Moeffreni Moe'min: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Janur Jatmiko (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
 
(4 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{refimprove}}
{{Infobox Officeholder
|honorific-prefix =
|name = Mohammad Moeffreni Moe'min
|image =[[ Berkas:Moeffreni Moe'min.jpg|jmpl]]
|imagesize = 200px
|caption =
Baris 26 ⟶ 27:
|rank =[[Berkas:Pdu letkoltni_staf.png|25px]] [[Letnan Kolonel|Letnan Kolonel TNI]]
}}
{{refimprove}}
 
Letnan Kolonel ''' Mohammad Moeffreni Moe'min''' ({{lahirmati|[[Rangkasbitung]], [[Banten]]|12|2|1921|[[Jakarta]]|27|6|1996}}) adalah seorang tokoh militer dan tokoh politik pemimpin pejuang terkemuka pada zaman revolusi kemerdekaan Indonesia. Moeffreni adalah putra pertama dari pasangan suami-isteri Mohammad Moe'min dan Aisyah. Ayahnya pernah bekerja sebagai Pangreh Praja yang pernah menjabat sebagai Eks Residen Djakarta.
Baris 34:
 
==== Masa Pergerakan ====
Ia merupakan putra dari Mohammad Moe'min, mantan residen Jakarta asli [[Betawi]]. Ia memiliki kedudukan penting di ibu Kota karena berhasil menyelamatkan sisa-sisa administrasi keresidenan saat terjadi kekacauan di tubuh pemerintahan saat itu. [[Keresidenan Jakarta]] yang pada saat itu memiliki ibu kota di [[Kabupaten Subang|Subang]] dimekarkan menjadi dua bagian. Bagian timur tetap memiliki ibu kota di Subang sementara bagian barat memiliki ibu kota di [[Kabupaten Purwakarta|Purwakarta]]. Moehammad Moe’min memimpin bagian barat ini. Sejak remaja, Moeffreni aktif dalam organisasi Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang merupakan cikal bakal gerakan Pramuka di Indonesia dan sebagai ''hoofd redactur'' majalah "Pandu Jakarta".
 
Pada tahun 1943, ketika [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|Jepang telah berkuasa di Indonesia]], Moeffreni berkesempatan mengikuti pendidikan kemiliteran ''Seinen Dojo'' (Pusat Pelatihan Pemuda) angkatan pertama di [[Batuceper, Tangerang]] bersama [[Daan Mogot]], [[Soeprijadi]], [[Kemal Idris]], [[Zulkifli Lubis]] dan Yono Soewoyo dan kemudian pendidikan perwira [[Pembela Tanah Air|Pembela Tanah Air (PETA)]] ''Boei Gyugun Kanbu Renseitai'' di [[Kabupaten Bogor|Bogor]]. Kemudian, Moeffreni bertugas sebagai perwira PETA Daidan I Jakarta di bawah kepemimpinan Mr. [[Kasman Singodimedjo]] yang menunjuknya sebagai Kepala Bagian Pendidikan PETA Daidan I Jakarta yang melatih dasar-dasar kemiliteran kepada para mahasiswa Prapatan 10 Ika Daigaku dan Sekolah Tinggi Islam, Pemuda Barisan Pelopor, Pemuda Menteng 31 serta tokoh pergerakan di Tjuo Sangi-in. Pada tanggal 1 September 1945, Moeffreni didapuk sebagai Ketua [[Badan Keamanan Rakyat|BKR]] (Badan Keamanan Rakyat) Jakarta Raya yang kemudian membentuk barisan bersenjataan secara mandiri tanpa dukungan logistik, keuangan, dan administrasi dari [[Kabinet Presidensial|pemerintah yang baru saja berdiri]] guna melaksanakan amanat [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]]. [[Badan Keamanan Rakyat|BKR]] sendiri adalah cikal bakal dari [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI).
Baris 40:
'''Moeffreni dan Peristiwa Rapat Raksasa Lapangan Ikada'''
 
Proklamasi kemerdekaan Indonesia memang telah dikumandangkan secara dramatis di Jakarta pada 17 Agustus 1945. Namun, berita itu tak lantas tersebar ke seluruh Indonesia. [[Menyerahnya Jepang|Pihak Jepang selalu menutup-nutupi kenyataan bahwa mereka sudah kalah]]. Sehingga, berita kemerdekaan Indonesia masih dipertanyakan kebenarannya oleh masyarakat. Untuk menyebarluaskan Informasi Kemerdekaan dan menunjukan kedaulatan pemerintah Indonesia, maka dipilihlah jalan mengumpulkan massa dalam jumlah besar dalam suatu rapat raksasa sehingga dirancang suatu rapat raksasa di [[Lapangan Ikada|Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta)]], sekarang menjadi [[Monumen Nasional|Lapangan Monas]], pada tanggal 19 September 1945. Saat itu pemerintah Republik Indonesia berhasrat menyampaikan kepada khalayak ramai apa yang telah diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta di Pegangsaan Timur 56 pada 17 Agustus 1945. Moeffreni Sebagai Ketua [[Badan Keamanan Rakyat|BKR]] ditunjuk sebagai ketua panitia atas rencana [[Rapat Raksasa Lapangan Ikada|rapat raksasa]] Lapangan Ikada dan berperan dalam penyebarluasan informasi dan keamanan. Para anggota BKR, dibantu para pemuda Menteng 31, Prapatan 10, kepolisian, pemuda Kereta Api, Pos/Telegram, aparat Pemerintah Daerah Jakarta, [[Komite Nasional Indonesia Pusat|Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)]], Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Jakarta dan Wali Kota Jakarta saling bahu-membahu melakukan koordinasi. Semuanya melakukan satu rantai informasi untuk menyebarluaskan informasi mengenai rapat raksasa Ikada secara getok tular (berantai) kepada rakyat Indonesia. Namun, upaya penyebarluasan informasi tak berlangsung mulus. Rencana rapat sudah bocor. Pasukan Jepang pada malam tanggal 18-19 September 1945 telah memberikan imbauan bahwa rapat raksasa yang akan dilakukan itu dilarang demi ketertiban dan ketenangan umum. Mobil-mobil militer, tank, dan panser telah lalu lalang di jalan-jalan raya di Kota Jakarta, sehingga menimbulkan perasaan yang mencekam. Menghadapi ancaman Jepang, Moeffreni tak tinggal diam. Dia pergi ke kantor ''Guiseikanbu'' untuk meminta kepada para perwira tinggi Jepang agar jangan terjadi pertumpahan darah. Namun upayanya menemui para perwira tinggi Jepang yang dikenalnya sejak di PETA gagal karena mereka semua tidak ada di tempat. Kondisi mencengkam dalam pelaksanaan rapat raksasa Lapangan Ikeda berlanjut pada pengorganisiran rakyat dalam rapat raksasa tersebut. Ia memperhitungkan ada sekitar 250.000 orang yang datang ke lapangan Ikada. Dari arah selatan ([[Medan Merdeka Selatan|Merdeka Selatan]]) merupakan konsentrasi untuk massa yang berasal dari [[Kabupaten Bogor|Bogor]], [[Kota Depok|Depok]], [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]], dan [[Kebayoran Baru, Jakarta Selatan|Kebayoran Baru]]. Sementara, massa yang datang dari [[Kabupaten Tangerang|Tangerang]] dan [[Banten]] masuk ke lapangan Ikada melalui arah timur, dekat Harmoni sampai tepi Istana Negara. Adapun massa dari [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang Barat]] masuk melalui Jalan Museum. Masing-masing rombongan dan laskar yang hadir sudah barang tentu membawa senjata masing-masing. Ada bambu runcing, [[Bom molotov|botol berisi minyak tanah atau “Molotov cocktail”]] dan sebagainya. Kondisi ini dapat menimbulkan kerusuhan dan pertumpahan dengan pihak Jepang yang berjaga. Disinidi sini Moeffreni berusaha menjaga keamanan situasi massa tersebut. Wartawan [[Rosihan Anwar]] dalam kesaksiannya di artikel “Suasana Lapangan Ikada” oleh D. Hasan Pulungan mengatakan, “secara berduyun-duyun…merasa situasi semakin serius sambil menunjuk adanya penjagaan ketat dari kesatuan-kesatuan tentara Jepang, diperkuat tank-tank raksasa, ada yang ditempatkan di tengah-tengah jalan raya, ada yang mengambil tempat dalam jarak yang tidak begitu jauh dari Medan Merdeka Utara, dan tidak jauh dari Istana, dari jurusan Merdeka Barat ada pula kelihatan dipersiapkan…” Moeffreni juga tercatat berperan penting dan bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan Presiden dan Wakil Republik Indonesia [[Soekarno]]-[[Mohammad Hatta|Hatta]]. Saat itulah Moeffreni membentuk pasukan pengamanan untuk menjemput Presiden dan Wakil Presiden yang masih berada di Pejambon yang sedang melakukan sidang kabinet. Moeffreni membentuk dua peleton menjemput yang terdiri atas unsur BKR Jakarta, kelompok Pemuda Menteng 31, mahasiswa Prapatan 10, serta mahasiswa Islam di bawah pimpinan Bagja. Peleton ini bertugas menjemput sekaligus mengamankan para wakil rakyat itu. Moeffreni lantas menjemput Bung Karno dan Bung Hatta yang datang melalui batas Jalan Merdeka Timur dan selalu setia mengawal Bung Karno di sampingnya. Moeffreni mengantarkan Bung Karno dan Bung Hatta naik ke mimbar yang sangat sederhana, terbuka, dibikin dari kayu dan bambu. Sejarah telah mencatat pidato Sukarno yang fenomenal di Lapangan Ikada pada 19 September 1945. Moeffreni sendiri menekankan singkatnya pidato Presiden bukan lantaran adanya larangan dari pihak Jepang, melainkan memang situasi yang sedemikian panas. Berkat jasa Moeffreni, penyelenggaraan Rapat Raksasa Lapangan Ikeda dapat berjalan dengan lancar tanpa pertumpahan darah.
 
'''Masa Mempertahankan Kemerdekaan'''
 
Pada 5 Oktober 1945 Pemerintah Indonesia mengumumkan berdirinya [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR) secara otomatis BKR bertransformasi menjadi [[Tentara Keamanan Rakyat|TKR]]. Demi kepentingan diplomasi, pada tanggal 19 November 1945 Pemerintah menginstruksikan mengosongan kota Jakarta dari barisan bersenjata untuk ditempatkan di luar kota Jakarta. Pada saat itu, Moeffreni memimpin Resimen VI Cikampek yang melakukan perjuangan bersenjata, menjaga tapal batas atau garis demarkasi, mengkoordinir dan membina para laskar pejuang untuk turut mempertahankan kemerdekaan Indonesia di front timur Jakarta (Jakarta, [[Kabupaten Bekasi|Bekasi]], [[Kabupaten Karawang|Karawang]]). Terdapat beberapa karya sastrawan yang mengambarkan suasana perjuangan perang kemerdekaan di front timur Jakarta diantara Puisi "[[Karawang-Bekasi]]" karya [[Chairil Anwar]], Novel Sejarah "Krandji, Bekasi Jatuh" dan "Di Tepi Kali Bekasi" karya [[Pramoedya Ananta Toer]] serta syair lagu "[[Melati di Tapal Batas]]" karya [[Ismail Marzuki]]. Pada tanggal 13 Februari 1946, Moeffreni memimpin operasi penumpasan pemberontakkan bersenjata Laskar Merah ([[Komunisme|Komunis]]) di [[Kabupaten Cirebon|Cirebon]]. Operasi tersebut berhasil melumpuhkan kekuatan Laskar Merah dan menangkap pemimpinnya yaitu Mr. M. Joesoeph dan Mr. Suprapto untuk kemudian diadili. Pada bulan Juli 1946, Moeffreni bertugas pada Resimen XII Cirebon. Pada saat itu, pihak Inggris menginginkan terjadinya perundingan dan gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda yang kemudian dikenal dengan [[Perundingan Linggarjati]]. Moeffreni mendapat tanggungjawab yang berat memimpin pengamanan perundingan guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan merugikan perjuangan diplomasi. Pada bulan Mei 1947, Moeffreni bertugas sebagai Direktur Latihan Perwira [[Komando Daerah Militer III/Siliwangi|Divisi Siliwangi]] di [[Ngamplang, Cilawu, Garut]]. Setelah [[Agresi Militer Belanda I]], Moeffreni ditugaskan kembali ke Cirebon. Pada saat itu Cirebon telah dikuasai tentara Belanda suasana mencekam oleh berbagai serangan dari laut, udara dan darat yang mendadak sedangkan tentara republik dan laskar rakyat telah mengungsi kepedalaman dan kepegunungan guna menyusun kekuatan. dalam suatu perjalanan Moeffreni disergap dan ditangkap oleh tentara Belanda di desa [[Jatitujuh, Majalengka]]. Selanjutnya, dirinya ditahan di [[Nusakambangan|Pulau Nusakambangan]] sebagai tawanan perang kelas berat ''Krijgsgevangenen''.
Setelah [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada akhir Desember 1949]], Moeffreni dibebaskan dan selanjutnya kembali berdinas pada kesatuan asalnya Divisi Siliwangi dalam perjalanan hidupnya setelah pensiun dari dinas ketentaraan banyak dihabiskan dengan mendedikasi diri ikut serta mengisi kemerdekaan Indonesia.
 
=== Karier Militer ===
Baris 58:
== Referensi ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
[[Kategori:Tokoh TNI]]
Baris 65 ⟶ 66:
[[Kategori:Tokoh dari Rangkasbitung]]
[[Kategori:Tokoh dari Lebak]]
[[Kategori:AnggotaPolitikus DPR RI 1972–1977Indonesia]]
[[Kategori:Anggota DPR RI 1971–1977]]
[[Kategori:Anggota DPR RI 1977–1982]]