Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
Pemindahan letak penjelasan akronim RUU PKS ke awal paragraf Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{UU RI|name=Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual|shorttitle=UU TPKS|acronym=UU TPKS|fullname=Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual|enacted_by=[[Dewan Perwakilan Rakyat]]|effectivedate=9 Mei 2022}}{{Wikisource|Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022}}
'''Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual''' ('''UU TPKS''') adalah [[undang-undang]] Indonesia mengenai [[kekerasan seksual]], meliputi pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum. Undang-undang ini ini diusulkan pada tanggal 26 Januari 2016, dengan nama awal Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS atau RUU P-KS). RUU TPKS disahkan menjadi Undang-Undang pada 12 April 2022.<ref>https://nasional.tempo.co/read/1581203/breaking-news-dpr-sahkan-ruu-tpks-jadi-undang-undang/full&view=ok</ref>▼
▲'''Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual''' ('''UU TPKS'''), sebelumnya bernama '''Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual''' ('''RUU PKS''' atau '''RUU P-KS'''), adalah [[undang-undang]] Indonesia mengenai [[kekerasan seksual]], meliputi pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum. Undang-undang ini
== Sejarah legislatif ==
Perancang dan pengusung RUU ini adalah [[Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan]] (Komnas Perempuan) dan [[Forum Pengada Layanan]] (FPL).<ref name="Gatra"/> Ketua Komnas Perempuan, [[Azriana]], menyampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada tanggal 7 September 2015 bahwa setidaknya ada 15 macam kekerasan seksual yang dialami perempuan di Indonesia, yaitu tindak [[perkosaan]], intimidasi bernuansa seksual (termasuk ancaman atau percobaan perkosaan), [[pelecehan seksual]], eksploitasi seksual, [[Pernikahan paksa|pemaksaan perkawinan]], [[pemaksaan kehamilan]], pemaksaan [[aborsi]], [[kontrasepsi]]/[[Sterilisasi (kedokteran)|sterilisasi]] paksa, penyiksaan seksual, penghukuman bernuansa seksual, dan kontrol seksual termasuk aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. 13 di antaranya belum diatur dalam undang-undang.<ref>{{
RUU ini diusulkan pada tanggal 26 Januari 2016.<ref name="Primastika"/> Komnas Perempuan menyerahkan naskah akademik RUU PKS ke [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia]] (DPR) pada 13 Mei 2016.<ref>{{cite news|url=https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-01255811/komnas-perempuan-serahkan-naskah-akademik-ruu-penghapusan-kekerasan-seksual|title=Komnas Perempuan Serahkan Naskah Akademik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual|first=Satrio|last=Widianto|date=13 Mei 2016|work=[[Pikiran Rakyat|Pikiran-Rakyat.com]]|accessdate=22 Agustus 2020}}</ref> RUU PKS dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2016 pada 6 Juni 2016.<ref>{{
== Isi ==
Ada sembilan bentuk kekerasan seksual yang dijelaskan dalam RUU ini, yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pembudakan seksual dan penyiksaan seksual.<ref name="CNN2018">{{
RUU PKS tidak hanya mengatur tentang hukum acara dan sanksi pidana mengenai kekerasan seksual, tetapi lebih banyak mengatur tentang manfaat bagi korban kekerasan seksual. Menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Veny Octarini Siregar, RUU PKS mencakup mulai dari pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum. RUU PKS termasuk dalam undang-undang khusus atau ''lex specialis''. Sistem peradilannya akan dibuat seperti peradilan anak. Korban dapat memilih untuk bertemu atau tidak bertemu dengan pelaku, dan korban ditempatkan di ruangan khusus dalam persidangan. RUU ini juga mengatur peran masyarakat, seperti tindakan yang dilakukan oleh RT atau RW. RUU ini membebankan pelaku untuk membayar [[restitusi]] yang bukan sebagai ganti rugi terhadap korban, tetapi untuk menanggung biaya pemulihan korban.<ref>{{
== Aturan Pelaksana ==
Untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam UU TPKS, diterbitkan beragam aturan pelaksana. Per September 2024, setidaknya telah diundangkan empat aturan pelaksana UU TPKS:
{| class="wikitable" style="text-align:center; width:100%;"
! No.
! Tanggal Pengundangan
! Peraturan
! Tentang
! Ketentuan yang Dilaksanakan
|-
| 1
| 23 Jan 2024
| Perpres 9/2024
| Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual
| Pasal 81 ayat 4 UU TPKS
|-
| 2
| 22 Apr 2024
| Perpres 55/2024
| Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak
| Pasal 78 UU TPKS
|-
| 3
| 2 Jul 2024
| PP 27/2024
| Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual
| Pasal 83 ayat 5 UU TPKS
|-
| 4
| 10 Sep 2024
| Perpres 98/2024
| Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu dalam Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Tindak Pidana Kekerasan Seksual oleh Pemerintah Pusat
| Pasal 70 ayat 4 dan Pasal 75 UU TPKS
|}
Selain itu, terdapat 3 aturan pelaksana lain dari UU TPKS yang masih menunggu pengundangan oleh Pemerintah:<ref>{{cite news| last = Dewi | first = Anita Permata | editor-last = Astro | editor-first = Masuki M | date = 2024-05-07 | title = Menanti peraturan pelaksana UU TPKS disahkan | url = https://www.antaranews.com/berita/4092198/menanti-peraturan-pelaksana-uu-tpks-disahkan | work = [[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|Antara]] | access-date = 2024-09-14}}</ref>
#RPP Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual
#RPP Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual
#Rperpres Kebijakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Kekerasan Seksual
== Reaksi ==
Ketua Indonesian Feminist Lawyer Clubs (IFLC) Nur Setia Alam Prawiranegara mengatakan pembahasan RUU ini terhambat "karena RUU ini bukan menghasilkan uang banyak. Beda dengan RUU pemilu yang mungkin perputaran uangnya jelas." Selain itu, Anggota DPR Komisi VIII [[Rahayu Saraswati Djojohadikusumo]] mengakui belum adanya kesepahaman tentang RUU PKS antara legislator dan pengusung RUU PKS. Menurut Saras, sebagian pihak menganggap RUU PKS adalah peraturan yang membenarkan adanya lesbian, gay, biseksual dan transgender ([[LGBT]]),<ref name="CNN2018"/> serta ada pula yang menganggap bahwa RUU ini adalah titipan asing, meskipun perancang dan pengusung RUU ini adalah Komnas Perempuan dan FPL yang tidak lain adalah para pendamping korban kekerasan di Indonesia.<ref name="Gatra">{{cite news|url=https://www.gatra.com/detail/news/371009-Masih-Ada-Anggota-DPR-yang-Percaya-RUU-Penghapusan-Kekerasan-Seksual-Titipan-Asing|title=Masih Ada Anggota DPR yang Percaya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Titipan Asing|author=Hidayat Adhiningrat P|work=Gatra|date=10 Desember 2018|accessdate=22 Agustus 2020}}{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
Sebuah petisi di [[Change.org]] untuk mendesak DPR dan pemerintah untuk membahas RUU PKS telah ditandatangani oleh lebih dari 50 ribu netizen pada tanggal 6 Mei 2016.<ref>{{cite news|url=https://beritagar.id/artikel/berita/beramai-ramai-mendesak-pengesahan-ruu-penghapusan-kekerasan-seksual|title=Beramai-ramai mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual|first=Muammar|last=Fikrie|date=6 Mei 2016|work=Beritagar.id|accessdate=22 Agustus 2020|archive-date=2020-11-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20201123183804/https://beritagar.id/artikel/berita/beramai-ramai-mendesak-pengesahan-ruu-penghapusan-kekerasan-seksual|dead-url=yes}}</ref> Pada tanggal 8 Desember 2018, masyarakat dari berbagai aliansi melakukan pawai akbar yang menuntut pemerintah segera mengesahkan RUU PKS. [[Tagar]] #sahkanruupks sempat menjadi kiriman terpopuler di [[Twitter]]. Pemimpin Redaksi ''[[Jurnal Perempuan]]'', [[Anita Dhewy]], mengganggap pengesahan RUU PKS sudah mendesak, terutama setelah korban-korban pelecehan seksual di Indonesia berani bersuara setelah munculnya [[gerakan Me Too]].
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI [[Marwan Dasopang]] mengatakan bahwa masih banyak hal yang harus dipertimbangkan DPR, seperti hal pemeriksaan yang harus dikoordinasikan dengan polisi, penggunaan judul “Penghapusan Kekerasan Seksual” yang dapat memunculkan beragam tafsir, penggunaaan kata hasrat seksual yang bisa diartikan sebagai [[Hubungan sesama jenis|hasrat antara sesama jenis]]. Menurutnya, aturan yang ada saat ini sudah cukup untuk menangani tindakan kekerasan seksual.<ref name="Primastika">{{cite news|url=https://tirto.id/undang-undang-penghapusan-kekerasan-seksual-harus-segera-disahkan-dbbA|title=Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual Harus Segera Disahkan|first=Widia|last=Primastika|date=8 Desember 2018|work=Tirto|accessdate=22 Agustus 2020}}</ref>
Dalam serangkaian [[unjuk rasa dan kerusuhan Indonesia September 2019|unjuk rasa dan kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada bulan September 2019]] oleh mahasiswa, pelajar, dan jurnalis Indonesia, salah satu tuntutan demonstran adalah segera mengesahkan RUU PKS.<ref>{{Cite
== Referensi ==
Baris 23 ⟶ 64:
== Pranala luar ==
* [http://www.dpr.go.id/doksileg/proses2/RJ2-20170201-043128-3029.pdf Draf RUU PKS di situs resmi DPR RI] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200706151652/http://www.dpr.go.id/doksileg/proses2/RJ2-20170201-043128-3029.pdf |date=2020-07-06 }}▼
▲* [http://www.dpr.go.id/doksileg/proses2/RJ2-20170201-043128-3029.pdf Draf RUU PKS di situs resmi DPR RI]
{{Peraturan perundang-undangan Indonesia}}
|