Osob kiwalan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
EmausBot (bicara | kontrib)
k Bot: Memperbaiki pengalihan ganda ke Bahasa Jawa Malang
Tag: Perubahan target pengalihan PAWS [2.1]
 
(11 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
#ALIH [[Bahasa Jawa Malang]]
{{italic title}}
'''''Osob kiwalan''''' ([[bahasa Jawa]]: ''båså walikan'', arti harafiah: bahasa kebalikan) adalah sebuah [[Ragam bahasa|ragam]] [[bahasa Jawa]] yang lazim dipakai oleh masyarakat [[Malang Raya]] yang meliputi [[Kota Malang]], [[Kabupaten Malang]] dan [[Kota Batu]]. Diberi nama ''osob kiwalan'' karena pada umumnya hanya membalikkan posisi huruf pada kosakata bahasa Jawa ataupun [[bahasa Indonesia]], kecuali pada konsonan rangkap, [[afiks]], dan gabungan suku kata yang tidak memungkinkan bisa dibalik.<ref>{{Cite journal|last=Hanggoro|first=Wahyu Puji|date=2016-01-01|title=Bahasa Walikan Sebagai Identitas Arek Malang|url=http://jurnal.fib.uns.ac.id/index.php/etnografi/article/view/218|journal=Etnografi|language=id|volume=16|issue=1|pages=23–30|issn=1411-7258|access-date=2018-04-14|archive-date=2018-10-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20181026200718/http://jurnal.fib.uns.ac.id/index.php/etnografi/article/view/218|dead-url=yes}}</ref> Bentuk bahasa ini tidak dapat dipisahkan dari [[bahasa Jawa Malangan]] baik secara lisan maupun tertulis.<ref>{{Cite book|last=Setyanto|first=Aji|date=2016|url=https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpp/article/view/375|title=Osob Ngalaman (Bahasa Slang asal Malang) sebagai Salah Satu Icon Malang: Studi Struktur Osob Ngalaman, dalam Sosial Network|location=Malang|publisher=Jurnal Pariwisata Pesona Universitas Merdeka Malang|isbn=|issn=1410–7252|url-status=live}}</ref>
 
== Sejarah ==
Awal mula ''osob kiwalan'' berasal dari pemikiran para pejuang era [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]], yaitu kelompok [[Gerilya Rakyat Kota]] (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektivitas komunikasi sesama pejuang, dan juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting karena pada masa ''Clash II'' perang kemerdekaan sekitar akhir Maret 1949, [[Belanda]] banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok pejuang Malang. Mata-mata ini banyak yang mampu berkomunikasi dalam bahasa daerah dengan tujuan menyerap informasi dari kalangan pejuang GRK. Penyusupan ini terutama untuk memburu sisa laskar pimpinan Mayor Hamid Rusdi, yang telah gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran Dukuh Sekarputih (sekarang [[Wonokoyo, Kedungkandang, Malang|Wonokoyo]]).
 
Seorang tokoh pejuang Malang pada saat itu, Suyudi Raharno, mempunyai gagasan untuk menciptakan bahasa baru bagi sesama pejuang sehingga dapat menjadi suatu identitas tersendiri sekaligus menjaga keamanan informasi. Bahasa tersebut haruslah lebih kaya dari kode dan sandi serta tidak terikat pada aturan tata bahasa, baik itu bahasa nasional, bahasa daerah (Jawa, [[Bahasa Madura|Madura]], Arab, Tionghoa), maupun mengikuti istilah yang umum dan baku. Bahasa campuran tersebut hanya mengenal satu cara, baik pengucapan maupun penulisan, yaitu dibaca secara terbalik dari belakang ke depan.
 
Pada saat itu, banyak sekali mata-mata Belanda yang berasal dari [[Pribumi-Nusantara|orang pribumi]] sendiri. Otomatis, komunikasi dalam bahasa Jawa menjadi hal yang riskan karena para mata-mata juga pasti akan paham dan lantas akan membocorkannya pada pihak Belanda. Oleh karena itu, para pejuang menggunakan ''osob kiwalan'' untuk mengelabui para mata-mata, sekaligus untuk meminimalisir bocornya strategi perjuangan para gerilyawan.
 
Karena keakraban dan pergaulan sehari-hari, para pejuang dalam waktu singkat dapat fasih menguasai "bahasa baru" ini. Sedangkan lawan dan para penyusup, yang tidak setiap hari bergaul, dengan sendirinya akan kebingungan dan selalu ketinggalan istilah-istilah baru. Siapapun yang tidak fasih mempergunakan bahasa ini dapat dipastikan bukan bagian dari golongan pejuang dan pendukungnya, sehingga kehadiran para penyusup dapat diketahui dengan cepat serta rahasia komunikasi tetap terjaga.
 
Karena aturan dalam bahasa ini sangat bebas dan longgar, kemungkinan pengembangannya menjadi sangat luas. Oleh karena itu, beberapa istilah penting perlu disepakati di kalangan pejuang. Kesepakatan istilah ini juga diperlukan karena banyak kata penting sulit untuk dibaca terbalik, sehingga harus dicari istilah dan padanan yang sesuai namun mudah diingat oleh para pelakunya. Sebagai contoh, kata Belanda dalam bahasa Jawa disebut ''Landa'' yang cukup sulit dibaca terbalik, maka digunakan istilah padanan berupa ''Nolo''. Demikian juga dengan polisi yang tidak dibalik menjadi ''isilop'', namun cukup ''silop''. Kemudian untuk mata-mata, bila dibaca terbalik menjadi ''atam''. Namun, untuk menentukan bahwa yang dimaksud dalam istilah tersebut adalah antek Belanda, maka ditambah kata ''keat'', berasal dari kata ''taek'' yang dalam bahasa Jawa berarti kotoran. ''Keat atam'', atau kotoran mata, yang dalam bahasa Jawa juga disebut ''ketek'', digunakan sebagai istilah untuk para penyusup.
 
Senjata genggam disebut ''benduk'' karena sulit menemukan istilah yang pas. Senjata laras panjang disebut ''benduk owod'' atau ''owod'', dari kata ''benduk'' 'senjata' dan ''owod'', yang diambil dari bahasa Jawa ''dawa'' 'panjang'. Sedangkan untuk menyebut masyarakat dari suku/etnis tertentu, digunakan istilah ''onet'' untuk [[Tionghoa-Indonesia|etnis Tionghoa]] (berasal dari kata ''cina'' dalam bahasa Jawa), ''arudam'' untuk [[Suku Madura|etnis Madura]], ''bara'' untuk [[Arab-Indonesia|etnis Arab]], dan lain-lain. Sedangkan untuk kata ganti persona, digunakan ''uka'' 'aku', ''ayas'' 'saya', ''umak'' 'kamu', dan ''okir'' 'kamu' (berasal dari kata ''rika'' 'kamu' dalam dialek bahasa Jawa).
 
Sesuatu yang baik/bagus disebut sebagai ''nez,'' berasal dari kata ''zen'' dalam bahasa Arab. Kata sapaan untuk orang tua laki-laki adalah ''ebes'' 'bapak', berasal dari kata ''abah'' atau ''sebeh'' yang biasa digunakan oleh etnis Arab. ''Ebes'' kemudian menjadi sapaan yang populer digunakan sebagai gelar kehormatan tidak resmi kepada para komandan, pemimpin, atau pembesar/pemuka masyarakat yang dituakan oleh segenap masyarakat Malang. Penggunaan ini bertahan sampai sekarang.
 
Suyudi Raharno gugur disergap Belanda di suatu pagi buta di pinggiran wilayah dukuh Genukwatu (sekarang [[Purwantoro, Blimbing, Malang|Purwantoro]]) pada September 1949, walaupun gencatan senjata sedang berlaku saat itu. Seminggu sebelumnya, salah seorang kawan akrabnya yang turut mencetuskan ''osob kera Ngalam'' 'bahasa anak Malang', Wasito, juga gugur dalam pertempuran di Gandongan (sekarang [[Pandanwangi, Blimbing, Malang|Pandanwangi]]). Keduanya disemayamkan di [[Taman Makam Pahlawan Untung Suropati]].
 
Sejatinya, ''osob kiwalan'' bukanlah bahasa sandi karena tetap menggunakan bahasa yang lazim digunakan. Bahasa ini hanya memiliki cara membaca yang berbeda. Kata yang lazimnya dibaca dari kiri ke kanan akan dibaca sebaliknya, yaitu dari kanan ke kiri. Kosakata yang dibalik dapat berasal baik dari bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia, sehingga ''osob kiwalan'' dapat terus berkembang. Namun, tentu tidak semua kata bisa dibuatkan istilah ''walikan''-nya, karena hanya kata-kata yang umum saja yang biasa dibaca secara terbalik. Sebagai contoh, kata komputer tidak pernah diucapkan sebagai ''retupmok'' karena sulit diucapkan dan tidak lazim digunakan.
 
== Referensi ==