Jagapati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:makam-jagapati.jpg|jmpl|Makam Pangeran Jagapati di Dusun Tosari, [[Macanputih, Kabat, Banyuwangi|Macanputih]], [[Banyuwangi]]]]
'''Pangeran Jagapati''' (lahir dengan nama '''Mas Rempeg''', ada juga yang menyebut '''Rempeg Jagapati'''; lahir di [[Pakis, Banyuwangi, Banyuwangi|Pakis]] (sekarang desa Pakis di Kecamatan Songgon), [[Blambangan]], 1740-an hingga 1750-an - Meninggal di [[Bayu, Songgon, Banyuwangi|Bayu]], Blambangan, [[19 Desember]] [[1771]]) adalah pemimpin
== Kehidupan awal ==
Mas Rempeg adalah putra dari Mas Bagus Puri dan istri selirnya yang berasal dari [[Pakis, Banyuwangi, Banyuwangi|Pakis]], Mas Bagus Puri adalah putra dari Mas Dalem Wiroguno. Silsilahnya merujuk langsung ke Raja Blambangan yang termasyhur yakni "
Karena berasal dari putri selir, membuatnya tidak tinggal di dalam
Mas Rempeg pernah bekerja untuk Bapa Samila sebagai [[abdi dalem]]. Bapa Samila seseorang yang memiliki hubungan dekat [[Temenggung Jaksanegara]] yang merupakan ''Regen''/Bupati Blambangan Timur yang ditunjuk
Karena menjadi orang biasa inilah, Mas Rempeg akrab dengan tindakan [[VOC]] yang melakukan patroli ke seluruh pelosok Blambangan untuk menyita bahan makanan, pembakaran bahan makanan yang tidak mampu diangkut VOC, pemaksaan kepada petani untuk menanam padi lalu kemudian setelah panen disita oleh VOC dan perintah kerja paksa kepada rakyat tanpa diberi makanan, menyebabkan para penduduk melarikan diri ke hutan. Sehingga ia tergerak untuk melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan [[Hindia Belanda]].
== Perang melawan VOC dan Mataram ==
=== Perang Bayu ===
Ketika kebijakan VOC sudah sangat menyengsarakan warga, gelombang warga yang melarikan diri semakin besar. Mereka lalu memilih [[Bayu, Songgon, Banyuwangi|Bayu]] sebagai tempat berlindung. Begitu juga dengan Mas Rempeg, ia lalu datang ke Bayu bersama seorang ''bekel'' (lurah) dari [[Rogojampi, Banyuwangi|Kutha Lateng]].<ref name="rempimad1" />
Ia lalu mengatur strategi untuk menggempur VOC dengan kekuatan pusat di Bayu. Bayu lalu dijadikannya negara dengan membangun benteng yang dipagari batang pohon yang diletakkan rapat-rapat (''palisada''). Jalur logistik juga disiapkan, seperti lumbung beras di [[Temuguruh, Sempu, Banyuwangi|Tomogoro]] ([[Temuguruh, Sempu, Banyuwangi]]) dan Gambiran ([[Gambiran, Banyuwangi]]), dan pedagang-pedagang yang menjual bahan makanan yang bersiaga di wilayah Pantai Selatan, tepatnya di [[Nusa Barung]]. Selain itu, langkahnya itu didukung oleh para bekel dari 62 desa yang terdiri dari 25 desa di bagian barat, 14 desa di wilayah selatan, 9 desa di wilayah timur dan 2 desa di sebelah utara. Kemudian menyusul dukungan dari 12 ''bekel'' lainnya.<ref>Babad Bayu pupuh vi 11-20</ref> Para pengikutnya lalu memberi gelar Pangeran Jagapati kepada Mas Rempeg.<ref>J.K.J. de Jonge, De Opkomst Van Het Nederlansch Gesag Over Java-XI, ML van Deventer, 1883</ref>
Perang Bayu kemudian mulai pecah ketika Temenggung Jaksanegara dan Kertawijaya
Pada [[5 Desember]] [[1771]], sejumlah pasukan VOC mulai bergerak ke Bayu. Mereka menyerang Gambiran yang menjadi salah satu basis lumbung pangan bagi pejuang di Bayu. Namun di Gambiran, mereka dihadang oleh para pejuang dan mundur ke Tomogoro dan mendirikan kubu pertahanan disana. Pangeran Jagapati lalu memerintahkan penebangan pohon-pohon untuk menghadang laju pasukan VOC. Pasukan VOC yang lelah dan kehabisan perbekalan lalu menghentikan penyerangan dan mundur ke Ulupangpang.
Baris 27 ⟶ 24:
== Kematian ==
Pada saat pertempuran puncak pada [[18 Desember]] [[1771]]. Pangeran Jagapati berduel dengan pemimpin Laskar [[Sumenep]], "Tumenggung Alap-alap". Pangeran Jagapati lalu menusukkan
Dengan luka yang parah, ia masih sempat mengatur strategi perang dan menunjuk "Jagalara" dan "Sayu Wiwit" untuk memimpin pasukan. Esoknya, [[19 Desember]] [[1771]], perang dimulai lagi dari pagi hingga malam. Dan saat pasukan kembali ke Benteng, Pangeran Jagapati sudah meninggal dunia di pembaringannya.<ref>Winarsih PA, Babad Blambangan, Bentang, Yogyakarta, 1995 hal 93-95.</ref>
|