Mojoluhur, Jaken, Pati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Newcomer task: copyedit |
||
(17 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan}}
{{desa
|peta =
Baris 7 ⟶ 8:
|nama dati2 = Pati
|kecamatan = Jaken
|kode pos =59184
}}
'''Mojoluhur''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Jaken, Pati|Jaken]], [[Kabupaten Pati|Pati]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
== Asal-usul ==
== Kondisi alam ==
▲|||| Desa Mojoluhur baru mulai muncul sekitar tahun 60an. Sebelumnya, desa ini terbangun dari tiga perkampungan yang secara administratif menjadi dukuh. Ketiga kampung tersebut antara lain Blingi, Mojorowo dan Gempoldhuwur. Ketiga kampung ini sebenarnya memiliki akar nenek moyang sama, yakni sama-sama berasal dari keturunan Leman Kojo (baca: Leman Koyo). Leman Kojo merupakan prajurit pilih tanding (pasukan khusus) dari keraton Yogyakarta yang pernah turut berjuang melawan Belanda pada masa perlawanan Diponegoro. Ketika Diponegoro tertangkap, sebagian besar pengikutinya bubar, tak terkecuali Leman Kojo. Dia kemudian memilih untuk menjadi lelaki biasa dengan memperisteri anak selir Hamengku Buwono, yang dikenal dengan nama Khasanah. Leman Kojo-Khasanah kemudian memilih tinggal di kampung Blingi. Dia menjadi petani biasa dan hidup sebagaimana orang-orang kebanyakan. Keturunan Leman Kojo dengan persilangan dengan masyarakat kampung sekitar menghasilkan dua kampung pengembangan, yakni Mojorowo dan Gempoldhuwur. Makam Leman Kojo masih terjaga di makam keluarga di sebelah barat kampung Blingi.
▲|||| Mojoluhur termasuk wilayah yang memiliki kondisi alam sangat beragam. Kampung Blingi dikenal sebagai kampung sulit air dengan jenis tanah putih bercampur lempung. Ketika tanah dikeruk sekitar sepuluh meter, tanah Blingi akan banyak ditemukan fosil-fosil biota laut. Sumur penduduk rata-rata tak mengeluarkan air, dan kalau mengeluarkan, airnya terasa asin. Kampung Mojorowo dikenal sebagai kampung yang banyak memanfaatkan lahan mereka sebagai tanah tegalan. Mojorowo termasuk wilayah yang tidak tidak begitu kesulitan air. Jenis tanah Kampung Mojorowo berwarna hitam bercampur tanah putih. Kondisi suhu udara juga cenderung lebih rendah dibandingkan suhu udara Kampung Blingi.Kampung Gempoldhuwur dikenal sebagai kampung yang gampang penuh sumber air. Ketika kemarau pajang melanda, penduduk dua dukuh lainnya, banyak memanfaatkan sumber-sumber yang berada di Gempoldhuwur. Tanah di Kampung Gempoldhuwur terdiri dari tanah hitam bercampur lempung merah.
'''SITUS ANIMISME-DINAMISME'''
|||| Mojoluhur memiliki situs animisme-dinamisme yang berkaitan dengan berbagai macam mitos. Di sebelah barat Kampung Blingi terdapat dua sumur tua yang menjadi sumber air utama, yakni Sumur Bogo dan Sumur Brumbung. Dalam mitologi kampung, dua sumur tersebut merupakan perwujudan dari seekor ular raksasa. Sumur Brumbung merupakan simbol dari kepala ular, sedang Sumur Bogo sebagai simbol dari ekor ular. Situs animisme lain berada sekitar satu kilometer sebalah Selatan dari Kampung Blingi yang dikenal dengan nama Lemah Jabangbayi. Mitos yang berkembang, Lemah Jabangbayi merupakan semacam tanah gaib di areal pesawahan yang dipercaya dapat berubah seperti tanah gembur yang dapat menenggelamkan orang-orang yang “dikehendaki”. Mitos ini mirip dengan fenomena lumpur hidup. Situs animisme terdapat pula di sebelah Utara dari Kampung Mojorowo yakni adanya segitiga gaib antara Pohon Punden, Tanah Tegalan dan Kedung Sungai. Ketiga tempat tersebut dipercaya memiliki kekuatan gaib karena dihuni makhluk-makhluk halus yang dikendalikan langsung oleh danyang kampung. Danyang yang melindungi orang-orang disebut sebagai Baongan, yang berwujud anjing berkepala manusia. Setiap malam satu sura, Baongan dipercaya, akan berjalan dari Lemah Perengan di Selatan Kampung Gempoldhuwur menuju tempat tersebut.
== Fenomena Petir ==
'''ADAKAH MINYAK?'''
Baris 28:
{{Jaken, Pati}}
{{Authority control}}
|