Aluk Todolo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Penambah gambar
 
(25 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox religion
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
| icon =
'''Aluk Todolo''' adalah [[agama]] leluhur nenek moyang [[suku Toraja]] yang hingga saat ini masih dipraktikkan oleh sejumlah besar masyarakat toraja. Pada tahun 1970, Aluk Todolo sudah dilindungi oleh negara dan resmi diterima ke dalam sekte Hindu-Bali. Aluk Todolo adalah kepercayaan [[Animisme]] tua, dalam perkembangannya Aluk Todolo banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran hidup konfusius dan agama Hindu. Oleh karena itu, Aluk Todolo merupakan suatu kepercayaan yang bersifat pantheisme yang dinamistik.<ref name = Sejari>[http://sejarahri.com/aluk-todolo-kepercayaan-suku-toraja/ Sejarah RI: Aluk Todolo Kepercayaan Suku Toraja] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190327091716/http://sejarahri.com/aluk-todolo-kepercayaan-suku-toraja/ |date=2019-03-27 }}. Diakses 20 Maret 2019.</ref><ref>[http://www.wacana.co/2013/05/aluk-todolo-toraja/ Wacana: Aluk Todolo, Kepercayaan Suku Toraja]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. 15 Mei 2019. Diakses 20 Maret 2019.</ref>
| icon_width =
| icon_alt =
| image = COLLECTIE TROPENMUSEUM Priester tijdens een dodenfeest van de Toraja TMnr 20018334.jpg
| imagewidth = 300
| alt =
| caption = Pendeta pada Th. 1990
| abbreviation =
| type = [[Agama asli Nusantara]]<br>([[suku Toraja]])
| main_classification = [[Agama etnik]]<br>[[Hindu di Indonesia|Hindu Indonesia]]
| orientation =
| scripture =
| theology = [[Panteisme]]
| polity =
| associations = {{hlist|[[Parisada Hindu Dharma Indonesia]] (PHDI)|Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI)|Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG)|Perhimpunan Pemuda Hindu (PERADAH) | Pusat Koordinasi Hindu Indonesia (Puskor Hindunesia)}}
| structure =
| leader_title =
| leader = Tominaa
| leader_name =
| fellowships_type =
| fellowships =
| division_type =
| division =
| full_communion =
| area = [[Sulawesi Selatan]]
*[[Kabupaten Tana Toraja]]
*[[Kabupaten Toraja Utara]]
*[[Kabupaten Luwu]]
*[[Kabupaten Enrekang]]
| language = [[Bahasa Toraja-Sa'dan]]
| liturgy =
| headquarters =
| territory =
| members = [[Suku Toraja]]
| reunion =
| number_of_followers = ± 5.000 jiwa.
| ministers_type =
| ministers =
| missionaries =
| hospitals =
| nursing_homes =
| aid =
| secondary_schools =
| tax_status =
| tertiary =
| other_names = Hindu Alukta
| publications =
| website =
| website_title1 =
| slogan =
| logo =
| module =
| footnotes = }}
{{Agama asli di Nusantara}}
'''Aluk Todolo''' adalah [[agama asli Nusantara|agama asli]] leluhur nenek moyang [[suku Toraja]] yang hingga saat ini masih dipraktikkan oleh sejumlah besar masyarakat torajaToraja. Pada tahun 1970, Aluk Todolo sudah dilindungi oleh negara dan resmi diterimadikategorikan ke dalam sekteagama [[Hindu]], sehingga kerap disebut sebagai ''Hindu Alukta''.<ref name="Segara">{{cite journal |surname=Segara |given=I Nyoman Yoga |title=The Future of Hindu Alukta in Tana Toraja Post-BaliIntegration With the Hindu Religion |language=en |journal=Heritage of Nusantara |volume=12 |number=2 |date=2023 |doi=10.31291/hn.v12i2.710 |url=https://heritage.kemenag.go.id/index.php/heritage/article/view/710}}</ref> Aluk Todolo adalah kepercayaansalah [[Animisme]]satu tua,agama tertua yang dalam perkembangannya Aluk Todolo banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran hidup konfusius dan agama Hindu. Oleh karena itu, Aluk Todolo merupakan suatu kepercayaanagama yang bersifat [[pantheisme]] yang dinamistik.<ref name = Sejari>[http://sejarahri.com/aluk-todolo-kepercayaan-suku-toraja/ Sejarah RI: Aluk Todolo Kepercayaan Suku Toraja] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190327091716/http://sejarahri.com/aluk-todolo-kepercayaan-suku-toraja/ |date=2019-03-27 }}. Diakses 20 Maret 2019.</ref><ref>[http://www.wacana.co/2013/05/aluk-todolo-toraja/ Wacana: Aluk Todolo, Kepercayaan Suku Toraja]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. 15 Mei 2019. Diakses 20 Maret 2019.</ref>
 
== Etimologi ==
Baris 10 ⟶ 64:
Datu' Laukku beserta keturunannnya tetap hidup di langit hingga beberapa generasi, dan dari keturunannya itu yang pertama kali diturunkan ke bumi adalah Pong Bura Langi. Di bumi, Pong Bura Langi kemudian memiliki keturunan yang pertama dan disebut Pong Mula Tau. Pong Mula Tau inilah yang dianggap dan disebut sebagai manusia pertama.
 
Namun menurut orang Toraja, Pong Bura Langi bukanlah satu-satunya yang turun dari langit. Beberapa keturunan Datu' Laukku lainnya juga turun ke Bumi. Di antara yang turun dari langit adalah PuangPong SoloaraSuloara' di Sesean, Puang Tamboro Langi (Sawerigading) di Kandora, dan Puang Ri Kesu di Gunung Kesu. Mereka ini disebut ''tomanurun di langi’'' yang artinya adalah orang yang turun dari langit. Kali ini Toraja tidak sendirian menganut kepercayaan tomanurun di Langi. Suku-suku lain yang mendiami wilayah seputaran semenanjung [[Sulawesi Selatan]] juga percaya adanya tomanuruntomanurung di langi’, hanya saja mengenai tempat kedatangannya sangat bervariasi.<ref>{{Cite book|title=Tradisi Masyarakat di Sulawesi Selatan|last=Saransi|first=Ahmad|publisher=Lamacca Press|year=2003|isbn=|location=Makassar|pages=25}}</ref>
 
== Sistem kepercayaan ==
Baris 23 ⟶ 77:
 
== Ajaran ==
Menurut mitos ajaran Aluk Todolo, Puang Matua menciptakan segala isi bumi ini pertama-tama dengan menciptakan delapan Makhluk di atas langit melalui tempayan yang disebut Saun Sibarrung, yang menurut mitos ajarannya berbunyi: ''"Berangkatlah sang pencipta ke sebelah barat mengambil sebakul emas dan kembali membawa bakulnya itu dan dimasukkannya kedalam sebuah tempayan yang dinamakan Saun Sibarrung dan kemudian dihembusnya Saun Sibarrung itu lalu terciptalah delapan macam nenek makhluk dari dalamnya dan masing–masing diberi nama:
* Datu' La Ukku', yaitu Nenek dari Manusia
* Merrante, yaitu Nenek dari Racun
Baris 71 ⟶ 125:
* Pembukaan poteyang oleh pemimpin upacara atau tomebalun di hari kedelapan setelah meaa (satu hari setelah ma'parundun bombo).
* Massapa'i, yaitu membersihkan diri pasca rambu solo'.
* Ma'pakendepakendek masero, yaitu memutuskan hubungan dari segala kegiatan upacara Rambu Solo'.<ref>[http://www.tanatorajakab.go.id/id/content/sosial-dan-budaya BPS Tana Toraja: Sosial dan Budaya] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190323140825/http://www.tanatorajakab.go.id/id/content/sosial-dan-budaya |date=2019-03-23 }}. Diakses 23 Maret 2019.</ref>
 
=== Simbol upacara Rambu Solo' ===
* '''Tongkonan''': Tongkonan merupakan rumah adat dari satu rumpun keluarga atau marga dimana persekutuan darah daging dipelihara. Tongkonan adalah tempat pembinaan dan pemeliharaan aluk. Di samping itu Tongkonan juga berfungsi sebagai sumber wibawa kepemimpinan. Tongkonan bermakna simbolik sebagai lembaga kekuasaan, kebesaran, dan kemuliaan sang pendiri juga keturunan yang dibangun di atas keunggulan, manfaat, dan kondisi tertentu.
* '''Pakaian''': Dalam upacara rambu solo' pakaian yang digunakan adalah pakaian yang berwarna hitam. Warna hitam adalah simbol kekelaman atau kedukaan. Oleh karena itu dalam suatu upacara rambu solo' keluarga dan semua orang yang datang ke tempat itu umumnya menggunakan kain berwarna hitam.
* '''Ukiran dan Perhiasan''': Pada upacara rambu solo' tingkat rapasan, rumah, halaman dan pondok serta peti jenasahjenazah diberi ukiran dan hiasan-hiasan yang semuanya bermakna melambangkan kebesaran yang meninggal dunia. Hiasan-hiasan dan ukiran-ukiran yang digunakan dalam rambu solo' dimaksudkan sebagai pengantar arwah untuk memasuki dunia seberang yaitu puya. Oleh kareneakarena itu, kesemarakan suasana dalam pelaksanaan upacara rambu solo' diyakini oleh penganut alukAluk todoloTodolo sebagai kesempurnaan sang jenazah memasuki puya.
* '''Kesenian''': Dalam upacara rambu Solo', kesenian dan tari-tarian mempunyai arti yang dalam. Jenis kesenian dan tari-tarian yang mempunyai arti yang dalam, jenis kesenian dan tari-tarian yang dipentaskan dalam upacara Rambu Solo’, antara lain:
** Baddong, merupakan lagu yang dinyanyikan dalam keadaan berdiri, disertai dengan gerakan tangan dan hentakkan kaki sambil berputar dalam kelompok yang membentuk lingkaran.
Baris 94 ⟶ 148:
Terdapat dua versi mengenai sejarah masuknya Islam ke Tana Toraja. Versi pertama menyebutkan, Islam masuk lewat jalur perdagangan di wilayah Madandan, Kecamatan Saluputti, yang berada di sebelah barat Makale. Islam masuk lewat hubungan perdagangan dengan saudagar Bugis, dengan memanfaatkan arah arus [[Sungai Madandan]], yang berfungsi sebagai jalur perdagangan dari wilayah Selatan. Jejak tersebut dapat dilihat dengan ditemukannya sisa bangunan yang beralaskan tanah dengan ukuran 4x6 meter di daerah perbukitan sekitar Desa Madandan. Bangunan dengan kondisi setengah permanen dengan menggunakan bilah bambu atau potongan bambu sebagai dindingnya itu dipercaya menjadi lokasi pertama Masjid Madandan, masjid yang dipercaya oleh masyarakat sekitar menjadi masjid pertama dan tertua di Tana Toraja tersebut menjadi tempat ibadah yaitu [[salat]] bagi para saudagar [[Suku Bugis|Bugis]].
 
Sementara versi kedua menyebutkan, diperkirakan Islam ini masuk ke wilayah Toraja pada akhir abad ke-17 atau awal abad ke-18. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bukti berupa sebuah makam tua di Sangalla, yang lokasinya berjarak sekitar 10 &nbsp;km dari Makale sebagai bukti. Di atas nisan makam tersebut terdapat tulisan yang menggunakan huruf Arab. Meskipun tahun pembuatannya tidak dinyatakan secara jelas, makam itu diperkirakan merupakan makam dari saudagar atau pendatang dari Bugis yang meninggal dunia di Tana Toraja pada kurun waktu sekitar 300 tahun lalu. Suku Bugis yang merupakan salah satu suku di Sulawesi Selatan selain Makassar dan Toraja, diperkirakan menjadi pionir atau pelopor kedatangan Islam di wilayah Tana Toraja. Hubungan mereka dengan masyarakat Tana Toraja terjalin lewat transaksi dagang yang diwujudkan dalam bentuk barter. Masyarakat pada saat itu belum mengenal uang sebagai media atau alat tukar. Hasil pertanian terkemuka masyarakat Tana Toraja salah satunya yaitu kopi, ditukar dengan pakaian oleh para pedagang Bugis. Bahkan ketika timbul perang antara pasukan Toraja dan pasukan Bone yang saat itu bertujuan ingin menguasai Tana Toraja di mana insiden tersebut kemudian dikenal dengan peristiwa Untulak Buntunna Bone, tidak hanya bahan pokok, tetapi senjata dan budak juga menjadi alat barter. Banyak warga Toraja yang dijadikan budak pada saat itu.
 
Namun simbiosis mutualisme yang timbul pada saat itu belum begitu membawa perubahan yang berarti. Masyarakat Tana Toraja mayoritas masih berpegang teguh pada adat istiadat, kebiasaan setempat, dan kepercayaan Aluk Todolo yang tentunya merupakan ajaran warisan nenek moyang. Apalagi, hadirnya Islam sebagai salah satu kekuatan politik bagi kerajaan Bugis justru malah dipandang sebagai kekuatan agresor yang berusaha untuk menguasai Tana Toraja sepenuhnya. Hingga pada abad ke-19 ada salah seorang bangsawan Toraja yang akhirnya memilih untuk masuk dan memeluk Islam yang dikenal memiliki gelar Puang Sondong atau Puang Pitu.
 
Penyebaran Islam di Tana Toraja kemudian lebih banyak dilakukan lewat perkawinan. Minimnya proses dakwah dan trauma sejarah terhadap Kerajaan Bone, yang kemudian diasosiasikan sebagai perwujudan Islam agresif, dimanfaatkan betul oleh penjajah [[Belanda]] saat itu. Ketika menginjakkan kaki pada tahun 1902, Belanda juga turut membawa kalangan misionaris dengan tujuan melakukan [[penginjilan]] Kristen di wilayah Tana Toraja. Sekolah-sekolah didirikan dan guru-guru sekolahnya didatangkan dari [[Sangihe Talaud]] dan [[Ambon]]. Pada awalnya, proses penginjilan dan penjajahan itu tidak berjalan mulus sebagaimana mestinya. Masyarakat kemudian mengadakan perlawanan, termasuk diantaranya perlawanan bersenjata oleh Pong Tiku atau Ne'Baso, pahlawan nasional yang merupakan orang asli Toraja, untuk menghalau dan mengusir Belanda dari Tana Toraja dalam kurun waktu 1905 hingga 1907. Puncaknya, terjadi pembunuhan terhadap seorang misionaris Belanda bernama A.A. van de Loosdrecht pada 1917. Namun setelah menempuh cara melalui kekuatan senjata, proses Kristenisasipenginjilan itu akhirnya bisa berjalan lebih cepat. Perlawanan perlahan-lahan mulai surut dan akhirnya bisa diredam. Sikap adaptif dari kalangan penginjil terhadap nilai-nilai yang ada dalam Aluk Todolo membuat agama Kristen menjadi lebih mudah diterima masyarakat Toraja.
 
Begitulah gambaran hubungan yang dibina antara masyarakat Toraja yang masih menganut Aluk Todolo dengan agama lainnya yang masih bertahan hingga sekarang. Tongkonan menjadi lambang toleransi antar kepercayaan yang berbeda tersebut di dalam masyarakat Toraja.<ref>[http://arsip.gatra.com/2008-09-29/majalah/artikel.php?pil=23&id=119301 Gatra: Aluk Todolo Berdampingan dengan Islam dan Kristen] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190327101253/http://arsip.gatra.com/2008-09-29/majalah/artikel.php?pil=23&id=119301 |date=2019-03-27 }}. 29 September 2008. Diakses 24 Maret 2019.</ref>