Sejarah Indonesia (1945–1949): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mhatopzz (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: gambar rusak VisualEditor-alih
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(34 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox former country
| conventional_long_name = Republik Indonesia
| status = [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|Pemerintahan dalam pengasingan]]<br><small>(1948–1949)</small><br>
| era = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
| national_anthem = "[[Indonesia Raya]]" (1945)<br /><div style="padding-top:0.5em;">[[File:Indonesia Raya dalam Propaganda Jepang 2 Nippon Eigasha 2605.ogg|center]]</div>
Baris 15:
| date_event2 = 15 November 1946
| event3 = [[Agresi Militer Belanda I]]
| date_event3 = Juli-Agustus 19461947
| event4 = [[Perjanjian Renville]]
| date_event4 = 17 Januari 1948
Baris 29:
| s1 = Republik Indonesia Serikat (1949–1950)
| flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
| image_flag = Flag of Indonesia (2004 World Factbook).gif
| flag = Flag of Indonesia
| image_map = File:Republic of Indonesia 1948.svg
| image_map_caption = Daerah yang diduduki pemerintah dan tentara Indonesia setelah pembentukan [[garis vanVan mookMook]], 1948.
| capital = {{nowrap|[[Djakarta]] <small>(1945–1946)</small><br>[[Surakarta]] <small>(1946)</small>
[[YogyakartaJogjakarta]] <small>(1946–1948)</small>}}
[[Bukittinggi]] <small>(1948–1949)</small>
| common_languages = [[Bahasa Indonesia]]
Baris 54 ⟶ 53:
| title_deputy = [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]]
| legislature = [[Komite Nasional Indonesia Pusat]]
| religion = {{plainlist|
*[[Islam di Indonesia|Islam]]
*[[Protestanisme di Indonesia|Protestan]]
*[[Katolik di Indonesia|Katolik]]
*[[Hindu di Indonesia|Hindu]]
*[[Buddha di Indonesia|Buddha]]}}
| image_flagdemonym = Flag of[[Orang Indonesia (2004 World Factbook).gif]]
| today = [[Indonesia]]
}}
 
{{Sejarah Indonesia}}
'''SejarahRepublik [[Indonesia]]''' selama tahun '''1945–1949''' dimulai dengan masuknya [[Blok Sekutu (Perang Dunia II)|Sekutu]] kempris
diboncengi oleh [[Belanda]] dalam hal ini Nederlandsch Indië Civiele Administratie ([[NICA]]) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan [[Jepang]], dan diakhiri dengan [[Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda|penyerahan kedaulatan kepada Indonesia]] pada tanggal [[27 Desember]] [[1949]]. Terdapat banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi [[Daftar Kabinet Indonesia#Era Perjuangan Kemerdekaan|kabinet]], [[Aksi Polisionil]] oleh [[Belanda]], berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.
 
== 1945 ==
Baris 65 ⟶ 71:
Sesuai dengan [[Kongres Wina|perjanjian Wina]] pada tahun [[1942]], [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|negara-negara sekutu]] bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki [[Jepang]] pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
 
# Menjelang akhir [[Perang Dunia II|perang]], tahun [[1945]], sebagian wilayah [[Indonesia]] telah dikuasai oleh tentara [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|Sekutu]]. Satuan tentara [[Australia]] telah mendaratkan pasukannya di [[Makasar]] dan [[Banjarmasin]], sedangkan [[Balikpapan]] telah diduduki oleh [[Australia]] sebelum [[Jepang]] menyatakan menyerah kalah. Sementara [[Pulau Morotai]] dan [[Irian Barat]] bersama-sama dikuasai oleh satuan tentara [[Australia]] dan [[Amerika Serikat]] di bawah pimpinan Jenderal [[Douglas MacArthur]], Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (''South West Pacific Area Command/SWPAC'').
 
Setelah perang usai, tentara [[Australia]] bertanggung jawab terhadap [[Kalimantan]] dan Indonesia bagian Timur, [[Amerika Serikat]] menguasai [[Filipina]] dan tentara [[Inggris]] dalam bentuk komando '''SEAC''' (''South East Asia Command'') bertanggung jawab atas [[India]], [[Burma]], [[Srilanka]], [[Malaya]], [[Sumatra]], [[Jawa]] dan [[Indochina]]. SEAC dengan panglima Lord [[LordKeluarga Mountbatten|Mountbatten]] sebagai Komando Tertinggi Sekutu di [[Asia Tenggara]] bertugas melucuti bala tentara [[Jepang]] dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (''Recovered Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI'').
 
==== Mendaratnya BelandaInggris diwakili NICAAFNEI ====
Berdasarkan ''Civil Affairs Agreement'', pada [[2324 Agustus]] [[1945]] pihak Inggris bersama tentaradan Belanda mendaratmenyutujui dikesepakatan Sabang,untuk Acehmengkolonialisasi kembali Indonesia. Pada [[1529 September]] 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di [[Jakarta]], dengan didampingi [[Charles van der Plas|Dr. Charles van der Plas]], wakil Belanda pada [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|Sekutu]]. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi [[NICA]] (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh [[Hubertus J van Mook|Dr. Hubertus J van Mook]], ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio [[Ratu Wilhelmina]] tahun [[1942]] (''statkundige concepti'' atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan bahwa ia tidak akan berbicara dengan [[Soekarno]] yang dianggapnya telah bekerja sama dengan [[Jepang]]. Pidato Ratu [[Wilhelmina dari Belanda|Wilhemina]] itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya adalah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.
 
=== Pertempuran melawan SekutuInggris dan NICA ===
Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya SekutuTentara Inggris dan [[NICA]] ke Indonesia, yang saat itu baru [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|menyatakan kemerdekaannya]]. Pertempuran yang terjadi di antaranya adalah:
# Pertempuran Rawabangke Jatinegara, dipimpin oleh Kyai Haji Darip.
# Klender Lautan Api, 11 Oktober 1945.
# Serangan Massal 15 Oktober 1945 di Klender dipimpin oleh KH. Darip.
# Pertempuran Pondok Gede, 16 Oktober, dipimpin oleh KH. Darip bersama satuan-satuan Laskar dan TKR.
# Pertempuran Monumental Cakung - Kranji - Bekasi, November 1945 dipimpin oleh KH. Darip bersama satuan-satuan Laskar dan TKR.
# [[Pertempuran Bojong Kokosan]], di Bojong Kokosan, [[Sukabumi]] pada 9 Desember 1945, dipimpin Letkol (TKR) Eddie Sukardi.
# [[Pertempuran Lima Hari]], di [[Semarang]] pada 15–19 Oktober 1945 (melawan Jepang).
# [[Peristiwa 10 November]], di daerah [[Kota Surabaya|Surabaya]] pada 10 November 1945, dipimpin Kolonel (TKR) Sungkono.
# [[Pertempuran Medan Area]], di daerah [[Kota Medan|Medan]] dan sekitarnya pada 10 Desember 1945 hingga 10 Agustus 1946, dipimpin oleh Kolonel (TKR) [[Achmad Tahir]].
# [[Palagan Ambarawa]], di daerah [[Ambarawa]], [[Semarang]] pada 12–15 Desember 1945, dipimpin Kolonel (TKR) [[Soedirman|Sudirman]].
# [[Pertempuran Lengkong]], di daerah Lengkong, [[Serpong]] pada 25 Januari 1946, dipimpin oleh Mayor (TKR) [[Daan Mogot]].
# [[Bandung Lautan Api]], di daerah [[Bandung]] pada 23 Maret 1946, atas perintah Kolonel (TRI) [[A.H. Nasution]].
# [[Pertempuran Selat Bali]], di [[Selat Bali]] pada April, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) Markadi.
# [[Pertempuran Margarana]], di Margarana, Tabanan, [[Bali]] pada 20 November 1946, dipimpin oleh Letkol (TRI) [[I Gusti Ngurah Rai]].
# [[Pembantaian Westerling]], di [[Sulawesi Selatan]] pada 11 Desember 1946 hingga 10 Februari 1947, akibat dari perburuan terhadap [[Robert Wolter Mongisidi|Wolter Monginsidi]].
# [[Pertempuran Lima Hari Lima Malam (Palembang)|Pertempuran Lima Hari Lima Malam]], di [[Palembang]] pada 1–5 Januari 1947, dipimpin oleh Kolonel (TRI) [[Bambang Utoyo|Bambang Utojo]].
# [[Pertempuran Laut Cirebon]], di [[Cirebon]] pada 7 Januari 1947, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) [[Samadikoen|Samadikun]].
# [[Pertempuran Laut Sibolga]], di [[Sibolga]] pada 12 Mei 1947, dipimpin oleh Letnan II Laut (TRI) Oswald Siahaan.
# [[Agresi Militer I]] pada 21 Juli hingga 5 Agustus 1947.
# [[Pembantaian Rawagede]] di Rawagede, [[Karawang]] pada 9 Desember 1947, akibat dari perburuan terhadap Kapten (TNI) [[Lukas Kustaryo|Lukas Kustarjo]].
# [[Agresi Militer II]] pada 19–20 Desember 1948.
# [[Serangan Umum 1 Maret 1949]], di [[Yogyakarta]] pada 1 Maret 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) Suharto.
# [[Serangan Umum Surakarta]], di [[Surakarta]] pada 7–10 Agustus 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) [[Slamet Rijadi]].
 
=== Perubahan sistem pemerintahan ===
Baris 97 ⟶ 108:
 
Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari
[[Sistem presidensiilpresidensil|sistem Presidensil]] menjadi [[Sistem parlementer|sistem Parlementer]]) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan [[Inggris]] dan [[Belanda]], [[Sutan Sjahrir]] dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.
 
Ketika Syahrir mengumumkan [[Kabinet Sjahrir I|kabinetnya]], [[15 November]] [[1945]], Letnan [[Gubernur Jendral]] [[van Mook]] mengirim kawat kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan (''Minister of Overseas Territories, Overzeese Gebiedsdelen''), [[J.H.A. Logemann]], yang berkantor di [[Den Haag]]: "''Mereka sendiri [Sjahrir dan Kabinetnya] dan bukan Soekarno yang bertanggung jawab atas jalannya keadaan''". Logemann sendiri berbicara pada siaran radio [[BBC]] tanggal [[28 November]] [[1945]], "''Mereka bukan kolaborator seperti Soekarno, presiden mereka, kita tidak akan pernah dapat berurusan dengan Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir''". Tanggal [[6 Maret]] [[1946]] kepada van Mook, Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno adalah ''[[persona non grata]]''.
 
Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer, karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, [[Den Haag]] mengumumkan dasar rencananya. Ir Soekarno menolak hal ini, sebaliknya [[Sjahrir]] mengumumkan pada tanggal [[4 Desember]] [[1945]] bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan [[Belanda]] atas Republik Indonesia.
 
== 1946 ==
Baris 143 ⟶ 152:
'''Pembantaian Westerling''' adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di [[Sulawesi Selatan]] yang dilakukan oleh pasukan Belanda ''Depot Speciale Troepen'' pimpinan [[Westerling]]. Peristiwa ini terjadi pada Desember [[1946]]-Februari [[1947]] selama operasi militer ''Counter Insurgency'' (penumpasan pemberontakan).
 
=== '''Perjanjian Linggarjati''' ===
{{utama|Perundingan Linggarjati}}
''Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke [[Jawa]] dan membantu [[Van Mook]] dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan pada bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus [[Inggris]], [[Lord Killearn]]. Bertempat di bukit [[Linggarjati]] dekat [[Cirebon]]. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal [[15 November]] [[1946]] yang pokok pokoknya sebagai berikut:''
Baris 155 ⟶ 164:
 
=== Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil Perundingan Linggarjati ===
[[Berkas:Parade militer.jpg|kiri|300px|jmpl|Parade [[Tentara Republik Indonesia]] (TRI) di [[Purwakarta]], [[Jawa Barat]], pada tanggal [[17 Januari]] [[1947]].]]
Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, [[S M Kartosuwiryo]] ditunjuk sebagai salah seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota untuk mengikuti sidang KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas apakah Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan Belanda pada bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M Kartosoewirjo ini dikawal oleh para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat, karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua kubu yang bertarung pendapat sangat sengit, yakni antara sayap sosialis (diwakili melalui partai Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai Masyumi dan PNI). Pihak sosialis ingin agar KNIP menyetujui naskah Linggarjati tersebut, sedangkan pihak Masyumi dan PNI cenderung ingin menolaknya Ketika anggota KNIP yang anti Linggarjati benar-benar diancam gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo untuk mencegah pasukannya agar tidak menembaki satuan-satuan Pesindo.
 
Baris 185 ⟶ 193:
 
=== Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri ===
Setelah terjadinya [[Agresi Militer Belanda I]] pada bulan Juli, pengganti [[Sjahrir]] adalah [[Amir Syarifudin]] yang sebelumnya menjabat sebagai [[Menteri Pertahanan Republik Indonesia|Menteri Pertahanan]]. Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, dia menggaet anggota [[Partai Syarikat Islam Indonesia|PSII]] yang dulu untuk duduk dalam [[Kabinet Amir Sjarifuddin I|Kabinetnya]]. Termasuk menawarkan kepada [[S.M. Kartosoewirjo]] untuk turut serta duduk dalam kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnya kepada [[Soekarno]] dan [[Amir Syarifudin]], [[S.M. Kartosoewirjo|dia]] menolak kursi menteri karena "''ia belum terlibat dalam [[Partai Syarikat Islam Indonesia|PSII]] dan masih merasa terikat kepada [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Masyumi]]''".
 
[[S.M. Kartosoewirjo]] menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada [[Masyumi]]. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan [[Belanda]]. Di samping itu [[Kartosoewirjo]] tidak menyukai arah politik [[Amir Syarifudin]] yang kekiri-kirian. Kalau dilihat dari sepak terjang [[Amir Syarifudin]] selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadi [[Perdana Menteri]] merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa [[Amir Syarifudin]] ingin membawa politik Indonesia ke arah [[Komunis]].
Baris 207 ⟶ 215:
Memang runtuhnya Amir datang bahkan lebih cepat ketimbang Sjahrir, enam bulan lebih dulu Amir segera dituduh -kembali khususnya oleh Masyumi dan kemudian Partai Nasional Indonesia- terlalu banyak memenuhi keinginan pihak asing. Hanya empat hari sesudah [[Perjanjian Renville]] ditandatangani, pada tanggal [[23 Januari]] [[1948]], [[Amir Syarifudin]] dan seluruh [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|kabinetnya]] berhenti. [[Kabinet Hatta I|Kabinet baru]] dibentuk dan susunannya diumumkan tanggal [[29 Januari]] [[1948]]. [[Hatta]] menjadi [[Perdana Menteri]] sekaligus tetap memangku jabatan sebagai [[Wakil Presiden]].
 
Tampaknya kini lebih sedikit jalan keluar bagi [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dibanding dengan [[Sjahrir]] sesudah [[Perundingan Linggarjati]]; dan lebih banyak penghinaan. Beberapa hari sesudah [[Amir Sjarifuddin|Amir]] berhenti, di awal Februari 1948, [[Hatta]] membawa [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dan beberapa pejabat Republik lainnya mengelilingi [[Provinsi]]. [[Amir Sjarifuddin|Amir]] diharapkan menjelaskan [[Perjanjian Renville]]. Pada rapat raksasa di [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]], [[SumatraSumatera Barat]], di kota kelahiran Hatta -''dan rupanya diatur sebagai tempat berhenti terpenting selama perjalanan''- [[Hatta]] berbicara tentang kegigihan Republik, dan pidatonya disambut dengan hangat sekali.
 
Kemudian [[Amir Sjarifuddin|Amir]] naik mimbar, dan seperti diuraikan [[Hatta]] kemudian: "''Dia tampak bingung, seolah-olah nyaris tidak mengetahui apa ayang harus dikatakannya. Dia merasa bahwa orang rakyat Bukittinggi tidak menyenanginya, khususnya dalam hubungan persetujuan dengan [[Belanda]]. Ketika dia meninggalkan mimbar, hampir tidak ada yang bertepuk tangan''"
Baris 231 ⟶ 239:
=== Serangan Umum Surakarta ===
{{utama|Serangan Umum Surakarta}}
Serangan Umum Surakarta berlangsung pada tanggal 7-10 Agustus 1949 secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskasmarkas Belanda di Solo dan sekitarnya. Serangan itu menyadarkan [[Belanda]] bila mereka tidak akan mungkin menang secara militer, mengingat Solo yang merupakan kota yang pertahanannya terkuat pada waktu itu berhasil dikuasai oleh TNI<ref>Setiadi, Bram: "Raja di alam Republik, Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII", halaman 96. Bina Rena Pariwara, 2008</ref> yang secara peralatan lebih tertinggal tetapi didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang andal seperti [[Slamet Riyadi]].
 
=== Konferensi Meja Bundar ===
Baris 242 ⟶ 250:
=== Penyerahan kedaulatan oleh Belanda ===
{{utama|Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda}}
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada [[27 Desember]] [[1949]], selang empat tahun setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan RI]] pada [[17 Agustus]] [[1945]]. Pengakuan ini dilakukan ketika ''soevereiniteitsoverdracht'' (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di [[Istana Dam]], [[Amsterdam]]. Di [[Belanda]] selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui [[Indonesia]] merdeka pada tahun [[1945]] sama saja mengakui tindakan ''politionele acties'' ([[Aksi Polisionil]]) pada [[1945]]-[[1949]] adalah [[ilegal]].
 
== Galeri ==
Baris 269 ⟶ 277:
{{Sejarah Indonesia navbox}}
 
{{DEFAULTSORT:Sejarah Indonesia (1945-1949)}}
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Perang Kemerdekaankemerdekaan]]