Jurnalisme media sosial: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Esfiraza (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Dikembalikan ke revisi 23700265 oleh InternetArchiveBot: -> rv; bukan rujukan yang baik; atau belum terdaftar di Dewan Pers (promosi situs) (🕵️‍♂️)
Tag: Pembatalan
 
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
'''Jurnalisme mediaMedia sosialSosial''' merupakan pelaporan berita yang dilakukan jurnalis melalui [[media sosial]]. Jurnalisme media sosial dikenal juga dengan istilah ''social media journalism''. Jurnalisme media sosial muncul karena [[khalayak]] sering mengakses media sosial. Para [[Wartawan|jurnalis]] mempublikasikan berita di media sosial supaya khalayak dapat menerima berita selagi mengakses media sosial.<ref>{{Cite journal|last=Burzynski|first=Bullard, Sue|date=2013|title=SOCIAL MEDIA AND JOURNALISM: WHAT WORKS BEST AND WHY IT MATTERS|url=http://digitalcommons.unl.edu/journalismfacpub/75/|journal=DigitalCommons@University of Nebraska - Lincoln|language=en}}</ref>
 
== Jurnalisme media sosial dan jurnalisme warga ==
Baris 55:
Seiring berubahnya era dari media konvensional menjadi media ''online'', semakin maraknya jurnalis warga. Kemunculan internet, semakin mempermudah jurnalis warga untuk membagikan kontennya ke khalayak luas, seperti dibantu dengan adanya media sosial. Namun, semakin banyaknya jurnalis warga juga mendorong semakin banyak bermunculan media palsu yang memproduksi berita palsu juga.
 
Menurut Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo ciri-ciri dari media palsu yaitu: menggunakan nama yang aneh-aneh, bisa juga menggunakan nama dan lambang institusi negara; media palsu tidak berbadan hukum; tidak mencantumkan nama penanggung jawab; tidak memiliki alamat redaksi yang jelas, kalaupun mencantumkan, alamat yang digunakan adalah alamat palsu; media hanya menerbitkan berita ketika ada momen tertentu saja, tidak secara berkala; tidak menggunakan bahasa yang baik dan benar; tidak memperhatikan kode etik jurnalistik.<ref>{{Cite news|url=https://beritagar.id/artikel/bincang/yosep-adi-prasetyo-media-abal-abal-akan-tersingkir|title=Yosep Adi Prasetyo: Media abal-abal akan tersingkir|last=Tobing|first=Sorta|date=2017-02-16|newspaper=https://beritagar.id/|language=en-ID|access-date=2018-11-13|archive-date=2018-11-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20181113165654/https://beritagar.id/artikel/bincang/yosep-adi-prasetyo-media-abal-abal-akan-tersingkir|dead-url=yes}}</ref>
 
Dalam situs Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia (2016) tercatat ada 43.000 situs media ''online'' yang beredar di internet, tetapi hanya 234 yang terverifikasi menurut syarat Undang-Undang Pers. Hal itu menunjukkan, sisanya merupakan media palsu yang belum terverifikasi dan masih dipertanyakan kredibilitas beritanya.<ref>{{Cite news|url=https://kominfo.go.id/content/detail/8745/kemenkominfo-ada-43-ribu-situs-media-abal-abal-di-indonesia/0/sorotan_media|title=Kemenkominfo: Ada 43 Ribu Situs Media Abal-Abal di Indonesia|last=KOMINFO|first=PDSI|newspaper=Website Resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI|language=en|access-date=2018-11-13}}</ref>