Rasuna Said: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(53 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Person
| name = Hajjah = Rangkayo Rasuna Said
| image = Rasuna Said, Kami Perkenalkan (1954), p111.jpg
| image_size = 200px
| caption =
| birth_date = {{birth date|1910|9|14|mf=y}}
| birth_place = [[Tanjung Raya, Agam|Maninjau]], [[Agam]], [[SumatraSumatera Barat]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1965|11|2|1910|9|14|mf=y}}
| death_place = [[Jakarta]], [[Indonesia]]
| other_names = H.R. Rasuna Said
| known_for = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
| religion = [[Islam]]
| children = Auda Zaschkya Duski
| spouse = {{marriage|[[Duski Samad]]|1928|1932|reason=divorced}}{{br}}Bariun A.S. (k. 1937, cerai)
}}
 
[[Hajjah]] '''Hajjah Rangkayo{{refn|group=note|[[Hajjah]] adalah gelar yang merupakan sebutan untuk wanita yang telah menyelesaikan ibadah [[haji]] ke Mekah, sedangkan 'Rangkayo' adalah gelar adat yang mengacu pada orang yang berakhlak mulia dan kaya raya.<ref>Indrawati (2019)</ref>}} Rasuna Said''' atau yang dikenal sebagai '''H. R. Rasuna Said''' ({{lahirmati|[[Maninjau]], [[Agam]], [[SumatraSumatera Barat]]|14|9|1910|[[Jakarta]]|2|11|1965}}) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan politikus [[Indonesia]] danyang jugamendapat merupakangelar [[pahlawan]] nasional Indonesia. Seperti [[Kartini]], ia juga memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita. Ia dimakamkan di [[TMP Kalibata]], Jakarta. Ia juga adalah ibu saya tercinta
 
== Kehidupan awal ==
[[Berkas:Rumah Rasuna Said.jpg|jmpl|[[Rumah Rasuna Said|Rumah kelahiran Rasuna Said]]]]
 
Rasuna Said dilahirkan pada 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, [[Maninjau]], [[Kabupaten Agam]], [[SumatraSumatera Barat]].<ref>{{Cite journal|last=Agesti, N., dan Sanjaya, A.|date=2021|title=Perjuangan HJ. Rangkayo Rasuna Said Sebagai Pejuangejuang Politik dan Pemikir Pergerakan pada Masa Pra Kemerdekaan|url=https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/Kalpa/article/download/7163/5427|journal=Kalpataru|volume=7|issue=2|pages=154|issn=2460-6383}}</ref> Ia merupakan keturunan bangsawan Minang. Ayahnya bernama Muhamad Said, seorang [[saudagar Minangkabau]], aktivis pergerakan, dan bekasguru aktivisyang pergerakanmenjadi tokoh Taman Siswa.<ref>{{ButuhCite rujukanweb|last=Muhammad|first=Erik|date=2022-09-17|title=Profil Rasuna Said, Pahlawan Nasional yang Bela Hak Perempuan|url=https://www.harapanrakyat.com/2022/09/profil-rasuna-said-pahlawan-nasional-yang-bela-hak-perempuan/|website=Harapan Rakyat Online|language=id|access-date=2023-01-15}}</ref>
 
Keluarga Rasuna Said adalah keluarga beragama Islam yang taat. Dia dibesarkan di rumah pamannya karena pekerjaan ayahnya yang membuat ayahnya sering tidak berada di rumah. Tidak seperti saudara-saudaranya, dia bersekolah di sekolah agama, bukan sekuler, dan kemudian pindah ke Padang Panjang, di mana dia bersekolah di [[Diniyah School]], yang menggabungkan mata pelajaran agama dan mata pelajaran khusus. Pada tahun 1923, ia menjadi asisten guru di Sekolah [[Diniyah Putri]] yang baru didirikan, tetapi kembali ke kampung halamannya tiga tahun kemudian setelah sekolah itu hancur karena gempa. Dia kemudian belajar selama dua tahun di sekolah yang terkait dengan aktivisme politik dan agama, dan menghadiri pidato yang diberikan oleh direktur sekolah tentang nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia.{{sfn|Winda (Ed)|2009|p=115}}{{sfn|White|2013|pp=100, 102–104}}
 
Setelah menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Rasuna Said remaja dikirimkan sang ayah untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar-Rasyidiyah. Saat itu, ia merupakan satu-satunya santri perempuan. Ia dikenal sebagai sosok yang pandai, cerdas, dan pemberani. Rasuna Said kemudian melanjutkan pendidikan di [[Diniyah Putri]] [[Padang Panjang]], dan bertemu dengan [[Rahmah El Yunusiyyah]], seorang tokoh gerakan [[Thawalib]]. Gerakan Thawalib adalah gerakan yang dibangun kaum reformis Islam di SumatraSumatera Barat. Banyak pemimpin gerakan ini dipengaruhi oleh pemikiran nasionalis-Islam [[Turki]], [[Mustafa Kemal Atatürk]].{{cn}}
 
Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, ia sempat mengajar di [[Diniyah Putri]] sebagai guru. Namun pada tahun 1930, Rasuna Said berhenti mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tetapi harus disertai perjuangan [[politik]]. Rasuna Said ingin memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tetapi ditolak. Rasuna Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H [[Abdul Karim Amrullah]] yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir yang nantinya banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.{{cn}}
=== Ketika Rasuna menikah ===
Ketika Rasuna Said berusia sembilan belas tahun, tepatnya pada tahun 1929, ia memutuskan untuk menikah dengan [[Duski Samad]], seorang aktivis pergerakan yang sebelumnya merupakan gurunya di [[Sumatera Thawalib]]. Saat itu, Duski Samad berumur 24 tahun. Namun, keluarga Rasuna Said menentang pernikahan ini karena perbedaan status sosial. Adat pada waktu itu mengharuskan wanita untuk menikah dengan pria yang setara atau lebih baik dalam hal ekonomi, pendidikan, dan status sosial. Meskipun Duski Samad dikenal sebagai seorang yang beriman dan cerdas, ia hidup dalam keadaan miskin. Meski begitu, Rasuna Said tetap pada keputusannya, dan mereka akhirnya menikah serta memiliki dua anak, Darwin dan Auda Zaschkya Duski. Sayangnya, Darwin meninggal saat masih kecil, meninggalkan Auda sebagai anak tunggal mereka.{{cn}}
 
Awalnya, kehidupan rumah tangga mereka bahagia. Namun, karena keterlibatan mereka dalam gerakan perjuangan, keduanya menjadi sibuk dan kurang memiliki waktu untuk saling menunjukkan kasih sayang. Komunikasi yang minim membuat mereka memutuskan untuk bercerai pada tahun 1932. Setelah perceraiannya, Rasuna Said mulai mengungkapkan pandangan kritis tentang [[poligami]], yang ia anggap sebagai salah satu penyebab tingginya angka perceraian, terutama di masyarakat Minang yang saat itu umum melakukan poligami. Menurut survei tahun 1930, [[Sumatera Barat|Sumatra Barat]] memiliki tingkat perceraian tertinggi, dengan 14 dari 100 wanita dewasa menjadi janda, dan 10 dari 100 pria dewasa berpoligami.{{cn}}
 
Rasuna Said sangat menolak budaya perceraian yang merugikan perempuan. Meskipun poligami diperbolehkan dalam Islam, ia memilih untuk bercerai daripada menjadi istri kedua. Meskipun telah bercerai, hubungan Rasuna Said dan Duski Samad tetap baik meskipun mereka memiliki pandangan politik yang berbeda; Duski mendukung [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) pada tahun 1958, sementara Rasuna lebih mendukung Ir. Soekarno.{{cn}}
 
Setelah mengalami kekecewaan dalam sebuah organisasi, Rasuna Said memutuskan untuk pindah ke [[Kota Medan|Medan]], [[Sumatera Utara]], mungkin untuk memulai yang baru dan mencari lingkungan yang berbeda. Di [[Medan]], ia tetap aktif dalam politik dan pendidikan, berusaha membawa perubahan dan memajukan masyarakat melalui keterlibatannya di berbagai organisasi. Pindah ke [[Kota Medan|Medan]] menandai babak baru dalam hidupnya, di mana ia dapat melanjutkan perjuangannya dengan cara yang berbeda.{{cn}}
 
Pada tahun 1937, Rasuna Said menjalin hubungan dengan Barioen A.S., pemimpin redaksi Surat Kabar Sinar Deli, dan memutuskan untuk menikah lagi. Namun, pernikahan mereka tidak bertahan lama karena keduanya sibuk dengan urusan politik, sehingga mengabaikan rumah tangga mereka. Mereka tidak dikaruniai anak dan akhirnya bercerai. Setelah itu, Rasuna Said tidak pernah menikah lagi hingga akhir hayatnya, dan ia tidak banyak mengenang kehidupan bersama Barioen. Kontroversi [[poligami]] pernah ramai dan menjadi polemik di ranah Minang tahun 1930-an. Ini berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai. Rasuna Said menganggap kelakuan ini bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita.{{cn}}
 
== Pendidikan ==
Rasuna Said berasal dari keluarga terkemuka dan dikelilingi oleh para aktivis gerakan, yang memberinya keunggulan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk pendidikan. Ia memulai pendidikan di sekolah agama di desanya dekat [[Danau Maninjau]], di mana ayahnya mendaftarkannya pada tahun 1916, dan ia menyelesaikannya pada tahun 1921. Setelah itu, ia melanjutkan ke [[Pesantren Ar-Rasyidiyah]] yang dipimpin oleh [[Syekh Abdul Rasyid]] dari tahun 1921 hingga 1923. Di pesantren tersebut, Rasuna menjadi satu-satunya santri perempuan di tengah mayoritas santri laki-laki. Meskipun demikian, ia tetap berkomitmen untuk belajar dan menunjukkan keberanian serta ketekunan di lingkungan yang didominasi pria.{{cn}}
 
[[Berkas:Asrama Diniyah Putri.jpg|jmpl|Diniyah Putri, Padang Panjang]]
Pada tahun 1923, Rasuna melanjutkan pendidikannya di Sekolah [[Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang|Diniyah Putri]] di Padang Panjang di bawah pimpinan [[Zainuddin Labay El Yunusy|Zainuddin Labai El Yunusi]]. Namun, setelah Zainuddin meninggal dunia, sekolah ini dikelola oleh adiknya, [[Rahmah El Yunusiyah|Rahmah El Yunusiah]]. Di sinilah rasa kepedulian Rasuna terhadap pendidikan mulai tumbuh, dan ia kemudian menjadi pengajar di Sekolah [[Diniyah Putri]]. Namun, setelah beberapa waktu, ia mulai memasukkan elemen politik dalam pengajaran, yang bertentangan dengan pandangan Rahmah. Rasuna berargumen bahwa setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, adalah pejuang, dan politik merupakan bagian dari perjuangan. Sebaliknya, Rahmah berpendapat bahwa pendidikan lebih strategis dan bahwa politik berpotensi memecah belah. Karena perbedaan pendapat, Rasuna memutuskan untuk meninggalkan sekolah tersebut.{{cn}}
 
Setelah meninggalkan Diniyah Putri, Rasuna kembali belajar dari Haji Rasul, seorang tokoh [[Pembaharu Minangkabau|pembaharu Minangkabau.]] Ia mendapatkan pemahaman penting mengenai pembaruan pemikiran keagamaan dan kebebasan berpikir. Pada 28 Juni 1926, gempa bumi dan letusan [[Gunung Merapi]] menghancurkan banyak fasilitas pendidikan, memaksa siswa, termasuk Rasuna, untuk pulang dan mencari perlindungan. Namun, keinginannya untuk belajar tetap tinggi, dan ia berguru kepada H. Abdul Majid di desanya, meskipun ia merasa tidak cocok dengan pandangannya yang konservatif.{{cn}}
 
Rasuna kemudian kembali ke [[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]] untuk belajar dari Haji Rasul, yang dikenal karena pemikirannya yang progresif dan mendorong kebebasan berpikir. Interaksi dengan Haji Rasul membantunya memahami bahwa agama tidak hanya tentang aturan yang kaku, tetapi juga tentang pengembangan intelektual dan pemikiran kritis. Ia menjadi terinspirasi untuk terlibat dalam perjuangan sosial dan nasional yang lebih luas, berlandaskan pemahaman agama yang inklusif.{{cn}}
 
Pada masa itu, terjadi ketegangan antara kaum muda dan kaum tua di [[Orang Minangkabau|Minangkabau,]] di mana kaum muda lebih progresif dan kaum tua lebih konservatif. Gerakan pembaruan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Syekh Abdullah Ahmad dan Syekh Abdul Karim Amrullah menjadi pelopor perubahan. Haji Rasul dikenal dengan pengajian yang keras dan tidak kompromistis, menentang segala bentuk penyelewengan.{{cn}}
 
Sadar akan pentingnya keterampilan sebagai perempuan, Rasuna memutuskan untuk masuk ke ''[[Meisjes School]]'' (Sekolah Putri) untuk mempelajari keterampilan penting seperti memasak dan menjahit. Pada tahun 1930, ia melanjutkan pendidikan di sekolah [[Sumatera Thawalib]], lembaga pendidikan terkemuka di [[Sumatera Barat|Sumatra Barat,]] dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam agama.{{cn}}
 
Sifat dan kepribadian Rasuna sebagai calon pejuang terbentuk di bawah bimbingan Haji Udin Rahmani, seorang tokoh pergerakan muda. Pidato Haji Udin mengenai perjuangan untuk meraih kemerdekaan menginspirasi semangat Rasuna. Ia dikenal pandai berpidato dan debat, dan berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah Thawalib dalam waktu dua tahun, meskipun seharusnya berlangsung selama empat tahun.{{cn}}
Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, ia sempat mengajar di [[Diniyah Putri]] sebagai guru. Namun pada tahun 1930, Rasuna Said berhenti mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tetapi harus disertai perjuangan [[politik]]. Rasuna Said ingin memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tetapi ditolak. Rasuna Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H [[Abdul Karim Amrullah]] yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir yang nantinya banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.
 
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan terakhirnya di ''[[Islamic College]]'' di [[Kota Padang|Padang]] pada usia 23 tahun. Di sana, ia aktif dalam kegiatan kepenulisan dan jurnalistik, bahkan terpilih sebagai pemimpin redaksi majalah Raya, yang terkenal radikal dan berperan dalam perlawanan di [[Sumatra Barat]]. Namun, aktivitas ini menarik perhatian ''[[Politieke Inlichtingen Dienst]]'' (PID), yang merupakan badan keamanan [[Hindia Belanda]], yang berupaya membatasi ruang gerak Rasuna dan kelompoknya dalam perlawanan.{{cn}}
Kontroversi [[poligami]] pernah ramai dan menjadi polemik di ranah Minang tahun 1930-an. Ini berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai. Rasuna Said menganggap kelakuan ini bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita.
 
== Perjuangan politik ==
[[Berkas:RasunaSaid.jpg|175px||jmpl|Rasuna Said]]
Awal perjuangan politik Rasuna Said dimulai dengan beraktivitas di Sarekat Rakyat (SR) sebagai Sekretaris cabang. Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan [[Persatuan Muslimin Indonesia]] (PERMI) di [[Bukittinggi]] pada tahun 1930. Rasuna Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian mendirikan Sekolah Thawalib di [[Padang]], dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukittinggi. Rasuna Said sangat mahir dalam berpidato mengecam pemerintahan Belanda. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum ''Speek Delict'', yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.{{cn}}
 
Pada tahun 1926, Rasuna Said aktif dalam organisasi [[Sarekat Rakyat]] yang berafiliasi dengan komunis, yang dibubarkan setelah pemberontakan komunis yang gagal di Sumatera Barat pada tahun 1927. Tahun berikutnya, ia menjadi anggota Partai [[Sarekat Islam]], naik ke posisi kepemimpinan cabang Maninjau. Setelah berdiri pada tahun 1930, ia bergabung dengan [[Persatuan Muslim Indonesia]] (Permi), sebuah organisasi berbasis Islam dan nasionalisme. Tahun berikutnya, Rasuna yang kembali mengajar di Padang Panjang, meninggalkan pekerjaannya setelah berselisih dengan pemimpinnya karena Rasuna telah mengajar murid-muridnya tentang perlunya tindakan politik untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, dan pindah ke Padang, di mana pimpinan Permi bermarkas. Di sana, dia mendirikan sekolah untuk anak perempuan.{{cn}}
 
Pada tanggal 23 Oktober 1932, dalam rapat umum bagian perempuan Permi di Padang Panjang, Rasuna menyampaikan pidato publik berjudul "Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan Rakyat Indonesia" di mana dia mengutuk penghancuran mata pencaharian rakyat dan kerusakan yang dilakukan pada rakyat Indonesia oleh kolonialisme. Beberapa minggu kemudian, dalam pidato lain di [[Payakumbuh]] di hadapan seribu orang, dia mengatakan kebijakan Permi adalah memperlakukan imperialisme sebagai musuh. Meski mendapat peringatan dari seorang pejabat, dia melanjutkan dengan sekali lagi mengatakan bahwa [[Al-Qur'an]] menyebut imperialisme sebagai musuh Islam. Dia memproklamirkan, "Kita harus mencapai kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan harus datang." Tak lama setelah itu dia ditangkap dan didakwa dengan "menebar kebencian", menjadi wanita Indonesia pertama yang didakwa dengan ''Speekdelict'' — pelanggaran berbicara. Dia kemudian dijatuhi hukuman 15 bulan penjara, yang membuatnya terkenal secara nasional karena jejak dan hukumannya dilaporkan secara luas. Dia menggunakan persidangannya untuk menyerukan kemerdekaan, dan menarik dukungan luas. Dia dipenjara di Semarang, Jawa Tengah. Lebih dari seribu orang datang untuk menyaksikan keberangkatan kapal yang membawanya ke Jawa.{{sfn|Winda (Ed)|2009|p=115}}{{sfn|White|2013|pp=107–110}}{{sfn|Republika|2014|p=}}
 
Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya [[Rasimah Ismail]], dan dipenjara pada tahun 1932 di [[Semarang]]. Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.{{cn}}
 
{{quote box|salign=right|align=center|width=80%|qstyle=text-align:justify;padding: 3px 5px 5px 0;|
Baris 44 ⟶ 71:
}}
 
Rasuna dibebaskan dari penjara pada tahun 1934. Ia belajar di Sekolah Pendidikan Keguruan Permi di Padang selama empat tahun. Dia juga bekerja sebagai jurnalis, menulis artikel yang mengkritik kolonialisme Belanda di jurnal sekolah keguruan ''Raya''. Pada tahun 1937 ia pindah ke [[Medan]], kemudian kembali ke Padang setelah [[penjajahan Jepang |invasi Jepang ke Hindia Belanda]]. Dia ditangkap oleh Jepang karena keanggotaannya dalam organisasi pro-kemerdekaan Indonesia, tetapi dibebaskan setelah waktu yang singkat karena pihak berwenang khawatir menyebabkan ketidakpuasan publik. Pada tahun 1943 ia bergabung dengan pasukan sukarelawan militer [[Giyugun]] yang sangat nasionalis, yang telah didirikan oleh Jepang di Sumatra. Dia membantu mendirikan bagian wanita, ''Hahanokai''.{{sfn|White|2013|p=114}}{{sfn|Cribb & Kahin|2004|p=160}}
 
== Jurnalis ==
 
Rasuna Said dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam. Pada tahun 1935 Rasuna menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, ''Raya''. Majalah ini dikenal radikal, bahkan tercatat menjadi tonggak perlawanan di SumatraSumatera Barat. Namun [[Politieke Inlichtingen Dienst|polisi rahasia Belanda]] (PID) mempersempit ruang gerak Rasuna dan kawan-kawan. Sedangkan tokoh-tokoh PERMI yang diharapkan berdiri melawan tindakan kolonial ini, justru tidak bisa berbuat apapun. Rasuna sangat kecewa. Ia pun memilih pindah ke [[Medan]], [[SumatraSumatera Utara]].{{cn}}
 
Pada tahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan perguruan putri. Untuk menyebar-luaskan gagasan-gagasannya, ia membuat koran mingguan bernama ''Menara Poeteri''. Slogan koran ini mirip dengan slogan [[Bung Karno]], "Ini dadaku, mana dadamu". Koran ini banyak berbicara soal perempuan. Meski begitu, sasaran pokoknya adalah memasukkan kesadaran pergerakan, yaitu antikolonialisme, di tengah-tengah kaum perempuan. Rasuna Said mengasuh rubrik "Pojok". Ia sering menggunakan nama samaran: Seliguri, yang konon kabarnya merupakan nama sebuah bunga. Tulisan-tulisan Rasuna dikenal tajam, kupasannya mengena sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang antikolonial.{{cn}}
 
Sebuah koran di [[Surabaya]], ''Penyebar Semangat'', pernah menulis perihal ''Menara Poetri ini'', "Di Medan ada sebuah surat kabar bernama ''Menara Poetri''; isinya dimaksudkan untuk jagad keputrian. Bahasanya bagus, dipimpin oleh Rangkayo Rasuna Said, seorang putri yang pernah masuk penjara karena berkorban untuk pergerakan nasional." Akan tetapi, koran ''Menara Poetri'' tidak berumur panjang. Persoalannya, sebagian besar pelanggannya tidak membayar tagihan korannya. Konon, hanya 10 persen pembaca ''Menara Poetri'' yang membayar tagihan. Karena itu, ''Menara Poetri'' pun ditutup. Pada saat itu, memang banyak majalah atau koran yang tutup karena persoalan pendanaan. Rasuna memilih pulang ke kampung halaman, SumatraSumatera Barat.{{cn}}
 
Pada masa pendudukan [[Jepang]], Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di [[Padang]] yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.{{cn}}
 
== Setelah kemerdekaan ==
 
Setelah [[kemerdekaan Indonesia]], Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatra mewakili daerah SumatraSumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan. Ia diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] sampai akhir hayatnya.{{cn}}
 
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Rasuna bekerja dengan organisasi-organisasi pro-republik, dan pada tahun 1947 menjadi anggota senior dan ketua bagian perempuan [[Front Pertahanan Nasional]]. Dia kemudian bergabung dengan Volksfront, yang merupakan bagian dari Serikat Perjuangan yang didirikan oleh nasionalis-komunis [[Tan Malaka]]. Akibat gesekan antara organisasi ini dengan pemerintah daerah, Rasuna ditempatkan dalam tahanan rumah selama seminggu. Rasuna juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Sumatera, dan pada Juli 1947 menjadi anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP), badan legislatif sementara. Menjelang sidang keenam KNIP pada tahun 1949, ia diangkat menjadi Badan Pekerja KNIP mewakili Sumatra. Pada tahun 1950, ia menjadi anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Sementara]]. Pada tahun 1959 ia diangkat menjadi anggota [[Dewan Pertimbangan Agung]], posisi yang dipegangnya sampai kematiannya di Jakarta pada tahun 1965.{{sfn|Winda (Ed)|2009|p=114–116}}{{sfn|Tim Penyusun|1970|pp=23, 581, 597}}{{sfn|White|2013|p=111, 115–116}}
Baris 66 ⟶ 93:
 
==Kehidupan pribadi==
Pada tahun 1929, Rasuna menikah dengan [[Duski Samad]], seorang rekan pengajar dan aktivis politik. Orang tuanya tidak merestui pernikahan tersebut. Mereka memiliki seorang putri, tetapi pernikahan itu berakhir dengan perceraian dipada awal tahun 1930-an. Dia kemudian diam-diam menikah dengan Bariun AS, meskipun dia mengatakan bahwa perjuangan kemerdekaan lebih penting daripada suaminya.{{sfn|White|2013|pp=105–106, 114}}
 
==Meninggal dunia==
Rasuna meninggal di Jakarta karena [[kanker darah]] pada 2 November 1965. Ia meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh. Ibrahim, Moh. Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain). Jenazahnya dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]], [[Jakarta Selatan]].{{cn}}
[[Berkas:Rangkajo H Rasuna Said - TMPNU Kalibata 2.jpg|jmpl|Nisan H.R Rasuna Said di TMPNU Kalibata]]
 
== Penghormatan ==
Pada tanggal 13 November 1974, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974, ia diangkat sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan oleh presiden [[Soeharto]], perempuan kesembilan yang dianugerahi kehormatan ini.{{cn}}
 
Sebuah jalan arteri utama di [[Jakarta]] ([[Jalan HR Rasuna Said (Jakarta)|Jalan HR Rasuna Said]]), [[Padang]], dan [[Payakumbuh]], dinamai menurut namanya.{{sfn|Winda (Ed)|2009|p=115}}{{sfn|White|2013|pp=107–110}}{{sfn|Republika|2014|p=}} Di Jakarta, salah satu turunan nama yang berasal dari Jalan HR Rasuna Said adalah [[Stasiun LRT Rasuna Said]], salah satu stasiun [[LRT Jabodebek]].{{cn}}
 
==Catatan==
Baris 83 ⟶ 111:
 
==Kutipan karya==
{{wikiquote|Rasuna Said}}
*{{cite book | last1 = Cribb| first1 = R.B |last2= Kahin | first2= Audrey | title = Historical Dictionary of Indonesia | url = https://archive.org/details/historicaldictio0000crib_v4i7| publisher = Scarecrow Press | year = 2004 | isbn = 9780810849358}}
* {{cite news | title = HR Rasuna Said, Sang Orator Ulung | newspaper = [[Republika (surat kabar)|Republika]] | location =Jakarta | language =Indonesia | publisher = PT Republika Media Mandiri | date = 3 October 2014 | url = https://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/14/10/03/ncur88-hr-rasuna-said-sang-orator-ulung | access-date = 29 December 2021}}
* {{cite news | last = Indrawati | first = Nita | title = Walikota Sawahlunto Deri Asta Sandang Gelar Sangsako Adat | newspaper = Padangmedia.com | language =Indonesia | publisher = PT Padang Media Press | date = 12 November 2019 | url = https://padangmedia.com/walikota-sawahlunto-deri-asta-sandang-gelar-sangsako-adat-rangkayo-mudo-dirajo/ | access-date = 30 December 2021}}