Kerajaan Sanggau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh Ewing Kalimantan (bicara) ke revisi terakhir oleh Zul Hamid Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
|||
(6 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox former country
| native_name = كرجاان سڠاو
| conventional_long_name = Kerajaan Sanggau
| capital = [[Labai Lawai]], [[Mengkiang]], [[Sanggau]]
| common_languages = [[Bahasa Melayu]] (resmi), [[Rumpun bahasa Dayak Darat|Dayak]], [[Bahasa Arab|Arab]]
| common_name = Kerajaan Sanggau )
| continent = [[Asia]]
| country = [[Indonesia]]
| currency =
| date_end =
| date_event1 = 1616
| date_start =
| event1 = [[Pemindahan Ibukota dari Mengkiang ke Sanggau]]
| event_end = [[Penyerahan Kedaulatan Kerajaan pada NKRI]]
| event2 = [[Perang Dengan Kesultanan Pontianak]]
| event3 = [[Pembangunan Masjid Jami']]
| event4 = [[Gusti Akhmad Putera Negara di Asingkan]]
| event_start = Didirikan
| flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
| footnotes =
| government_type = [[Monarki]]
| image_coat = Wijaya kusuma surya negara.jpg
| image_flag = Pataka Kerajaan Sanggau.jpg
| image_map =
| image_map_caption = [[Rumah Kuta|Istana Surya Negara]] di [[Kota Sanggau|Kalimantan Barat]]
| leader1 = [[Sultan Awaludin Kusuma Negara]]
| leader2 = [[Gusti Thahir II]]
| leader3 = [[Gusti Arman dari Sanggau]]
| p1 = Sriwijaya
| region = Asia Tenggara
| religion = [[Islam]]
| s1 = Indonesia
| symbol_type =
| title_leader = Sri Paduka Tuanku Yang Mulia
| year_end = 1960
| year_leader1 = 1658-1690
| year_leader2 = 1860-1876
| year_leader3 = 2009-Sekarang
| year_start = 1310
| leader_title = Duli Yang Di-pertuan Negeri Sri Paduka Tuanku Yang Mulia
| date_event2 = 1815
| date_event3 = 1825
| date_event4 =
| date_event5 = 1930
| event5 = [[Pembaharuan Hukum Adat Kerajaan]]
}}
'''Kerajaan Sanggau''' '''(''' [[Bahasa Sanggau]] dengan Aksara Arab Melayu ([[Jawi]]): '''<big>كرجاان سڠاو</big> )''' adalah sebuah kerajaan yang
== Masa Awal Kerajaan Sanggau ==
Baris 10 ⟶ 55:
Keturunan Kerajaan Sanggau dimasa sekarang meyakini bahwa kerajaan leluhur mereka itu didirikan pertama kali pada tanggal 7 April [[1310 M]], yaitu ketika [[Dara Nante]] dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Sanggau yang pertama. Untuk itu, maka pada tanggal 26 Juli [[2009]], perwakilan tiga etnis yang terdapat di Sanggau, yaitu [[Melayu]], [[Dayak]], dan [[tionghoa]], menyepakati bahwa setiap tanggal 7 April diperingati sebagai hari jadi [[Kota Sanggau]], dan sudah mendapatkan persetujuan pemerintah.
Kerajaan Sanggau mengalami masa-masa sulit ketika [[Dara Nante]] menitipkan pucuk pimpinan Kerajaan Sanggau kepada orang kepercayaannya yang bernama [[Dakkudak]].<ref name="lontaan">J.U. Lontaan, 1975. Sejarah-hukum adat dan adat istiadat Kalimantan-Barat. Kalbar: Pemda Tingkat I Kalimantan Barat.</ref [http://melayuonline.com/ind/history/dig/450/kerajaan-sanggau- kerajaan sanggau] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150402134848/http://melayuonline.com/ind/history/dig/450/kerajaan-sanggau- |date=2015-04-02 }} diakses 29 Maret 2015</ref> Namun, [[Dakkudak]] ternyata tidak mampu menjalankan amanat [[Dara Nante]] dengan semestinya.<ref name="lontaan"/> Berbagai perkara tidak dapat diselesaikannya dengan baik.<ref name="lontaan"/> Akibat kondisi yang kian terjepit dan tidak menguntungkan, [[Dakkudak]] kemudian memilih angkat kaki dari Kerajaan Sanggau dan pergi menuju ke daerah [[Semboja]] dan [[Segarong]].<ref name="lontaan"/> Kepergian [[Dakkudak]] membuat roda pemerintahan Kerajaan Sanggau tersendat.<ref name="lontaan"/> Kelanjutan riwayat Kerajaan Sanggau setelah era pemerintahan [[Dakkudak]] belum diketahui dengan pasti, tetapi, pada tahun [[1521]] M, seorang perempuan yang masih memiliki garis keturunan dengan [[Dara Nante]], bernama [[Dayang Mas Ratna]] ([[1521]]-[[1536|1565]] M), dinobatkan sebagai penguasa Sanggau.<ref name="lontaan"/> Kebijakan pertama [[Dayang Mas Ratna]] setelah bertahta adalah memindahkan pusat pemerintahan dari [[Labai Lawai]] ke [[Mengkiang]], sebuah tempat yang terletak di muara [[Sungai Sekayam]].<ref name="lontaan"/> Dalam menjalankan pemerintahannya, [[Dayang Mas Ratna]] dibantu oleh suaminya yang bernama [[Nurul Kamal|Abang Abdurrahman]], keturunan Kyai Kerang dari [[Banten]].<ref name="syahzaman" /> Pemimpin Kerajaan Sanggau pengganti [[Dayang Mas Ratna]] masih seorang perempuan, bernama Dayang Puasa yang kemudian bergelar Nyai Sura ([[1536|1565]]-[[1614]] M).<ref name="syahzaman" /> Dalam menjalankan pemerintahan Kerajaan Sanggau, Dayang Puasa dibantu oleh suaminya yang bernama Abang Awal, seorang keturunan penguasa [[Kerajaan Embau]] di [[Kapuas Hulu]].<ref name="syahzaman" /> Selain itu, masih pada era pemerintahan Nyai Sura, Kerajaan Sanggau telah menjalin hubungan kekerabatan dengan [[Kerajaan Sintang]] yang saat itu dipimpin oleh ''Raja Juhair'' atau ''Jubair''.<ref name="syahzaman"/> Jadi, dalam hal ini sebenarnya masih ada hubungan darah antara raja-raja Kerajaan Sanggau dengan raja-raja [[Kerajaan Sintang]].<ref name="syahzaman">Syahzaman & Hasanuddin, 2003. “Sintang dalam lintasan sejarah". Pontianak: Romeo Grafika.</ref>
{{Sejarah Indonesia}}
Baris 32 ⟶ 77:
Pemerintahan selanjutnya sebenarnya adalah keturunan dari Sultan Zainudin, tetapi dikarenakan Putera Mahkota belum cukup umur maka [[Abang Tabrani]] yang merupakan paman dari (Gusti Mohammad Taher I), maka Abang Tabrani dijadikan sebagai Wali agar tidak dari daerah darat. Pada masa ini, terjalin hubungan akrab antara Kesultanan Sanggau dengan Kerajaan Mempawah. Hal ini dibuktikan dengan pemberian sebuah meriam yang dinamakan “Segentar Alam" kepada Kesultanan Sanggau dari Sultan Kadriah Pontianak.<ref name="Roffi" /> Sebagai hadiah balasan, Abang Tabrani Pangeran [[Ratu Surya Negara]] mengirimkan balok-balok kayu belian. Setelah Pangeran [[Ratu Surya Negara]] wafat pada tahun [[1762]] M, tahta Kesultanan Sanggau kembali beralih ke [[Istana Kuta]] yang dijabat oleh Sultan Mohammad Thahir I Surya Negara ([[1762]]-[[1785]] M).<ref name="lontaan" />
Di daerah pesisir Kalimantan Barat terjadi perselisihan antara Kerajaan Landak dan Kesultanan Banten karena ketika dalam tahun 1772, Raja Landak menyampaikan keberatan kepada sekutunya Sultan Banten (Bentam) atas pendirian Kerajaan Pontianak oleh Syarif Abdurrahman.<ref name="kalbariana.web.id">http://www.kalbariana.web.id/kontroversi-lanun-di-laut-pantai-barat-kalimantan-1/</ref> Dalam surat kepada Sultan Banten, Raja Landak menyatakan keberatan atas pendirian Kerajaan Pontianak oleh Syarif Abdurrahman, karena perkampungan Pontianak di muara (kuala) Sungai Landak yang dijadikan Syarif Abdurrahman sebagai pusat Kerajaan adalah kawasan perkampungan penduduk yang berada di bawah Kerajaan Landak. Oleh sebab itu, Raja Landak meminta bantuan Sultan Banten untuk tidak mengakui Syarif Abdurraham yang telah mengangkat dirinya sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Al-qadri, serta membantu Kerajaan Landak mengusir Syarif Abdurrahman dari perkampungan Pontianak<ref
Pada masa ini Kesultanan Sanggau dipimpin oleh Abang Usman yang bergelar Sultan Usman Paku Negara ([[1785]]-[[1812]]).<ref name="lontaan" /> Kesultanan Sanggau juga sudah mulai bergesekan dengan Kesultanan Pontianak, sehingga Sultan Usman Paku Negara, melakukan perkawinan politik, yaitu mengawinkan putrinya yang bernama Ratu Godok dengan dengan Raja dari Sekadau untuk memperkuat posisi Sanggau.<ref name="lontaan" /> Setelah Sultan Usman Paku Negara, tampuk kekuasaan Kerajaan Sanggau beralih kepada Sultan Mohammad Ali I ([[1812]]-[[1823]]) dari [[Istana Kuta]].<ref name="basilius">Basilius, "Pusat pemerintahan dipindahkan di Kampung Kantuk; Melihat perkembangan Sanggau dari masa ke masa (S)", dalam Pontianak Pos, 28 September 2004.</ref>
Pada bulan Maret 1813, Raffles telah mengutus John Hunt sebagai wakil politik dan perdagangan di Pontianak. Melalui John Hunt, Raffles menyampai permintaan bantuan kepada Sultan Pontianak untuk memungut upeti dari orang-orang Cina yang diberi perlindungan oleh Inggeris, serta meminta bantuan melawan Sambas. Dengan arahan Raffles banyak barang-barang keperluan di Kerajaan Sambas terpaksa harus diimpor melalui pelabuhan Pontianak, sehingga peranan pelabuhan Sambas dalam perdagangan menjadi semakin merosot sebagai akibat embargo yang dilakukan Inggeris atas perintah Raffles. Raffles memperkuat kedudukannya di Kerajaan Pontianak agar dapat menguasai seluruh pantai Barat Kalimantan. Dalam sebuah surat kepada Sultan Pontianak, Raffles menulis ”Saya meminta tuan yang terhormat dapat memberikan kepada saya tanah untuk disewa dan sebagian cukai pelabuhan yang dipungut dari kapal-kapal Eropah. Dan untuk perlindungan saya akan menempatkan duapuluh empat tentara dengan bendera Inggeris di Pontianak,” tulis Raffles.<ref
Setelah mendapat informasi dari Sultan Pontanak tentang kekuatan Kerajaan Sambas, kemudian Raffles memerintahkan penyerangan kedua ke Kerajaan Sambas dengan jumlah tentara yang lebih banyak daripada penyerangan pertama yang gagal. Satu pasukan darat yang dipimpin Kolonel James Watson dari Resimen 14 telah mendarat di kuala Sungai Sambas pada 23 Juni 1813 bersamaan dengan kapal angkatan laut Inggeris dari Malaka. Sepucuk surat pun dikirim oleh Kolonel Watson kepada Sultan Sambas yang menuntut penyerahan Pangeran Anom, tetapi tidak mendapat tanggapan dari Sultan. Sekumpulan pasukan Inggeris yang telah dipisahkan dari awal keberangkatan mendarat di pantai yang tidak dijaga pasukan Kerajaan Sambas. Mereka menyerang dari belakang pasukan yang dipimpin Pangeran Anom. Menurut surat Kolonel Watson tertanggal 3 Juli 1813 kepada Raffles, pasukan Inggeris telah berhasil menduduki pelabuhan Sambas dan kawasan perkebunan sekitarnya, serta membunuh seratus lima puluh orang musuh. Namun, Pangeran Anom berhasil melarikan diri ke daerah pedalaman berlindung di perkampungan penduduk pribumi Dayak. Penguasa [[Kesultanan Kadriah Pontianak]] saat itu berambisi melakukan sejumlah ekspansi untuk memperluas wilayahnya.<ref name="hasanudin">Hasanuddin, 2000. Pontianak, 1771-1900: Suatu tinjauan sejarah sosial ekonomi. Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak.</ref>
Baris 58 ⟶ 103:
== Pada Masa Kerajaan ==
[[Berkas:Istana Surya Negara Sanggau 02.jpg|jmpl|Istana Surya Negara]]
Kedudukannya sebagai Sultan Sanggau digantikan oleh Ade Sulaiman (dari
Hal ini lah yang membuat Pangeran Haji Gusti Ahmad Putra Negara sangat anti penjajah, dirinya yang merupakan anak dari Sultan Muhammad Taher II merasa hal yang telah dilakukan Belanda terhadap Negerinya sudah sangat tidak bisa dikompromikan lagi, karena dirinya tahu bahwa hal ini tentu akan merugikan Rakyat karena isi dari perjanjian yang disodorkan oleh Belanda banyak menguntungkan posisi Belanda dan merugikan posisi Kerajaan serta rakyat Negeri. Dirinya mempersiapkan rencana untuk menghilangkan pengaruh Belanda sekaligus mengusir Belanda agar tak mencampuri urusan Kerajaan Sanggau kembali, tetapi rencana ini tercium oleh Belanda sehingga dirinya dibuang ke Jawa Barat. Tepatnya di daerah Purwakarta dari tahun 1876 hingga 1890. Dari petikan keputusan Gubernemen General Hindia Nederland Nomor 27, H Gusti Ahmad Putra Negara itu dilarang tinggal di Lanschap Purwakarta.<ref name="ReferenceA">http://www.kalbariana.web.id/tak-patuhi-belanda-putra-raja-diasingkan-menelusuri-keberadaan-istana-kerajaan-di-kalbar-80/</ref>
Panembahan H Suleman Paku Negara didampingi Pangeran H Muhamad Ali Mangku Negara bersegel tarich 1293 H serta Raden Mas Prabu dan Raden Surya Dirdja serta penghulu agama H Mas Temenggung Nata Igama. Dalam kontrak tersebut telah ditetapkan gaji raja sebesar F.2.400 (dua ribu empat ratus gulden). Politik kontrak tersebut terdiri dari 27 pasal serta beberapa pasal tambahan serta perwatasan (batas) kerajaan Sanggau dengan kerajaan lainnya.<ref
Setelah Panembahan Suleman meninggal semestinya yang naik takhta yakni Pangeran H Muhamad Ali II Suria Negara. Namun, Pangeran Dipati Ibnu Almahrum Panembahan Haji Suleman Paku Negara tidak mau menyerahkan takhta. Terjadilah campur tangan dari Gubernement Hindi Nederland untuk menunjuk pengganti dan Pangeran Dipati dibuang ke Jawa. Gubernement Belanda mengangkat Panembahan H Muhamad Ali II Suria Negara pada tahun 1908 hingga 1915 dengan segel bertarih 1328 H yang mangkubuminya H Ade Muhamad Said Paku Negara, adik Panembahan H Suleman Paku Negara karena Pangeran Dipati telah dibuang ke Jawa.
Baris 82 ⟶ 127:
# [[Dayang Mas Ratna]] ([[1485]]-[[1528]] M).
# Dayang Puasa atau Nyai Sura ([[1528]]-[[1569]] M).
# [[Abang Gani|Abang
# Abang Basun Pangeran Mangkubumi Sultan Basun Pakunegara ([[1614]]-[[1658]] M).
# Abang Bungsu (Uju) bergelar Sultan Mohammad Jamaluddin Kusumanegara Al-Haj ([[1658]]-[[1690]] M).
|