Konten dihapus Konten ditambahkan
k Suntingan 114.5.253.133 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Symphonium264
Tag: Pengembalian
Brackenheim (bicara | kontrib)
 
(21 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{disambiginfo}}
{{Shintoisme}}
[[Berkas:Itsukushima_GateItsukushima Gate.jpg|jmpl|280px|Gerbang [[torii]] menuju [[Kuil Itsukushima]] di [[Prefektur Hiroshima]], [[Jepang]], salah satu contoh [[torii]] paling terkenal di negara ini.{{sfn|Littleton|2002|pp=70, 72}} Torii menandai pintu masuk kuil Shinto dan merupakan simbol yang dapat dikenali dari agama tersebut.]]
{{nihongo|'''Shinto'''|神道|Shintō|secara harfiah bermakna "jalan ''kami''Tuhan"}} adalah sebuah [[agama]] yang berasal dari [[Jepang]].<ref name="KBBID shinto">{{id}} Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Republik Indonesia {{cite web|url=https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/{{urlencode: shinto|WIKI}}|title=Arti kata shinto pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan|accessdate=2020-03-9}}</ref> Diklasifikasikan sebagai [[AgamaStudi Asiaagama|Para Timurcendekiawan keagamaan]] olehmenggolongkannya sebagai [[Studi agama|para cendekiawanAsia keagamaanTimur]],; paramereka praktisinyayang menjalankan praktik keagamaannya (praktisi) sering menganggapnya sebagai [[Kepercayaan asli|agama asli]] Jepang dan [[agama alam]]. Para cendekiawan terkadang menyebut para praktisinyapraktisi sebagai '"penganut Shinto'," meskipunwalau para penganutnyapenganut sendiri jarang menggunakan istilah tersebut. TidakShinto adatidak dikendalikan oleh suatu otoritas pusat, yangpara mengendalikanpraktisi Shintomemiliki keyakinan dan terdapatpraktik banyakkeagamaan keragamanyang diberaneka antara para praktisiragam.
 
Shinto merupakantermasuk agama [[politeisme|politeistik]] dan melibatkandengan ''{{lang|ja-Latn|[[Kami (mitologi)|kami]]}}'', entitas supernatural yang diyakini menghuni segala sesuatu, sebagai bagian esensial kepercayaan. ''Kami'' dapat berada dalam kekuatan alam dan lokasi lanskap yang terkemuka. Hubungan antara ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' dan alam menyebabkan Shinto dianggap [[animisme|animistik]]. Penyembahan ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' dilakukan di altar rumah tangga ''{{lang|ja-Latn|[[kamidana]]}}'', kuil keluarga, dan [[kuil Shinto|kuil umum ''jinja'']]. Kuil umum tersebut dikelola oleh para pendeta, yang dikenal sebagai ''{{lang|ja-Latn|[[kannushi]]}}'',. yangMereka mengelola persembahan makanan dan minuman untuk ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' tertentu yang dipuja di lokasi tersebut. Hal itu dilakukan untuk menumbuhkan keharmonisan antara manusia dan ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' danserta untuk meminta berkah darinya. Ritual umum lainnya termasuk tari ''{{lang|ja-Latn|[[kagura]]}}'', [[ritus peralihan]], dan festival musiman. Kuil umum juga menyediakan perlengkapan keagamaan seperti [[jimat]] untuk para penganut agama tersebutShinto dan memfasilitasi berbagai bentuk [[ramalan]]. Shinto menempatkan fokus konseptual utama untukpada memastikanpemastian kesucian, sebagian besar dengan praktik pembersihan seperti ritual mandi dan basuh, terutama sebelum ibadah. Sedikit penekanan ditempatkan pada kode moral tertentu atau keyakinan kehidupan setelah kematian tertentu, meskipun orang yang meninggal dianggap mampu menjadi ''{{lang|ja-Latn|kami}}''. Agama tersebutShinto tidak memiliki pencipta tunggal atau teks doktrinal tertentu, tetapiagama beradaitu hadir dalam bentuk keragamankhas lokal dan daerahregional yang beraneka ragam.
 
Meskipun sejarawanwaktu memperdebatkanShinto waktumenjadi yangagama tepattersendiri dalam sejarah untuk menyebut Shinto sebagai agama yangmasih berbedadiperdebatkan, penyembahan ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' dapat ditelusuri kembali pada [[Zaman Yayoi]] (300 SM-300 M) di Jepang. [[Buddhisme Tiongkok|BuddhismeAjaran Buddha]] masuk ke Jepang pada akhir [[Zaman Kofun]] (300-538 M) dan menyebar dengan cepat. [[Sinkretisme|Sinkretisasi agama]] membuat penyembahan ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' dan Buddhismeajaran Buddha tidak dapat dipisahkan secara fungsional, sebuah proses yangitu disebut ''[[shinbutsu-shūgō]]''. ''{{lang|ja-Latn|Kami}}'' mulai dilihatdipandang sebagai bagian dari [[kosmologi Buddha]] dan selanjutnya semakin digambarkan secaradengan antropomorfik[[antropomorfisme]]. Tradisi tertulis paling awal mengenai penyembahan ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' tercatat dalam ''[[Kojiki]]'' dan ''[[Nihon Shoki]]'' dari abad ke-8. Pada abad-abad berikutnya, ''{{lang|ja-Latn|shinbutsu-shūgō}}'' diadopsi oleh keluarga Kekaisaran Jepang. Selama [[Zaman Meiji]] (1868-1912), kepemimpinan [[nasionalisme Jepang|nasionalis]] Jepang mengusirmemisahkan pengaruh Buddhispenganut Buddha dari penyembahan ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' dan membentuk [[Shinto negara]],. yangIdeologi Shinto negara Jepang tersebut dianggap banyakoleh sejumlah sejarawan sebagai asal usul Shinto sebagai agama yang berbedatersendiri. Kuil berada di bawah pengaruh pemerintah yang berkembang dan masyarakat didorong untuk menyembah [[Kaisar Jepang|kaisar]] sebagai ''{{lang|ja-Latn|kami}}''. Dengan terbentuknya [[Kekaisaran Jepang]] pada awal abad ke-20, Shinto diekspordisebarkan keluar ke wilayah lain di Asia Timur. Setelah kekalahan Jepang pada [[Perang Dunia II]], Shinto secara resmi [[negara sekuler|dipisahkan dari negara]].
 
Shinto terutama ditemukan di Jepang, wilayah yang terdapatmenampung sekitar 100.000 kuil umum, meskipunwalau para praktisi juga ditemukan di luar negeri. Secara numerik, agama tersebut merupakan agama terbesar di Jepang, diikuti oleh Buddhismeajaran Buddha. Sebagian besar penduduk negara tersebut mengambilturut bagianberpartisipasi dalam baik kegiatan Shinto danmaupun Buddha, terutama festival,. yangFenomena itu mencerminkan pandangan umum dalam [[Budaya Jepang|budaya Jepang]] bahwa kepercayaan dan praktik berbagaisuatu agama tidak harus dilakukan secarahanya eksklusifoleh golongan tertentu. Aspek-aspek dari Shinto juga dimasukkan ke dalam berbagai [[Shinshūkyō|gerakan agama baru di Jepang]].
 
== Definisi ==
[[File:YobitoTorii.jpg|thumb|right|Sebuah gerbang ''torii'' menuju Kuil Yobito ({{lang|ja-Latn|Yobito-jinja}}) di Kota Abashiri, Hokkaido]]
TidakShinto adatidak definisimemiliki Shintodefinisi yang disepakati secara universal.{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=viii|2a1=Rots|2y=2015|2p=211}} Namun, penulis Joseph Cali dan John Dougill menyatakan bahwa jika terdapat "satu definisi tunggal yang luas mengenai Shinto" yang dapat dikemukakan, itu adalah "Shinto merupakan kepercayaan pada ''{{lang|ja-Latn|[[Kami (mitologi)|kami]]}}''", entitas supernatural padayang pusatmenjadi inti agama tersebut.{{sfn|Cali|Dougill|2013|p=13}} Ahli budaya Jepang [[Helen Hardacre]] menyatakan bahwa "Shinto meliputi doktrin, institusi, ritual, dan kehidupan komunalkelompok berdasarkan penyembahan kepada ''{{lang|ja-Latn|kami}}''",.{{sfn|Hardacre|2017|p=1}} sementaraSelain sarjanaitu, agamacendekiawan keagamaan Inoue Nobutaka mengamati istilah tesebut"Shinto" "sering digunakan" dalam "mengacurujukan padakepada penyembahan ''kami'' serta teologi, ritual, dan praktik yang terkait kepada ''{{lang|ja-Latn|kami}}''."{{sfn|Inoue|2003|p=1}} Berbagai cendekiawan menyebut praktisi Shinto sebagai ''penganut Shinto'', meskipunwalau istilah ini tidak memiliki terjemahan langsung dalam [[bahasa Jepang]].{{sfn|Picken|1994|p=xviii}}
 
Para cendekiawan memperdebatkan waktu yang tepat dalam sejarah untuksebagai mulaititik berbicaradi mengenaimana Shinto dianggap sebagai fenomena tertentu. SarjanaCendekiawan agamakeagamaan [[Ninian Smart]] misalnya menyarankanberpendapat bahwa seseorang dapat "berbicaraberdiskusi mengenaitentang agama di Jepang ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' di Jepang, agama yang pernah hidup bersimbiosis dengan Buddhismeajaran Buddha yang terorganisirterorganisasi, dan baru kemudian dilembagakantelah ditetapkan sebagai Shinto."{{sfn|Smart|1998|p=135}} Meskipun berbagai institusi dan praktik yang sekarang terkaitdikaitkan dengan Shinto berada di Jepang pada abad ke-8,{{sfn|Hardacre|2017|p=18}} berbagai cendekiawan berpendapat bahwa Shinto sebagai agama yang berbedatersendiri pada dasarnya "diciptakan" pada abad ke-19, selama [[Zaman Meiji]] di Jepang.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=7}} SarjanaCendekiawan agamakeagamaan Brian Bocking menekankan bahwa, terutama ketika berhadapan dengan periode sebelum zamanZaman Meiji, istilah "Shinto" harus "didekatidiperlakukan dengan hati-hati".{{sfn|Bocking|1997|p=174}} Inoue Nobutaka menyatakan bahwa "Shinto tidak dapat dianggap sebagai suatu sistem agama tunggal yang ada dari zaman kuno hingga zaman modern",{{sfn|Inoue|2003|p=5}} sedangkan sejarawan [[Toshio Kuroda]] mencatatberkomentar bahwa "sebelum zaman modern, Shinto tidak munculdijumpai sebagai agama yang berdiri sendiri".{{sfn|Kuroda|1981|p=3}}
 
=== Kategorisasi ===
Baris 65:
 
Pada tahun 1868, semua pendeta kuil ditempatkan di bawah otoritas [[Jingikan]] yang baru, atau Dewan Urusan Kami.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|pp=7-8}} Sebuah proyek pemisahan paksa pemujaan ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' dari agama Buddha dilaksanakan, dengan biksu, dewa, bangunan, dan ritual Buddha dilarang dari kuil ''{{lang|ja-Latn|kami}}''.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=8}} Citra Buddhis, kitab suci, dan peralatan ritual dibakar, ditutupi kotoran, atau dihancurkan.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=8}} Pada tahun 1871, hierarki kuil yang baru diperkenalkan, dengan kuil nasional dan kekaisaran berada di puncak.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=9}} Kependataan secara turun-temurun dihapuskan dan sistem baru yang disetujui negara untuk mengangkat pendeta diperkenalkan.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=9}}
Pada tahun 1872, Jingikan ditutup dan diganti dengan [[Kyobusho]], atau Kementerian Pendidikan.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=10}} Kyobusho mengoordinasikan [[Shinto_negaraShinto negara#Kampanye_Promulgasi_BesarKampanye Promulgasi Besar|kampanye]] dengan ''{{lang|ja-Latn|Kyodoshoku}}'' dikirim ke seluruh negeri untuk mempromosikan "ajaran agung" di Jepang, yang mencakup penghormatan terhadap ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' dan kepatuhan kepada kaisar.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=10}} Kampanye ini dihentikan pada tahun 1884.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=10}} Pada tahun 1906, ribuan kuil desa digabungkan sehingga sebagian besar komunitas kecil hanya memiliki satu kuil, yang dapat mengadakan ritus untuk menghormati kaisar.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=11}} Shinto secara efektif menjadi kultus negara, yang dipromosikan dengan semangat yang meningkat menjelang Perang Dunia II.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=11}}
 
Pada tahun 1882, pemerintah Meiji menetapkan 13 gerakan keagamaan yang bukan Buddha maupun Kristen sebagai bentuk "[[Sekte Shinto]]".{{sfn|Offner|1979|p=215}} Jumlah dan nama sekte yang diberi sebutan formal ini bervariasi;{{sfn|Bocking|1997|p=112}} sering kali mereka menggabungkan ide-ide dari tradisi Buddhisme, Kristen, Konfusianisme, Taois, dan [[Esoterisme Barat|esoterik Barat]] dengan Shinto.{{sfn|Littleton|2002|pp=100-101}} Pada zaman Meiji, banyak tradisi lokal telah melesap dan digantikan oleh praktik standar nasional yang didorong dari Tokyo.{{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=12}}
Baris 75:
Selama pendudukan AS, sebuah konstitusi baru disusun. Konstitusi tersebut menjunjung tinggi [[kebebasan beragama]] di Jepang dan memprakarsai [[pemisahan agama dan negara]], sebuah tindakan yang dirancang untuk menghapus "Shinto negara" (''kokka shinto'').{{sfnm|1a1=Ueda|1y=1979|1p=304|2a1=Kitagawa|2y=1987|2p=171|3a1=Bocking|3y=1997|3p=18|4a1=Earhart|4y=2004|4p=207}} Sebagai bagian dari itu, Kaisar secara resmi menyatakan bahwa ia bukan seorang ''kami'';{{sfn|Earhart|2004|p=207}} setiap ritual Shinto yang dilakukan oleh keluarga kekaisaran menjadi urusan pribadi mereka sendiri.{{sfn|Ueda|1979|p=304}} Pembubaran ini mengakhiri subsidi pemerintah untuk kuil dan memberikan tempat-tempat suci dengan kebebasan baru untuk mengatur urusan mereka sendiri.{{sfn|Earhart|2004|p=207}} Pada tahun 1946, banyak kuil kemudian membentuk organisasi sukarela, [[Asosiasi Kuil Shinto]] (''Jinja Honchō'').{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=75|2a1=Earhart|2y=2004|2pp=207–208}} Pada tahun 1956, asosiasi tersebut mengeluarkan pernyataan kepercayaan, ''keishin seikatsu no kōryō'' ("karakteristik umum dari kehidupan yang dimuliakan dalam penghormatan kepada ''kami''"), untuk merangkum apa yang mereka anggap sebagai prinsip Shinto.{{sfn|Bocking|1997|p=94}} Pada akhir tahun 1990-an, sekitar 80% dari kuil Shinto di Jepang merupakan bagian dari asosiasi ini.{{sfn|Bocking|1997|p=76}}
 
Pada dekade pascaperang, banyak orang Jepang menyalahkan Shinto karena mendorong kebijakan militeristik yang mengakibatkan kekalahan dan pendudukan.{{sfn|Earhart|2004|p=207}} Sedangkan yang lain tetap bernostalgia dengan sistem Shinto negara,{{sfn|Kitagawa|1987|p=172}} dan kekhawatiran berulang kali diungkapkan bahwa sektor-sektor masyarakat Jepang bersekongkol untuk memulihkannya.{{sfn|Picken|2011|p=18}} Pascaperang, berbagai perdebatan hukum telah terjadi atas keterlibatan pejabat publik dalam Shinto.{{sfn|Bocking|1997|p=18}} Pada tahun 1965, misalnya, kota [[Tsu, Mie|Tsu]], Prefektur Mie membayar empat pendeta Shinto untuk menyucikan tempat di mana balai atletik kota akan dibangun. Kritikus membawa kasus ini ke pengadilan, mengklaim hal tersebut bertentangan dengan pemisahan konstitusional agama dan negara; pada tahun 1971, pengadilan tinggi memutuskan bahwa tindakan pemerintah kota tersebut merupakan inkonstitusional, meskipun hal ini dibatalkan oleh [[Mahkamah Agung Jepang|Mahkamah Agung]] pada tahun 1977.{{sfn|Ueda|1979|p=307}}
 
Pada periode pascaperang, motif Shinto sering dicampur dengan [[gerakan agama baru]] di Jepang;{{sfn|Nelson|1996|p=180}} dari kelompok Sekte Shinto, [[Tenrikyo]] mungkin yang paling sukses dalam dekade pasca-perang,{{sfn|Kitagawa|1987|p=172}} meskipun pada tahun 1970 menolak identitas Shinto sendiri.{{sfn|Bocking|1997|p=113}} Perspektif Shinto juga memberikan pengaruh pada budaya populer. Sutradara film [[Hayao Miyazaki]] dari [[Studio Ghibli]] misalnya mengakui pengaruh Shinto dalam pembuatan filmnya seperti ''[[Spirited Away]]''.{{sfn|Boyd|Nishimura|2016|p=3}} Shinto juga menyebar ke luar negeri melalui migran Jepang dan konversi oleh orang non-Jepang.{{sfnm|1a1=Picken|1y=2011|1p=xiv|2a1=Suga|2y=2010|2p=48}} [[Kuil Agung Tsubaki]] di [[Suzuka, Mie|Suzuka]], [[Prefektur Mie]], adalah kuil pertama mendirikan cabang di luar negeri: [[Kuil Agung Tsubaki Amerika]], awalnya berlokasi di California dan kemudian pindah ke [[Granite Falls, Washington]].{{sfn|Picken|2011|p=32}}
Baris 134:
[[File:Yasukuni Shrine 2012.JPG|thumb|right|Tindakan para pendeta di Kuil Yasukuni di Tokyo telah menimbulkan kontroversi di seluruh Asia Timur]]
 
Pendeta Shinto mungkin menghadapi berbagai teka-teki etika. Pada tahun 1980-an, misalnya, para pendeta di [[Kuil Suwa (Nagasaki)|Kuil Suwa]] di [[Nagasaki]] berdebat mengenai pengundangan awak kapal Angkatan Laut AS yang berlabuh di kota pelabuhan pada perayaan festival mereka mengingat sensitivitas mengenai [[Pemboman atom Hiroshima dan Nagasaki#Nagasaki|penggunaan bom atom oleh AS pada tahun 1945 di kota itu]].{{sfn|Nelson|1996|pp=66–67}} Dalam kasus lain, para pendeta menentang proyek konstruksi di tanah milik kuil, terkadang membuat mereka bertentangan dengan kelompok kepentingan lain.{{sfnm|1a1=Ueda|1y=1979|1p=317|2a1=Rots|2y=2015|2p=221}} Pada awal 2000-an, seorang pendeta menentang penjualan tanah kuil untuk membangun [[pembangkit listrik tenaga nuklir]] di [[Kaminoseki, Yamaguchi|Kaminoseki]]; ia akhirnya ditekan untuk mengundurkan diri karena masalah ini.{{sfn|Rots|2015|p=221}} Persoalan lain yang cukup diperdebatkan adalah aktivitas [[Kuil Yasukuni]] di Tokyo. Kuil ini dikhususkan untuk para korban perang Jepang, dan pada tahun 1979 kuil tersebut mengabadikan 14 orang, termasuk [[Hideki Tojo]], yang dinyatakan sebagai terdakwa Kelas-A pada [[Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh| Pengadilan Kejahatan Perang Tokyo]] pada tahun 1946. Hal ini menimbulkan kecaman baik domestik maupun internasional, terutama dari Tiongkok dan Korea.{{sfnm|1a1=Nelson|1y=2000|1p=12|2a1=Littleton|2y=2002|2p=99|3a1=Picken|3y=2011|3pp=18–19}}
 
Pada abad ke-21, Shinto semakin digambarkan sebagai spiritualitas yang berpusat pada alam dengan kredensial [[environmentalism|environmentalis]].{{sfn|Rots|2015|pp=205, 207}} Kuil Shinto semakin menekankan pelestarian hutan yang mengelilingi banyak kuil,{{sfn|Rots|2015|p=209}} dan beberapa kuil telah bekerja sama dengan kampanye lingkungan lokal.{{sfn|Rots|2015|p=223}} Pada tahun 2014, sebuah konferensi antaragama internasional tentang kelestarian lingkungan diadakan di kuil Ise, dihadiri oleh perwakilan [[PBB]] dan sekitar 700 pendeta Shinto.{{sfn|Rots|2015|pp=205–206}} Para komentator kritis mencirikan presentasi Shinto sebagai gerakan lingkungan sebagai taktik retoris daripada upaya bersama oleh lembaga-lembaga Shinto untuk menjadi ramah lingkungan.{{sfn|Rots|2015|p=208}} Cendekiawan Aike P. Rots menyarankan bahwa reposisi Shinto sebagai "agama alam" mungkin telah tumbuh dalam popularitas sebagai sarana untuk memisahkan agama dari isu-isu kontroversial "terkait dengan ingatan perang dan patronase kekaisaran."{{sfn|Rots|2015|p=210}}
Baris 212:
Salah satu bentuk ramalan yang populer di kuil Shinto adalah ''{{lang|ja-Latn|[[omikuji]]}}''.{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=138|2a1=Picken|2y=2011|2p=74}} Ramalan tersebut berupa secarik kertas kecil yang diperoleh dari kuil (untuk sumbangan) dan kemudian dibaca untuk memperlihatkan prediksi masa depan.{{sfn|Bocking|1997|pp=137–138}} Mereka yang sering menerima prediksi buruk kemudian mengikat ''{{lang|ja-Latn|omikuji}}'' pada pohon atau bingkai terdekat yang disiapkan untuk tujuan tersebut. Tindakan ini dipandang sebagai penolakan prediksi, sebuah proses yang disebut ''{{lang|ja-Latn|sute-mikuji}}'', dan dengan demikian menghindari kemalangan yang diprediksinya.{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=139|2a1=Picken|2y=2011|2p=74}}
 
[[File:Hiromine-jinja by CR 38Omikuji.jpg|thumb|left|Bingkai untuk mengikat omikuji di kuil]]
 
Penggunaan [[jimat]] secara luas disetujui dan populer di Jepang.{{sfn|Earhart|2004|p=12}} Jimat tersebut mungkin terbuat dari kertas, kayu, kain, logam, atau plastik.{{sfn|Earhart|2004|p=12}}
Baris 223:
=== ''Kagura'' ===
[[File:Ymananashi-oka shrine Daidai Kagura A.JPG|thumb|right|Tarian tradisional ''{{lang|ja-Latn|kagura}}'' dilakukan di kuil Yamanashi-oka]]
''{{lang|ja-Latn|[[Kagura]]}}'' menggambarkan musik dan tarian yang ditunjukkan untuk ''{{lang|ja-Latn|kami}}'';{{sfnm|1a1=Offner|1y=1979|1p=205|2a1=Bocking|2y=1997|2p=81}} istilah ini mungkin berasal dari ''{{lang|ja-Latn|kami no kura}}'' ("kursi dari {{lang|ja-Latn|kami}}").{{sfn|Kobayashi|1981|p=3}} Sepanjang sejarah Jepang, tarian ini memainkan peran budaya yang penting dan dalam Shinto dianggap memiliki kapasitas untuk menenangkan ''{{lang|ja-Latn|kami}}''.{{sfn|Kitagawa|1987|p=23}} Terdapat cerita [[mitologi|mitologi]] mengenai bagaimana tari {{lang|ja-Latn|kagura}} muncul. Menurut ''Kojiki'' dan ''Nihon Shoki'', [[Ama-no-Uzume|Ame-no-Uzume]] menampilkan tarian untuk membujuk Amaterasu keluar dari gua tempat ia menyembunyikan dirinya.{{sfnm|1a1=Kitagawa|1y=1987|1p=23|2a1=Bocking|2y=1997|2p=81|3a1=Picken|3y=2011|3p=68}}
 
Ada dua jenis yang luas dari Kagura.{{sfn|Bocking|1997|p=81}} Salah satunya adalah Kagura Kekaisaran, juga dikenal sebagai ''{{lang|ja-Latn|mikagura}}''. Gaya ini dikembangkan di istana kekaisaran dan masih dilakukan di [[Tiga Tempat Suci Istana|tanah kekaisaran]] setiap bulan Desember.{{sfn|Bocking|1997|pp=81–82}} Gaya ini juga dilakukan pada festival panen Kekaisaran dan di kuil-kuil besar seperti Ise, [[Kuil Kamo|Kamo]], dan [[Kuil Iwashimizu|Iwashimizu Hachiman-gū]]. Gaya ini dilakukan oleh penyanyi dan musisi menggunakan genta kayu ''{{lang|ja-Latn|[[shakubyoshi]]}}'', ''{{lang|ja-Latn|[[hichiriki]]}}'', seruling ''{{lang|ja-Latn|kagura-bue}}'', dan sitar berdawai enam.{{sfn|Bocking|1997|p=82}} Jenis utama lainnya adalah ''{{lang|ja-Latn|sato-kagura}}'', diturunkan dari ''{{lang|ja-Latn|mikagura}}'' dan ditampilkan di kuil-kuil di seluruh Jepang. Tergantung pada gayanya, tarian ini dilakukan oleh {{lang|ja-Latn|miko}} atau aktor yang mengenakan topeng untuk menggambarkan berbagai tokoh mitologis.{{sfn|Bocking|1997|pp=82, 155}} Para aktor ini diiringi oleh band ''{{lang|ja-Latn|hayashi}}'' menggunakan seruling dan drum.{{sfn|Bocking|1997|p=82}} Ada juga jenis kagura regional lainnya.{{sfn|Bocking|1997|p=82}}
Baris 284:
* {{cite journal |last1=Boyd |first1=James W. |last2=Nishimura |first2=Tetsuya |year=2016 |title=Shinto Perspectives in Miyazaki's Anime Film ''Spirited Away'' |journal=Journal of Religion and Film |volume=8 |issue=33 |url=https://digitalcommons.unomaha.edu/jrf/vol8/iss3/4 |pages=1–14 |ref={{sfnref|Boyd|Nishimura|2016}}}}
* {{cite journal |last=Breen |first=John |year=2010 |title='Conventional Wisdom' and the Politics of Shinto in Postwar Japan |journal= Politics and Religion Journal |volume=4 |issue=1 |pages=68–82|doi=10.54561/prj0401068b|doi-access=free |ref={{sfnref|Breen|2010}}}}
* {{cite book |last1=Breen |first1=John |last2=Teeuwen |first2=Mark |title=A New History of Shinto |url=https://archive.org/details/newhistoryofshin0000bree |location=Chichester |publisher=Wiley-Blackwell |year=2010 |isbn=978-1-4051-5515-1 |ref={{sfnref|Breen|Teeuwen|2010}}}}
* {{cite book |last1=Cali |first1=Joseph |last2=Dougill |first2=John |title=Shinto Shrines: A Guide to the Sacred Sites of Japan's Ancient Religion |location=Honolulu |publisher=University of Hawai'i Press |year=2013 |isbn=978-0-8248-3713-6 |ref={{sfnref|Cali|Dougill|2013}}}}
* {{cite journal |last=Doerner |first=David L. |title=Comparative Analysis of Life after Death in Folk Shinto and Christianity |year=1977 |journal=Japanese Journal of Religious Studies |volume=4 |issue=2 |pages=151–182 |doi=10.18874/jjrs.4.2-3.1977.151-182 |doi-access=free |ref={{sfnref|Doerner|1977}}}}
* {{cite book |last=Earhart |first=H. Byron |year=2004 |title=Japanese Religion: Unity and Diversity |edition=keempat |location=Belmont, CA |publisher=Wadsworth |isbn=978-0-534-17694-5 |ref={{sfnref|Earhart|2004}}}}
* {{cite book |last=Hardacre |first=Helen |title=Shinto: A History |url=https://archive.org/details/shintohistory0000hard |location=Oxford |publisher=Oxford University Press |year=2017 |isbn=978-0-19-062171-1 |ref={{sfnref|Hardacre|2017}}}}
* {{cite journal |jstor=30233666 |title=Shinto Funerals in the Edo Period |journal=Japanese Journal of Religious Studies |volume=27 |issue=3/4 |pages=239–271 |last=Kenney |first=Elizabeth |year=2000 |ref={{sfnref|Kenney|2000}}}}
* {{cite book |last=Kitagawa |first=Joseph M. |author-link=Joseph Kitagawa |title=On Understanding Japanese Religion |year=1987 |publisher=Princeton University Press |location=Princeton, New Jersey |isbn=978-0-691-10229-0 |url-access=registration |url=https://archive.org/details/onunderstandingj0000kita |ref={{sfnref|Kitagawa|1987}}}}
Baris 296:
* {{cite book |title=Shinto: Origins, Rituals, Festivals, Spirits, Sacred Places |publisher=Oxford University Press |location=Oxford, NY |first=C. Scott |last=Littleton| author-link=C. Scott Littleton |year=2002 |isbn=978-0-19-521886-2 |oclc=49664424 |ref={{sfnref|Littleton|2002}}}}
* {{cite book |last=Nelson |first=John K. |title=A Year in the Life of a Shinto Shrine |url=https://archive.org/details/yearinlifeofs00nels |url-access=registration |location=Seattle and London |publisher=University of Washington Press |year=1996 |isbn=978-0-295-97500-9 |ref={{sfnref|Nelson|1996}}}}
* {{cite book |last=Nelson |first=John K. |title=Enduring Identities: The Guise of Shinto in Contemporary Japan |url=https://archive.org/details/enduringidentiti0000nels |year=2000 |location=Honolulu |publisher=University of Hawai'i Press |isbn=978-0-8248-2259-0 |ref={{sfnref|Nelson|2000}}}}
* {{cite book |last=Offner |first=Clark B. |title=The World's Religions |edition=keempat |year=1979 |pages=191–218 |editor=Norman Anderson |location=Leicester |publisher=Inter-Varsity Press |ref={{sfnref|Offner|1979}}}}
* {{cite book |last=Picken |first=Stuart D. B. |author-link=Stuart D. B. Picken |title=Essentials of Shinto: An Analytical Guide to Principal Teachings |year=1994 |publisher=Greenwood |location=Westport and London |isbn=978-0-313-26431-3 |ref={{sfnref|Picken|1994}}}}
Baris 311:
== Bacaan lanjutan ==
{{refbegin|30em}}
* {{cite book |title=The Gods Come Dancing: A Study of the Japanese Ritual Dance of Yamabushi Kagura |url=https://archive.org/details/godscomedancings0000aver |publisher=East Asia Program, Cornell University |location=Ithaca, NY |first=Irit |last=Averbuch |year=1995 |isbn=978-1-885445-67-4 |oclc=34612865}}
* {{cite journal |title=Shamanic Dance in Japan: The Choreography of Possession in Kagura Performance |journal=Asian Folklore Studies |first=Irit |last=Averbuch |year=1998 |volume=57 |issue=2 | pages = 293–329 |doi=10.2307/1178756 |jstor=1178756 }}
* {{cite web |url=http://www.shinto.org/isri/eng/dr.carmen-e.html |title=Shinto and the Sacred Dimension of Nature |work=Shinto.org |first=Dr. Carmen |last=Blacker |year=2003 |accessdate=2008-01-21 |archiveurl = https://web.archive.org/web/20071222193053/http://www.shinto.org/isri/eng/dr.carmen-e.html <!-- Bot retrieved archive --> |archivedate = 2007-12-22}}
Baris 321:
* {{Cite book|title=Shinto: A History |last=Hardacare |first=Helen |isbn=978-0190621711 |year=2016 |publisher=[[Oxford University Press]]}}, 729pp; a major scholarly history; [https://nichibun.repo.nii.ac.jp/?action=repository_action_common_download&item_id=7244&item_no=1&attribute_id=18&file_no=1 online review 2019]
* {{cite book |title=Nanzan Guide to Japanese Religions |url=https://archive.org/details/nanzanguidetojap0000unse |chapter=Shinto |first=Norman |last=Havens |editor=Paul L. Swanson & Clark Chilson, (eds.) |year=2006 |pages=[https://archive.org/details/nanzanguidetojap0000unse/page/14 14]–37 |publisher=University of Hawaii Press |location=Honolulu|isbn=978-0-8248-3002-1 |oclc=60743247}}
* {{cite book |title=Shinto The Fountainhead of Japan |url=https://archive.org/details/shintoatfountain0000jean |publisher=Stein and Day |location=New York |year=1967 |last=Herbert |first=Jean | authorlink=Jean Herbert}}
* Inoue, Nobutaka et al. ''Shinto, a Short History'' (London: Routledge Curzon, 2003) [https://www.questia.com/library/104550913/shinto-a-short-history online]
* {{cite book |title= The Invention of Religion in Japan |publisher= University of Chicago Press |location=Chicago|first= Jason Ānanda |last= Josephson |year=2012 |isbn= 978-0226412344 |oclc= 774867768}}