Antinatalisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 0 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.8.6
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 55:
=== Imperatif Kantian ===
 
Julio Cabrera, [[David Benatar]],<ref>D. Benatar, ''Better Never to Have Been: The Harm of Coming into Existence'', Oxford: Clarendon Press, 2006, hlm. 129–131.</ref> dan Karim Akerma<ref>[http://www.tabvlarasa.de/41/Akerma.php] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190421190100/http://www.tabvlarasa.de/41/Akerma.php |date=2019-04-21 }} K. Akerma, ''Theodicy shading off into Anthropodicy in Milton, Twain, and Kant'', ''Tabula Rasa. Die Kulturzeitung aus Mitteldeutschland'', 2010, issue 49.</ref> berpendapat bahwa reproduksi bersifat berlawanan dengan imperatif praktis [[Immanuel Kant]]. Menurut Kant, manusia tidak boleh digunakan hanya sebagai cara untuk mendapatkan sesuatu, tetapi harus selalu diperlakukan sebagai sesuatu itu sendiri. Ketiga filsuf itu berargumen bahwa seseorang dapat diciptakan demi orang tua mereka atau demi orang lain, tetapi tidak mungkin menciptakan seseorang demi kebaikan orang itu sendiri. Dengan demikian, mengikuti rekomendasi Kant, manusia tidak seharusnya menciptakan manusia baru. Heiko Puls berargumen bahwa pertimbangan Kant mengenai tugas orang tua dan reproduksi manusia secara umum mengimplikasikan antinatalisme yang dapat dijustifikasi secara etis. Akan tetapi, Puls juga menilai bahwa Kant menolak posisi tersebut dalam [[teleologi]]-nya, untuk berbagai alasan [[meta-etika|meta-etis]].<ref>H. Puls, ''Kant’s Justification of Parental Duties'', ''Kantian Review'', 2016, volume 21, issue 1, hlm. 53–75.</ref>
 
=== Kemustahilan memberikan izin ===
Baris 222:
* sublimasi {{ndash}} memfokuskan kembali bagian-bagian tragis dalam hidup menjadi sesuatu yang kreatif atau bernilai, biasanya melalui konfrontasi estetis, demi mencapai katarsis. Kita berfokus pada aspek-aspek kehidupan yang bersifat imajiner, dramatis, herois, liris, atau lucu, agar kita dan orang lain dapat lari dari dampak realita yang sesungguhnya.
 
Zapffe menilai bahwa penyakit depresif biasanya merupakan suatu "pesan yang muncul dari pengertian yang lebih mendalam dan lebih langsung mengenai kehidupan; buah pahit dari yang didapat dari spontanitas pikiran".<ref name="autoname4" /> Ada beberapa penelitian yang mengonfirmasi hal ini; pendapat ini antara lain dapat ditilik melalui fenomena [[realisme depresif]]. Colin Feltham menulis bahwa antinatalisme adalah salah satu konsekuensi yang mungkin dari realisme depresif. <ref>C. Feltham, ''Keeping ourselves in the dark'', Charleston: Nine-Banded Book, 2015.</ref><ref>C. Feltham, ''Depressive Realism: Interdisciplinary perspectives'', London-New York: Routledge, 2016.</ref>
 
David Benatar mengutip banyak studi dan mendaftar tiga fenomena yang digambarkan oleh para psikolog. Ia berpendapat bahwa ketiga fenomena ini memiliki peranan dalam membuat pemahaman diri kita menjadi tidak dapat dipercaya: