Keraton Kaibon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Firda Ayushanda (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Otrismon (bicara | kontrib)
 
(6 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{paragraf pembuka}}
{{rapikan}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De kraton Kaibon Bantam TMnr 60016482.jpg|jmpl|300px|Keraton Kaibon pada tahun 1920-an]]
'''Keraton Kaibon''' adalah sebuah [[keraton]] peninggalan [[Kesultanan Banten]] yang terletak di [[Kota Serang]], [[Banten]]. Keraton ini dibangun kira-kira tahun 1815 dan dihancurkan oleh Belanda pada tahun 1832.{{sfn|Malihatunnnajiah et al|2014|p=25}}
Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah yang pada saat itu berkedudukan sebagai sultan ke 21 dari kerajaan Banten menginagt Sultan Syafiudin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan.
 
== Sejarah ==
Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan [[Keraton Surosowan]]. Asal muasal penghancuran keraton adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal [[Herman Willem Daendels|Daendels]] meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan). Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.
[[File:Eks Keraton Kaibon - panoramio.jpg|thumb|Reruntuhan Keraton Kaibon pada tahun 2010]]
Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah yang pada saat itu berkedudukan sebagai sultan ke 21 dari [[kerajaan Banten]] menginagtmengingat Sultan Syafiudin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan.
 
Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan [[Keraton Surosowan]]. Asal muasal penghancuran keraton adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal [[Herman Willem Daendels|Daendels]] meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari [[Anyer]] sampai [[Panarukan, Situbondo|Panarukan]], juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan). Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen DelsDaendels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.
Berbeda dengan kondisi Keraton Surosowan yang boleh dibilang "rata" dengan tanah. Pada Keraton Kaibon, masih tersisa gerbang dan pintu-pintu besar yang ada dalam komplek istana. Pada keraton Kaibon, setidaknya pengunjung masih bisa melihat sebagian dari struktur bangunan yang masih tegak berdiri. Sebuah pintu berukuran besar yang dikenal dengan nama Pintu Paduraksa (khas bugis) dengan bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat secara utuh. Deretan candi bentar khas banten yang merupakan gerbang bersayap.
 
Berbeda dengan kondisi Keraton Surosowan yang boleh dibilang "rata" dengan tanah. Pada Keraton Kaibon, masih tersisa gerbang dan pintu-pintu besar yang ada dalam komplek istana. Pada keraton Kaibon, setidaknya pengunjung masih bisa melihat sebagian dari struktur bangunan yang masih tegak berdiri. Sebuah pintu berukuran besar yang dikenal dengan nama Pintu Paduraksa (khas bugis) dengan bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat secara utuh. Deretan [[candi bentar]] khas banten yang merupakan gerbang bersayap.
 
Di bagian lain, sebuah ruangan persegi empat dengan bagian dasarnya yang lebih rendah atau menjorok ke dalam tanah, diduga merupakan kamar dari Ratu Aisyah. Ruang yang lebih rendah ini diduga digunakan sebagai pendingin ruangan dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atas baru diberi balok kayu sebagai dasar dari lantai ruangan. Bekas penyangga papan masih terlihat jelas pada dinding ruangan ini.
Baris 12 ⟶ 15:
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air. Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air. Dan meskipun keraton ini memang didesain sebagai tempat tinggal ibu raja, tampak bahwa ciri-ciri bangunan keislamannya tetap ada; karena ternyata bangunan inti keraton ini adalah sebuah masjid dengan pilar-pilar tinggi yang sangat megah dan anggun. Dan kalau mau ditarik dan ditelusuri jalur air ini memang menghubungkan laut, sehingga dapat dibayangkan betapa indahnya tata alur jalan menuju keraton ini pada waktu itu.
 
==Referensi==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
* [http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/keraton-kaibon/ Keraton Kaibon, Kemendikbud]
{{Commonscat|Kraton Kaibon}}
 
== Daftar pustaka ==
* {{cite book
| author = Malihatunnnajiah, Eneng, et.al
| title = Keraton Kaibon: Sejarah, Arsitektur, Fungsi, dan Potensi Cagar Budaya Menurut Analisis SWOT
| url = http://repository.uinbanten.ac.id/8125/1/Keraton%20Kaibon.pdf
| location = Sukabumi
| year = 2021
| allpages = 92
| publisher = Haura Publishing
| isbn = 978-623-320-629-7
| ref = {{sfnref|Malihatunnnajiah et al|2014}}
}}
 
[[Kategori:Kesultanan Banten]]
[[Kategori:Istana Kesultanan|Keraton Kaibon]]
[[Kategori:Keraton di Banten]]
[[Kategori:Keraton]]