok masyarakat [[suku Bugis]], [[suku Madura]], pendatang China dan warga keturunan Arab yang pada akhirnya telah menjadikan wilayah ini beragam secara adat maupun bahasa, pada pola kehidupan di sekitar pelabuhan, bahasa Cirebon telah menjadi bahasa ''ater-ater'' ([[bahasa Indonesia]]: bahasa pengantar) pada pergaulan di berbagai kalangan masyarakatnya, bahkan ketika terjadi penurunan aktivitas pelabuhan Cirebon pada era modern dengan tidak lagi berhentinya kapal Pelni di pelabuhan Cirebon dan pelabuhan hanya dijadikan tempat bongkar batubara dari Kalimantan saja yang notabene menurunkan tingkat interaksi berbagai kelompok masyarakat yang ada, bahasa Cirebon tetap dan telah menjadi bahasa ''ater-ater'' yang dominan pada wilayah tersebut.<ref>Bunnell, Tim. D. Parthasarathy, Eric C. Thompson. 2012. Cleavage, Connection and Conflict in Rural, Urban and Contemporary Asia. [[Berlin]]: Springer Science & Business Media</ref>
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11<ref name=bps/>,<ref>Gunawan, L.A.S. 2020. Filsafat Nusantara: Sebuah Pemikiran tentang Indonesia. [[Sleman]] : Kanisius</ref> bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Indonesia, bahasa Jawa umum, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.<ref name=bps/> Pengembangan bahasa Jawa Cirebon dilakukan oleh ''Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC).''
== Proses penyebaran ==
Bahasa Cirebon dalam proses penyebarannya ada yang melalui kegiatan belajar-mengajar di pesantren, hal tersebut dikarenakan pada masa lalu penyebaran agama Islam di wilayah ''Pasundan'' dipercaya dibawa dari wilayah [[kesultanan Cirebon]] sehingga untuk menghormati sejarah penyebaran [[Islam]] yang dibawa dari Cirebon inilah para ulama utamanya di wilayah [[Kuningan]] dan [[Majalengka]] ketika mengkaji ilmu agama selalu menggunakan bahasa Cirebon ketika menyampaikan arti dari makna kata (''hafsahan'') yang sedang diajarkan ketimbang [[bahasa Sunda]]<ref name=bahri1>Bahri, Idik Saeful. 2020. Gegap Gempita Perjalanan Sejarah dan Upaya Status Kepahlawanan Eyang Hasan Maolani Lengkong. [[Bandung]] : Rasibook (CV. Rasi Terbit)</ref>
Pada proses penyebaran seperti yang terjadi di pesantren Darul Hikmah yang berlokasi di [[Tanjungkerta, Sumedang|Tanjungkerta]], [[kabupaten Sumedang]]. Pesantren yang didirikan pada tahun 1927 oleh kyai Nahrowi ini menggunakan [[bahasa Sunda]] dan bahasa Cirebon (pada masa itu masih disebut sebagai bahasa Jawa Cirebon) sebagai bahasa pengantarnya<ref name=adingpesantren>Kusdiana, Ading. 2014. Sejarah Pesantren : Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan (1800-1945). [[Bandung]] : Humaniora</ref>, hal tersebut dikarenakan pada masa lalu kyai Nahrowi pernah menjadi santri di [[Cirebon]] tepatnya di pesantren Babakan Ciwaringin, sehingga mempengaruhi cara pengajaran ia yang menggunakan dua bahasa ([[bahasa Sunda]] dan bahasa Cirebon)<ref name=adingpesantren/>.
Proses penyebaran bahasa Cirebon lainnya adalah melalui jalur kesenian, berbagai kesenian seperti ''Reog cirebonan'' (sebuah bentuk kesenian yang dimainkan oleh empat orang pria yang membawa ''dogdog'' (kendang yang hanya ditutup satu sisinya) dan diisi oleh komedi atau lawak), ''Ogel'' (''Reog cirebonan'' yang dimainkan oleh wanita), ''Longser'' (teater rakyat yang berisi tarian dan komedi dengan diiringi oleh gamelan), ''Gonjring'' (pertunjukan akrobat), wayang kulit dan wayang menak dipertunjukan dengan menggunakan bahasa Cirebon<ref name=ajiorikmadenda>Rosidi, Ajip. 1991. Rikmadenda Mencari Tuhan. [[Jakarta]] : Yayasan Obor Indonesia</ref>
=== Penyebaran ''bebasan'' Cirebon ===
Pada masa [[Negara Islam Indonesia|DI/TII]] para anggotanya yang berasal dari Cirebon menggunakan bahasa Cirebon Bagongan yang biasa digunakan sehari-hari untuk membedakan mereka dengan penduduk Cirebon yang bukan anggota [[Negara Islam Indonesia|DI/TII]], mengetahui kejadian ini seorang tokoh Cirebon berinisiatif untuk menyebarluaskan ''Bebasan'' Cirebon kepada masyarakat dengan tujuan tidak terjadi salah faham di masyarakat<ref name=kautsar1/>
== Upaya perlindungan ==
Proses perlindungan penggunaan bahasa Cirebon telah diupayakan sejak dahulu termasuk pada masa awal kemerdekaan. Pada kongres Jawa Barat yang ketiga, tepatnya di Kota Bandung tanggal 23 Februari 1948<ref name=zuhdi1/> (namun menurut Dayat Suryana dalam bukunya yang berjudul ''Provinsi-Provinsi di Indonesia'', peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 28 Februari 1948).<ref>Suryana, Dayat. 2012. Provinsi Provinsi di Indonesia. [https://en.m.wiki-indonesia.club/wiki/Scotts_Valley,_California Scotts Valley] : CyberSpace Independent Publishing</ref> Salah satu perwakilan warga Jawa Barat dari [[suku Sunda]] yaitu bapak [[Musa Suria Kertalegawa|Soeria Kartalegawa]] yang juga ketua [[Partai Rakyat Pasundan]] (PRP) mengusulkan supaya pembicaraan dalam rapat badan perwakilan tersebut (Kongres Jawa Barat) dibolehkan mempergunakan bahasa Sunda, namun belakang usulan tersebut segera disanggah oleh perwakilan masyarakat Jawa Barat lainnya dari [[suku Cirebon]] yaitu bapak Soekardi, bapak Soekardi mencetuskan;
{{Cquote|“Djika dibolehkan berbitjara dalam bahasa Soenda, orang-orang yang berhasrat memakai bahasa daerah lainnya poen haroes diizinkan, oempamanja bahasa daerah Tjirebon.”<ref name=zuhdi1>Zuhdi, Susanto. 2017. Antara Sewaka dan Soeria Kartalegawa: Dinamika Politik Pemerintahan Di Jawa Barat Pada Masa Revolusi Indonesia. [[Bandung]] : Universitas Pendidikan Indonesia</ref>}}
== Klasifikasi ==
=== Bahasa Cirebon sebagai sebuah dialek dari bahasa Jawa ===
Penelitian menggunakan [[angket]] sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar ("''makan''", "''minum''", dan sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 75%, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai 76%.<ref name="PR">[http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=132798%20 Menimbang-nimbang Bahasa Cirebon](Edisi Tahun 2009) {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120117003114/http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=132798%20 |date=2012-01-17 }}</ref>,<ref name=noer7576>Noer, Nurdin M. 2018. Pelestarian Bahasa Cirebon Tanggung Jawab Siapa?. [[Bandung]] : Pikiran Rakyat</ref> Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.<ref name="PR"/>,<ref name=noer7576/>
Meski kajian linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek (karena penelitian Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini '''Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003''' masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap Perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung, Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena Perda adalah kajian politik<ref name=amaliya/>. Dalam dunia kebahasaan menurutnya, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya; kedua, atas dasar politik; dan ketiga, atas dasar linguistik.
Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari Bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.
Baris 60 ⟶ 86:
[[Berkas:Aksara.cirebon.jpg|jmpl|ka|180px|Cacarakan Cirebon yang bersandingan dengan Rikasara Cirebon]]
Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak
::”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya.
Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan.<ref name=amaliya/>
==== Observasi Penutur ====
Pada masa lalu bahasa Cirebon sering disebut sebagai bahasa Jawa Cirebon atau bahasa Jawa dialek Cirebon di mana menurut Ayatrohaedi hal tersebut merupakan sebuah kesalahan dikarenakan dalam observasinya ketika dua orang Cirebon sedang berbicara, kawannya yang merupakan orang Jawa hanya terbengong karena tidak memahami apa yang sedang dikatakan<ref name=ayatbahasacirebon>Ayatrohaedi. 2011. 65 = 67 Catatan Acak-acakan dan Catatan Apa Adanya. [[Bandung]] : Dunia Pustaka Jaya</ref>
Pada sebuah observasi yang dilakukan oleh Idik Saeful Bahri dengan menyandingkan penutur bahasa Cirebon dengan penutur [[bahasa Jawa]] yang asli dari Yogyakarta di mana keduanya diperkenankan untuk berbicara dengan bahasa daerahnya masing-masing ditemukan fakta bahwa keduanya tidak saling memahami tentang apa yang sedang dibicarakan oleh lawan bicaranya dan percakapan yang sedang dilakukan menjadi tidak jelas<ref name=bahri1/>
==== Pendekatan Lauder dalam dialektometri ====
Selama ini bahasa Cirebon dianggap sebagai dialek dari bahasa Jawa dikarenakan beberapa pihak yang menginginkan Cirebon tetap menjadi bagian dari budaya Jawa hanya berpegang pada penelitian model Guiter saja yang mengharuskan perbedaan antar kedua subjek bahasa sebesar 80%, namun jika menggunakan pendekatan Lauder, pendekatan ini mengkritisi jumlah persentase yang diajukan guiter yaitu sebesar 80% karena menurut Lauder, cukup 70% saja dalam kajian dialektometri bagi sesuatu untuk dikatakan sebagai "bahasa" yang Mandiri.<ref name=djantera/>
Lauder, sudah menggunakan metode yang lazim dan umum dilakukan dalam kajian dialektologi terhadap bahasa-bahasa di Indonesia, yaitu metode dialektometri, hanya yang menarik dari pandangannya itu ialah usulannya tentang modifikasi kategori persentase perbedaan unsur kebahasaan untuk menyebutkan suatu isolek sebagai bahasa atau dialek yang diajukan oleh Guiter, Guiter menitik beratkan perbedaan kebahasaan harus sekitar 80%
==
{{split|Rikasara Cirebon}}
Bahasa Cirebon dalam perjalanannya menggunakan aksara yang dikenal dengan nama Rikasara, Carakan Cirebon, aksara Arab Pegon serta aksara [[Jawi]]<ref name=uka>Tjandrasasmita, Uka. 2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Gramedia</ref>. Aksara Carakan Cirebon sendiri merupakan aksara Carakan yang terpengaruh Carakam Jawa, hal ini dapat terlihat dari surat yang ditulis oleh Sultan Sepuh Djoharuddin dalam menyambut kedatangan Raffles di Cirebon. Sementara Rikasara Cirebon<ref name=prayitno>{{Cite web |url=http://regional.liputan6.com/read/2982612/makna-ukiran-unik-di-tiang-masjid-keramat-cirebon |title=Prayitno, Panji. 2017. Makna Ukiran Unik di Tiang Masjid Keramat Cirebon. [[Jakarta]]: Liputan 6 |access-date=2017-06-12 |archive-date=2017-07-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170722110641/http://regional.liputan6.com/read/2982612/makna-ukiran-unik-di-tiang-masjid-keramat-cirebon |dead-url=yes }}</ref> merupakan jenis aksara yang digunakan sebelum tahun 1650-an (abad 17) di mana para ahli berpendapat bahwa Rikasara tersebut memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa.
=== Aksara Rikasara Cirebon ===
Rikasara Cirebon yang oleh para ahli dikatakan memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa<ref name=prayitno/> memiliki tiga cara penulisan dan beberapa gaya tulis (''Samengan'')
* '''Sasandisara''' (cara menulis rahasia), tujuan cara penulisan ini adalah agar tulisannya tidak bisa diketahui oleh khalayak ramai, contoh cara penulisan ini dapat ditemui pada surat yang dibawa ke Banten untuk membantu pangeran Hasanuddin
* '''Angarasara''' (cara menulis umum), cara penulisan yang biasa dilakukan oleh para ''Ajengan'' (kyai atau orang terhormat) dan bersifat umum (tidak rahasia) sehingga bisa dibaca oleh siapa saja, pada Angarasara gaya tulis atau ''Samengan'' secara garis besar dibagi menjadi beberapa yaitu, Kawatu, Layus dan Halif
* '''Bandasara''' (cara menulis rahasia dengan membalutnya dengan doa), tujuan penulisan ini sebenarnya sama dengan Sasandisara yaitu untuk hal-hal yang bersifat rahasia, hanya saja karena dibalut dengan doa pembawanya tidak sadar kalau dia sedang membawa surat penting, contohnya adalah surat yang dibawa oleh Anom Talibrata, banyak syarat-syarat yang dibalut dengan pembacaan ayat suci al-qur'an ketika membuat tulisan dengan cara Bandasara, rumitnya ''Polah Hikmah'' (aturan-aturan hikmah) yang diterapkan dalam penulisan Bandasara membuat tidak sembaragan orang dipercaya untuk menuliskannya.
<gallery widths="120" heights="120px" style="border: 5px solid #a86; box-shadow: 0.1em 0.1em 0.5em rgba(0,0,0,0.75); -moz-box-shadow: 0.1em 0.1em 0.5em rgba(0,0,0,0.75); -webkit-box-shadow: 0.1em 0.1em 0.5em rgba(0,0,0,0.75); border-radius: 0.5em; -moz-border-radius: 0.5em; -webkit-border-radius: 0.5em;">
Berkas:Gamel-6.jpg | ''Rikasara Cirebon'' pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), [[Gamel, Plered, Cirebon|desa Gamel]], [[Plered, Cirebon|kecamatan Plered]], [[kabupaten Cirebon]]<br>Alih aksara dan bahasa oleh Dodie Yulianto (filolog Cirebon), koreksi oleh Guntur Samudra (masyarakat Gamel)<br>Mar(a) Hadi Ngawas (dekati dengan pengawasan sungguh)<br>angmung ngewalen... (hanya mengerjakan ''walen'' (bahasa Indonesia: atap))<br>1625 Jawa = 1113 Hijriah = 1701 Masehi
Berkas:Papan-1a-Gamel-05a.jpg | ''Rikasara Cirebon'' pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), [[Gamel, Plered, Cirebon|desa Gamel]], [[Plered, Cirebon|kecamatan Plered]], [[kabupaten Cirebon]]<br>Alih aksara oleh Guntur Samudra (Gamel)<br>Dina Ahad Jumadil ahir (pada hari minggu bulan Jumadil Akhir)<br>Tahun Jem Akir // 82 \\ (tahun Jim Akhir 28)
Berkas:Papan-2a-Kiri-Gamel-03a2.jpg | ''Rikasara Cirebon'' pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), [[Gamel, Plered, Cirebon|desa Gamel]], [[Plered, Cirebon|kecamatan Plered]], [[kabupaten Cirebon]]<br>Papan 2a-1 (sebelah kiri)<br>Bengiye Madepis<br>Papan 2a (kiri dan kanan bagian atas) Bengiye Madepis Adinata Walen<br>Pada Malam Hari menemui masyarakat (sultan) menjelaskan cara Menata (membuat) Atap
(kiri dan kanan bagian tengah dan bawah) Rugoba Bahana Sinagasa Kuwasan Hulihi <br> Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas segala upaya (''Ki'' gede Gamel) mengembalikan Singgasana dan Kekuasaan.
Berkas:Papan-2a-Kanan-Gamel-03a.jpg | ''Rikasara Cirebon'' pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), [[Gamel, Plered, Cirebon|desa Gamel]], [[Plered, Cirebon|kecamatan Plered]], [[kabupaten Cirebon]]<br>Papan 2a (sebelah kanan)<br>Adinata Walen
</gallery>
=== Carakan Cirebon ===
[[Berkas:Sample UDHR Djoharuddin.png|thumb|upright=3.3|Pasal 1 [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]], ditulis dengan Carakan Cirebon gaya Djoharuddin (Carakan Cirebon gaya Djoharuddin adalah gaya Carakan Cirebon yang digunakan di [[kesultanan Kasepuhan]] pada masa Sultan Sepuh Djoharuddin sekitar tahun 1800-an)]]
Carakan Cirebon mencapai masa keemasannya pada periodisasi sastra sekitar abad ke-16 (tahun 1500-an). Kala itu sastra pesisiran berkembang pesat, seiring berpindahnya kekuasaan politik dari Majapahit ke kesultanan-kesultanan Muslim seperti Cirebon dan Demak pasca banyaknya ''ningrat-ningrat'', sastrawan dan seniman Majapahit yang menyingkir ke Bali. Sastra Pesisiran yang berkembang pada periodisasi keemasan tersebut berusaha membalutkan nilai-nilai keislaman dengan elemen-elemen kuno dari kebudayaan Majapahit<ref name=Rochkyatmo/> Sastra Pesisiran yang turut membawa carakan Cirebon pada masa keemasannya dimulai ketika pengaruh Islam mulai memasuki pulau Jawa termasuk di wilayah [[Kesultanan Cirebon]]. ada setidaknya tiga pusat utama perkembangan sastra pesisiran yaitu di Gresik, Demak dan di wilayah [[kesultanan Cirebon]] yang meliputi Cirebon hingga [[Banten]] pada masa itu. Berbeda dengan Demak yang pada masa itu menjadi rujukan bagi daerah pedalaman sekitarnya yang mayoritas dihuni oleh [[suku Jawa]](cikal bakal daerah Mataram), perkembangan Carakan dan sastra pesisiran di wilayah [[kesultanan Cirebon]] tidak sehomogen dengan apa yang terjadi di Demak, heterogenitas antara pesisir Cirebon yang multi-etnis ditambah dengan pedalaman Cirebon yang juga dihuni oleh [[suku Sunda]] yang berbeda bahasa dan pola tulisan membuat Carakan dan sastra Cirebon mengakomodir pola-pola ucap dan kebiasaan-kebiasaan sastra dari wilayah sekitarnya sehingga menyebabkan teks-teks sastra yang berasal dari wilayah [[kesultanan Cirebon]] walau ditulis dengan pola aksara carakan yang tidak jauh berbeda (Cirebon menerapkan pola aksara carakan dengan gaya satu tembok sementara Jawa menerapkan pola carakan dengan gaya dua tembok) namun teks-teks tersebut tidak dimengerti oleh pembaca dari wilayah Jawa bagian tengah<ref name=Rochkyatmo/>.
Carakan Cirebon menurut TD Sudjana pada awalnya berasal dari Pallawa yang menyebar di Nusantara, para aristokrat yang menggunakan Pallawa sebagai aksara ini kemudian mengembangkan pola-pola aksara di wilayah yang diperintahnya, dan kemudian menjadi aksara daerahnya masing seperti aksara Carakan Jawa, Sunda dan Aksara Carakan Cirebon, oleh karena itu Carakan Cirebon oleh budayawan Cirebon TD Sudjana dikiaskan sebagai sesuatu hal yang memiliki makna budi luhur sebagai penunjang tegaknya akhlak bangsa dan kepribadian bangsa.<ref name=Rochkyatmo>Rochkyatmo, Amir. 1996. Pelestarian dan Modernisasi Aksara Daerah: Perkembangan Metode dan Teknis Menulis Aksara Jawa. [[Jakarta]]: Direktorat Jenderal Kebudayaan</ref>
=== Aksara Sunda Kuno ===
[[Aksara Sunda Kuno]] pernah dipakai untuk menuliskan bahasa Cirebon yang pada saat itu digunakan sebagai media untuk menyebarkan [[Islam|agama Islam]] di [[Tatar Sunda]]<ref name=sumarlina1>Sumarlina, Elis Suryani Nani. 2009. Mengungkap kearifan lokal budaya Sunda yang tercermin dalam naskah dan prasasti. [[Bandung]] :</ref>. Hal ini dapat dilihat pada penggunaannya dalam beberapa naskah di bawah ini;
<gallery mode="packed-overlay" heights="200">
Berkas:Naskah Cirebon Sunda Kuna1.png
Berkas:Naskah Cirebon Sunda Kuna2.png
</gallery>
=== Hilangnya aksara Sunda dan ''Rikasara'' Cirebon ===
Pada tanggal 3 November 1705, Belanda mengeluarkan sebuah surat ketetapan agar digunakan aksara carakan Jawa sebagai aksara tulis, ketetapan ini menurut sebagian peneliti dikarenakan berkurangnya penggunaan aksara Sunda pada masyarakat setempat<ref name=seta1>Mangintrk, Timothy Seta. 2016. Parahiyangan Guardian: Pengembangan Aplikasi Game Untuk Pembelajaran Interaktif Menggunakan Aksara Bahasa Sunda Berbasis Desktop. [[Kota Bandung|Bandung]]: Universitas Widyatama</ref>. Pada wilayah kesultanan-kesultanan Cirebon surat ketetapan Belanda resmi berlaku setelah dikeluarkannya surat yang meratifikasi ketetapan Belanda tersebut oleh para penguasa Cirebon pada 9 Februari 1706<ref name=seta1/>, secara perlahan aksara Sunda dan juga Rikasara Cirebon digantikan oleh carakan Jawa, dalam sebuah naskah dari desa adat Gamel-Sarabahu di Cirebon dijelaskan bahwa hilangnya Rikasara Cirebon secara berangsur-angsur setelah dikeluarkannya surat ratifikasi kesultanan-kesultanan di Cirebon menemui titik puncaknya yang waktunya bertepatan dengan dikaburkannya sejarah Cirebon oleh Belanda yang dalam naskah peristiwa itu disebut {{cquote|"'''''... Kalpariksa jatining cirebon, Lebon pepeteng ... 8461//22//09'''''"}}<ref>Mujidiningrat, Raden Dulur Anom Rahadyan Ikhsanurud Daudi Akbar Guratpanuratrahsa Ahmad Elwangsih. 2018. Aksara Rikasara: Sebuah Peradaban yang Hilang. [[Cirebon]]: Desa Adat Gamel-Sarabahu</ref>
== Kosa kata ==
[[Berkas:Reynan-hblink-1905-1931-peta-bahasa.jpeg|al=.|jmpl|800px|Peta sebaran bahasa Cirebon (pada masa tersebut masih disebut sebagai ''Cheribonsch Javansch'') pada tahun 1905 menunjukan penggunaan bahasa Cirebon meluas hingga ke timur pulau Jawa.<br>Pada peta diatas terlihat bahwa wilayah utara Banten (kode angka 1) dimasukan sepenuhnya kedalam wilayah sebaran bahasa Cirebon sementara wilayah Indramayu (kode angka 3) dijelaskan sebagai wilayah yang diapit oleh bahasa Sunda dan bahasa Cirebon.]]
Pada tahun 1869, hasil penelitian yang dilakukan oleh [[Karel Frederik Holle]] seorang pemerhati budaya dan sastra<ref>Moriyama, Mikihiro.2005. Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke-19. [[Jakarta]] : Kepustakaan Populer Gramedia</ref> yang dikemudian hari diangkat menjadi seorang penasihat (''Honorary Advisor for Domestic Affair'') untuk pemerintahan [[Hindia Belanda]] diterbitkan dengan pengawasan redaktural oleh W. Stortenbeker (doktoral di bidang ilmu hukum dan sastra) dan J.J Van Limburg Brouwer (doktoral di bidang ilmu filsafat)<ref name=holle1>Holle, Karel Frederik. 1868. Geschiedenis der Preanger Regentschappen (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen). [[Gravenhage]] : Martinus Nijhoff</ref> dalam penelitian tersebut Karel Frederik Holle menjelaskan tentang sebuah babad yang berasal dari sekitar tahun 1788 - 1820 yang diperoleh dari bupati [[Sumedang]], babad tersebut dijelaskan diperoleh oleh bupati [[Sumedang]] dari seorang Pangeran Cirebon. Babad kemudian berhasil diterjemahkan, dalam penelitiannya tersebut ia menjelaskan bahwa kosakata dalam babad tersebut ditulis dengan bahasa Cirebon atau yang pada masa itu disebut sebagai ''Cheribonsch Javansch''<ref name=holle1/>
Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa Cirebon memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik, memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon dengan di Indramayu itu meskipun oleh sebagian orang dikatakan sebagai bagian dari bahasa Jawa namun mempunyai perbedaan dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo. Dengan demikian, sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak dapat digunakan karena terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga gurunya). Oleh karena itu, pada 1970-an, buku pelajaran itu diganti dengan buku pelajaran [[bahasa Sunda]] yang dianggap akan lebih mudah dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih dekat”. Akan tetapi, ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul gerakan untuk menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di wilayahnya, yaitu Bahasa Cirebon (pada era tahun 1970-an masih disebut sebagai bahasa Jawa dialek Cirebon).<ref>Rosidi, Ajip. 2010. "Bahasa Cirebon dan Bahasa Indramayu". [[Bandung]]: Pikiran Rakyat</ref>
=== Bahasa Cirebon Kuno ===
Bahasa Cirebon Kuno<ref>Irianto, Bambang. Dyah Laksmiwati. 2014. Baluarti Keraton Kacirebonan. [[Sleman]]: Dee Publish</ref> dipergunakan pada naskah naskah kuno yang ada di Cirebon dan sekitarnya, bahasa ini masih bisa dijumpai pada teks teks di periode awal terbaginya [[kesultanan Cirebon]] menjadi dua kesultanan atau sekitar pada tahun 1600-an, menurut ''Elang'' ([[bahasa Indonesia]]: pangeran) Yusuf Dendabrata salah satu kosakata yang berasal dari bahasa Cirebon Kuno adalah ''pelem'' ([[bahasa Indonesia]]: mangga). Pada budaya Cirebon sejak zaman dahulu, mangga merupakan manifestasi dari konsep ''gelem'' (hasrat/kemauan) dan mangga Cengkir adalah proyeksi dari konsep ''gelem kencenge pikir'' ([[bahasa Indonesia]]: mau kritis berfikir) di mana buah mangga Cengkir digantungkan pada ''lunjuk'' tempat penyiraman pada prosesi ''Siram Tawandari'' di ritual pernikahan adat Cirebon.
Berikut adalah kutipan bahasa Cirebon Kuno yang ditulis pada pustaka Negara Kertabumi<ref>Wangsakerta, Pangeran Nasiruddin. Saptadhyaksa. 1651 saka. Pustaka Negara Kertabumi. [[Cirebon]]: Kesultanan Cirebon</ref>
mejahhi / pratibandḍa / hurip lobha / magawé kadustan mwang pāpakarma // haywa ta sirā nginum panamadya / athawékang magawé marganing patinta / suçīlā ta sira // haywa ta sira dumadi wira mati / mwang lumūda çatrewanung wus pinaribhawa / umangnacpati / yadyapin ya çatrusang salah warak samaken mwang inupaçra yan dénnira // haywa ta sira tuhagamana ring dharmmanya yéku agaméslam lawan kuran ikang wéda ning janapada sakala bhuwana / dwājilulloh dé nira kudu mapageh dé nyānggé gwa ninya // nityasa ta sira mangastung kara ring hyang tunggal
bunuh, bertentangan, hidup tamak, berbuat dusta serta berbuat nista. Janganlah engkau minum minuman yang memabukkan, atau yang menciptakan jalan kematianmu, sopan santunlah engkau, janganlah engkau menjadi wiramati. Dan menyerang lagi perkataan yang telah menghina, menyalahkan diri sendiri ke dalam kematian, meskipun musuh yang salah maafkanlah dan berilah pertolongan padanya. Janganlah ia terus-menerus melakukan perbuatannya itu. Agama Islam dan Qur’an itu pengetahuan untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia, dua kalimat Syahadat harus kau genggam erat dan pakailah (laksanakanlah) ia senantiasalah engkau berdoa kepada Tuhan yang Esa.
=== Angka dan kuantitas ===
Pada tahun 1926, hasil penelitian J N Smith (asisten residen Cirebon) diterbitkan, selain menjelaskan tentang ragam bahasa Cirebon dan perbedaanya dengan [[bahasa Jawa]] yang terdapat di wilayah [[Jawa Tengah]] dan [[Surakarta]] ia juga menjelaskan mengenai kosakata yang berkenaan dengan angka dan kuantitas<ref name=smithdialect>Smith, J. N. 1926. Het Dialect van Cheribon. [[Gravenhage]] : Martinus Nijhoff</ref>, seperti
.
{| class="wikitable sortable" width="100%"
! Bahasa Cirebon
! Bahasa Indonesia
|-
|Sambang
|Seribu
|-
|Sareal
|Dua Rupiah
|-
|Saripis
|Satu
|-
|Suku
|Setengah
|-
|Seteng
|Tiga setengah Sen
|-
|Telung Wang
|Dua belas setengah Sen
|-
|Sabaru
|Delapan setengah Sen
|-
|Rong Baru
|Tujuh belas Sen
|-
|Telung Baru
|Satu tali
|-
|Lima las Baru
|Satu rupiah satu tali
|-
|Sapinda
|Setengah
|-
|Kalipinda
|Dua setengah
|-
|Sagantang
|10 kati
|-
| Sakocel
| 5 kati
|}
=== Kata Ganti (Purusa) ===
==== Kata Ganti Orang Pertama (Utama Purusa) ====
* Sun (artinya Saya, jika ditambahkan awalan "re/ra" menjadi "resun" maka artinya "saya adalah orang yang terhormat")
* Isun (artinya Saya, jika kata isun bertemu dengan kata kerja maka "isun" berubah menjadi "tak' atau "tek")
* Ngwang (artinya Saya, jika ditambahkan kata "sang" menjadi "sangwang" maka maknanya menjadi lebih terhormat dari kata "ngwang")
* Pwanghulun (artinya Saya adalah seorang Hamba)
* Nghulun (artinya Saya adalah seorang Hamba, jika ditambahkan kata "Pinaka" menjadi "Pinaka nghulun" maka artinya "diperhamba" dan jika ditambahkan kata "sang" menjadi "sanghulun" maka maknanya menjadi terhormat daripada "nghulun")
* Pinun (artinya Saya adalah milik Tuan)
* Manehta (artinya Saya adalah hamba tuanku, khusus digunakan untuk perempuan)
* Bujangga Mpu (artinya Saya adalah orang yang terpelajar dan alim, biasa digunakan oleh kaum agamawan)
==== Kata Ganti Orang Kedua (Madyatama Purusa) ====
* Ko (artinya Anda)
* Twa / Ta (artinya Anda)
* Kamu (artinya Anda, bisa digunakan untuk menyatakan lebih dari satu orang)
* Kita (artinya Anda atau Tuan. Kata ini lebih terhormat dibandingkan "Ko","Twa/Ta","Kamu")
* Ngcarira (artinya Anda (secara umum), kata ini lebih terhormat dibandingkan "Ko","Twa/Ta","Kamu")
* Sira (artinya Anda, namun penggunaan kata ini ditujukan pada Sultan untuk Bawahan atau Pejabat untuk Bawahan yang makna tingkatannya lebih rendah)
* Kanyu (artinya Anda, kata ini setara dengan "Ko")
* Rahadyan Sanghulun (artinya anda adalah tuanku, dipergunakan oleh Pekerja kepada Majikannya)
==== Kata Ganti Orang Ketiga (Pratama Purusa) ====
* Ya (artinya Dia)
* Sira (artinya Dia, jika ditambahkan kata "hana" menjadi "hana sira" yang artinya "ada seseorang")
* Rasiki (artinya Dia)
=== Kata Ganti Milik (Empunya) ===
==== Kata Ganti Milik Orang Pertama ====
* Ku atau Ngku (artinya milik -ku)
* Mami (artinya milik -kami)
* i ngwang (artinya milik -ngwang)
* i nghulun (artinya milik -nghulun)
* i sanghulun (artinya milik -sanghulun)
* Pinaka hulun (artinya milik -pinaka hulun)
* Bujangga Mpu (artinya milik -bujangga mpu)→
==== Kata Ganti Milik Orang Kedua ====
* Mu (artinya milik -kamu)
* Nta / Ta (artinya milik -kita)
* Nyu (artinya milik -kanyu)
* Rahadian Sanghulun (artinya milik -rahadian sanghulun)
==== Kata Ganti Milik Orang Ketiga ====
* Nya (artinya milik -ya)
* Nira / ira (artinya milik -sira)
* Rasika (artinya milik -rasiki)
=== Perbandingan bahasa Cirebon Bagongan (bahasa rakyat) ===
Berikut merupakan perbandingan antara bahasa Jawa Cirebon dengan Dialek lainnya yang dianggap serumpun, yaitu [[bahasa Jawa Banten]],<ref name=bantenologi>{{Cite web |url=http://bantenologi.org/index.php/artikel/91-kamus-bahasa-jawa-banten |title=Bantenologi - Kamus Bahasa Jawa Banten |access-date=2015-03-04 |archive-date=2015-06-09 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150609052801/http://bantenologi.org/index.php/artikel/91-kamus-bahasa-jawa-banten |dead-url=yes }}</ref> Bahasa Jawa dialek Dermayon, dialek Tegal dan Pemalangan serta Bahasa Jawa Baku (dialek Surakarta - Yogyakarta) dalam level ''Bagongan atau Bahasa Rakyat''.
<br/>
{| class="wikitable sortable" width="100%"
! Banten Utara
!
! Bahasa Cirebon - Dermayu (Dermayon)
! Banyumasan
! Tegal, Brebes
Baris 87 ⟶ 264:
! Solo/Jogja
! Kediri - Madiun
! Surabaya - Malang (arekan)
! Sunda Priangan
! Indonesia
Baris 93 ⟶ 270:
|Ateng
|Adi / kacung
|Adi
|Adi
|Adi
Baris 103 ⟶ 281:
|-
|Nong
|Nok / Nonok
|Denok / Senok
|Nduk
|Senok
|
Baris 114 ⟶ 293:
|-
| kita
| kita
| kita/reang/isun/nyong (Subang)
| inyong/nyong
| inyong/nyong
Baris 125 ⟶ 305:
|-
| sire
| sira/
|
| rika/ko/kowe
| kowen
| koe
Baris 136 ⟶ 317:
|-
| pisan
| pisan/men
| nemen/temên/pisan
| pisan/temên
| nemen/temen/pisan
| nemen/temen/teo
Baris 147 ⟶ 329:
|-
| keprimen
|
| kepriben/kepripun/keprimen/pribe
| kepriwe/priwe
| kepriben/priben/pribe
| keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe
Baris 159 ⟶ 342:
| ore
| ora/beli
| ora/belih
| ora
| ora/belih
Baris 170 ⟶ 354:
| manjing
| manjing
| manjing/mlebu
| mlebu
| manjing/mlebu
Baris 181 ⟶ 366:
| arep
| arep/pan
| arep/arepan
| arep
| pan
Baris 192 ⟶ 378:
| sake
| sing
| sing / saka
| sêkang
| sing
| kadi/kading
Baris 203 ⟶ 390:
| kelambi
| Kelambi
| kelambi
| Kelambi
| Kelambi
Baris 212 ⟶ 400:
| Pakaian
|-
| Kulon
| Kulon
| Kulon
Baris 226 ⟶ 415:
| Tuku
| Tuku
| Tuku/tumbas
| Tuku
| Tuku
Baris 236 ⟶ 426:
| Durung
| Durung
|
| Durung, Urung
| Durung
| Durung
Baris 247 ⟶ 438:
|Kependak
|Ketemu
|Ketemu/Kepethuk
|Ketemu
|Ketemu
Baris 258 ⟶ 450:
|Bise
|Bisa
|Bisa
|Bisa/Teyeng
|Bisa
|Bisa
Baris 264 ⟶ 457:
|Isa
|Isa
|Tiasa/Bisa
|Bisa
|-
|Lan
|Lan/karo/maninge
|Lan
|Lan
Baris 280 ⟶ 474:
|Teke
|Teka
|Teka
|Teka, Gutul: sampai
|Teka, Anjog
|Teka
Baris 290 ⟶ 485:
|-
|Kare
|Karo
|Karo
|Karo
Baris 301 ⟶ 497:
|-
|Entek
|Entok / Kasepan
|Entok / Entek
|Entong / Entek
|Enténg
|Entek/Enténg
Baris 314 ⟶ 511:
=== Perbandingan bahasa Cirebon Bebasan (bahasa halus) ===
Berikut ini adalah perbandingan antara ''bebasan'' (Bahasa Halus) Cirebon, ''bebasan'' Dermayonan, ''bebasan'' Pemalangan, dengan ''bebasan'' Banten<ref name=bantenologi />
{| class="wikitable sortable" width="100%"
! rowspan="2" | Banten Utara
!
! rowspan="2" | Bahasa Cirebon - Dermayu (Dermayon)
! rowspan="2" | Pemalangan/Tegalan
! colspan="2" | [[Bahasa Sunda Priangan|Sunda Priangan]]
! rowspan="2" | Indonesia
|-
![[Loma]]
![[Hormat]]
|-
| Kasih
| Jeneng/wasta/nami/asmi
| Jeneng/wasta/nami/asmi
| Jeneng/nami/asmi
|
|Nami, Wasta, Kakasih
| Nama
|-
| Boten
| Boten
| Mboten
| Mboten
| Henteu, Teu
|Henteu, Teu
| Tidak
|-
| Teteh
| Rara / Yayu
| Yayu / Mbayu
| mbokayu
|
|Aceuk
| Kakak perempuan (mbak)
|-
| Koh/iku/puniku
| Puniku
| Puniku
| Puniku/niku
|
|Éta
| Itu
|-
Baris 350 ⟶ 559:
| Kepanggih
| Kepanggih
| Kepanggih
| Papanggih
|Pependak
| Ketemu
|-
Baris 356 ⟶ 567:
|Niki
|Niki
|Niki
|Ieu
|Ieu
|Ini
Baris 362 ⟶ 575:
|Inggih
|Inggih/nggih
|Inggih/nggih
|Enya, Heueuh
|Muhun, Sumuhun
|Ya
|-
Baris 368 ⟶ 583:
|Ugi
|Ugi
|
|Ogé
|Ogé
|Juga
|-
|Kelipun
|Punapa
|Punapa
|Punåpå
|Naha
|Naha
|Kenapa
|-
|Hampura
|Hampura / Ampura
|Ngapura
|Ngampunten, Ngampura
|Hampura
|Hapunten
|Maaf
Baris 386 ⟶ 607:
|Sekul
|Sekul
|Sekul
|Kéjo
|Sangu
|Nasi
|-
|Linggar
|Kesah
|Kesah
|Tindak/kesah
|Indit
|Mios, Angkat, Jengkar
|Pergi
|-
Baris 398 ⟶ 623:
|Gadah
|Gadah
|Gadah
|Boga
|Gaduh, Kagungan
|Punya
|-
|Seniki
|Seniki
|Saniki
|Sakniki
|Ayeuna, Kiwari
|Danget ieu
|Sekarang
|-
|Matur nuhun
|Matur kesuwun/kesuwun
|Matur nuwun / Matur Suwun / Matur Sembahnuwun
|Matur nuwun
|Nuhun
|Hatur nuhun
|Terima kasih
Baris 415 ⟶ 646:
|Ayun ning pundi
|Bade teng pundi
|Lajeng teng pundi / Bade teng pundi
|Bade teng pundi
|Arék ka mana
|Badé ka mana
|Mau ke mana?
|-
|Pasar
|Peken
|Peken
|Peken
|Pasar
|Pasar
|Pasar
|-
|Salah
|Sawon
|Sawon
|Salah
|Salah
|Lepat
|Salah
|-
|Kule
|Kula / Ingsun
|Kula
|Kulå
|Kuring
|Abdi
|Saya
|-
|Uning
|Uning /
|Ngertos/Sumerep
|Ngertos/Sumerep
|Nyaho
|Terang, Uninga
|Tahu
|-
Baris 446 ⟶ 687:
|Saged
|Saged
|Saged
|Bisa
|Iasa, Yasa, Tiasa
|Bisa
|-
Baris 452 ⟶ 695:
|Sampun/mpun
|Ampun
|Ampun
|Ulah, Tong
|Teu Kénging
|Jangan
|-
|Nire
|Sampeyan / Panjenengan
|Sampeyan / Panjenengan
|Panjenengan
|Anjeun
|Salira, Hidep
|Anda
|-
Baris 464 ⟶ 711:
|Cape
|Cape
|Cape
|Ceuk
|Saur
|Kata
Baris 471 ⟶ 720:
|Bade
|Bade
|Daék
|Purun, Kersa
|Mau
|-
|Sare
|Kulem / Sare / Tilem
|Sare / Tilem
|Sare/Tilem
|Héés, Saré
|Mondok, Kulem
|Tidur
|-
|Mantuk
|Wangsul
|Wangsul/Mantog
|Wangsul/Mantuk
|Balik
|Wangsul, Mulih
|Pulang
|-
Baris 488 ⟶ 743:
|Mawon
|Mawon
|Mawon
|Waé/Baé
|Waé/Baé
|Saja
|-
Baris 494 ⟶ 751:
|Wau
|Wau
|Wau
|Tadi, Bieu
|Tadi, Nembé
|Tadi
|-
|Maler
|Maksih
|Tesih
|Taksih/Tesih
|Kénéh
|Kénéh
|Masih
|}
=== Kamus
Berikut adalah Kamus yang berisi kosakata bahasa Cirebon Bagongan, Bahasa Cirebon Bebasan
{| class="wikitable sortable"
! Cirebon Bagongan
! Cirebon Bebasan
!
!
! Bahasa Indonesia
! Penjelasan
Baris 536 ⟶ 797:
|
|-
|
|
|Adi
Baris 543 ⟶ 804:
|
|-
|
|Ayi
|Danang / De'mas
|Rayi
|Adik (Laki-Laki)
|-
|?
|?
|De'nok
|Diayu
|Adik (Perempuan
|-
| Adoh
Baris 556 ⟶ 822:
| Jauh
|
|-ukun
U
| Adol
| Sadean
Baris 577 ⟶ 844:
|Agama||Agami||Agama||Agami||Agama||
|-
|Aja|?|
|-
| Akeh || Katah ||Akeh||Katah|| Banyak||
|-
|Kakang||Raka||Kakang / Kang Mas||Raka||Kakak Laki-Laki||
|-
|Aki||Ki||
|-
|Aku||Akên||
|-
|Alas / Luwung||Wana||Alas||Wana||Hutan||
|-
|Alih||?||Alih ||ngalih ||Pindah|| (Ingsun sampun ngalih teng Kuningan = Saya sudah pindah ke Kuningan)
|-
|
|-
|Aig / Age||Aglis||Cepet / Gage / Gagian||Enggal||Segera||
|-
|Amba||Wiwir||Amba||Wiyar||Luas||
|-
| Ambir || Supadon || Ben / Ambisan || Ambisan||Biar||
|-
|Amit /Permisi||?||Amit||Nuwun Sewu /nyuwun Sewu||Permisi||
|-
|
|-
|Angel||
|-
|Angon||Angen||Angon||Angen||Gembala|| Ngangon Kebo (Menggembala Kerbau)
Baris 615 ⟶ 882:
|Apik||Sae||Apik||Sae||Baik||
|-
|Aran||Asmi||Aran / Jeneng||Nami /
|-
|
|-
|Arep mendhi ||Bade pundi||Arep
|-
|Asli||?||Asli||Sesupe||Asli||
Baris 631 ⟶ 894:
|Ati||Manah||Ati||Manah||Hati||
|-
|Aturan||Pakem|| ||
|-
|Awan||Siyang||Awan||Rina / Siang||Siang||
|-
|Awak||Selira / Badan||Awak||
|-
|Ayam||Sawung||Ayam||Sawung||Ayam||
Baris 643 ⟶ 906:
| Bagen || Sanggine || Bagen||Kêrsanipun|| Biarkan||
|-
| Bagus || Sae|| Bagus/Apik || Sae||Bagus||
|-
|Baka||Menawi||Yen/Baka||Menawa||Kalau||
|-
|Balik||Wangsul||Balik||Wangsul||Pulang||
Baris 653 ⟶ 916:
|Bapak ||Rama||Bapak||Rama||Bapak||
|-
| Batur || Rencang ||
|-
|Banyu||Toya||Banyu||Toya||Air||
|-
|Bari||Kaliyan||Bari/Bareng||Sesarengan/Kaliyan||Bersama||
|-
|Bawi||?||Celeng||Andhapan||Babi||
Baris 663 ⟶ 926:
|Bebek||?||Bebek||Kambangan||Bebek||
|-
|Belah||Palih||Belah||Palih||Sepalih (sebelah)|| jambalang
|-
|Beli / Ora||
|-
| Bênêr || Lêrês || Bênêr || Lêrês || Benar||
Baris 681 ⟶ 944:
| Bocah / Anak || Lare ||Anak||Lare|| Anak ||
|-
|Bokat||?||
"isun arep ngulur batur-batur nang alun-alun, bokat bae ana mengkana" (saya hendak mencari anak-anak di alun-alun, barangkali saja ada di sana)
|-
Baris 690 ⟶ 953:
|Bubar||Bibar||Bubar||Bibar||Bubar||
|-
|Bulit||?||
|-
|Buri||Wingking||Buri / Guri||Wingking||Belakang|| Nang Buri, Teng Wingking (Di Belakang)
Baris 700 ⟶ 963:
|Cangkêm||Lêsan||Cangkêm / Tutuk||Lêsan||Mulut||
|-
|
|-
|Carita||?||Crita||Crios||Cerita||
|-
|Cêg||?||Cêkêl||Ngasta||
|-
| Cilik || Alit ||Cilik || Alit ||Kecil||
Baris 718 ⟶ 981:
|Dagang||Sadean||Dagang||Sadean||Dagang||
|-
| Dake
|-
| Dalan||Dêrmagi||Dalan ||Marga ||Jalan||
Baris 738 ⟶ 1.001:
|Dêngkul / Tur||?||Dêngkul||Jengku|| Lutut||
|-
| Dewek||
|-
|Di||Di||Di||Dipun||Di (Imbuhan)|| Cirebon Bebasan : "Dibarokahi",
|-
|Dina||Dintên||Dina||Dintên||Hari|| (Sedinten-dinten = Sehari-hari)
Baris 772 ⟶ 1.035:
|Enak||Eca||Enak||Eca||Enak||
|-
|êndas||
|-
|êndhêp||êndhap||êndhêp / Cindek||êndhap||Pendek||
Baris 780 ⟶ 1.043:
|êndog||Tigan||êndog||Tigan||Telur||
|-
|êngko||
|-
|ênom||ênêm||ênom||ênêm / timur|| Muda||
Baris 788 ⟶ 1.051:
|Enteni||?||Enteni||Entosi||Menunggu||
|-
|Erti||Ertos||ngerti ||
|-
|Esuk||Enjing||Esuk||Enjing||Pagi||
Baris 804 ⟶ 1.067:
|Gawe||Damel||Gawe||Damel||Kerja||
|-
|Gedang||Pisang||
|-
|Gede||
|-
|Gêlêm||Purun||Gêlêm||Purun||Mau||
Baris 814 ⟶ 1.077:
|Gelung||Ukel||Gelung||Ukel||Gulung||
|-
|Gemuyu||
|-
|Gen||Ugi||Uga ||Ugi ||Juga||
|-
|Genap||Jangkep||Genap||Jangkep||Lengkap||
Baris 824 ⟶ 1.087:
|Gering / Kuru /Pêyang||?||Gering||Kera||Kurus||
|-
|Getek||?||
|-
|Getih||Rah||Getih||Rah||Darah||
Baris 840 ⟶ 1.103:
|Gulu||Jangga||Gulu||Jangga||Leher||
|-
|Gawean||Damelan||
|-
|Guyon||Gujêng||Guyon||Gujêng||Bercanda|| Gegujengan (Bercandaan)
Baris 872 ⟶ 1.135:
|Iwak||Ulam||Iwak||Ulam||Ikan||
|-
|Iya||Inggih||Iya / ênggeh||Inggih / Ênggeh ||Ya||
|-
|Jaga||Raksa||Jaga ||Reksa ||Jaga|| Njaga, Ngraksa (Menjaga)
Baris 882 ⟶ 1.145:
|Jala||Jambêt||Jala||Jambêt||Jala||
|-
|Jalir||?||
|-
|Jaluk||Pundhut||Jupuk / Jokot ||Pendhet ||Ambil||
Baris 890 ⟶ 1.153:
|Jaran||?||Jaran||Titihan||Kuda||
|-
|Jare||Cape||Jare||Criyos ||Kata (Ucap)|| Cirebonan : "Cape sinten?" (Kata (ucap) siapa?)
|-
|Jenggot||?||Jenggot||Gumbala||Jenggot||
Baris 904 ⟶ 1.167:
|Kabar / Warta||Wartos||Kabar / Warta||Wartos||Berita||
|-
|Kabeh||
|-
|Kabênêran||Kalêrêsan||Kabêran||Kêlêrêsan||Kebetulan||
Baris 910 ⟶ 1.173:
|Kaca||||Kaca||Paningalan||Kaca||
|-
|Kae||Punika||Iku/Kaen/Kuwen||Punika|| Itu (Dekat dengan si Pembicara)||
|-
|Kali / Lêpên|| Benawi||Kali / Lêpên || Benawi ||Sungai||
Baris 922 ⟶ 1.185:
|Karang||Kawis||Karang||Kawis||Karang||
|-
|Karena||Kêrantên||Merga ||Amarga/ Keranten||Karena||
|-
|Kari||Kantun||Kari||Kantun||Sisa (Tinggal Terakhir) / Tertinggal / Terakhir|| Kantun-kantun (akhirnya)
|-
|Karo||Kaliyan||Karo
|-
|Karo||Sareng||Karo / Sareng ||Marang/Dhumateng ||Dengan|| (Garam sareng Gendhis dicampur mawon Kang! = "Garam dengan Gula dicampur aja Kang!")
|-
|Katon||Kêtingal||Katon ||Kêtingal ||Dapat dilihat||
Baris 944 ⟶ 1.207:
|Kêbo||?||Kêbo||Maesa||Kerbau||
|-
|
|-
|Kelanjutan||
|-
|Kelapa||
|-
|?||?||Keliru||Klentu||Keliru||
|-
|Kembang||Sekar||Kembang||Sekar||Bunga||
|-
|Kêmit||?||
|-
|Kêmul||Singep||Kêmul||Singep||Selimut||
|-
| Kên / Kahin / Jarit
|-
|Kene||Riki||Kene / Mrêne||Riki||Sini||
|-
|Kêponakan||
|-
|Kêpriben||Kêpripun||Kêpriben Kepriwe||Kadhos Pundi / Kêpripun||Bagaimana||
|-
|Kêramas||Jamas||Kramas||Jamas||Keramas||
Baris 974 ⟶ 1.237:
|Kêris||?||Keris||Duwung||Keris||
|-
|Kêrtas||
|-
|Kêtara||||Ketara||Ketawis||Jelas||
Baris 980 ⟶ 1.243:
|Kêtemu||Kêpanggih||Kêtemu||Kêpanggih||Bertemu||
|-
|
|-
|Kêyok||?||Kalah||Kawon||Kalah||Kekalahan (Cirebon : Kasoran)
|-
|
|-
|Kijing||Sekaran||Kijing||Sekaran||Gilang Makam||
Baris 990 ⟶ 1.253:
|Kira||Kinten||Kira||Kinten||Kira (Perkiraan)||Kinten-Kinten (Kira-Kira)
|-
|Kirim||
|-
|Klambi||Rasukan||
|-
|Kongkon||Kengken||Kongkon||Kengken||Suruh||
Baris 998 ⟶ 1.261:
|Kuburan|| Pasarean ||Kuburan|| Pasarean ||Kuburan||
|-
|Kudu
|-
|Kuku||?||Kuku||Kenaka||Kuku||
|-
|Kulon||Kulen
|-
|Kumat||||Kumat||Kimat||Kumat||
Baris 1.008 ⟶ 1.271:
|||||Kumpul||Kêmpal||Kumpul||
|-
|
|-
|Kuning||Jener||Kuning||Jenar||Kuning||
Baris 1.016 ⟶ 1.279:
|Kurang||Kirang||Kurang||Kirang||Kurang||
|-
|Kuwasa||?||Kuwasa||Kuwaos||Kuasa||
|-
|?||?||Kuwatir||Kuwaos||Khawatir||
|-
|Kuwayang||?||
|-
|Kuwe||Kuh / Puniku||Kuwen||Kuh / Puniku||Itu|| (Jauh dari si pembicara)
|-
|Lahiran||?||
|-
| Lain || Dudu / Sanes || Dudu ||Sanes ||Bukan||
|-
|Laka||Botên wêntên||Langka / Laka / Ora ana ||
|-
|Laki||
|-
|Lama||Dangu||Lawas / Suwe|| Lami / Dangu || Lama||
|-
|Lamun||Bilih||Lamon / Yen||Bilih ||Seandainya||
|-
|Lamun||
|-
|Lanang||Jali / Jaler||Lanang ||
|-
|Larang||Hawis|| Larang ||Awis ||Mahal||
|-
|Lenga||
|-
|Lenga Latung||
|-
|Lêwih||Langkung||
|-
|Lima||Gangsal||Lima||Gangsal||Lima||
|-
|Lunga||
|-
|Lupa||Lêpat||Klalen / Ora Kelingan||Kesupen||Lupa||
|-
|Luru||
|-
|Luru||Nggulati||Luru / Goleti ||Nggelati ||Cari||
|-
|Mabok||Mêndhêm||êndhêm||Mêndhêm||Mabuk||
|-
|Maca||
|-
|Manfaat / Faedah||Guna||Manfaat / Faedah /Meguna ||Gina||Manfaat||
|-
|Mangan||Dahar||
|-
|Mangkat||
|-
|Maning||
|-
|Manjing||
|-
|Mata||
|-
|Mati||Pejah||Modhar / Mati||
|-
|Mayid||Laywan||Jisim||Layon||Jenazah||
|-
|Melu||
|-
|Mencleng||?||
|-
|Mêngana||Mrika||Mêngana / Mana / Mrana||
|-
|Mênê||
|-
|Mêngkonon||
|-
|Mêtu||Medal||Mêtu / Mbudal || Mbêdhal||Keluar||
|-
|
|-
|Mlayu||
|-
|Mungkin||?||
|-
|Nang / Ning||Teng||
|-
|Nang Arep||
|-
|Nang Isor||Teng Andap||Ning Isor ||Teng Andap / Ing Andap ||Di Bawah||
|-
|Nang kana ||Teng Riku|| Ning Kono || Teng Kono / Ing Kono ||Di situ||
|-
|Nang Mendhi||Teng Pundi||Ning êndi ||Teng Pundi / Ing Pundi ||
|-
|Nini||?||Nini||
|-
|Ngaji||
|-
|Nginum||Ngombe||Nginung / Ngombeh || ||Minum||
|-
|Nguyu||
|-
|Olih||
|-
|Omong||Gunêm||Catur||Ngendika / Gunêm||Bicara||
|-
|Pada||
|-
|Pada bae||
|-
|Pancal||?|| || ||Tendang||
|-
|Papat||
|-
|Parêk||
|-
|Pasar||Pêkên||
|-
|Pate||Padem||
|-
|Pati||
|-
|Payung||
|-
|Pêrabot||Pêranti||Abah||Pirantos||Perabotan||
|-
|Pêrcaya||Pêrcantên||Pêrcaya ||
|-
|Lawang||Kontên||Lawang||Kontên||Pintu|| Lawang arep (Pintu Depan), Lawang Gada (Pintu Gerbang)keramas
|-
|Pira||
|-
|Piring||?||Ajang||Ambeng||Piring||
|-
|Polah||?||Akeh polah|| Sêlêwa||oleh / laku|| akeh polah (banyak perlakuan, banyak tingkah)
|-
|Punten||Hampura|| Sêpurane / Ngapurane ||Nyuwun Pangapuntên ||Maaf||
|-
|Purun||?||Arep / Purun ||Lajeng ||Mau||Panjenengan purun?(kamu mau?)
|-
|Putih||Pethak||Putih ||
|-
|Rabi / Kurên||Istri||Bojo||
|-
|Rada||Rabi||
|-
|Rewel||?||
|-
|Ro / Rua||Kalih||
|-
|Rungu||Pireng||
|-
|Sabên||
|-
|Salah||
|-
|Sambut||Sambêt||Nyelang ||Sambat ||Pinjam||
|-
|Sapa||
|-
|Sawah||
|-
|Sedang||Siweg||Nglakoni ||
|-
|Sega||Sêkul||
|-
|Sejen||Liya||
|-
|Sekien||Sêniki|| Sekiên || Sêniki ||Sekarang||
|-
|Sekiki||Benjing||Sukiki / Sêsuk / Mbesuk||Benjing ||Besok||
|-
|Senajan / Ari||Menawi||
|-
|Seneng||Bungah||Seneng / Berag||Bingah / Bungah||Senang||
|-
|Setitik||Sakedik||
|-
|Siji||
|-
|Sira||Panjenengan||Slira / Sira / Sampêyan ||Panjênêngan ||Anda||
|-
|Sira||Panjênêngan|| Kowe /
|-
|Srog||Mangga||
|-
| Suwe ||
|-
|Ya||Mangga||
|-
|Taken||Dangu||Takon||Taken / Dangu||Tanya||Andangu (Bertanya)
|-
|Tamu||
|-
|Tanduk||Singat||Tanduk||Singat||Tanduk||
Baris 1.211 ⟶ 1.473:
|Teka||Dugi||Teka||Dugi||Tiba||
|-
|Telu||
|-
|
|-
|
|-
|
|-
|Tua||Sepuh||Tua||Sepuh||Tua||
|-
|Tuku||?||Tuku||Tumbas||Beli||
|-
|Tur||Tunten||Bacut||Lajeng||Selanjutnya||
|-
|Turu||Kilem / Tilem / Kulem ||Turu ||Sare / Tilem ||Tidur||
|-
|Umah||Griya||
|-
|Untap||?||
|-
|Upai||
|-
|Urip||
|-
|
|-
|Wadon||Istri||
|-
|Waktu||Sela||Waktu / Sela Wektu ||Waktos / Wentos||Waktu||
|-
|Wanci||Wayah||Wanci ||
|-
|Wareg||Tuwuk||Wareg ||
|-
|Wong||Tiyang||Uwong / Menungsa ||
|-
|Wulan||Sasi||
|-
|?||Kajaba||
|-
|?||Lan||Lan / Ambi|| Marang / Dhumateng ||Dan||
|-
|?||Jentik||
|-
|?||Leb|| ||Ditutup ||
|-
|?||Maksad||
|-
|?||Wiraos||Ngomong ||
|-
|Belajar||Sinau / Ginau||Belajar||Sinau / Genau / Ginau||Belajar||
|-
|?||Kah||
|-
|?||Waras||
|-
|?||Bethek||Adang||Bethak||Menanak Nasi||
Baris 1.270 ⟶ 1.536:
|}
==
Pada masa pemerintah Hindia Belanda, asisten Residen Cirebon J. N Smith pernah meneliti tentang ragam kosakata bahasa Cirebon yang ada di wilayah karesidenan Cirebon dan hasil penelitiannya diterbitkan pada tahun 1926, dalam penelitiannya ia juga memasukan contoh cerita rakyat yang ditulis menggunakan bahasa Cirebon (pada masa tersebut J. N. Smith menyebutnya sebagai ''Javansch dialect van Cheribon''),<ref name=smithdialect/> berikut kutipan kisah yang ia masukan dalam hasil penelitiannya ;
{{cquote | Ana wong doewè anak wadon sidji, aranè si Bawang Poeti. Bareng anoe bokè mati, bapaè rabi maning, doewè anak wadon aranè si Bawang Abang. Ning sawidji dina si Bawang Poeti dikongkon basoe tjangkir ning baé kewalon; tjangkir toli digawa dïbasoe ning pinggir kali; lagi di-basoei tjangkirè mroetjoet ketjemploeng ning djero kali. Bawang Poeti balik wewara ning baè kewalon; baè kewalon njèwot, si Bawang Poeti dioembangi entok bresi sarta dikongkon-gogoni. Bawang Poeti loenga ning pinggir kali ketemoe lagan iwak wader. Bawang Poeti takon ning iwak wader bari nembang: <br><br> ''Iwak wader, iwak wader nemoe beli tjangkir kita, do tjètjè, do tjètjè, ala boedak katitjian.''<br><br>Artinya, Ada seseorang memiliki anak perempuan satu, (yang) satu namanya bawang putih. Kemudian ibunya meninggal, bapaknya kawin lagi, punya anak perempuan namanya bawang merah. Pada suatu hari bawang putih disuruh mencuci cangkir oleh ibu tirinya. Cangkir tersebut terus dibawa dicuci di pinggir sungai. Lagi dicuci gelasnya terlepas masuk ke dalam sungai. Bawang putih pulang dan memberitahu ibu tirinya, ibu tirinya marah. Si bawang putih dimarahj habis-habisan serta disuruh mencarinya. Bawang putih pergi kepinggir sungai bertemu dengan ikan wader. Bawang putih bertanya ke ikan wader sambil bernyanyi<br><br>''Iwak wader... iwak wader tahu gelas aku tidak... duh cece... duh cece... Ala anak kacician.''<ref name=smithdialect/>}}
Nurdin M. Noer, ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon berpendapat bahwa bahasa Cirebon memiliki setidaknya ada beberapa dialek, yakni dialek Dermayon (dikenal juga sebagai bahasa Indramayuan), Jawareh (Jawa Sawareh; bahasa Jawa Separuh), Plered, dan Gegesik (Cirebon barat laut).<ref name=kautsar1/> Sedangkan menurut Dini Zahrotud Diniyah, bahasa Cirebon yang dituturkan di Cirebon memiliki beberapa dialek, diantaranya dialek Arjawinangun, Dermayon, Campuran (Jawa Sawareh), dan Kuningan.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Diniyah|first=Dini Zahrotud|year=2016|title=VISUALISASI SPASIAL BAHASA DAN DIALEK DI KOTA CIREBON JAWA BARAT|url=http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/viewFile/854/827|journal=Jurnal Bumi Indonesia|volume=5|issue=4|pages=|doi=|access-date=2020-01-20|archive-date=2019-06-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20190627002757/http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/viewFile/854/827|dead-url=yes}}</ref> Sebesar 59% masyarakat Cirebon menggunakan bahasa Cirebon dialek Arjawinangun, sebanyak 16% menggunakan dialek Campuran, sebanyak 6% menggunakan dialek Dermayon dan Kuningan. Dari 47 penutur bahasa Cirebon, 32 diantaranya adalah penutur dialek Arjawinangun. Selebihnya sebanyak 15 orang adalah penutur dialek Dermayon, Campuran, dan Kuningan.
Hendrik Blink dalam buku berjudul ''Nederlandsch Oost- en West-Indië, geographisch, ethnographisch en economisch beschreven'' yang diterbitkan pada tahun 1905, menjelaskan bahwa bahasa Cirebon yang ketika itu disebut sebagai ''Cheribonsch Javansch'', menguasai wilayah penuturan yang sangat luas bahkan hingga jauh ke timur. Sedangkan Hendrik Blink juga mengkategorikan wilayah Indramayu sebagai wilayah percampuran bahasa di mana wilayah Indramayu diapit oleh wilayah bahasa Sunda dan bahasa Cirebon.<ref name=blink>Blink, Hendrik. 1905. Nederlandsch Oost- en West-Indië, geographisch, ethnographisch en economisch beschreven 1852. [[Leiden]] : BRILL</ref>
=== Dialek Indramayu (Dermayon) ===
{{utama|Bahasa Jawa Indramayu}}
Hendrik Blink mengkategorikan wilayah Indramayu sebagai wilayah percampuran bahasa di mana wilayah Indramayu diapit oleh wilayah bahasa Sunda dan bahasa Cirebon,<ref name=blink/> berkenaan dengan perbedaan kosakata diantara bahasa Cirebon standar dengan dialek Indramayu menurut [[Ajip Rosidi]] (seorang budayawan Cirebon) perbedaan tersebut tidak mencapai 30% sehingga dalam kajian kebahasaan sebenarnya ragam bahasa Cirebon yang ada di Indramayu belum bisa dikatakan sebagai sebuah dialek.<ref name=ajip30>Rosidi, Ajip. 2011. Badak Sunda dan Harimau Sunda: Kegagalan Pelajaran Bahasa. [[Jakarta]] : Dunia Pustaka Jaya</ref>
Ayatrohaedi dalam penelitiannya, menjelaskan bahwa di [[Indramayu]] hanya terdapat sekitar sebelas desa yang berbahasa Sunda di mana empat desa diantaranya merupakan desa dengan status ''enclave'' bahasa Sunda karena dikelilingi oleh desa-desa yang berbahasa Cirebon.<ref name=ayatbahasacirebon/>
=== Dialek Jawareh (Jawa Sawareh) ===
Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh adalah dialek dari bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan Kabupaten Cirebon dengan [[Brebes]], atau sekitar Perbatasan dengan [[Kabupaten Majalengka]] dan [[Kabupaten Kuningan|Kuningan]]. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan dari bahasa Cirebon yang bercampur dengan bahasa Jawa dan bahasa Sunda.<ref name=nieza>Nieza. "Jalan-Jalan Ke Cirebon Sega Jamblang Sampai Batik Trusmian": PT Gramedia Pustaka Utama</ref>
=== Dialek Arjawinagun ===
Dialek Arjawinangun merupakan dialek yang dituturkan oleh masyarakat Cirebon di daerah kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon. Dialek ini cenderung masih asli dan tidak terpengaruh bahasa lain meskipun tidak bisa dikategorikan sebagai bahasa Cirebon yang baku. Dialek ini juga merupakan dialek yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di Kota Cirebon.<ref name=":0" />
=== Dialek Plered, Panguragan, dan Cirebon Lor ===
Dialek Plered dan Cirebon Lor merupakan dialek bahasa Cirebon yang digunakan di wilayah sebelah barat dan utara [[Kabupaten Cirebon]], serta [[Krangkeng, Indramayu]]. Dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "sira", dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat dan Utara ([[Kapetakan, Cirebon|Kapetakan]],[[Suranenggala, Cirebon|Suranenggala]]), dan [[Krangkeng, Indramayu]] ini menggunakan kata "siro" untuk mengartikan "kamu", kata "apa" menjadi "apo", ora menjadi "oro", "gawa" (membawa) menjadi "gawo", "sapa" menjadi "sapo", dan "jendela" menjadi "jendelo". Penutur dialek yang menempati kawasan barat dan utara [[Kabupaten Cirebon]] ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "''Wong Cirebon''", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan bahasa Cirebon standar (''sira'') yang menyebut diri mereka sebagai "''Tiang Grage''", walaupun antara "''Wong Cirebon''" dan "''Tiang Grage''" memiliki arti yang sama, yaitu "orang Cirebon".<ref name=nieza />
==== Parikan dialek Plered (Pantun Cirebon) ====
Berbalas pantun atau [[Parikan]] dalam bahasa Cirebon dialek Plered antara Widudung Hamdan, Sipo, dan Wahyu Pawaka.
'''
{{Verse translation
|Uwoh srikayo dipaih tawas
Sambel trasi enak dipangan
Kayo-kayo atine kulo keloas
Inget rabi langko ning iringan
Maso iyo, digawo-gawo menggawe?
|Biji srikaya diberi tawas
Sambal terasi enak dimakan
Pantas saja hatiku bimbang
Teringat istri tidak ada di samping(ku)
Masa dibawa-bawa bekerja?}}
'''
{{Verse translation
|Angon wedus ning jagat dermayu
Pengen adus mung sayang langko banyu
|Menggembala kambing di wilayah [[Indramayu]]
Ingin mandi tetapi, sayang, tidak ada air}}
'''Widudung Hamdan'''
{{Verse translation
|Ano sego dimot ning kardus
Tuku srabi oline {{sic|combro|expected=comro}}
Ang Sipo bli usoh adus
Daripada rabi bli ngengumbo
|Ada nasi diwadahi kardus
Beli [[serabi]] malah [[comro]] yang didapat
Kak Sipo tidak perlu mandi
Daripada (dapat) istri tidak resik pada diri{{diragukan}}}}
'''
{{Verse translation
|Isuk-isuk tuku srabi
Tukue bari ngajar layangan
Isuk-isuk ngobrol rabi
Gawe kesirian wong bujangan
|Pagi-pagi beli serabi
Belinya sembari menerbangkan layangan
Pagi-pagi membicarakan istri
Membuat iri para bujangan}}
'''Widudung Hamdan'''
{{Verse translation
|Miyang neng Grage tuku penganan
Olih berkat iwak cemplunge ano sing ngicipi
Mulane gen gage kawinan
Engko mangkat menggawe ano sing ngambunge pipi
''Adaauw''
|Berangkat ke Grage membeli makanan
Mendapat kenduri lauk, tahu-tahu sudah ada yang mencomot
Maka dari itu, segeralah menikah
Supaya nanti jika berangkat bekerja ada yang mencium pipi
}}
'''Wahyu Pawaka'''
{{Verse translation
|Uler gendon ngreketi pelem
Olih berkat olih apem
Nonton wayang langka tarube
Bocah wadon durung ana kang gelem
Bokat ana kang gelem …
Hayuh miyang ning pak lebe
''Hehe''
|Ulat sagu{{diragukan}} menggerogoti mangga
Dapat kenduri, dapat [[apam]]
Menonton wayang tidak ada tendanya
Anak gadis belum ada yang tertarik
Jika ada yang tertarik …
Mari berangkat ke penghulu}}
'''Widudung Hamdan'''
{{Verse translation
|Gawe adon-adon kanggo gawe apem
Tukuh sarung plekat larang regane
Duduh saking wadon bli gelem
Saking durung niat bae lanange
''Glegek ndipit''
|Membuat adonan untuk membuat apam
Membeli sarung ''plekat'' mahal harganya
Bukan karena gadis yang tidak mau
Melainkan bujangnya belum ada niat saja}}
=== Dialek Gegesik ===
Dialek Gegesik merupakan dialek yang digunakan di wilayah Cirebon Barat wilayah Utara disekitar Kecamatan Gegesik,
=== Perbandingan
{| class="wikitable sortable"
|-
!
!
|-
|ana
|
|-
|apa
|
|-
|bapa
|
|-
|bli
|
|-
|dulang
|
|-
|elok
|
|-
|isun
|
|-
|kula
|
|-
|laka
|laka/langka||laka||langko||laka||laka/langka||tidak ada
|-
|mamang
|mamang||mamang||mang||mang||mamang/amang||paman
|-
|salah
|
|-
|sewang
|
|-
|sokiki
|kiki/sokiki||kiki/sokiki||mengke||sokiki||isuk||besok
|}
* Dialek Pekaleran digunakan di
== Kongres bahasa Cirebon ==
{{Utama|Kongres Bahasa Cirebon}}
Kongres Bahasa Cirebon pertama kali dicetuskan secara resmi oleh sekitar 70-an orang yang terdiri dari para budayawan, pakar dan pengajar bahasa, seniman dan kaum intelektual yang menghadiri seminar sehari "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" yang diselenggarakan di [[kota Cirebon]] atas kerjasama Pikiran rakyat, Mitra Dialog dan Forum Dialog Budaya Cirebon (FDBC), Wali kota Cirebon yang pada saat itu dijabat oleh bapak Subardi segera menyatakan dukungan penuh terhadap rencana penyelenggaraan Kongres Bahasa Cirebon.
Baris 1.583 ⟶ 1.832:
(keraton-keraton Cirebon harus mengutamakan upaya perlindungan, penelitian dan pengembangan naskah-naskah, tempat berkumpul masyarakat sebagai wujud pelestarian pengembangan bahasa Cirebon)
== Pengembangan dan
Pengembangan dan pelestarian bahasa Cirebon menurut Imam Miftahul Jannah (aktifis bahasa Cirebon) dikatakan masih minim, sebagai contohnya adalah hanya diberikannya waktu satu jam bagi muatan lokal bahasa Cirebon sementara pelajaran bahasa Inggris diberikan waktu lebih banyak ketimbang bahasa Cirebon yang merupakan bahasa ibu.<ref>{{Cite web |url=http://www.cirebontrust.com/yayasan-sketsa-pribumi-cirebon-anggap-bahasa-cirebon-kurang-diperhatikan.html |title={{!}} Murni, Putri. 2016.Yayasan Sketsa Pribumi Cirebon Anggap Bahasa Cirebon Kurang Diperhatikan. [[kota Cirebon{{!}}Cirebon]]: Cirebon Trust |access-date=2016-06-14 |archive-date=2016-08-06 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160806122931/http://www.cirebontrust.com/yayasan-sketsa-pribumi-cirebon-anggap-bahasa-cirebon-kurang-diperhatikan.html |dead-url=yes }}</ref>
=== Penerjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Cirebon ===
Pada tahun 2020 dengan diketuai oleh Dr. H. Ahmad Yani, M.Ag dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Nurjati proses penerjemahan al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon berlangsung, sepanjang 2020 telah berhasil diterjemahkan sebanyak 10 juz al Qur'an, diantara para ahli yang tergabung dalam tim penerjemahan Al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon terdapat nama K.H. Ahsin Sakho Muhammad dari pesantren Dar Al Tauhid (Arjawinangun) yang merupakan lulusan Doktoral dari Madinah, selain ia, tim juga diperkuat oleh Mukhtar Zaedin yang merupakan seorang budayawan Cirebon.<ref>Arifin. 2021. Cirebon Bakal Punya Terjemah Alquran Bahasa Daerah. [[Cirebon]] : Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Nurjati</ref>
==== Validasi Al Qur'an dalam bahasa Cirebon ====
Kegiatan penerjemahan Al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon telah memasuki tahap validasi yang diselenggarakan pada tanggal 28-30 Juni 2022 di [[Kuningan]].<ref>Ashri, Abdullah Fikri. 2022. Menjaga Bahasa Cirebon dengan Al Quran. [[Jakarta]] : Kompas Media Nusantara</ref>
=== Penetapan hari penggunaan bahasa Cirebon ===
Pelestarian bahasa Cirebon dalam lingkungan Pemerintah Daerah kota Cirebon ditandakan dengan ditetapkannya hari Selasa sebagai hari pengunaan bahasa Cirebon. Pada hari Selasa, menurut Agus Sukmanjaya selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) kota Cirebon, bahasa Cirebon dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam apel Pemerintah Daerah dan dialog antar pekerjanya termasuk dialog dalam grup [[Whatsapp]].<ref>Administrator bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik (PIKP). 2022. Disbudpar Usulkan “Selasa Nyerbon”, Pakai Baju Adat dan Bahasa Cirebon. [[kota Cirebon]] : Pemerintaj Daerah Kota Cirebon</ref>
== Pelestarian Era Digital dan Media Sosial ==
Bahasa Cirebon pada setiap masanya memiliki model pelestarian yang beragam, termasuk pada era digital dan media sosial. Salah satu yang cukup menonjol adalah apa yang dilakukan oleh situs [[kamuscirebon.com]]. Selain fungsi utamanya sebagai kamus (investasi kosakata) di dalamnya juga menambahkan blog sebagai penjang informasi terkait dengan bahasa cirebon. Menariknya kamus cirebon online ini menancapkan satu tujuan utama adalah untuk membantu siapapun yang ingin bersentuhan langsung dengan Bahasa Cirebon, baik untuk kebutuhan akademis ataupun hanya sebagai tambahan kosa-kata dalam komunikasi sehari-hari.<ref>{{Cite web|url=http://www.kamuscirebon.com/p/tentang-kamus.html|title=Tentang Kamus Cirebon|website=KAMUS CIREBON {{!}} KAMUS BAHASA CIREBON ONLINE|access-date=2017-11-19|archive-date=2017-12-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20171201030532/http://www.kamuscirebon.com/p/tentang-kamus.html|dead-url=yes}}</ref>
Selain bentuk kamus digital, pelestarian bahasa Cirebon juga dilakukan secara digital dengan pembuatan aplikasi permainan berwawasan tebakan kosakata-kosakata dalam bahasa Cirebon, aplikasi tersebut dinamakan ''Badekan basa Cerbon'' dan dibuat oleh [[Muhammad Anis Al Hilmi]] dan tim<ref>{{Cite
== Catatan kaki ==
Baris 1.610 ⟶ 1.871:
[[Kategori:Cirebon]]
[[Kategori:Bahasa di Jawa]]
[[Kategori:
|