Hamengkubuwana IX: Perbedaan antara revisi

| honorific_prefix = Ingkang Sinuwun Sri Sultan

| name = Hamengkubuwana IX<br>
| native_name = {{jav|ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦨꦸꦮꦤ꧇꧙꧇}}

| image = Hamengkubawono IX Official Portrait.jpg

| caption = SriPotret resmi sebagai SultanWakil HamengkubuwanaPresiden, IX1973

| officeorder = Sultan Yogyakarta = ke-9

| orderterm_start = ke-918 Maret 1940

| term_startterm_end = 19402 Oktober 1988

| term_endterm_label = 1988Masa Jabatan

| 1blanknamesuccessor = '''Penobatan'''[[Hamengkubuwana X]]

| 1namedataoffice2 = 18Wakil MaretPresiden 1940Indonesia

| office2president2 = Wakil Presiden= Indonesia[[Soeharto]]

| order2 predecessor2 = ke-2[[Mohammad Hatta]]

| president2order3 = [[Soeharto]]ke-1

| successor2term_end3 = [[Adam29 Maret Malik]]1973

| order3successor3 = ke-1[[Widjojo Nitisastro]]

| term_end3order4 = 29 Maret 1973 = ke-5

| president3term_start4 = [[Soeharto]]6 September 1950

| successor3president4 = [[Widjojo NitisastroSoekarno]]

| order4successor4 = ke-5[[Suwiryo]]

| term_end4term_start5 = 2718 AprilMaret 19511966

| president4term_end5 = [[Soekarno]]27 Maret 1966

| term_end5successor6 = 27 Maret 1966 = ''Jabatan dihapuskan''

| term_start62namedata7 = 31 Maret 1966 =

| term_end63blankname7 = 25 Juli 1966=

| successor64blankname7 = ''Jabatan dihapuskan'' =

| 1namedata7term_start8 = Menteri4 Maret Negara1950

| 4blankname7order9 = {{nobold|1966}}ke-1

| office8predecessor9 = Gubernur''Tidak Daerahada, Istimewajabatan Yogyakartabaru''

| order8successor9 = ke-1[[M. Sarbini]]

| term_end8order10 = 2 Oktober 1988 = ke-1

| lieutenant8term_start10 = [[Paku Alam VIII]] = 1967

| successor8term_end10 = [[Paku Alam VIII]] = 1986

| order9birth_name = ke-1Gusti Raden Mas Dorodjatun

| successor9death_place = [[MWashington, D.C.]], [[Amerika SarbiniSerikat]]

| occupation =

| signature = Sign HBIX.png

[[Jenderal (Indonesia)|Jenderal]] [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] ([[Tituler|Tit]].) ([[Purnawirawan|Purn]].) [[Haji (gelar)|H.]] '''Sri Sultan Hamengkubuwana IX''' ({{lang-jv|ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦨꦸꦮꦤ꧇꧙꧇}}; {{lahirmati|[[Ngayogyakarta Hadiningrat]]|12|4|1912|[[Washington, DC]], [[Amerika Serikat]]|2|10|1988}},{{Efn|name=Sultan Wafat|Sultan wafat tanggal 2 Oktober pukul 20:05 [[Waktu Timur|waktu Washington, DC]] atau tanggal 3 Oktober pukul 07:05 [[Waktu Indonesia Barat]].}} lahir dengan nama '''Gusti Raden Mas Dorodjatun''') adalah [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Sultan Yogyakarta]] kesembilan dan [[Daftar Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta|Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta]] yang pertama. Ia merupakan [[Wakil Presiden Indonesia]] kedua yang menjabat pada tahun 1973–1978 M. Hamengkubuwana IX juga merupakan Ketua [[Kwartir Nasional]] [[Gerakan Pramuka Indonesia|Gerakan Pramuka]] yang pertama dan dikenal sebagai Bapak Pandu Pramuka Indonesia.

Lahir di Ngasem, Sompilan, Yogyakarta dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun, Hamengkubuwana IX merupakan anak kesembilan<ref name="bio">{{cite web|url=https://www.kratonjogja.id/raja-raja/10/sri-sultan-hamengku-buwono-ix|title=Sri Sultan Hamengku Buwono IX|publisher=Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat|access-date=2021-09-11|archive-date=2021-09-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20210925072755/https://kratonjogja.id/raja-raja/10/sri-sultan-hamengku-buwono-ix|dead-url=yes}}</ref> Gusti Pangeran Puruboyo dari permaisurinyaistri utamanya, Raden Ajeng Kustilah.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=7–8|2a1=Monfries|2y=2018|2p=35|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=35–36}} Pada tahun 1914, ketika Dorodjatun belum genap tiga tahun, Gusti Pangeran Puruboyo diangkat menjadi Putra Mahkota Yogyakarta.{{efn|Bergelar ''Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putra Narendra ing Mataram.{{sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=9|2a1=Monfries|2y=2018|2p=36|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=36}}}} Karena suaminya menjadi Putra Mahkota, Raden Ajeng Kustilah mendapat gelar Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom pada tahun 1915.{{sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=9|2a1=Monfries|2y=2018|2p=35|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=36}} Meskipun demikian, KRA Adipati Anom tidak sempat menjadi Ratu Yogyakarta. Ia dipulangkan ke rumah ayahnya, KGPA Mangkubumi, sekitar tahun 1918–1919.{{sfn|Monfries|2018|p=38}} Monfries serta Roem dkk. menuliskan bahwa penyebab pemulangan ini adalah retaknya hubungan antara KRA Adipati Anom dengan mertuanya;{{sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=9|2a1=Monfries|2y=2018|2p=38}} sementara Romo Tirun{{efn|Panggilan KRT H. Jatiningrat, cucu [[Hamengkubuwana VIII]] juga sepupu [[Hamengkubuwana X]].}} mengatakan bahwa penyebabnya adalah KRA Adipati Anom merupakan keturunan [[Untung Suropati]] yang merupakan musuh Belanda, sehingga kejadian ini bermaksud untuk keamananmelindungi KRA Adipati Anom.{{sfn|Suyono|Parera|2015|p=36}}

Ketika berumur empat tahun, Dorodjatun diperintah ayahnya untuk mulai tinggal terpisah dari keraton.{{sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=9|2a1=Monfries|2y=2018|2p=36|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=36}} Dorodjatun kecil menangis keras dan terus memeluk salah satu tiang di keraton sebelum dapat dipisahkan.{{sfn|Monfries|2018|pp=36–37}} DorodjatunIa tinggal bersama keluarga Mulder, orang Belanda yang menjabat sebagai Kepala Sekolah Neutrale Hollands JavaanseJavaansche Jongens School dan tinggal di daerah [[Gondokusuman, Yogyakarta|Gondokusuman]].{{sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=9|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2pp=34, 36}} Ketika tinggal bersama keluarga Mulder, Dorodjatun diberi nama panggilan Henkie ("Henk kecil") yang diambil dari nama [[Pangeran Hendrik dari Belanda]].{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=11|2a1=Monfries|2y=2018|2p=36|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=36}} Nama panggilan ini terus digunakania hinggagunakan iahingga bersekolah dan kuliah di Belanda, serta oleh teman-teman dekatnya tetap digunakan sampai masa tuanya sebagai Hamengkubuwana IX.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=13}}

Henkie mendapatkan pendidikan pertamanya di taman kanak-kanak ''Frobel School'' dankemudian ''Eerste Europese Lagere School'' B untuk pendidikan dasarnya. Setahun kemudian, ia pindah ke kediaman keluarga Cock dan bersekolah di ''Neutrale EuropeseEuropeesche Lagere School'' hingga lulus pada bulan Juli 1925.{{Sfn|Monfries|2015|pp=45–46}} Ayahnya diangkat menjadi [[Hamengkubuwana VIII]] ketika ia duduk di kelas III sekolah tersebut,{{Sfn|Suyono|Parera|2015|p=37}} yaitu pada bulan Februari 1921.{{sfn|Monfries|2018|p=37}} Di sekolah tersebut, Dorodjatun bertemu dan berteman dengan [[Syarif Hamid II dari Pontianak|Sultan Hamid II]] yang dijuluki Mozes saat itu.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=14–16|2a1=Monfries|2y=2018|2p=45}}

Dorodjatun mengenyam pendidikan menengahnya di [[Hoogere Burgerschool]] (HBS) [[Kota Semarang|Semarang]] mulai bulan Juli 1925. Ia tinggal dibersama keluarga Voskuil, keluarga seorang sipir penjara di Semarang. Karena iklim Semarang yang cukup panas, Dorodjatun merasa tidak cocok dan kemudian dipindahkan oleh ayahnya ke [[Hoogere Burgerschool te Bandoeng|HBS Bandoeng]] pada tahun 1928. Di sana, ia bersama kakaknya, [[Prabuningrat|BRM Tinggarto]], tinggal bersama dengan seorang tentara militer Belanda, Letnan Kolonel De Boer.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=17–18|2a1=Monfries|2y=2018|2p=46|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=37–39}}

Sebelum menyelesaikan pendidikan menengahnya di HBS Bandung, ayah Dorodjatun dan Tinggarto memerintahkan mereka untuk belajar ke Belanda. Mereka berangkat melalui jalur laut bulan Maret 1930 dengan ditemani oleh keluarga Hofland, keluarga seorang direktur pabrik gula di Gesikan.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=18|2a1=Monfries|2y=2018|2p=46}} Mereka berdua bersekolah di Gymnasium atau Lyceum [[Haarlem]], Belanda yang merupakan gabungan dari dua lembaga berbeda, yaitu Hoogere Burgerschool B (HBS-B) dan Stedelijk Gymnasium.{{Sfn|Monfries|2018|p=47}} Di Haarlem, mereka tinggal di kediaman kepala sekolahnyasekolah mereka, Mourik Broekman.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=18|2a1=Monfries|2y=2018|2p=47|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=41–42}} Dorodjatun kerap dipanggil Sultan Henk ketika menuntut ilmu di sekolah tersebut.{{Sfn|Suyono|Parera|2015|p=|pp=41–43}} Karena perbedaan kualitas pendidikan dengan Hindia Belanda, Dorodjatunia harus turun dua kelas di Haarlem.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=18}} DorodjatunIa bukanlah siswa yang istimewa maupun cemerlang di sana. Meskipun beberapa nilainya tergolong baik, Dorodjatun harus mengulang di beberapa mata pelajaran, terutama hingga dua kali di pelajaran [[geometri]] dan [[trigonometri]].{{Sfnm|1a1=Monfries|1y=2018|1pp=47–48|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2p=43}} Kakaknya, Tinggarto, juga mengalami hal yang sama di Haarlem.{{Sfn|Monfries|2018|p=48}} Dorodjatun bersama TinggartoKeduanya berhasil lulus dari sekolah ini pada tahun 1934.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=18|2a1=Monfries|2y=2018|2p=48|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=43}}

Dorodjatun dan kakaknya kemudian pindah ke [[Leiden]]. Mereka masuk ke perguruan tinggi ''Rijksuniversiteit'' Leiden—Leiden, kini [[Universitas Leiden]] saat ini. Dorodjatun mengambil studi [[Indologie|Indologi]], studi yang mempelajari administrasi kolonial, etnologi, dan kesusastraan di Hindia Belanda;{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=18–21|2a1=Soemardjan|2y=1989|2p=115|3a1=Monfries|3y=2018|3pp=48–50|4a1=Suyono|4a2=Parera|4y=2015|4pp=44–46}} sementara Tinggarto memilih studi yang lebih populer, yakni di bidang hukum.{{Sfn|Monfries|2018|p=50}} Belum sempat menyelesaikan tesis untuk gelar doktorandusnya, Dorodjatun bersama saudara-saudaranya yang berada di luar negeri dipanggil oleh keluarga di Jogja untuk kembali ke [[Hindia Belanda]] setelah terjadinya [[Penyerbuan Polandia|Penyerbuan Jerman ke Polandia]] tahun 1939.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=22–23|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=59–60|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=59–60}} Tesis yang hampir selesai itutersebut dibawa kembali oleh Dorodjatun dalam kepulangannya ke Jawa bersamanya dalam bentuk manuskrip dan belum pernah dikumpulkan. Naskah itu hilang dan hanya diketahui judulnya saja, yaitu "Kontrak Politik antara Sunan Solo dan Pemerintah Belanda".{{Sfn|Monfries|2018|p=60}} Hingga akhir hayatnya, Hamengkubuwana IX belum mendapatkan gelar apapun dari universitas karena belum sempat mengikuti wisuda kelulusannya.{{Sfn|Suyono|Parera|2015|pp=48–49}}

== Menjadi Sultan Yogyakarta ==

Setelah menghadiri agenda selama tiga hari di Batavia, keluarga kerajaan beserta Dorodjatun kembali ke Yogyakarta menggunakan [[Kereta api Eendaagsche Express]]. Dalam perjalanan, Hamengkubuwana VIII jatuh sakit hingga tak sadarkan diri. Sesampainya di Yogyakarta, Sultania segera dilarikan ke [[Rumah Sakit Umum Panti Rapih|Rumah Sakit Onder de Bogen]] dan dirawat hingga akhir hayatnyawafat pada tanggal 22 Oktober 1939.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=28–29|2a1=Monfries|2y=2018|2p=75|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=61–62}}

| caption1 = Hamengkubuwana VIII menggandeng tangan Gubernur [[Johannes Bijleveld|Bijleveld]]. Kebiasaan Sultan Yogyakarta menggandeng tangan Gubernur Hindia Belanda Yogyakarta dalam acara resmi dinilai sebagai simbol [[paternalisme]] Belanda. Kebiasaan ini tidak lagi dilaksanakan Hamengkubuwana IX, mungkin karena desakan darinya kepada Gubernur Adam.{{Sfn|Monfries|2018|p=88}}

| caption2 = Hamengkubuwana IX setelah penobatannya sebagai Sultan Yogyakarta berjalan beriringan dengan Gubernur Adam. Tampak dirinya tidak menggandeng tangan Gubernur Adam, mungkin karena desakan darinya kepada Adam.{{Sfn|Monfries|2018|p=88}}

Untuk membuat kontrak baru, Dorodjatun harus bernegosiasi dengan Gubernur Yogyakarta [[Lucien Adam]] sebagai perwakilan Pemerintah Hindia Belanda. Lucien Adam merupakan seorang pejabat senior Hindia Belanda dan seorang ''Javanicus'' (ahli adat istiadat Jawa).{{sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=31|2a1=Monfries|2y=2018|2p=87|3a1=Suyono|3a2=Parera|3p=67}} Monfries mencatat bahwa Gubernur Adam ingin segera membentuk hubungan yang baik dengan Dorodjatun dalam laporan-laporannya kepada pemerintah pusat di Batavia.{{sfn|Monfries|2018|p=88}} Mereka berdua pun memiliki satu kesamaan, yaitu pernah mengambil studi di Universitas Leiden, meskipun terpaut umur yang cukup jauh.{{sfn|Monfries|2018|p=87}} Adam, yang umurnya sudah mendekati 50 tahun, merasa harus menjadi seperti figur ayah yang bertanggung jawab bagi Dorodjatun. Keduanya sebenarnya termasuk cukup akrab dan bahkan sering saling meminjam buku bacaan satu sama lain.{{sfn|Monfries|2018|p=88}}

Hampir setiap hari Dorodjatun harus berundingbertemu dengan Gubernur Lucien Adam sejak awal November 1939 mengenaiuntuk merundingkan kontrak politiknya. Perjanjian ini digunakan untuk memperbarui kontrak politik yang ditandatangani pada masa Hamengkubuwana VIII berkuasa dan memiliki isi yang lebih detail.{{Sfn|Monfries|2018|p=96}} TerdapatPerundingan duatersebut versiberlangsung darialot. prosesMenurut perundinganbuku ini,''Takhta yakniuntuk dariRakyat'', penuturanpembicaraan Sultanmengenai Hamengkubuwanajabatan [[Danurejo IX (VIII)|Patih Danurejo]] yang banyakselain dikutipbertanggung penulisjawab biografikepada Sultan juga menjadi pegawai Belanda, adanya dewan penasihat dari Indonesia;Pemerintah versiHindia lainnyaBelanda, adalahserta versiprajurit keraton yang diminta agar berada di bawah [[Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger|KNIL]] menjadi penyebabnya.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=35–36|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2p=66}} Sementara itu, Monfries, mengutip laporan-laporan Gubernur Adam, kemenuliskan Bataviabahwa yangAdam banyakmengalami kesulitan dalam perundingan dikutipdi penulisbidang biografianggaran Baratsipil, salahkepolisian, satunyahutan, Monfriesdan jangkauan otoritas hukum Sultan atas rakyat-rakyatnya.{{SfnSfnm|1a1=Monfries|1y=2018|1p=90|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|p2p=66}} Monfries berpendapat bahwa sangat sulit menemukan penjelasan dari bukti-bukti yang ada atas perbedaan yang sangat besar dari versi Hamengkubuwana dengan laporan-laporan Gubernur Adam.{{Sfn|Monfries|2018|pp=92, 93, 95–96}}

[[Berkas:Collectie NMvWereldculturen, TM-60036089, Foto, 'Gouverneur Lucien Adam en Hamengkoe Boewono IX tijdens diens installatie als Sultan van Yogyakarta', fotograaf Fotohandel Zindler, 18-03-1940.jpg|jmpl|280x280px|Gubernur [[Lucien Adam]] dan Hamengkubuwana IX di Siti Hinggil, [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Yogyakarta]] dalam prosesi penobatan Hamengkubuwana IX.]]

GRM Dorodjatun dinobatkan sebagai Sri Sultan Hamengkubuwana IX pada tanggal 18 Maret 1940,{{Efn|Bertepatan dengan 8 Sapar tahun Dal 1871 [[Kalender Jawa|Jawa]].{{sfn|Roem et al.|2011|p=42}}}} sesuai dengan tanggal berlakunya kontrak politik dengan Pemerintah Hindia Belanda. Gubernur [[Lucien Adam|Gubernur Adam]] menobatkan GRM Dorodjatun untuk dua gelar sekaligus. Gelar pertama adalah gelar ''Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putra Narendra Mataram'', gelarnya sebagai Putra Mahkota. Setelahnya, dinobatkanlah Sri Sultan Hamengkubuwana IX dengan gelar ''Sampéyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Sénapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga''.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=43, 46}}

[[Berkas:KITLV A639 - Assistent-resident Christiaan Abbenhuis, sultan Hamengkoe Boewono IX (links) en gouverneur L. Adam (midden met handen op de rug) bezichtigen een ambulance (rechts) voor het noodhospitaal, KITLV 54105 (cropped).tiff|jmpl|280px|Hamengkubuwana IX (kedua dari kiri) dan Gubernur [[Lucien Adam]] (depan paling kanan) dalam suatu kunjungan ke Rumah Sakit Palang Merah di Yogyakarta.|kiri]]

Bulan Mei 1940, Panglima [[Angkatan Laut Kerajaan Belanda]] rencananya akan menghadiri perayaan naik takhta Hamengkubuwana IX di Yogyakarta yang dilaksanakan pada tanggal 8 Mei 1940. Belum sempat sampai di Yogyakarta, Panglima dipanggil kembali ke Belanda. Dua hari setelah perayaan dilangsungkan, [[Invasi Jerman ke Belanda|Jerman menduduki Belanda]].{{Sfn|Roem et al.|2011|p=48}} Pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk mengumpulkan dana perang; Gubernur Adam di Yogyakarta mengadakan Komite Dukungan dengan sumbangan sebesar 2.000 gulden dari Hamengkubuwana IX, 3.000 gulden dari Kesultanan Yogyakarta, dan 1.500 gulden dari [[Kadipaten Pakualaman|Pakualaman]]. Meskipun demikian, otoritas Belanda agak kecewa kepada Hamengkubuwana karena hanya sedikit berbicara untuk hal ini, berbeda dengan [[Paku Alam VIII|Paku Alam]] yang menyatakan dukungannya kepada Gubernur Adam.{{Sfn|Monfries|2018|p=102}}

Pada bulan April–Mei 1941, Menteri Koloni Charles Walter sempat berkunjung ke Hindia Belanda, namuntetapi tidak mengunjungi [[Vorstenlanden]] meskipun telah didesak oleh pers lokal.{{Sfn|Monfries|2018|p=102}} Tanggal 6 Desember 1941, Gubernur Jenderal [[Alidius Tjarda van Starkenborgh Stachouwer]] menyatakan perang terhadap Jepang setelah terjadinya [[Pengeboman Pearl Harbor]].{{Sfn|Roem et al.|2011|pp=48, 50}} Gubernur Adam dalam pertemuannya dengan Gubernur Jenderal di Batavia menyusun rencana apabila Jepang menyerang Hindia Belanda. Monfries mencatatmengungkapkan bahwa empat penguasa Vorstenlanden rencananya akan dibawa oleh Belanda untuk mengungsi ke Jakarta atau Bandung;{{Efn|Saat itu, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Bandung menjadi tempat pertahanan terakhir mereka.{{sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=50|2a1=Monfries|2y=2018|2p=132}} Selain itu, Surabaya juga akan dipertahankan karena pangkalan utama Angkatan Laut berada di sana. Dengan demikian, Jawa Tengah akan dibiarkan kosong tanpa pertahanan karena tentara dikonsentrasikan ke kedua tempat tersebut.{{sfn|Monfries|2018|p=132}}}} sementara Sultan mengatakan bahwa keempat penguasa akan dibawa oleh Belanda untuk mengungsi ke Australia.{{Sfn|Roem et al.|2011|pp=52–53}} Hamengkubuwana menolak ajakan tersebut dan menyatakan akan tetap berada di Yogyakarta.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=50|2a1=Monfries|2y=2018|2p=133}} Dalam beberapa catatan dan wawancara, ia juga mengatakan bahwa Belanda memiliki rencana untuk menculiknya dan menjadikannya tawanan, tetapi pergerakan tentara Jepang yang sangat cepat menyebabkan rencana ini gagal.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=52–53|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=132–133}}

Tanggal 5 Maret 1942, Yogyakarta diduduki oleh [[Kekaisaran Jepang|Jepang]].{{Sfn|Roem et al.|2011|p=54}} Tentara Jepang yang datang kemudian menyerahkan kekuasaan di Yogyakarta kepada Gubernur Adam untuk sementara.{{Sfn|Monfries|2018|p=134}} [[Lucien Adam|Gubernur Adam]] dan SultanHamengkubuwana HamengkubuwanaIX selalu aktif memberikan pesan publik agar tidak terjadi kepanikan di masyarakat.{{Sfn|Monfries|2018|pp=135–136}} Setelah keadaan Yogyakarta lebih tenang, Sultan danHamengkubuwana bersama [[Danurejo IX (VIII)|Patih Danurejo]] mengunjungi beberapa daerah kekuasaannya. Sultan menyimpulkan bahwa rakyat tetap tenang dan tidak terlalu terganggu dengan keadaan perang.{{Sfn|Monfries|2018|p=136}} Hamengkubuwana yang mudah mengadaptasikan pemerintahannya dengan tentara Jepang, ditambah Gubernur Adam dan Patih Danurejo yang sangat aktif dalam mengumumkan dan mengimplementasikan sebagian besar isi dekret pemerintahan militer Jepang, membuat atmosfer pendudukan di Yogyakarta terasa lebih damai.{{Sfn|Monfries|2018|p=141}} Terlepas dari itu, Lucien Adam diturunkan jabatannya menjadi residen pada akhir bulan Maret dan diasingkan secara tiba-tiba pada tanggal 21 April oleh tentara Jepang.{{Sfn|Monfries|2018|p=142}}

Sultan Hamengkubuwana IX diberi otonomi untuk menjalankan pemerintahan di daerahnya di bawah Pemerintah Kolonial Jepang. Jabatan ''Pepatih Dalem'' yang sebelumnya harus bertanggung jawab kepada Sultan dan Pemerintah Kolonial Belanda kini hanya bertanggung jawab kepada Sultan saja.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=54|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2p=72}} Pada tanggal 1 Agustus 1942, Panglima Besar Tentara Pendudukan Jepang di Jakarta menjadikan Yogyakarta sebuah ''Kooti'' atau ''Kochi'',{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=55|2a1=Monfries|2y=2018|2p=137}} sementara Hamengkubuwana IX menjadi ''Koo'' (penguasa) wilayah tersebut.{{Sfn|Monfries|2018|p=137}} Jepang menganggap [[Pakubuwana|Sunan Pakubuwana]] sebagai ''[[primus inter pares]]'' di antara keempat penguasa [[Vorstenlanden, sehingga]]; ketika ada undangan pertemuan dengan petinggi tentara Jepang maka, Sunan sering mewakili keempattiga penguasa tersebutlainnya. Jika Sunan dan Sultan bersama-sama hadir, Sunan mewakili [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]] dan [[Kadipatèn Mangkunagaran|Mangkunegaran]], sementara Sultan mewakili [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Yogyakarta]] dan [[Kadipaten Pakualaman|Pakualaman]]. Bulan September 1944, [[Pakubuwana XI]] jatuh sakit, Hamengkubuwana IX menggantikannya menjadi perwakilan di antara para penguasa Vorstenlanden. Peran ini kemudian diambil kembali oleh [[Pakubuwana XII]] ketika naik takhta menggantikan ayahnya yang mangkat.{{Sfn|Monfries|2018|p=|pp=137–138}}

Di tengah banyaknya pengambilan penduduk menjadi [[romusa]], banyak catatan mengatakan bahwa Sultan mampu mencegahnya dengan memanipulasi data statistik produktivitas pertanian dan peternakan.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=55–56|2a1=Monfries|2y=2018|2p=148|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=69–70}} Sultan mengajukan pembangunan sebuah kanal irigasi yang menghubungkan [[Kali Progo]] dan [[Sungai Opak|Kali Opak]] agar pengairan sawah dapat dilakukan sepanjang tahun dari yang sebelumnya masih bersistem tadah hujan. Usulan ini diterima oleh pihak Jepang.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=56–57|2a1=Monfries|2y=2018|2p=145|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=70–72}} Monfries mencatat bahwa pemerintah kolonial hinggabahkan membantu pendanaan pembangunannya sebanyak 1satu juta gulden.{{Sfn|Monfries|2018|p=145}} Pembangunan saluran irigasi ini kemudian dijadikan alasan agar tidak banyak romusa yang diambil dari Yogyakarta, sehingga masyarakat lebih difokuskan di sini.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=57|2a1=Monfries|2y=2015|2p=146|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=72–73}} Saluran irigasi ini kemudian dinamakandisebut [[Saluran Mataram|Selokan Mataram]], dansementara dalam bahasa Jepang dinamakan ''Gunsei Hasuiro'' atau ''Gunsei Yosuiro'' (Kanal Yosuiro).{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=57|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=145, 169}} PembangunanSaluran ini dinilai berhasil yang, ditandai dengan meningkatnya produktivitas pertanian sehingga sumbangan bahan pangan kepada tentara Jepang juga meningkat.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=57}} Meskipun telah berhasil mengurangi jumlah romusa yang diambil kolonial, Romo Tirun mengungkapkan bahwa tetap ada penduduk yang diambil menjadi romusa, tetapi jika dibandingkan dengan daerah lain maka jumlah di Yogyakarta lebih sedikit.{{Sfn|Suyono|Parera|2015|p=73}} Klaim ini dibantah oleh Monfries yang menuliskan bahwa walaupun memang jumlahnya lebih kecil daripada keseluruhan Jawa, laporan tahun 1944 mengatakan bahwa jumlah romusa yang dikirim malah melebihi jumlah yang diminta Jepang.{{Sfn|Monfries|2018|p=146}}

DiSelama masa pendudukan Jepang ini, Hamengkubuwana IX melakukan beberapa reformasi di Kesultanan. AkhirPada akhir bulan Juli 1942, Sultania mengganti nama-nama institusilembaga pemerintahan daerah yang sebelumnya berbahasa Belanda menjadi bahasaberbahasa Jawa.{{Sfn|Monfries|2018|p=158}} Pada tahun 1944, Sultania membuat layanan publik dapat diakses dari kelas dan kelompok masyarakat manapunmana pun sehingga banyak pegawai negeri yang diterima dari kalangan biasa, membentuk komite daerah untuk membantu para panewu (camat), juga mengeluarkan instruksi agar pelatihan pegawai negeri dilakukan lebih intensif.{{Sfn|Monfries|2018|pp=158–159}} Selain itu, ia menghapus distrik dan menjadikan ''kapanewon'' (kecamatan) sebagai institusilembaga administratif terbawah, juga menghapus pengadilan khusus bagi bangsawan. Selo Soemardjan mencatatmengungkapkan bahwa sebagian besar reformasi-reformasi itu adalah uji coba, sehingga tidak semuanya berjalan dengan sukses.{{Sfn|Monfries|2018|p=159}}

Akhir tahun 1944, kesehatan [[Danurejo IX (VIII)|Patih Danurejo]] yang merupakan sepupu ayah Sultan mulai menurun. Pada tanggal 17 Juli 1945, Patih Danurejo mengundurkan diri dengan alasan umur yang sudah lanjut dan telah mengabdi selama 12 tahun di jabatan tersebut. Hamengkubuwana IX mengambil alih tugas-tugasnya sejak 1 Agustus 1945 dan berkantor di Kepatihan, tempat para patih bekerja. Meskipun dalam dekret pembentukan ''Kooti'' dijelaskan bahwa Pemerintahan Tentara Jepang harus menunjuk seorang ''Somutyokan'' (Patih), pemerintah saat itu tidak mempermasalahkan kejadianhal ini. Sejak saat itu, jabatan Patih Danurejo dihapuskan dan bisa dibilang Kesultanan Yogyakarta bersistem [[Kerajaan mutlak|monarki absolut]] karena Sultan sendiri yang menjalankan pemerintahan di dalamnya.{{Sfn|Monfries|2018|p=159}}

== Masa Revolusi Nasional Indonesia ==

Sehari setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], Hamengkubuwana IX dan [[Paku Alam VIII|Sri Paku Alam VIII]] mengirimkan telegram ucapan selamat kepada [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], dan [[Radjiman Wedyodiningrat]] atas kemerdekaan Indonesia.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=61|2a1=Monfries|2y=2018|2p=177|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=12–13}} Pada tanggal 20 Agustus 1945,{{Efn|21 Agustus 1945 menurut catatan Monfries.{{sfn|Monfries|2018|p=178}}}} dikirimkan lagi telegram oleh Hamengkubuwana IX sebagai Ketua Badan Kebaktian Rakyat (''[[Hokokai]]'') Yogyakarta,{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=61|2a1=Monfries|2y=2018|2p=178|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=13}} dan menegaskan bahwa Yogyakarta "sanggup berdiri di belakang pimpinan" yang juga; diikuti oleh Sri Paku Alam VIII.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=61|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2p=13}} Peristiwa ini menjadikan Yogyakarta sebagai kerajaan di Indonesia pertama yang bergabung dengan Republik Indonesia.{{Sfn|Suyono|Parera|2015|p=13}} Pada tanggal 5 September 1945, Sultan mengeluarkan amanat posisi Yogyakarta sebagai [[Daerah khusus dan daerah istimewa|daerah istimewa]] dengan Sultan sebagai pemimpinnya yang bertanggung jawab langsung kepada [[Presiden Indonesia|Presiden Republik Indonesia]]. Paku Alam VIII juga menyatakan amanat juga setelahnya atas [[Kadipaten Pakualaman]] dan menjadi wakil pemimpin Yogyakarta.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=61–62|2a1=Monfries|2y=2018|2p=183|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=15–16}} Amanat ini diterima dengan baik oleh pemerintah pusat yang, ditandai dengan tibanya [[Sartono (politikus)|Mr. Sartono]] dan [[Alexander Andries Maramis|Mr. A.A. Maramis]] di Yogyakarta sebagai perwakilan pemerintah pusat untuk menyerahkan piagam penetapan kedudukan Yogyakarta. Piagam ini ditandatangani Soekarno pada tanggal 19 Agustus 1945, sehari setelah telegram dari Yogyakarta tiba, dan menandakan bahwa Yogyakarta telah menjadi bagian Indonesia.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=62|2a1=Monfries|2y=2018|2p=183}}

DenganKarena banyaknya jumlah laskar pemuda setelah kemerdekaan, termasuk di Yogyakarta, Hamengkubuwana IX meminta para pemuda melapor kepadanya di kantornya (Kepatihan) agar lebih mudah mengorganisasikan mereka.{{Sfn|Monfries|2018|p=187}} Ia kemudian membentuk Laskar Rakyat Mataram, yang kemudian dikenal dengan sebutan Tentara Rakyat Mataram, gabungan dari laskar-laskar iniyang telah ada.{{Sfn|Monfries|2018|p=187}} Sri Sultan menjadi panglimanya, sementara [[Selo Soemardjan]] menjadi kepala stafnya.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=67|2a1=Monfries|2y=2018|2p=187}} Setelahnya, Hamengkubuwana diterima menjadi perwira kehormatan senior dari [[Tentara Keamanan Rakyat]], menjadi anggota dewan tertinggi tentara bersama tiga penguasa Catur Sagotra yang lain, serta menerima pangkat jenderal kehormatan pada bulan November 1945.{{Sfn|Monfries|2018|p=187}}

Bulan November 1945, pada saat [[Pertempuran Surabaya]] terjadi, Sri Sultan melawat ke [[Kota Surabaya|Surabaya]]. Ia bertemu dengan [[Ario Soerjo|Gubernur Soerjo]] di [[Kota Mojokerto|Mojokerto]] sebelum tiba di pinggiran Kota Surabaya. Sultan mengatakan kepada wartawan bahwa pertempuran ini menunjukkan kekejaman Inggris serta kebijakan diplomasi bukanlah hal yang tepat untuk kasus ini. Terdapat cerita terkenal dari kunjungan ini, yaitu ketika Sultan mencapai daerah sekitar Madiun, ia dicegat sekelompok [[warok]] yang menanyakan, "Mana Dorodjatun?" Sultan menjawab, "Saya Suyono," dan lolos.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=97|2a1=Monfries|2y=2018|2p=188|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=5}}

Pada tanggal 3 Januari 1946, sidang kabinet memutuskan ibu kota dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=65}} Pemindahan ini pada awalnya merupakan tawaran Sri Sultan dalam sebuah surat yang dikirimkan melalui kurir ke Jakarta.{{Sfn|Suyono|Parera|2015|p=19}} Sore tanggal 4 Januari 1946, Soekarno, Mohammad Hatta, dan para pejabat negara kala itu berangkat dengan perjalanan [[kereta luar biasa]] ke YogyaYogyakarta.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=65–66|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2pp=18–19}} Kedatangan mereka di [[Stasiun Yogyakarta|Stasiun Tugu]] disambut oleh SultanSri Hamengkubuwana sendiriSultan.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=66|2a1=Monfries|2y=2018|2p=191|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=20}}

Selama Yogyakarta menjadi ibu kota, Hamengkubuwana memulai beberapa reformasi. Ia menetapkan seluruh bisnis resmi dilakukan dengan bahasa Indonesia, bukan lagi bahasa Jawa.{{Sfn|Monfries|2018|pp=198–199}} Ia memberikan sebagian keraton untuk digunakan [[Universitas Gadjah Mada]] (UGM), juga menghibahkan lahan di Bulaksumur yang menjadi kampus UGM saat ini.{{Sfnm|1a1=Monfries|1y=2018|1p=199|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2p=20}} Ia dinilai berhasil mengantisipasi adanya revolusi—seperti yang terjadi di Surakarta dan [[Revolusi Sosial Sumatra Timur|sebagian besar Sumatra—diSumatra]]—di Yogyakarta yang dikhawatirkan akan melengserkan dirinya.{{Sfn|Monfries|2018|p=199}}

Hamengkubuwana IX ditunjuk menjadi Menteri Negara di [[Kabinet Sjahrir III]], pertama kalinya ia masuk ke dalam jajaran kabinet. Kala itu, ia ditugasi dalam urusan mengenai [[Daerah khusus dan daerah istimewa|daerah istimewa]] di Indonesia. DalamSemasa menjabat jabatan tersebut, ia memberi saran dan mencoba memecahkan masalah yang terjadi di daerah-daerah istimewa yang lain. Ia mengunjungi Surakarta setelah terjadinya pergolakan antarpihak pemerintahan di sana pada bulan Oktober 1946. Ia juga mengunjungi beberapa kota di Sumatra pada bulan Maret 1946 untuk melihat keadaan pemimpin adat dan keluarga mereka yang ditahan oleh revolusionis di sana. Bulan April 1947, ia kembali lagi ke Sumatra mengunjung Pematang[[Kota SiantarPematangsiantar|Pematangsiantar]], [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]], dan [[Kota Medan|Medan]]. Ia mencoba menyelesaikan masalah [[Revolusi Sosial Sumatra Timur|revolusi sosial Sumatra]], yang disebutkan Monfries sebagai "usaha yang hampir mustahil". Dalam kunjungannya ke Pematang SiantarPematangsiantar, Hamengkubuwana sempat menegaskan bahwa [[Perundingan Linggarjati]] tidak menjamin kemerdekaan sepenuhnya, menekankan bahwa perlu adanya kesatuan antara tentara, pemerintah, dan masyarakat.{{Sfn|Monfries|2018|pp=197–198}}

Pada tahun 1948, Hamengkubuwana IX ditunjuk menjadi Menteri Negara Koordinator Keamanan dalam [[Kabinet Hatta I]]. Hatta pada awalnya menginginkannya menjadi Menteri Pertahanan, tetapi ia menolak sehingga Hatta yang mengisi jabatan itu.{{Sfn|Monfries|2018|p=205}}{{Efn|Latar belakang maupun tanggal pengangkatan Sultan untuk jabatan Menteri Negara Koordinator Keamanan tidak diketahui secara pasti, banyak sumber yang berbeda pernyataannya mengenai hal ini.{{Sfn|Monfries|2018|p=223}}}} Bulan September 1948, terjadi [[Pemberontakan PKI 1948|Pemberontakan PKI di Madiun]]. Sri Sultan kemudian berdiskusi dengan Soekarno dan mengutus [[Abdul Haris Nasution|Nasution]] ke Madiun. Nasution menganggap pemberontakan tersebut harus cepat ditumpaskan, ia khawatir komandan-komandan lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur akan bergabung dengan pemberontak. Pada pertemuan kabinet setelahnya, [[Soedirman]] diberikan kuasa "untuk mengambil tindakan yang diperlukan demi menjaga negara". Soedirman menempatkan Nasution dalam komando strategis operasi itu. Hamengkubuwana IX membuat siaran agar rakyat mendukung Soekarno dan pemerintahan Hatta, menegaskan bahwa pemerintahan ini dibentuk untuk membangun negara dan pihak komunis hanya ingin menghancurkannya. Hamengkubuwana, [[Ario Soerjo|Gubernur Soerjo]], dan Kepala Kepolisian Provinsi Jawa Timur lantas pergi ke Madiun. Hamengkubuwana IX jauh di depan meninggalkan mobil Gubernur Soerjo dan Kepala Kepolisian yang kemudian diketahui terbunuh di [[Walikukun, Widodaren, Ngawi|Walikukun]]. Hamengkubuwana IX mengatakan bahwa ia dilaporkan hal tersebut oleh seorang kurir setengah jam setelah melewati daerah tersebut, kontras dengan klaim Nasution yang menyebutkan bahwa pembunuhan tersebut baru diketahui olehnya dua hari setelah jasad mereka ditemukan.{{Sfn|Monfries|2018|pp=206–207}}

Dalam kapasitasnya sebagai Menteri Negara Koordinator Keamanan, Hamengkubuwana IX mengusulkan bentuk pemerintahan baru di Surakarta. Ia secara terbuka menyamakan Surakarta sebagai "'Barat yang Liar"' (''The Wild West''). Ia melapor kepada Hatta bahwa pendekatan terbaik untuk menyelesaikan masalah di sana adalah dengan menggunakan organ administratif yang masih layak dengan tetap memasukkan para pangeran agar kalangan monarki tidak menjadi "kekuatan antirevolusioner". Ia mengusulkan [[Daerah Istimewa Surakarta]] dengan identitasnya sendiri tetapi dipandu undang-undang yang diberlakukan di Jawa Tengah. Struktur pemerintahan yang ada adalah daerah tersebut akan dipimpin seorang gubernur yang dipilih Presiden; dibantu tujuh orang dewan pemerintahan: lima orang dipilih badan legislatif daerah, satu dipilih [[Pakubuwana XII|Sunan Surakarta]], dan satu dipilih [[Mangkunegara VIII|Adipati Mangkunegara]]; dan juga dibantu oleh Dewan Penasihat yang terdiri atas Sunan dan Adipati. Keputusan ini dianggap lumayan memuaskan Republiken yang antifeodal tanpa menghilangkan pengaruh monarki demi menarik sentimen lokal karena penggabungan Surakarta ke Jawa Tengah yang belum begitu umum bagi rakyat Surakarta.{{Sfn|Monfries|2018|p=208}}

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan [[Agresi Militer Belanda II|agresi militernya]].{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=67|2a1=Monfries|2y=2018|2p=225|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3p=21}} Aksi militer ini diawali dengan penyerbuan [[Bandar Udara Adisutjipto|Lapangan Terbang Maguwo]]. Tentara Belanda mulai menyebar ke Yogyakarta dan mengepung kota.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=67}} Soekarno segera melaksanakan sidang kabinet darurat. Sebelum sidang dimulai, Soekarno memberi tahu Sultan Hamengkubuwana IX bahwa ia tetap akan keluar kota untuk menghindari penangkapan Belanda.{{Sfn|Roem et al.|2011|pp=68–69}} Perdana Menteri Mohammad Hatta sedang berada di [[Kaliurang]] untuk bertemu dengan [[Resolusi 67 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa#Komisi Tiga Negara|Komisi Tiga Negara]]; karena tak kunjung datang di Gedung Agung, Sultan diminta Soekarno untuk menjemputnya. HamengkubuwanaSultan ditemani dengan [[Sutan Sjahrir|Sjahrir]] berangkat ke Kaliurang, singgah sebentar di Kepatihan untuk memerintahkan persiapan pengungsian sementara bagi pemimpin pemerintahan di [[Kabupaten Gunungkidul|Gunungkidul]], dan di tengah perjalanan menjumpai Hatta yang telah berjalan kembali ke kota. Mereka kembali ke Yogyakarta dan; ketika tiba di Gedung Agung, sidang telah selesai diputuskan. Soekarno memutuskan untuk tidak jadi keluar kota, membiarkan dirinya ditangkap oleh Belanda,{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=69–70|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=225–226}} dan [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|kekuasaanmemberikan diberikankekuasaan]] kepada [[Syafruddin Prawiranegara]] di [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]].{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=70|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2p=21}} Syafruddin diberitahukan keputusan ini melalui siaran radio, tetapi ia tak mengetahuinya. Meskipun demikian, Syafruddin telah berinisiasi membentuk pemerintahan serupa di sana, sehingga keputusan ini telah dilaksanakan meskipun tanpa konsultasi dengan pemerintah pusat.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=70}}

[[Berkas:Hamengkubuwana and Paku Alam Nasional 1 Apr 1961 p1.jpg|jmpl|Sultan Hamengkubuwana IX (kanan) dan Sri Paku Alam VIII (kiri), 1961.]]

Siang hari tanggal 19 Desember 1948, Tentara Belanda telah sampai di tengah kota JogjaYogya.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=70}} Sultan Hamengkubuwana IX memerintahkan untuk menutup seluruh gerbang keraton agar tidak ada mata-mata Belanda yang masuk. Ia tidak menerima tamu kecuali rakyat yang telah mengungsi di keraton sebelum perintah penutupan gerbang dikeluarkan.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=70|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=227–228}} HamengkubuwanaSultan sempat bertemu dengan [[Dirk Reinhard Adelbert van Langen|Kolonel van Langen]] dan Westerhof, seorang pejabat Belanda, yang menunjukkannya sebuah peta Yogyakarta yang telah diberi tanda-tanda tertentu. Peta tersebut memiliki arti bahwa Sultan bebas bergerak tetapi hanya di dalam area keraton.{{Sfn|Roem et al.|2011|pp=70–71}}{{Efn|Dengan demikian, Roem dkk. menganggap Sultan telah menjadi tahanan rumah. Diketahui, hal yang sama juga terjadi kepada Paku Alam VIII di [[Pura Pakualaman]].{{Sfn|Roem et al.|2011|p=71}}}} Satu persatudemi satu pemimpin negara diasingkan. Soekarno, Sjahrir, dan [[Agus Salim]] diberangkatkan ke [[Berastagi, Karo|Berastagi]],{{Sfn|Roem et al.|2011|p=71}} sebelum kemudian disatukan kembali bersama Hatta, [[Mohamad Roem]], [[Ali Sastroamidjojo]], dan [[Assaat]] di [[Pulau Bangka|Bangka]].{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=71|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=225}} Beberapa pemimpin negara yang selamat dapat meloloskan diri keluarke luar kota maupun hidup dalam penyamaran.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=71}}

Bulan Januari 1949, Sultan Hamengkubuwana IX dan [[Paku Alam VIII|Sri Paku Alam VIII]] mengundurkan diri dari jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=72|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=228, 231}} Hal ini dimaksudkan agar urusan keamanan diserahkan kepada tentara Belanda.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=72}} Selain itu, karena tidak lagi mengemban tanggung jawab pemerintah daerah, mereka tidak dapat melakukan apa pun untuk bekerja sama dengan Belanda, membuktikan bahwa rumor mereka bekerja sama dengan Belanda adalah salah.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=72|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=232–233}} Belanda yang menyadari masih kuatnya pengaruh Sultan terhadap rakyatnya berusaha untuk merangkulnya.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=73}} [[Hubertus Johannes van Mook|Letnan Gubernur Jenderal van Mook]] kemudian digantikan oleh [[Louis Joseph Maria Beel|Komisaris Tinggi Beel]].{{Sfn|Monfries|2018|p=230}} Utusan-utusan Belanda dari kalangan bangsa Indonesia seperti [[Hussein Jayadiningrat]] dan [[Syarif Hamid II dari Pontianak|Sultan Hamid II]], juga pejabat-pejabat Belanda seperti Residen E.M. Stok, Dr. Berkhuis, dan Kolonel van Langen yang satu persatu datang ke keraton, semuanya ditolak.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=73–74|2a1=Monfries|2y=2018|2p=228}} Pada masa itu, Menteri Koloni [[Maan Sassen]] merencanakan sebuah negara bagian Indonesia yang baru di Jawa Tengah yang mungkin akan dipimpin oleh Sultan.{{Sfn|Monfries|2018|p=230}}

Sultan dibujuk dengan tawaran daerah kekuasaan di [[Keresidenan Kedu|Kedu]] dan [[Keresidenan Banyumas|Banyumas]], tambahan wilayah di Jawa Timur, kemudian seluruh Jawa dan Madura sebagai "Super Wali Negara",{{Sfn|Roem et al.|2011|p=74}} dan bahkan sebagai Deputi (Wakil) Gubernur Jenderal Hindia Timur.{{Sfn|Monfries|2018|p=233}} Tak hanya itu, Sultan juga ditawari saham perusahaan kereta api hingga sejumlah besar uang.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=74|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=233–234}} Meskipun demikian, utusan-utusan tersebut hanya dapat bertemu saudara HamengkubuwanaSultan seperti [[Prabuningrat]], Mudaningrat, dan [[G.P.H. Bintoro|Bintoro]] dengan alasan bahwa ia sedang sakit. Mereka menerima utusan-utusan tersebut tetapi tidak memberikan jawaban atau balasan atas tawaran yang ada.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=74}} Tak peduli dengan itu, Kabinet Belanda masih tetap berharap Hamengkubuwana akan memihak kepada mereka.{{Sfn|Monfries|2018|p=231}}

Karena kondisi perang yang berkepanjangan, Sultan Hamengkubuwana IX memandang rakyatnya makin menderita dan melihat semangat para pejuang makin memudar.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=79}} [[Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dewan Keamanan PBB]] memutuskan [[Resolusi 67 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa|resolusi atas Indonesia pada tanggal 28 Januari 1949]].{{Sfn|Roem et al.|2011|p=93}} HamengkubuwanaSultan mengetahui bahwa pada awal bulan Maret, sebuah rapat DKDewan Keamanan PBB mengenai Indonesia akan diadakan kembali. Ia mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan kepada [[Soedirman|Jenderal Soedirman]] sebuah serangan agar dunia tahu bahwa Republik Indonesia masih ada. Soedirman menyetujuinya dan menyarankan Sultan berbicara dengan komandan setempat, [[Soeharto|Letkol Soeharto]].{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=80|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=236–237|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=6, 78–80}} Pada tanggal 14 Februari 1949,{{Efn|Buku ''Takhta untuk Rakyat'' menuliskan "...yang berlangsung sekira tanggal 13 Februari".{{sfn|Roem et al.|2011|p=80}}}} Letkol Soeharto bertemu dengan Sultan.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=80|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=236–237|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=76–77}} Ia menyamar sebagai seorang abdi dalem.{{Sfnm|1a1=Monfries|1y=2018|1p=236|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2pp=76–77}} Pertemuan yang membahas rencana Serangan Umum 1 Maret ini,{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=80|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=236–237|3a1=Suyono|3a2=Parera|3y=2015|3pp=76–77}} diadakan di tempat tinggal Prabuningrat, kakak Sultan.{{Sfn|Suyono|Parera|2015|pp=76–77}}[[Berkas:Yogyakarta Indonesia Demarkation-line-of-June-29-1949-01.jpg|jmpl|Batu penanda garis demarkasi penarikan tentara Belanda dari Kota Yogyakarta pada 29 Juni 1949.]]TanggalPada tanggal 22 Februari 1949, kompleks Kepatihan, kantor Sultan, dijarah oleh tentara Belanda.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=84|2a1=Monfries|2y=2018|2pp=234–235}} Mereka membawa beberapa dokumen, termasuk naskah tesis Sultan yang belum sempat dikumpulkan,{{Sfn|Roem et al.|2011|p=84}} dan menemukan beberapa instruksi rahasia.{{Sfn|Monfries|2018|p=234}} Oleh karenanya, para pejabat Belanda mulai tidak sabar. Mereka mulai berencana memecat dan menggantikanmenggulingkan Sultan. Menteri Luar Negeri Belanda [[Johan van Maarseveen|van Maarseveen]] setuju bahwa Komisaris Tinggi Beel dapat "menduduki keraton dan menggantikanmengganti Sultan" jika situasinya memburuk. Beberapa sumber mencatat bahwa beberapa anggota keluarga Sultan sempat terbujuk, tetapi tidak berlangsung lama.{{Sfn|Monfries|2018|pp=235–236}}

Pada tanggal 1 Maret 1949 pukul enam pagi, ditandai dengan bunyi sirene berakhirnya jam malam yang ditetapkan Belanda, pasukan Indonesia menyerang Yogyakarta secara serentak. Setelah serangan berlangsung selama enam jam, pasukan berhasil menduduki tempat-tempat yang telah direncanakan, kemudian dikomando untuk menarik diri dan kembali ke pangkalan masing-masing. Ketika bala bantuan Belanda datang dari Magelang, para pejuang sudah menarik diri.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1pp=80–81|2a1=Monfries|2y=2018|2p=237}} Sore harinya,{{Efn|Atmakusumah, penyunting buku ''Takhta untuk Rakyat'', berpendapat ini terjadi keesokan harinya.{{sfn|Roem et al.|2011|p=91}}}} Kolonel van Langen dan Residen Stok datang, menuduh bahwa ada tembakan dari dalam keraton selama Serangan Umum,. danMereka juga memberi tahu bahwa Jenderal Meijer, Komandan JenderalUmum Jawa Tengah, akan datang menemui Sultan.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=82}}

Keesokan harinya, 2 Maret 1949,{{Efn|Atmakusumah berpendapat bahwa ini terjadi pada 3 Maret 1949.{{sfn|Roem et al.|2011|p=91}}}} Jenderal Meijer datang. Sultan ditemani Prabuningrat menerima mereka dengan pakaian sederhana,{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=83|2a1=Monfries|2y=2018|2p=237}} untuk menunjukkan keterpaksaannya, hingga taraf sesuatu yang tidak sopan untuk menerima tamu dalam adat Jawa.{{Sfn|Monfries|2018|p=237}} Di sini terjadiSultan salahsempat satu kutipan yang terkemuka, yakniberkata, "Saya tidak meminta Tuan-Tuan datang ke Yogya.," yang dimaksudkan kepada seluruh tamu yang datang.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=87|2a1=Monfries|2y=2018|2p=237}} Selain itu, Sultan bahkan telah menyiapkan satu tas penuh pakaian, karena menduga akan ditangkap,{{Sfn|Monfries|2018|p=237}} dan akan turun takhta apabila berbagai provokasi Belanda makin menjadi-jadi.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=90|2a1=Monfries|2y=2018|2p=237}} Namun, Sultan meminta agar ia "ditinggalkan dalam kedamaian" dan bila Belanda akan mengacak-acak keraton, "Lebih baik saya mati dulu!"{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=90|2a1=Monfries|2y=2018|2p=237}}{{Efn|Atau yang terkenal dengan kutipan, "Langkahi mayat saya dahulu!"{{sfnm|1a1=Monfries|1y=2018|1p=238|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2p=6}}}} Rombongan tersebut akhirnya meninggalkan keraton dengan tenang dan sopan.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=84}}

TanggalPada tanggal 3 Maret 1949, [[Majelis Permusyawaratan Federal]] (BFO) mengeluarkan resolusi yang menyerukan pemulangan pemimpin-pemimpin Republik dari pengasingan.{{Sfn|Monfries|2018|p=241}} Pada tanggal 23 Maret, DKDewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Kanada,{{Sfn|Roem et al.|2011|p=93}} yang dinilai berkekuatan lemah, tetapi memperkuat [[Resolusi 67 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa|resolusi bulan Januari]].{{Sfn|Monfries|2018|p=242}} Perundingan Roem-Roijen dimulai pada pertengahan April 1949;{{Sfn|Roem et al.|2011|p=93}} mencapai kesepakatan Persetujuan Roem-Roijen yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=94|2a1=Monfries|2y=2018|2p=246}} Hamengkubuwana IX membuka kembali kantor-kantor Kesultanan pada pertengahan bulan Mei.{{Sfn|Monfries|2018|p=248}} Tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta dimulai dari Bantul tanggal 24 Juni, kemudian dari Kota Yogyakarta padatanggal 29 Juni, hingga dari DIY sepenuhnya pada tanggal 30 Juni 1949; kekuasaan atas Yogyakarta dikembalikan kepada Hamengkubuwana IX.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=94|2a1=Doel|2y=2001|2p=344|3a1=Monfries|3y=2018|3pp=249–250}} Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Mohammad Hatta|Moh. Hatta]] tiba di Yogyakarta dari Bangka.{{Sfnm|1a1=Roem et al.|1y=2011|1p=94|2a1=Monfries|2y=2018|2p=250}} [[Syafruddin Prawiranegara]] mengembalikan kekuasaan dari [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|PDRI]] kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949.{{Sfn|Roem et al.|2011|p=94}}

TanggalPada tanggal 24 Juli 1949, dibentuk susunan delegasi [[Konferensi Meja Bundar]].{{Sfn|Roem et al.|2011|p=94}} Persetujuan mengenai penyerahan kedaulatan Indonesia ditandatangani di [[Den Haag]] pada tanggal 2 November 1949.{{Sfn|Suyono|Parera|2015|p=28}} Di Amsterdam, dilakukan upacara penyerahan kedaulatan dilakukan di [[Istana Raja Amsterdam|Istana Dam]] oleh [[Juliana dari Belanda|Ratu Juliana]] dengan Moh. Hatta;. Di Jakarta, upacara serupa dilakukan di Istana Koningsplein oleh [[Antonius Hermanus Johannes Lovink|A.H.J. Lovink]] dengan Hamengkubuwana IX.{{Sfnm|1a1=Doel|1y=2001|1p=351|2a1=Suyono|2a2=Parera|2y=2015|2pp=26–27}} Upacara dilanjutkan dengan penurunan [[Bendera Belanda]] dan penaikan [[Bendera Indonesia]] di Istana Koningsplein. Karena teriakan "merdeka" yang bersahutan di sana, Istana Koningsplein atau Istana Gambir kemudian mulai disebut sebagai [[Istana Merdeka]].{{Sfn|Suyono|Parera|2015|pp=27–28}}

== KarierPasca-Revolusi di kabinetNasional ==

Keberhasilan Sri Sultan Hamengkubuwana IX dalam membangun Gerakan Pramuka dalam masa peralihan dari “kepanduan” ke “kepramukaan”, mendapat pujian bukan saja dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Dia bahkan akhirnya mendapatkan Bronze Wolf Award dari ''World Organization of the Scout Movement'' (WOSM) pada tahun 1973. Bronze Wolf Award merupakan penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) kepada orang-orang yang berjasa besar dalam pengembangan kepramukaan. Atas jasa tersebutlah, Musyawarah Nasional (Munas) Gerakan Pramuka pada tahun 1988 yang berlangsung di [[Dili]] (Ibu kota Provinsi Timor Timur, sekarang negara Timor Leste), mengukuhkan Sri Sultan Hamengkubuwana IX sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Pengangkatan ini tertuang dalam Surat Keputusan nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak Pramuka.

Jumat, 7 Oktober 1988, jenazah Sultan telah sampai di Yogyakarta dan disemayamkan di [[Bangsal Kencono]], [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Pada pukul 10.30 WIB, dilaksanakan pernikahan massal empat putra Sultan yang sebenarnya akan dilaksanakan padatanggal 5 November. Pangeran Pakuningrat, Cakraningrat, Candraningrat, dan [[Yudhaningrat]] dinikahkan oleh Penghulu Keraton di depan peti jenazah Sultan. Keraton dibuka padasejak pukul 14.00 hingga keesokan harinya pukul 06.00 keesokan harinya dan langsung diramaikan oleh masyarakat yang berkumpul untuk menyaksikan.{{Sfn|Roem et al.|2011|pp=339–340}}

Prosesi pemakaman Hamengkubuwana IX dimulai pada Sabtu, 8 Oktober 1988. Jenazah dilepas dari gerbang Magangan oleh Presiden Soeharto, Pangeran Purubojo (kakak Sultan), dan [[Hamengkubuwana X|Pangeran Mangkubumi]] (putra sulung Sultan). Iring-iringan pembawa jenazah dipimpin oleh Pangeran Yudhaningrat. Di belakang kereta pembawa jenazah, kuda kesayangan Sultan dibiarkan berjalan beriringan tanpa penunggang mengikuti iring-iringan. Sesuai dengan tradisi, kereta Kyai Rata Pralaya yang membawa jenazah Sultan-Sultan YogyakartaHamengkubuwana dilewatkan di antara dua beringin kembar di Alun-Alun Selatan danlalu di bawah Gerbang Nirbaya keluar dari kompleks keraton.{{Sfn|Roem et al.|2011|pp=340–341}}

Pada pukul 15.00, iring-iringan tiba di [[Permakaman Imogiri|Astana Imogiri]], pemakaman kerajaan [[Wangsa Mataram]]. Jenazah lalu disalatkan di [[Masjid Pajimatan Imogiri|Masjid Pajimatan]] sebelum dibawa dan dimakamkan di Astana Saptorenggo, tempat makam Sultan yang telah disiapkan sebelumnya. Pemakaman Sultan dihadiri oleh Ketua BPK [[M. Jusuf|Jenderal M. Jusuf]]; [[Edi Sudradjat|Kepala Staf Angkatan Darat]], [[Oetomo|Angkatan Udara]], dan [[Rudolf Kasenda|Angkatan Laut]]; [[Mochammad Sanoesi|Kapolri]]; serta Duta Besar AS [[Paul Wolfowitz]] dan [[Daftar duta besar Australia untuk Indonesia|Duta Besar Australia]] Bill Morrisson.{{Sfn|Roem et al.|2011|pp=341–342}}

Meskipun sibuk di bidang pemerintahan, Hamengkubuwana IX juga peduli akan seni dan budaya di Yogyakarta.<ref name="bio" /> Ia mewariskan Tari Golek Menak yang terinspirasi dari cerita [[wayang golek]] dan [[Carita Menak|Serat Menak]] yang bersumber kepada [[Hikayat Amir Hamzah]].<ref>{{Cite web|date=9 Oktober 2018|title=Tari Golek Menak|url=https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/18/tari-golek-menak|publisher=Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat|access-date=2021-09-12|archive-date=2021-09-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20210911235529/https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/18/tari-golek-menak|dead-url=yes}}</ref> Ia juga mewariskan Tari Bedhaya Sapta{{Efn|Sapta berarti tujuh.}} yang dimainkan oleh tujuh orang, tidak seperti Tari Bedhaya pada umumnya yang dimainkan sembilan orang.<ref>{{Cite web|date=18 Oktober 2020|title=Bedhaya Sapta|url=https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/42/bedhaya-sapta|publisher=Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat|access-date=2021-09-12|archive-date=2021-09-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20210911235634/https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/42/bedhaya-sapta|dead-url=yes}}</ref> Selain itu, ada pula Tari Bedhaya Sangaskara{{Efn|Kadang ditulis Bedhaya Sanghaskara.<ref name="bio"/>}} atau Bedhaya Manten yang dimainkan enam orang pada saat pernikahan putra -putrinya.<ref>{{Cite web|date=4 Maret 2014|title=Bedhaya : Wiwaha Sangaskara, Sang Amurwabhumi, Bedhaya Kakung, Bedhaya Madiun|url=https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/285-bedhaya--wiwaha-sangaskara--sang-amurwabhumibedhaya-kakungbedhaya-madiun|publisher=Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta|access-date=2021-09-12|archive-date=2021-09-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20210911235529/https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/285-bedhaya--wiwaha-sangaskara--sang-amurwabhumibedhaya-kakungbedhaya-madiun|dead-url=no}}</ref> Tari Bedhaya Arya Penangsang dan Bedhaya Damarwulan juga diciptakan olehnya.{{Sfn|Suyono|Parera|2015|p=159}}

Selain menekuni bidang tari, Sultan juga menekuni bidang [[fotografi]].<ref>{{Cite web|title=Sejarah Dokumentasi Visual Keraton Yogyakarta|url=https://www.kratonjogja.id/ragam/6/sejarah-dokumentasi-visual-keraton-yogyakarta|publisher=Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat|access-date=2021-09-13|archive-date=2021-09-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20210913034513/https://www.kratonjogja.id/ragam/6/sejarah-dokumentasi-visual-keraton-yogyakarta|dead-url=yes}}</ref> Ada dua kamera yang senantiasa dipakainya yang kini disimpan di Museum Hamengkubuwana IX, [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Yogyakarta]]. Beberapa hasil potret Hamengkubuwana IX adalah ketika Mohammad Hatta bersalaman dengan pemain sepak bola asal [[Mozambik]], pada tahun 1955. DiPada tahun yang sama, Iaia juga sempat memotret atlet kejuaraan atletik Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) di [[Lapangan Ikada|Stadion Ikada]], Jakarta. Pada tahun 1972, Sultania juga sempat mengabadikanmemotret [[Borobudur|Candi Borobudur]] sebelum dipugar.<ref>{{Cite news|date=17 Agustus 2015|title=Sejeli Mata Kamera|url=https://majalah.tempo.co/read/laporan-khusus/148829/sejeli-mata-kamera|dead-url=no|work=[[Majalah Tempo]]|archive-url=https://web.archive.org/web/20210913031400/https://majalah.tempo.co/read/laporan-khusus/148829/sejeli-mata-kamera|archive-date=2021-09-13|access-date=2021-09-13|url-access=subscription}}</ref>{{Sfn|Suyono|Parera|2015|p=164–166}}

[[Berkas:HB IX dan istri kelima.jpg|200px|jmpl|[[Sri Sultan Hamengkubuwono IX|Sri Sultan Hamengkubuwana IX]] bersama istri kelimanya, Kanjeng Raden Ayu Norma Nindya Kirana]]

|rowspan="5" |BRA Pintakapurnama/KRA Pintakapurnama, putri R.B. Suryokusumo, buyut HB VI (1940) ||BRM MurtyantaMurtyanto/GBPH Adi KusumaHadikusumo/GBPHKGPH HadikusumaHadikusumo |(1947–1994)
|Dr. Sri Hardani

|BRM KaswaraKasworo/GBPH HadisuryaHadisuryo ({{Abbr|l.|AndinideviLahir}} 1951) ||Andinidevi

|BRA Gusti Sri Murhanjati/GKR Anom ({{Abbr|w.|Wafat}} 2006)
|Kolonel [[Budi Permana]]/KPH Adibrata

|BRA Sri Murdiyatun/GBRAy MurdakusumaMurdokusumo (1943–2020) ||KRT MurdakusumaMurdokusumo

|BRA Dra. Sri Murywati/GBRAy Dra. DarmakusumaDarmokusumo (1945–2021) ||KRT Ir Suyono DarmakusumaDarmakusumo

|rowspan="4" |RA Siti Kustina/BRA Windyaningrum/KRA Widyaningrum/RAy Adipati Anom, putri Raden Wedana Purwowinoto, buyut HB III (1943) ||BRM HerjunaHerjuno DarpitaDarpito/KGPH Mangkubumi, SH/KGPAA Mangkubumi/Sri Sultan [[Hamengkubuwono X|Hamengkubuwana X]] ({{Abbr|l.|Lahir}} 1946) ||Tatiek Drajad Suprihastuti/BRA Mangkubumi/[[Ratu Hemas|GKR Hemas]]

|BRM SumyandanaIbnu Prastowo/[[GBPHKGPH JoyokusumoHadiwinoto]] ||Hj. Nuraida(1948–2021)

|BRM Ibnu PrastawaSumihandono/[[KGPHGBPH HadiwinotoJoyokusumo]] ||Aryuni Utari(1955–2013)

|BRA Dr Sri Kuswarjanti/GBRAy Dr. RiyakusumaRiyokusumo ({{Abbr|l.|Lahir}} 1944) ||KRT RiyakusumaRiyokusumo

| rowspan="6" |KRA Hastungkara/BRA Kusyadinah, putri Raden Panji Trusthajumena, buyut HB VII (1948) ||BRM HarumantaHarumanto/GBPH [[PrabukusumaPrabukusumo]], S.Psi ({{Abbr|l.|KuswariniLahir}} 1952) ||Roswarini Sri Yuniarsih

|BRM KuslardiyantaKuslardiyanto (1956–1978) ||Jeng Yeni

|BRM Sulaksmana/GBPH [[Yudhaningrat]], MM. ({{Abbr|l.|Lahir}} 1958) ||Raden Roro Endang Hermaningrum

|BRM Abirama/GBPH CandradiningratCondrodiningrat ({{Abbr|l.|HeryLahir}} Iswanti1959)

|BRA Kushandanari (1961–1965) ||

|BRA Sri Kusulodewi/ GBRAy Padmokusumo ({{Abbr|l.|Lahir}} 1963) ||KRT Padmokusumo Sastronegoro

|rowspan=6|KRA Ciptamurti, putri KPH/BRA Brongtodiningrat, cucu HB VII ||BRM Anindita/GBPH Pakuningrat ({{Abbr|l.|Lahir}} 1957)
|Nurita Afridiana

|BRM Prasasta/GBPH Cakraningrat ({{Abbr|l.|Lahir}} 1959)
|Lakhsmi Indra Suharjana

|BRM Arianta/GBPH Suryodiningrat ({{Abbr|l.|Lahir}} 1961)
|Farida Indah

|BRM Sarsana/GBPH Suryomataram ({{Abbr|l.|Lahir}} 1963)

|BRM Harkomoyo/GBPH Hadinegoro ({{Abbr|l.|Lahir}} 1965)
|Iceu Cahyani

|BRM Swatindra/GBPH Suryonegoro ({{Abbr|l.|Lahir}} 1968)
|Rr. Endang Retno Werid Soelasmi Lim

|rowspan=1|Norma Musa/KRA Norma Nindya Kirana, putri HandaruMusa WidharnaAlimad <br>(19771975)

* [[Berkas:Bintang Republik Indonesia Adipradana rib.svg|55px]] colspan="9"|[[Bintang Republik Indonesia Adipradana]]{{Sfn|Roem et al.|2011|p=435}} – (20 Mei 1967)<ref>{{Cite web|title=Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia Tahun 1959–sekarang|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/3822wni_penerima_tanda_kehormatan_bintang_republik_indonesia_1959_sekarang.pdf|publisher=Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia|access-date=2021-09-12|archive-date=2021-07-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20210729004106/https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/3822wni_penerima_tanda_kehormatan_bintang_republik_indonesia_1959_sekarang.pdf|dead-url=no}}</ref>

*| colspan="3"|[[Berkas:SatyaBintang LencanaSewindu Perang Kemerderkaan II.gif|55px]] [[SatyalancanaAngkatan Perang KemerdekaanRepublik IIIndonesia]]{{Sfn|Roem et al.|2011|p=435}}

**[[Berkas:Order of the White Elephant - 1st1st Class (Thailand) ribbon.svg|55px55px]] SelempangKesatria KebesaranSalib KesatriaAgung [[Bintang(Kelas GajahPertama) Putih|[[Orde Gajah Putih]] (KCE) (1960)<ref>[http://www.ratchakitcha.soc.go.th/DATA/PDF/2503/D/019/826.PDF แจ้งความสำนักนายกรัฐมนตรี เรื่อง พระราชทานเครื่องราชอิสริยาภรณ์]</ref>{{Sfn|Roem et al.|2011|p=435}}

**[[Berkas:JPN Kyokujitsu-sho 1Class BAR.svg|55px]] SelempangKordon KebesaranAgung [[Orde Matahari Terbit]] (1982)<ref>{{Cite web|title=Sri Sultan Hamengku Buwono IX|url=https://www.datatempo.co/foto/detail/P0509201800048/sri-sultan-hamengku-buwono-ix|website=datatempo.co|access-date=2022-01-31|archive-date=2022-01-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20220131150128/https://www.datatempo.co/foto/detail/P0509201800048/sri-sultan-hamengku-buwono-ix|dead-url=no}}</ref>

**[[Berkas:UK Order St-Michael St-George ribbon.svg|55px]] Honorary Knight Grand Cross of the [[Order of St Michael and St George|The Most Distinguished Order of St Michael and St George]] (GCMG; 1974)

Berkas:HBIX24031973.jpg|[[Sri alt=Sultan HamengkuHamengkubuwana IX membaca sumpah jabatannya sebagai Wakil Presiden RI dengan rohaniwan membawakan Al-Quran di belakangnya.|Sultan BuwonoHamengkubuwana IX]] membacakan sumpah jabatannya sebagai Wakil Presiden RI.

Berkas:HB IX 190668.jpg|[[Srialt=Sultan Hamengkubuwana IX berbincang dengan Presiden Soeharto pada Rapat Paripurna Pertama Kabinet Pembangunan I, 19 Juni 1968.|Sultan HamengkubuwonoHamengkubuwana IX]] dan [[Soeharto|Presiden Soeharto]] dalam Rapat Paripurna Pertama [[Kabinet Pembangunan I]] di [[Gedung Bina Graha]], [[Jakarta]] pada tanggal 19 Juni 1968.

Berkas:HB IX 110668.jpg|[[Sri Sultan HamengkubuwonoHamengkubuwana IX]] menerima kunjungan Presiden Bank Dunia [[Robert McNamara]] di [[Jakarta]], pada 11 Juni 1968.

* {{Cite book|last=Hughes|first=John|date=2002|title=The End of Sukarno: A Coup That Misfired: A Purge That Ran Wild|location=Singapore|publisher=Archipelago Press|isbn=981-4068-65-9|edition=3|language=en|oclc=52567484|ref=harv|orig-year=1968|url-status=live}}

* {{Cite book|last=Roem|first=Mohamad|author-link=Mohamad Roem|last2=Lubis|first2=Mochtar|author-link2=Mochtar Lubis|last3=Mochtar|first3=Kustiniyati|last4=Maimoen|first4=S.|date=2011|orig-year=1982|url=https://books.google.co.id/books?id=WrkzPcxBnLMC|title=Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX|location=Jakarta|publisher=PT Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-2267-67-9|editor-last=Atmakusumah|oclc=729721382|ref={{SfnRef|Roem et al.|2011}}|url-status=live|access-date=2021-09-10|archive-date=2023-04-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20230403203034/https://books.google.co.id/books?id=WrkzPcxBnLMC|dead-url=no}} [http://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/7246/ Baca di iPusnas] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220305154038/https://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/7246/ |date=2022-03-05 }}.

* {{Cite journal |last=Soemardjan |first=Selo |author-link=Selo Soemardjan |date=1989 |title=In Memoriam: Hamengkubuwono IX, Sultan of Yogyakarta, 1912–1988 |url=https://ecommonshdl.cornellhandle.edu/bitstream/handlenet/1813/53903/INDO_47_0_1107011442_115_117.pdf?sequence=1&isAllowed=y |journal=Indonesia |language=en |publisher=Cornell University Southeast Asia Program |volume=47 |pages=115–117 |ref=harv}} {{open |access-date=2022-08-28 |archive-date=2023-04-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230403203304/https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/53903 |dead-url=no }}

* {{Cite book |last=Doel |first=H.W. van den |date=2001 |title=Afscheid Van Indië: De Val Van Het Nederlandse Imperium In Azië |location=Amsterdam |publisher=Prometheus |isbn=978-904-4600-43-8 |reflanguage=harvnl |url-statusref=liveharv}}

* {{Cite book |last=Elson |first=Robert |date=2001 |url=https://books.google.co.id/books?id=ElTYvtijU6AC |title=Suharto: A Political History |location=Cambridge |publisher=Press Syndicate of the University of Cambridge |isbn=0-521-77326-1 |language=en |ref=harv |url-status=live |access-date=2021-09-10 |archive-date=2023-04-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230403203141/https://books.google.co.id/books?id=ElTYvtijU6AC |dead-url=no }}

* {{Cite book |last=Monfries |first=John |year=2018 |title=Raja di Negara Republik: Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX dari Yogyakarta |location=Singapura |publisher=Biography |isbn=978-602-5638-18-3 |publication-place=Yogyakarta |translator-last=Hasanah |translator-first=Uswatun |ref=harv |orig-year=2015 |url-status=live}}

* {{Cite book |last=Suyono |first=Seno Joko |author-link=Seno Joko Suyono |last2=Parera |first2=Philipus |date=2015 |title=Hamengku Buwono IX: Pengorbanan Sang Pembela Republik |location=Jakarta |publisher=KPG |isbn=978-602-6208-38-5 |series=Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa |oclc=1239329972 |ref=harv |url-status=live}}

* {{Cite journal |last=Monfries |first=John |title=The Sultan and the Revolution |url=https://brill.com/view/journals/bki/164/2/article-p269_5.xml?language=en |journal=Bijdragen Tottot de Taaltaal-, Landland- Enen Volkenkundevolkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia |date=2008 |issue=2 |volume=164 |language=en |publisher=Brill |pages=269-297 |issn=2213-4379 |jstordoi=2786848410.1163/22134379-90003659 |ref=harv |access-date=2022-01-21 |archive-date=2022-01-21 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220121073356/https://brill.com/view/journals/bki/164/2/article-p269_5.xml?language=en |dead-url=no }} {{open access}}

* {{id}} [https://tokoh.id/tokoh/ensiklopedi/sri-sultan-hb-ix/ Sri Sultan HB IX] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230405192817/https://tokoh.id/tokoh/ensiklopedi/sri-sultan-hb-ix/ |date=2023-04-05 }} di tokoh.id

*{{id}} [https://tokoh.id/biografi/1-ensiklopedi/bangsawan-yang-demokratis/ "Bangsawan yang Demokratis"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230321155209/https://tokoh.id/biografi/1-ensiklopedi/bangsawan-yang-demokratis/ |date=2023-03-21 }} di tokoh.id

*{{id}} [https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/vice_president/?box=detail&id=3&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=2&presiden=suharto Profil Wakil Presiden Sri Sultan Hamengkubuwana IX] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230405194322/https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/vice_president/?box=detail&id=3&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=2&presiden=suharto |date=2023-04-05 }} di Kepustakaan Presiden-Presiden RI

{{kotak suksesi|jabatan = [[Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta]]|pendahulu=[[Lucien Adam]]''Jabatan baru''|pengganti = [[Sri Paku Alam VIII]]|tahun = 1945–1988}}

|sort =

|hari_lahir =

|tgl_lahir_h =

|bln_lahir_h =

|thn_lahir_h =

|tgl_wafat_h =

|bln_wafat_h =

|thn_wafat_h =