Republik Lanfang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
{{Hakka}} Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Ariandi Lie (bicara | kontrib) k Membatalkan 4 suntingan oleh 96.9.95.50 (bicara) ke revisi terakhir oleh Besitungkir(✨) Tag: Pembatalan |
||
(16 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox former country
| native_name = Republik Lanfang<br>蘭芳共和國<br>Lánfāng Gònghéguó
Baris 16:
| year_start = 1777
| year_end = 1884
| year_exile_start = <!--- Year of start of exile (if dealing with exiled
| year_exile_end =
| event_start = <!--- Default: "Established" --->
Baris 23:
| date_end = <!--- Optional: Date of disestablishment --->
| event1 = Ketua Kongsi sudah dibawah pengaruh [[Hindia Belanda|Kolonial Belanda]]
| date_event1 =
| event2 = [[Pemberontakan Mandor]]
| date_event2 =
| event3 =
| date_event3 =
Baris 56:
| s5 =
| flag_s5 =
| image_flag = Lanfang Republic Reconstructed Flag.
| flag_alt = <!--- Alt text for flag -->
| flag = <!--- Link target under flag image. Default: Flag of {{{common_name}}} --->
Baris 64:
| symbol = <!--- Link target under symbol image. Default: Coat of arms of {{{common_name}}} --->
| symbol_type = <!--- Displayed text for link under symbol. Default "Coat of arms" --->
| image_map = Kongsi map.png
| image_map_alt =
| image_map_caption =
| image_map2 = <!-- If second map is
| image_map2_alt =
| image_map2_caption =
Baris 142:
* {{negara|Malaysia}} [[Malaysia]]
}}
'''Kongsie Langfong'''/<ref name="Almanak 34"/> '''Republik Lanfang''' ([[Hanzi tradisional]]: {{lang|zh-Hant|蘭芳共和國}}, [[Hanyu Pinyin]]: Lánfāng Gònghéguó, [[Pha̍k-fa-sṳ]]: Làn-fông Khiung-fò-koet) adalah nama sebuah
Para sultan di [[Kalimantan Barat]] mendatangkan buruh yang berasal dari [[Tiongkok]] pada abad ke-18 untuk bekerja dalam pertambangan [[emas]] dan [[timah]]. Di antaranya terdapat sejumlah ikatan usaha (kongsi) yang menikmati otonomi politik dan Lanfang dikenal oleh sejarah berdasarkan tulisan oleh Yap-Yoen Siong, menantu Kapitan terakhir kongsi Lanfang, yang diterjemahkan ke dalam bahasa [[Belanda]] pada tahun 1885.<ref>{{Citation | surname=Groot | given=J.J.M. | title=Het Kongsiwezen van Borneo: eene verhandeling over den grondslag en den aard der chineesche politieke vereenigingen in de koloniën | publisher=M. Nijhof | place=The Hague | year=1885}}.</ref>
Baris 151:
Seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan pertambangan emas di wilayah kekuasaan [[Kesultanan Sambas]], pada sekitar tahun [[1764]] M terjadi gelombang besar-besaran orang-orang [[Tionghoa]] yang didatangkan oleh Sultan Sambas ke-5 yaitu [[Sultan Umar Aqamaddin II]] ke wilayah Kesultanan Sambas menyusul begitu banyaknya ditemukan tambang-tambang emas baru di wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas ini.Pada sekitar tahun [[1767]] M jumlah orang-orang Tionghoa yang mengerjakan tambang-tambang emas di wilayah barat Pulau Kalimantan ini khususnya di wilayah [[Kesultanan Sambas]] sudah mencapai hingga belasan ribu orang.
Karena jumlah orang-orang [[Tionghoa]] yang semakin besar ini dan mereka berkelompok-kelompok berdasarkan wilayah pertambangan masing-masing, maka pada sekitar tahun [[1768]] M, kelompok-kelompok ini kemudian mendirikan semacam perkumpulan usaha tambang masing-masing yang disebut dengan nama Kongsi. Kongsi-kongsi ini (yang saat itu berjumlah sekitar 8 Kongsi) menyatakan tunduk kepada [[Sultan Sambas]] namun Kongsi-kongsi itu diberi keleluasaan secara terbatas oleh Sultan Sambas untuk mengatur Kongsinya sendiri seperti pengangkatan pemimpin Kongsi dan pengaturan kegiatan pertambangan masing-masing. Sedangkan mengenai hasil tambang emas, disepakati bahwa Kongsi-kongsi berkewajiban secara rutin menyisihkan sebagian hasil tambang emas mereka untuk diserahkan kepada Sultan Sambas bagi penghasilan Sultan Sambas sebagai pemilik negeri. Pada saat itu Sultan Sambas menerima [[bagi hasil]] dari Kongsi-Kongsi Tionghoa itu sebanyak
Pada tahun [[1770]] M mulai timbul semacam pembangkangan dari kongsi-kongsi [[Tionghoa]] yang ada di wilayah Kesultanan Sambas ini terhadap Sultan Sambas. Pembakangan ini berupa penolakan mereka untuk memberikan sebagian hasil tambang emas kepada [[Sultan Sambas]] yaitu sebesar
Hal ini kemudian membuat Sultan Sambas marah apalagi kemudian terjadi pembunuhan oleh orang-orang Tionghoa terhadap petugas-petugas pengawas Kesultanan Sambas (yang adalah orang-orang [[Dayak]]) yang ditugaskan oleh Sultan Sambas untuk mengawasi kegiatan tambang emas Kongsi itu, sehingga kemudian Sultan Sambas saat itu yaitu Sultan Umar Aqamaddin II mengirimkan pasukan Kesultanan Sambas menuju daerah kongsi-kongsi yang melakukan makar dan pembakangan itu. Setelah gerakan pasukan Kesultanan Sambas telah berlangsung selama sekitar 8 hari dan belum sempat terjadi pertempuran besar antara pasukan Kesultanan Sambas dengan pihak kongsi, kemudian pihak kongsi itu ketakutan hingga kemudian mengakui kesalahannya dan bersedia untuk tetap membayar bagi hasil tambang emas kepada Sultan Sambas sesuai dengan kesepakatan sebelumnya yaitu sebesar
== Kedatangan Lo Fang Pak ==
{{noref}}
[[Lo Fang Pak]] (1738-1795) mulai bertualang pada usia 34 tahun. Dia merantau ke [[Kalimantan Barat]] saat ramainya orang mencari emas (Gold Rush), dengan menyusuri Han Jiang menuju Shantao, sepanjang pesisir [[Vietnam]], dan akhirnya berlabuh di Kalimantan Barat (Wilayah [[Kesultanan Sambas]]) pada usia sekitar 36 tahun yaitu pada sekitar tahun 1774 M.
Kedatangan orang-orang [[Tionghoa]] dari daratan [[Tiongkok]] ini adalah atas permintaan sultan-sultan Melayu saat itu yang mendatangkan para pekerja tambang emas dari daratan Tiongkok yaitu untuk melakukan pekerjaan tambang yang memang butuh keahlian dan tingkat kesulitan yang tinggi. Pekerjaan tambang saat itu hanya dapat dilakukan dengan ketekunan dari orang-orang Tionghoa. Permintaan pekerja tambang dari Tiongkok daratan saat itu merupakan satu tren yang berkembang di kerajaan-kerajaan [[Melayu]], yang dimulai oleh kerajaan [[Melayu]] yang ada di Semenanjung Melayu kemudian kerajaan Melayu di pesisir utara dan timur [[Sumatra]] lalu Kerajaan [[Melayu]] Brunei (yaitu pada masa [[Daftar Sultan Oman|Sultan Omar]] Ali Saifuddin I) baru kemudian disusul oleh Kerajaan-Kerajaan Melayu yang berada di pesisir wilayah Pulau [[Kalimantan bagian barat]].
Kerajaan Melayu di pesisir barat Pulau Kalimantan yang pertama mendatangkan pekerja tambang dari daratan Tiongkok adalah Panembahan Mempawah. Ketika itu, raja yang memimpin adalah Rajanya adalah [[Opu Daeng Manambung]] yaitu pada sekitar tahun [[1740]] M. Kebijakan Panembahan Mempawah ini kemungkinan atas saran dari Adik [[Opu Daeng Manambung]] yaitu [[Opu Daeng Celak]] yang saat itu sedang menjabat sebagai Raja Muda di Kesultanan Riau yang telah lebih dahulu mendatangkan pekerja dari Tiongkok daratan untuk tambang timah di Kesultanan Riau dan berhasil dengan baik. Namun demikian saat itu Panembahan Mempawah mendatangkan orang-orang Tionghoa untuk pekerja tambang (emas) pertama kali adalah berjumlah 20 orang (kemungkinan para pakar mencari emas) yang sebelumnya telah bekerja di [[Kesultanan Brunei]].
Setelah itu didirikanlah pertambangan emas yang dikerjakan oleh orang-orang Tionghoa yaitu di daerah Mandor yang saat itu merupakan wilayah Panembahan Mempawah. Setelah beberapa tahun mengerjakan tambang emas di Mandor ini, para pakar pencari emas dari Tiongkok ini kemudian mengindikasikan satu tempat tak begitu jauh dari Mandor yang disinyalir banyak mengandung emas. Namun wilayah itu adalah wilayah kekuasaan dari [[Kesultanan Sambas]] yaitu daerah yang bernama Montraduk. Maka kemudian utusan pekerja tambang emas Tionghoa ini menghadap Sultan Sambas mengenai potensi emas di Montraduk ini. Mendengar hal demikian Sultan Sambas kemudian mengizinkan untuk membuka tambang emas di Montraduk oleh orang-orang Tionghoa dengan syarat bagi hasil yaitu sebagian hasil emas adalah untuk pekerja tambang dari Tiongkok ini dan sebagian hasil yang lain adalah untuk Sultan Sambas sebagai pemilik Negeri. Maka kemudian dibukalah tambang emas di Montraduk pada sekitar tahun 1750 M yaitu tambang emas kedua setelah di Mandor.
Baris 187 ⟶ 188:
Sejak saat itu hubungan Lo Fong Pak (Kongsi Lan Fong) dengan Sultan Pontianak menjadi semakin kuat dan dekat sehingga kemudian Lo Fong Pak (Kongsi Lan Fong) diberikan kewenangan yang lebih luas lagi (semacam daerah otonomi khusus) namun tetap berada dibawah naungan [[Kesultanan Pontianak]]. Peristiwa ini terjadi ketika usia Lo Fong Pak mencapai usia 55 tahun yaitu pada sekitar tahun 1793 M.
Cara Pemilihan Ketua Kongsi Lan Fan saat itu menurut pemahaman zaman sekarang ini adalah sangat demokratis yaitu Ketua Kongsi dipilih melalui pemilihan umum oleh seluruh warga Kongsi. Karena cara pemilihan ini sehingga oleh sebagian orang yang menterjemahkan tulisan Yap Siong Yoen (anak tiri dari Kapitan Kongsi Lan Fang yang terakhir)dan tulisan J.J. Groot (sejarawan Belanda)
Status Republik Lanfang memang seperti negara yang berdiri di dalam wilayah negara lain. Namun, republik pertama di Nusantara ini memperoleh kewenangan yang sangat luas untuk mengelola wilayah dan rakyatnya sendiri. Pemerintah Republik Lanfang hanya harus membayar upeti bulanan kepada dua Kesultanan Pontianak dan Sambas. Republik Lanfang juga mendapat pengakuan dari Dinasti Qing di Cina dan secara rutin mengirimkan upeti ke negeri asal mereka itu.
Lo Fang Pak kemudian terpilih kembali melalui sistem pemilihan umum untuk menjabat sebagai Ketua Daerah Otonomi Kongsi Lan Fong, dan diberi gelar dalam bahasa Mandarin "Ta Tang Chung Chang" atau Kepala Daerah Otonomi. Peraturan Kongsi Lan Fong menyebutkan bahwa posisi Ketua dan Wakil Ketua Kongsi Lan Fong harus dijabat oleh orang yang berbahasa Hakka.
Baris 193 ⟶ 196:
Pusatnya tetap di Mandor dan Ta Tang Chung Chang (Ketua Kongsi) dipilih melalui pemilihan umum. Menurut aturannya, baik Ketua maupun Wakil Ketua Kongsi harus merupakan orang Hakka yang berasal dari daerah Ka Yin Chiu atau Thai Pu. Benderanya berbentuk persegi empat berwarna kuning, dengan tulisan dalam bahasa Mandarin "Lan Fang Ta Tong Chi". Bendera Lo Fong Pak (Ketua Kongsi Lan Fong) berwarna kuning berbentuk segitiga dengan tulisan "Chuao" (Jenderal). Para pejabat tingginya memakai pakaian tradisional bergaya Tionghoa, sementara pejabat yang lebih rendah memakai pakaian gaya barat. Kongsi Lan Fong tersebut mencapai keberhasilan besar dalam ekonomi dan stabilitas keamanan selama 19 tahun kepemimpinan Lo Fang Pak.
Dalam tarikh negara
=== Kejatuhan Lan Fong Kongsi ===
Baris 201 ⟶ 204:
== Daftar Ketua Kongsi Lanfang ==
Daftar [[Ketua Kongsi]] yang pernah memimpin Daerah Otonomi Kongsi Lanfang (
{| class="wikitable"
Baris 274 ⟶ 277:
* {{Citation | surname=Heidhues | given=Mary Somers | year= 2001 | chapter=Chinese Settlements in Rural Southeast Asia: Unwritten Histories | editor=Anthony Reid| title=Sojourners and Settlers: Histories of Southeast Asia and the Chinese | publisher=University of Hawaii Press | place=Honolulu}}.
{{Hakka}}
{{Tionghoa Indonesia}}
[[Kategori:Pendirian tahun 1777]]
[[Kategori:Pembubaran tahun 1884]]
Baris 282 ⟶ 287:
[[Kategori:Negara]]
[[Kategori:Kalimantan Barat]]
[[Kategori:Negara prakolonial di Indonesia]]
|