Sejarah Bali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tahun penjajahan jepang (1945-1945) menjadi (1942-1945) Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(109 revisi perantara oleh 63 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Sejarah Bali''' meliputi rentang waktu perkembangan kebudayaan masyarakat Bali. Sejarah Bali juga terkait dengan beberapa [[mitologi]] dan [[cerita rakyat]], yang ada kaitannya dengan sejarah sebuah tempat atau peristiwa yang pernah ada di Bali.
== Formasi Geologi ==
[[Berkas:Tertiary limestone cliffs of Uluwatu.jpg|jmpl|ka|lurus|Tebing [[Gamping|batu kapur]] [[tersier]] di [[Uluwatu]] yang terangkat dari dasar laut oleh gerakan [[Penunjaman]].]]
Pulau Bali, seperti kebanyakan pulau di kepulauan [[Indonesia]], adalah hasil dari [[Penunjaman|subduksi]] tektonik [[lempeng Indo-Australia]] di bawah [[lempeng Eurasia]]. Dasar laut tersier, yang terbuat dari endapan laut purba termasuk akumulasi terumbu karang, terangkat di atas permukaan laut oleh subduksi. Lapisan batu kapur tersier yang terangkat dari dasar samudra masih terlihat di daerah-daerah seperti Bukit semenanjung dengan tebing batu kapur besar di Uluwatu, atau di barat laut pulau di Prapat Agung.<ref name="Bali19">Haer, p.19</ref>
Deformasi lokal lempeng Eurasia yang diciptakan oleh subduksi telah mendorong kerak kerak, yang menyebabkan munculnya fenomena vulkanik. Sederetan gunung berapi berjajar di bagian utara pulau itu, di poros Barat-Timur di mana bagian barat tertua, dan bagian timur terbaru.<ref name="Bali19"/> Gunung berapi tertinggi adalah gunung berapi strato-aktif Gunung Agung, pada 3.142 m (10.308 kaki).
Aktivitas vulkanik telah berlangsung intens selama berabad-abad, dan sebagian besar permukaan pulau (diluar Semenanjung Bukit dan Prapat Agung) telah ditutupi oleh magma vulkanik. Beberapa endapan lama tetap (lebih tua dari 1 juta tahun), sementara sebagian besar bagian tengah pulau ditutupi oleh endapan vulkanik muda (kurang dari 1 juta tahun), dengan beberapa ladang lava yang sangat baru di timur laut karena letusan dahsyat akibat bencana alam [[Gunung Agung]] pada tahun 1963.<ref name="Bali19"/>
Aktivitas gunung berapi, karena endapan abu yang tebal dan [[kesuburan tanah]] yang dihasilkannya, juga merupakan faktor kuat dalam kemakmuran pertanian pulau tersebut.<ref name="Bali19"/>
Di tepi subduksi, Bali juga berada di tepi beting [[Paparan Sunda]], tepat di sebelah barat [[garis Wallace]], dan pada satu waktu terhubung ke pulau tetangga [[Jawa]], terutama selama penurunan permukaan laut di dalam [[Zaman es]]. Karena itu fauna dan floranya mendekati benua Asia.<ref>Barski, p.18-19</ref>
== Masa Prasejarah ==
=== Masa Paleolitik dan Mesolitik ===
Bali menjadi bagian dari paparan Sunda, pulau ini telah terhubung ke pulau Jawa berkali-kali dalam sejarah. Bahkan hari ini, kedua pulau hanya dipisahkan oleh Selat Bali yang berjarak 2,4 km.
Pendudukan oleh orang Jawa kuno sendiri terakreditasi oleh temuan orang Jawa, berumur antara 1,7 dan 0,7 juta tahun, salah satu spesimen Homo erectus yang pertama diketahui.<ref name="Bali32">Haer, p.32</ref>
Bali juga dihuni pada zaman Paleolitik (diperkirakan 1 SM hingga 200.000 SM), disaksikan oleh penemuan alat kuno seperti kapak tangan yang ditemukan di desa Sembiran dan Trunyan di Bali.<ref name="museum">catatan [[Museum Bali]]</ref><ref>[https://books.google.com/books?id=dSFfD0dpdS4C&pg=PA163 ''Archaeology: Indonesian perspective'' Truman Simanjuntak p.163]</ref>
Sebuah periode Mesolitik (200.000-30.000 SM) juga telah diidentifikasi, ditandai dengan pengumpulan dan perburuan makanan canggih, tetapi masih oleh Homo Erectus.<ref>http://science.sciencemag.org/content/279/5357/1635.full?ck=nck</ref> Periode ini menghasilkan alat yang lebih canggih, seperti mata panah, dan juga alat yang terbuat dari tulang hewan atau ikan. Mereka tinggal di gua-gua sementara, seperti yang ditemukan di bukit Pecatu di Kabupaten Badung, seperti gua Selanding dan Karang Boma.<ref name="museum"/> Gelombang pertama Homo Sapiens tiba sekitar 45.000 SM ketika orang-orang Australoid bermigrasi ke selatan, menggantikan Homo Erectus.<ref>{{cite journal |author=''Smithsonian'' |url=http://www.smithsonianmag.com/history-archaeology/human-migration.html |title=The Great Human Migration |date=July 2008 |page=2}}</ref>
<gallery mode="nolines">
Berkas:Paleothic hand axes Bali 1000000 bc to 200000 bc Sembiran and Trunyan villages Bali.jpg|Kapak masa [[Paleolitikum]] (1 juta - 200.000 SM), ditemukan di desa Sembiran dan Trunyan, [[Museum Bali]].
Berkas:Java Man.jpg|Rekonstruksi [[Manusia Jawa]].
Berkas:Mesolithic arrow point Bali.jpg|Mata panah masa [[Mesolitikum]], Museum Bali.
</gallery>
=== Masa
Tonggak awal rentangan masa Bali Kuno, adalah abad ke-8 M. Atas dasar itu maka periode sebelum tahun 800 sesungguhnya tidak termasuk masa Bali Kuno. Gambaran umum periode tersebut diharapkan dapat menjadi landasan pembicaraan mengenai masa Bali Kuno, sehingga terwujud uraian lebih utuh. Gambaran periode sebelum tahun 800 itu meliputi masa prasejarah Bali dan berita-berita asing tentang Bali, khususnya yang berasal dari Cina.
Masa prasejarah Bali pada dasarnya sama dengan masa [[prasejarah Indonesia]] secara keseluruhan. Masa ini meliputi tingkat-tingkat kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan (baik yang tingkat sederhana maupun tingkat lanjut), masa bercocok tanam, dan masa ''perundagian'' atau kemahiran teknik.
Masa prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa Belanda dan putra-putra [[Indonesia]] maka perkembangan masa prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama [[Georg Eberhard Rumpf]], yang menyebutkan keberadaan [[Bulan Pejeng|nekara Pejeng]] dalam bukunya ''Amboinsche Rariteitkamer'' ([[1705]]). Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah [[W.O.J. Nieuwenkamp]] yang mengunjungi Bali pada tahun [[1906]] sebagai seorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang [[nekara]] di [[Pejeng, Tampaksiring, Gianyar|Pejeng]], [[Trunyan]], dan [[Pura Bukit Penulisan]]. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun [[1932]] yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura Banjar Manuaba, Desa [[Kendran, Tegallalang, Gianyar|Kendran]], [[Tegallalang, Gianyar|Tegallalang]].
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. [[H.A.R. van Heekeren]] dengan hasil tulisan yang berjudul ''Sarcophagus on Bali'' tahun [[1954]]. Pada tahun [[1963]], ahli prasejarah Indonesia, Drs. [[R.P. Soejono]] melakukan penggalian ini yang dilaksanakan secara berkelanjutan tahun [[1973]], [[1974]], [[1984]], dan [[1985]]. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai [[Teluk Gilimanuk]], diduga bahwa lokasi [[Situs Purbakala Gilimanuk|Situs Gilimanuk]] merupakan sebuah perkampungan nelayan dari [[zaman perundagian]] di Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah [[museum]].
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan di Bali hingga sekarang, kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi:
# Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana.
# Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.
# Masa bercocok tanam.
# Masa perundagian.
==== Masa
Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di Sambiran (Buleleng bagian timur), serta di tepi timur dan tenggara [[Danau Batur]] ([[Kintamani, Bangli|Kintamani]]) alat-alat batu yang digolongkan [[kapak genggam]], [[kapak berimbas]], [[serut]] dan sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di [[Museum Gedong Arca]] di [[Bedulu, Blahbatuh, Gianyar|Bedulu]], [[Kabupaten Gianyar|Gianyar]].
Kehidupan penduduk pada masa ini adalah sederhana sekali, sepenuhnya tergantung pada alam lingkungannya. Mereka hidup mengembara dari satu tempat ketempat lainnya (nomaden). Daerah-daerah yang dipilihnya ialah daerah yang mengandung persediaan makanan dan air yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Hidup berburu dilakukan oleh kelompok kecil dan hasilnya dibagi bersama. Tugas berburu dilakukan oleh kaum laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan tenaga yang cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang mungkin terjadi. Perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan dari alam sekitarnya. Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti apakah manusia pada masa itu telah mengenal bahasa sebagai alat bertutur satu sama lainnya.
Walaupun bukti-bukti yang terdapat di Bali kurang lengkap, tetapi bukti-bukti yang ditemukan di [[Kabupaten Pacitan|Pacitan]] ([[Jawa Timur]]) dapatlah kiranya dijadikan pedoman. Para ahli memperkirakan bahwa alat-alat batu dari Pacitan yang sezaman dan mempunyai banyak persamaan dengan alat-alat batu dari Sembiran, dihasilkan oleh jenis manusia. ''[[Pithecanthropus erectus]]'' atau keturunannya. Kalau demikian mungkin juga alat-alat baru dari Sambiran dihasilkan oleh manusia jenis ''Pithecanthropus'' atau keturunannya.
==== Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ====
Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh. Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan kulit kerang. Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding, [[Pecatu, Kuta Selatan, Badung|Pecatu]] ([[Badung]]). Gua ini terletak di pegunungan [[gamping]] di [[Semenanjung Benoa]]. Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah Gua Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana. Dalam penggalian Gua Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari [[tulang]]. Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
Alat-alat semacam ini ditemukan pula di sejumlah gua [[Sulawesi Selatan]] pada tingkat perkembangan kebudayaan Toala dan terkenal pula di [[Australia Timur]]. Di luar Bali ditemukan lukisan dinding-dinding gua, yang menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada waktu itu. Lukisan-lukisan di dinding goa atau di dinding-dinding karang itu antara lain yang berupa cap-cap tangan, [[babirusa]], [[burung]], manusia, [[perahu]], lambang matahari, lukisan mata dan sebagainya. Beberapa lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi yang lebih kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga di antaranya adalah [[lukisan]] [[kadal]] seperti yang terdapat di [[Pulau Seram]] dan [[Pulau Papua|Papua]], mungkin mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau [[kepala suku]].
==== Masa bercocok tanam ====
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (''food gathering'') berubah menjadi menghasilkan makanan (''food producing''). Perubahan ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan.
Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa [[kapak batu persegi]] dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon. Dari teori Kern dan teori Von Heine-Geldern diketahui bahwa nenek moyang bangsa [[Austronesia]], yang mulai datang di kepulauan kita kira-kira 2000 tahun S.M ialah pada [[zaman neolithik]]. Kebudayaan ini mempunyai dua cabang ialah cabang kapak persegi yang penyebarannya dari dataran Asia melalui jalan barat dan peninggalannya terutama terdapat di bagian barat Indonesia dan [[kapak lonjong]] yang penyebarannya melalui jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata dibagian timur negara kita. Pendukung kebudayaan neolithik (kapak persegi) adalah bangsa Austronesia dan gelombang perpindahan pertama tadi disusul dengan perpindahan pada gelombang kedua yang terjadi pada masa perunggu kira-kira 500 S.M. Perpindahan bangsa Austronesia ke [[Asia Tenggara]] khususnya dengan memakai jenis perahu cadik yang terkenal pada masa ini. Pada masa ini diduga telah tumbuh perdagangan dengan jalan tukar menukar barang ([[barter]]) yang diperlukan. Dalam hal ini sebagai alat berhubungan diperlukan adanya bahasa. Para ahli berpendapat bahwa bahasa Indonesia pada masa ini adalah Melayu Polinesia atau dikenal dengan sebagai bahasa Austronesia.
==== Masa ''Perundagian'' ====
[[Berkas:Gamelan of Bali 200507-5.jpg|jmpl|250px|ka|Gong, yang ditemukan pula di berbagai tempat di [[Nusantara]], merupakan alat musik yang diperkirakan berakar dari masa perundagian.]]
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan). Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui dari berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang terpenting di antaranya adalah temuan-temuan dari Anyer Lor ([[Banten]]), [[Puger, Jember|Puger]] ([[Jawa Timur]]), [[Gilimanuk, Melaya, Jembrana|Gilimanuk]] (Bali) dan Melolo ([[Sumbawa]]). Dari temuan kerangka yang banyak jumlahnya menunjukkan ciri-ciri manusia. Sedangkan penemuan di Gilimanuk dengan jumlah kerangka yang ditemukan 100 buah menunjukkan ciri Mongoloid yang kuat seperti terlihat pada gigi dan muka. Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit gigi dan encok yang banyak menyerang manusia ketika itu.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras. Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk ([[Kabupaten Jembrana|Jembrana]]). Benda-benda temuan ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian di antaranya terdapat hampir 100 buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, dalam keadaan lengkap dan tidak lengkap. Tradisi penguburan dengan tempayan ditemukan juga di [[Anyar, Serang|Anyar]] (Banten), [[Sabbang, Luwu Utara|Sabbang]] (Sulawesi Selatan), [[Selayar]], [[Pulau Rote|Rote]] dan Melolo ([[Sumba]]). Di luar Indonesia tradisi ini berkembang di [[Filipina]], [[Thailand]], [[Jepang]] dan [[Korea]].
Kebudayaan megalithik ialah kebudayaan yang terutama menghasilkan bangunan-bangunan dari batu-batu besar. Batu-batu ini mempunyai biasanya tidak dikerjakan secara halus, hanya diratakan secara kasar saja untuk mendapat bentuk yang diperlukan. di daerah Bali tradisi megalithik masih tampak hidup dan berfungsi di dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Adapun temuan yang penting ialah berupa batu berdiri ([[menhir]]) yang terdapat di Pura Ratu Gede Pancering Jagat di Trunyan. Di pura in terdapat sebuah arca yang disebut arca Da Tonta yang memiliki ciri-ciri yang berasal dari masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya hampir 4 meter. Temuan lainnya ialah di Sembiran ([[Kabupaten Buleleng|Buleleng]]), yang terkenal sebagai desa Bali kuno, disamping desa-desa Trunyan dan Tenganan. Tradisi megalithik di desa Sembiran dapat dilihat pada pura-pura yang dipuja penduduk setempat hingga dewasa ini. dari 20 buah pura ternyata 17 buah pura menunjukkan bentuk-bentuk megalithik dan pada umumnya dibuat sederhana sekali. Di antaranya ada berbentuk teras berundak, batu berdiri dalam palinggih dan ada pula yang hanya merupakan susunan batu kali.
Temuan lainnya yang penting juga ialah berupa bangunan-bangunan megalithik yang terdapat di [[Gelgel, Klungkung, Klungkung|Gelgel]] ([[Kabupaten Klungkung|Klungkung]]).Temuan yang penting di desa Gelgel ialah sebuah arca menhir yaitu terdapat di Pura Panataran Jro Agung. Arca menhir ini dibuat dari batu dengan penonjolan kelamin wanita yang mengandung nilai-nilai keagamaan yang penting yaitu sebagai lambang kesuburan yang dapat memberi kehidupan kepada masyarakat.
== Masuknya Agama Hindu ==
{{utama|Kerajaan Bali}}
[[Berkas:Ubud.GoaGajah.Cave.jpg|jmpl|ka|300px|Gua Gajah (sekitar abad XI), salah satu peninggalan masa awal periode Hindu di Bali.]]
Berakhirnya zaman prasejarah di Indonesia ditandai dengan datangnya bangsa dan pengaruh [[Hindu]]. Pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan lebih kurang tahun 1500, yakni dengan lenyapnya [[kerajaan Majapahit]] merupakan masa-masa pengaruh Hindu. Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari India itu berakhirlah zaman prasejarah Indonesia karena didapatkannya keterangan tertulis yang memasukkan bangsa Indonesia ke dalam zaman sejarah. Berdasarkan keterangan-keterangan yang ditemukan pada prasasti abad ke-8 Masehi dapatlah dikatakan bahwa periode sejarah Bali Kuno meliputi kurun waktu antara abad ke-8 Masehi sampai dengan abad ke-14 Masehi dengan datangnya ekspedisi Mahapatih [[Gajah Mada]] dari Majapahit yang dapat mengalahkan Bali. Nama Balidwipa tidaklah merupakan nama baru, namun telah ada sejak zaman dahulu. Hal ini dapat diketahui dari beberapa prasasti, di antaranya dari [[Prasasti Blanjong]] yang dikeluarkan oleh [[Sri Kesari Warmadewa]] pada tahun [[913]] Masehi yang menyebutkan kata "Walidwipa". Demikian pula dari prasasti-prasasti [[Raja]] [[Jayapangus]], seperti prasasti Buwahan D dan prasasti Cempaga A yang berangka tahun 1181 Masehi.
Di antara raja-raja Bali, yang banyak meninggalkan keterangan tertulis yang juga menyinggung gambaran tentang susunan pemerintahan pada masa itu adalah [[Udayana]], [[Jayapangus]], [[Jayasakti]], dan [[Anak Wungsu]]. Dalam mengendalikan pemerintahan, raja dibantu oleh suatu Badan Penasihat Pusat. Dalam prasasti tertua [[882]]-[[914]], badan ini disebut dengan istilah "panglapuan". Sejak zaman Udayana, Badan Penasihat Pusat disebut dengan istilah "''pakiran-kiran i jro makabaihan''". Badan ini beranggotakan beberapa orang senapati dan pendeta Siwa dan Budha.
Di dalam prasasti-prasasti sebelum Raja Anak Wungsu disebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Akan tetapi, baru pada zaman Raja Anak Wungsu, kita dapat membedakan jenis seni menjadi dua kelompok yang besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Istilah seni keraton ini tidak berarti bahwa seni itu tertutup sama sekali bagi rakyat. Kadang-kadang seni ini dipertunjukkan kepada masyarakat di desa-desa atau dengan kata lain seni keraton ini bukanlah monopoli raja-raja.
Dalam bidang agama, pengaruh zaman prasejarah, terutama dari zaman megalitikum masih terasa kuat. Kepercayaan pada
== Masa Majapahit (1343-1846) ==
Masa ini dimulai dengan kedatangan ekspedisi [[Gajah Mada]] pada tahun [[1343]].
=== Kedatangan Ekspedisi Gajah Mada ===
Ekspedisi Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh
===
Karena ketidakcakapan [[Dalem Samprangan|Raden Agra Samprangan]] menjadi raja, Raden Samprangan digantikan oleh [[Dalem Ketut Ngulesir]]. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel (dibaca /gɛl'gɛl/). Pada saat inilah dimulai
===
{{utama|Kerajaan Klungkung}}
[[Kerajaan Klungkung]] sebenarnya merupakan kelanjutan dari Dinasti Gelgel. [[Pemberontakan]] [[I Gusti Agung Maruti]] ternyata telah mengakhiri Periode Gelgel. Hal itu terjadi karena setelah putra Dalem Di Made dewasa dan dapat mengalahkan I Gusti Agung Maruti, istana Gelgel tidak dipulihkan kembali. Gusti Agung Jambe sebagai putra yang berhak atas takhta kerajaan, ternyata tidak mau bertakhta di Gelgel, tetapi memilih tempat baru sebagai pusat pemerintahan, yaitu bekas tempat persembunyiannya di Semarapura.
Dengan demikian, [[Dewa Agung Jambe]] ([[1710]]-[[1775]]) merupakan raja pertama zaman Klungkung. Raja kedua adalah [[Dewa Agung Di Made I]], sedangkan raja Klungkung yang terakhir adalah [[Dewa Agung Di Made II]]. Pada zaman Klungkung ini wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan kecil ini selanjutnya menjadi
=== Kerajaan-kerajaan pecahan Klungkung ===
# [[Kerajaan Badung]], yang kemudian menjadi [[Kabupaten Badung]] dan [[Kota Denpasar]].
# [[Kerajaan
# [[Kerajaan
# [[Kerajaan
# [[Kerajaan
# [[Kerajaan
# [[Kerajaan
# [[Kerajaan Tabanan]], yang kemudian menjadi [[Kabupaten Tabanan]].
== Masa 1846-1949 ==
Pada periode ini mulai masuk intervensi Belanda ke Bali dalam rangka "pasifikasi" terhadap seluruh wilayah Kepulauan [[Nusantara]]. Dalam proses yang secara tidak disengaja membangkitkan sentimen [[nasionalisme Indonesia]] ini, wilayah-wilayah yang belum ditangani oleh administrasi Batavia dicoba untuk dikuasai dan disatukan di bawah administrasi. Belanda masuk ke Bali disebabkan beberapa hal: beberapa aturan kerajaan di Bali yang dianggap mengganggu kepentingan dagang Belanda, penolakan Bali untuk menerima monopoli yang ditawarkan Batavia, dan permintaan bantuan dari warga [[Pulau Lombok]] yang merasa diperlakukan tidak adil oleh penguasanya (dari Bali).
=== Perlawanan Terhadap Orang-Orang Belanda ===
{{Intervensi Belanda di Bali}}
{{Kotak kampanye kolonial Belanda}}
[[Berkas:Plan der versterkingen van Djaga Raga.jpg|jmpl|250px|ka|Peta perbentengan Belanda di [[Jagaraga, Sawan, Buleleng]] saat Belanda menyerang Bali tahun 1849]]
Masa ini merupakan masa perlawanan terhadap kedatangan bangsa Belanda di Bali. Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya berbagai perang di wilayah Bali. Perlawanan-perlawanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
# [[Perang Bali I|Perang Buleleng (1846)]], dikenal juga dengan Perang Bali I.
# [[Perang Bali II|Perang Jagaraga (1848–1849)]], dikenal juga dengan Perang Bali II.
# [[Perang Bali III|Perang Kusamba (1849)]], dikenal juga dengan Perang Bali III.
# [[Intervensi Belanda di Bali (1858)|Perang Banjar (1858)]]
# [[Intervensi Belanda di Lombok dan Karangasem]] (1894)
# [[Intervensi Belanda di Bali (1906)|Puputan Badung (1906)]]
# [[Intervensi Belanda di Bali (1908)|Puputan Klungkung (1908)]]
Dengan kemenangan Belanda dalam seluruh perang dan jatuhnya kerajaan Klungkung ke tangan Belanda, berarti secara keseluruhan Bali telah jatuh ke tangan Belanda.
===
Sejak kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda mulailah pemerintah Belanda ikut campur mengurus soal pemerintahan di Bali. Hal ini dilaksanakan dengan mengubah nama raja sebagai penguasa daerah dengan nama regent untuk daerah Buleleng dan Jembrana serta menempatkan P.L. Van Bloemen Waanders sebagai controleur yang pertama di Bali.
Struktur pemerintahan di Bali masih berakar pada struktur pemerintahan tradisional, yaitu tetap mengaktifkan kepemimpinan tradisional dalam melaksanakan pemerintahan di daerah-daerah. Untuk di daerah Bali, kedudukan raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yang pada waktu pemerintahan kolonial didampingi oleh seorang controleur. Di dalam bidang pertanggungjawaban, raja langsung bertanggung jawab kepada Residen Bali dan Lombok yang berkedudukan di Singaraja, sedangkan untuk Bali Selatan, raja-rajanya betanggung jawab kepada Asisten Residen yang berkedudukan di [[Kota Denpasar|Denpasar]].
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi, pemerintah Belanda telah membuka sebuah sekolah rendah yang pertama di Bali, yakni di [[Singaraja]] (1875) yang dikenal dengan nama ''[[Tweede Inlandsche School|Tweede Klasse School]]''. Pada 1913, dibuka sebuah sekolah dengan nama [[Erste Inlandsche School]] dan kemudian disusul dengan sebuah sekolah Belanda dengan nama ''Hollands Inlandshe School'' (HIS) yang muridnya kebanyakan berasal dari anak-anak bangsawan dan golongan kaya.<ref>{{Cite web|last=Sujaya|title=Inilah Sekolah Pertama di Bali yang Turut "Andil" Dalam Kelahiran Soekarno|url=https://www.balisaja.com/2014/05/inilah-sekolah-pertama-di-bali.html|website=balisaja.com - Bernas dan khas Bali|access-date=2021-09-15}}</ref>
=== Lahirnya Organisasi Pergerakan ===
Akibat pengaruh pendidikan yang didapat, para pemuda pelajar dan beberapa orang yang telah mendapatkan pekerjaan di kota Singaraja berinisiatif untuk mendirikan sebuah perkumpulan dengan nama "Suita Gama Tirta" yang bertujuan untuk memajukan masyarakat Bali dalam dunia ilmu pengetahuan melalui ajaran agama. Sayang perkumpulan ini tidak burumur panjang. Kemudian beberapa guru yang masih haus dengan pendidikan agama mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Shanti" pada tahun 1923. Perkumpulan ini memiliki sebuah majalah yang bernama "Shanti Adnyana" yang kemudian berubah menjadi "Bali Adnyana".
Pada tahun [[1925]] di
===
Setelah melalui beberapa pertempuran, tentara [[Jepang]] mendarat di Pantai
Karena selama pendudukan Jepang suasana berada dalam keadaan perang, seluruh kegiatan diarahkan pada kebutuhan perang. Para pemuda dididik untuk menjadi tentara [[Pembela Tanah Air]] (PETA). Untuk daerah Bali, PETA dibentuk pada bulan Januari tahun 1944 yang program dan syarat-syarat pendidikannya disesuaikan dengan PETA di [[Jawa]].
===
Menyusul [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], pada tanggal [[23 Agustus]] [[1945]], Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan
Sejak pendaratan [[NICA]] di Bali, Bali selalu menjadi arena pertempuran. Dalam pertempuran itu pasukan RI
Untuk memudahkan kontak dengan [[Jawa]], Rai pernah mengambil siasat untuk memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali. Pada 28 Mei 1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa kecil di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai kembali menuju arah barat yang kemudian sampai di [[Marga, Marga, Tabanan|Desa Marga]] ([[Kabupaten Tabanan|Tabanan]]). Untuk lebih menghemat tenaga karena terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama dengan masyarakat.
=== [[Puputan margarana|Puputan Margarana]] (1946) ===
Pada waktu staf MBO berada di desa
=== Konferensi Denpasar (1946) ===
Pada tanggal [[
Dengan terbentuknya
=== Penyerahan Kedaulatan ===
Agresi militer yang pertama terhadap pasukan pemeritahan Republik Indonesia yang berkedudukan di [[kota Yogyakarta|Yogyakarta]] dilancarakan oleh [[Belanda]] pada tanggal [[21 Juli]] [[1947]]. Belanda melancarkan lagi agresinya yang kedua 18 Desember 1948. Pada masa agresi yang kedua itu di Bali terus-menerus diusahakan berdirinya badan-badan perjuangan bersifat gerilya yang lebih efektif. Sehubungan dengan hal itu, pada Juli 1948 dapat dibentuk organisasi perjuangan dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka (GRIM). Selanjutnya, tanggal 27 November 1949, GRIM menggabungkan diri dengan organisasi perjuangan lainnya dengan nama Lanjutan Perjuangan. Nama itu kemudian diubah lagi menjadi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Sunda Kecil.
Sementara itu, [[Konferensi Meja Bundar]] (KMB) mengenai persetujuan tentang pembentukan Uni Indonesia - Belanda dimulai sejak akhir Agustus 1949. Akhirnya, 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RIS. Selanjutnya, pada tanggal [[17 Agustus]] [[1950]], [[RIS]] diubah menjadi [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]].
== Masa 1949-2007 ==
{{Kembangkan bagian}}
Pada [[12 Oktober]] [[2002]], terjadi [[Bom Bali 2002|pengeboman]] di [[Kuta, Badung|Kuta]] yang menyebabkan sekitar 202 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka. Sebagian besar korban meninggal adalah warga [[Australia]] dan [[Indonesia]].
Pada [[1 Oktober]] [[2005]], terjadi [[Bom Bali 2005|Bom Bali II]] dimana tiga rangkaian pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran, yang mengakibatkan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka. Bom bunuh diri ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pariwisata di Bali.
== Referensi ==
{{reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Daftar provinsi di Indonesia sepanjang masa]]
{{Sejarah provinsi Indonesia}}
[[Kategori:Sejarah Bali| ]]
[[Kategori:Sejarah
|