Agresi Militer Belanda II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Cyduck (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Mengembalikan suntingan oleh 114.5.105.91 (bicara) ke revisi terakhir oleh Gilberatalessandro054
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(32 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{refimprove}}
{{Infobox military conflict
|conflict=Agresi Militer Belanda II<br /><small>({{lang-nl|Operatie Kraai}})</small>
|partof=[[PerangRevolusi KemerdekaanNasional Indonesia]]
| image = [[File:Nederlandse troepen trekken Djokjakarta binnen. Links een brandende auto, Bestanddeelnr 5111.jpg|140px]] [[File:Drie Nederlandse militairen tijdens een actie. De brenschutter richt zijn wapen , Bestanddeelnr 5560.jpg|140px]] [[File:Nederlanse militairen en voertuigen in de hoofstraat van Rantau Prapat, Bestanddeelnr 5668.jpg|140px]] [[File:Station van Ngebroek. Een bivak wordt opgezet. Veldbedden worden gereed gemaakt, Bestanddeelnr 5563.jpg|140px]] [[File:, Sumatra, Padang, Bestanddeelnr 2524.jpg|140px]] [[File:Opmars in Tapanoeli (Sumatra) Patrouille van Nederlandse militairen passeert en, Bestanddeelnr 2753.jpg|140px]]
|image=Verzamelen op het vliegveld, Bestanddeelnr 2344.jpg
| image_size =210px
| caption = '''Searah jarum jam dari kiri atas:'''
|caption=Pasukan Operasi Gagak yang menunggu penerbangan pesawat dari Semarang menuju Yogyakarta.
*Pasukan Belanda masuk [[Djokjakarta]]. Di sebelah kiri ada mobil yang terbakar.
|date= 19–20 Desember 1948
*Pasukan Belanda dalam memajukan Jawa Timur
|place=[[Jawa]] dan [[Sumatra]], [[Indonesia]]
*Stasiun Ngebroek. Sebuah [[Kamp militer|bivak]] telah disiapkan.
|casus=Perbedaan penafsiran Belanda dan Republik Indonesia terhadap isi [[Perundingan Renville]]
*Kemajuan di [[Karesidenan Tapanuli|Tapanoeli]] (Sumatera Utara). Patroli tentara Belanda melewati beberapa rumah khas [[Batak]].
|territory=Pasukan bersenjata Belanda menduduki Jawa dan Sumatra<ref name="KahinSEA89">Kahin (2003), p. 89</ref>
*Kemajuan di [[Padang]], Sumatra oleh pasukan Belanda.
|result=Penangkapan pemimpin-pemimpin Republik di [[Yogyakarta]]<ref name="KahinSEA96">Kahin (2003), p. 1876.988896</ref><br>Berkembangnya penentangan internasional di [[PBB]] atas upaya Belanda mengembalikan kekuasaan di Indonesia<ref name="Darusman64">Darusman (1992), p. 63</ref>
*Tentara Belanda di jalan utama [[Rantau Prapat]]
|combatant1={{flag|Indonesia}}
| date = {{start and end dates|1948|12|19|1949|01|05|df=y}}
|combatant2={{flag|Belanda}}
|territory=Pasukan bersenjataplace Belanda menduduki = [[Jawa]] dan [[Sumatra]]<ref name="KahinSEA89">Kahin (2003), p. 89</ref>
|combatant3=
| casus = Pelanggaran Partai Republik terhadap [[Perjanjian Renville]]
|commander1={{flagicon|Indonesia}} [[Soedirman]]<br>{{flagicon|Indonesia}} [[Djatikoesoemo]]<br>{{flagicon|Indonesia}} [[Abdul Haris Nasution]]<ref name="KahinSEA89"/>
| result = Kemenangan Belanda
|commander2={{flagicon|Netherlands}} [[Jenderal]] [[Simon Hendrik Spoor]]<ref name="KahinSEA89" /><br>{{flagicon|Netherlands}} Jenderal Meyer<ref name="KahinSEA94" />
*[[Yogyakarta]] direbut oleh Belanda
|commander3=
* [[Kabinet Darurat|Pemerintah Indonesia]] [[Pemerintah Darurat Republik Indonesia|diasingkan]]
|strength1=100.000 infanteri<br>3 [[Mitsubishi A6M Zero|Mitsubishi Zero]]<ref name="KahinSEA89" />
* Peperangan [[Gerilya]] terus berlanjut
|strength2=800–900 infanteri udara<ref name="KahinSEA90" /><br>23 [[Douglas DC-3]]<ref name="KahinSEA90" /><br>10.000 - 130.000 infanteri <br>Pesawat tempur dan pengebom Belanda<ref name="KahinSEA90">Kahin (2003), p. 90</ref>
| combatant1 = {{flagflagcountry|Indonesia}}
|strength3=
| combatant2 = {{flagcountry|Netherlands}}
|casualties1=
| commander1 = {{flagiconFlagicon|Indonesia}} [[Soedirman]]<{{br>}}{{flagiconFlagicon|Indonesia}} [[Djatikoesoemo]]<{{br>}}{{flagiconFlagicon|Indonesia}} [[Abdul Haris Nasution]]<ref name="KahinSEA89"/>
|casualties2=
| commander2 = {{Flagicon|Belanda}} [[Simon Hendrik Spoor]]{{br}}{{Flagicon|Belanda}} [[Dirk Reinhard Adelbert van Langen|Dirk van Langen]]
|casualties3=
| units1 = {{ubl|[[Tentara Nasional Indonesia|Tentara Indonesia]]|[[Angkatan Udara Indonesia]]}}
|notes=
| units2 = {{ubli|[[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]]}}
| strength1 =100.000 infanteri<br>3{{ubl|4 [[Mitsubishi A6M Zero|Mitsubishi Zero]]|100,000 tentara<ref name="KahinSEA89" />}}
| strength2 = {{ubl|800–900 pasukan payung|10,000 tentara<ref name="KahinSEA90" />-130,000 tentara<ref>{{cite book|title=Fundamentals of Guerilla Warfare, page 179-180|last1=Nasution|first1= Abdul H.|publisher=New York, Praeger|date=1965}}</ref>|23 [[Douglas DC-3]]s<ref name="KahinSEA90" />|Pesawat tempur dan pembom Belanda<ref name="KahinSEA90" />}}
| casualties1 = tidak diketahui
| casualties2 = tidak diketahui
}}
{{Campaignbox Revolusi Nasional Indonesia}}
 
{{Sejarah Indonesia}}
'''Agresi Militer Belanda II''' atau '''Operasi Gagak''' ([[bahasa Belanda]]: ''Operatie Kraai'') terjadi pada [[19 Desember]] [[1948]] yang diawali dengan serangan terhadap [[Yogyakarta]], [[ibu kota]] [[Indonesia]] saat itu, serta penangkapan [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], [[Sjahrir]] dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya [[Pemerintah Darurat Republik Indonesia]] di [[Sumatra]] yang dipimpin oleh [[Sjafruddin Prawiranegara]].
Baris 32 ⟶ 37:
 
== Serangan ke Maguwo ==
Tanggal [[18 Desember]] [[1948]] pukul 23.30, siaran radio Antaraselang dari Jakarta menyebutkan, bahwa besokesok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, [[Louis Joseph Maria Beel|Dr. Beel]], akan menyampaikanmengucapkan pidato yang penting.
 
Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruhsemua tentara Belanda di [[Jawa]] dan [[Sumatra]]Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakandikata "Operasi Kraai" .
 
Pukul 2.00 pagi ''1e para-compgnie'' (pasukan para I) KST di [[Andir]] memperolehmendapat parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukandilaksanakan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikutidisertai oleh Jenderal [[Simon Hendrik Spoor|Spoor]] 15 menit kemudianselanjutnya. Dia melakukanmelaksanakan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat [[Dakota]] pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melaluimenempuh [[Lautan Hindia]]. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakandigunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.
Tanggal [[18 Desember]] [[1948]] pukul 23.30, siaran radio Antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, [[Louis Joseph Maria Beel|Dr. Beel]], akan menyampaikan pidato yang penting.
 
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal [[19 Desember]] [[1948]], WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan [[Persetujuan Renville]]. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan SumatraSumatera, termasuk serangan terhadap Ibu kotaIbukota RI, [[Yogyakarta]], yang kemudianselanjutnya dikenaldiketahui sebagaiuntuk AgresiSerangan Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresiserangan militer ini sebagaiuntuk "AksiSikap yang dibuat Polisional".
Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di [[Jawa]] dan [[Sumatra]] untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .
 
Penyerangan terhadap Ibuibu kota Republikrepublik, diawali dengan pengeboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan [[mitraliur]] oleh 5 [[pesawat [[Mustang]] dan 9 pesawat [[pesawat Kittyhawk]]. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dariatas 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapasebagian senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedangmasih dalam keadaankondisi rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu [[kompi]] TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsungberlanjut lebih sekitarkurang 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republikrepublik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
Pukul 2.00 pagi ''1e para-compgnie'' (pasukan para I) KST di [[Andir]] memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal [[Simon Hendrik Spoor|Spoor]] 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat [[Dakota]] pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui [[Lautan Hindia]]. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.
 
SekitarLebih kurang pukul 9.00, seluruhsemua 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruhsemua kekuatandaya Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerakbangung ke Yogyakarta.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal [[19 Desember]] [[1948]], WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan [[Persetujuan Renville]]. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatra, termasuk serangan terhadap Ibu kota RI, [[Yogyakarta]], yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".
 
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pengebomanpemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antaraselang lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukandilaksanakan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Akbar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
Penyerangan terhadap Ibu kota Republik, diawali dengan pengeboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan [[mitraliur]] oleh 5 pesawat [[Mustang]] dan 9 pesawat [[Kittyhawk]]. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
 
== Perebutan Yogyakarta ==
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Setelah mendengar serangan mendadak tersebut, Panglima Militer Indonesia Jenderal [[Sudirman]] menyiarkan Perintah kilat melalui radio. Ia juga meminta Sukarno dan pemimpin lainnya untuk mengungsi dan bergabung dengan pasukan gerilyanya. Setelah rapat kabinet, mereka menolak dan memutuskan untuk tetap tinggal di [[Yogyakarta]] dan tetap berkomunikasi dengan utusan PBB dan ''[[Perjanjian Renville#Latar Belakang|Komisi Tiga Negara]]'' (Komisi Trilateral). Sukarno juga mengumumkan rencana "pemerintahan darurat" di Sumatera, jika terjadi sesuatu pada kepemimpinan Indonesia di Yogyakarta.<ref name="Betrand">Bertrand (2004), hal. 166</ref>
 
Sementara itu, 2.600 tentara Belanda bersenjata lengkap (infanteri dan pasukan terjun payung) dipimpin Kolonel [[Dirk Reinhard Adelbert van Langen]] telah berkumpul di Maguwo, siap merebut Yogyakarta. Pada hari yang sama, sebagian besar wilayah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, dan sasaran utama seperti angkatan udara dan markas besar kepala staf dihancurkan oleh taktik "bumi hangus" Indonesia dan pemboman Belanda.<ref name="KahinSEA91">Kahin ( 2003), hal. 91</ref> Presiden Indonesia Sukarno, Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]], dan mantan perdana menteri [[Sutan Sjahrir]] ditangkap oleh Belanda dan selanjutnya diasingkan ke [[Pulau Bangka|Bangka]].<ref nama="KahinSEA94">Kahin (2003), hal. 94</ref> Mereka membiarkan diri mereka ditangkap dengan harapan hal itu akan menimbulkan kemarahan dukungan internasional. Namun tindakan ini kemudian mendapat kritik dari kalangan militer Indonesia karena menganggapnya sebagai tindakan pengecut pimpinan politik.<ref name="KahinSEA94" /> Sultan [[Hamengkubuwono IX]] tetap tinggal di istananya di Yogyakarta dan tidak meninggalkan istananya. selama seluruh pendudukan. Sultan sendiri menolak bekerja sama dengan pemerintah Belanda dan menolak upaya mediasi yang dilakukan oleh [[Kesultanan Pontianak|Sultan]] Pontianak [[Sultan Hamid II|Hamid II]] yang pro-Belanda).<ref name="KahinSEA106">Kahin ( 2003), hal. 106</ref>
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pengeboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari.
 
Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar [[Soedirman]] mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal [[19 Desember]] 1948 pukul 08.00.
 
== Pemerintahan Darurat ==
[[Soedirman]] dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh [[T.B. Simatupang|Kolonel Simatupang]], [[Soerjadi Soerjadarma|Komodor Suriadarma]] serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintahpemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibu kota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil dalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri [[Herling Laoh|Laoh]] mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan dengan KTN sebagai wakil [[PBB]]. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.
[[Berkas:Dec48.gif|jmpl|330px]]
[[Soedirman]] dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh [[T.B. Simatupang|Kolonel Simatupang]], [[Soerjadi Soerjadarma|Komodor Suriadarma]] serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibu kota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil dalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri [[Herling Laoh|Laoh]] mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan dengan KTN sebagai wakil [[PBB]]. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.
 
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dibentuk di [[Sumatra]], maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada [[Syafruddin Prawiranegara]] di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia]]. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatra, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, [[L. N. Palar]] dan Menteri Keuangan Mr. [[A.A. Maramis]] yang sedang berada di [[New Delhi]].
Baris 60 ⟶ 67:
 
== Pengasingan Pimpinan Republik ==
Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden [[Soekarno]], [[Sutan Sjahrir]], dan Menteri Luar Negeri Haji [[Agus Salim]] terus diterbangkan lagi menuju [[Medan]], [[SumatraSumatera Utara]], untuk kemudian diasingkan ke [[Brastagi]] dan [[Parapat]], sementara Drs. [[Moh. Hatta]] (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. [[Assaat]] (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.
 
== Gerilya ==
Baris 94 ⟶ 101:
[[Kategori:Sejarah Yogyakarta]]
[[Kategori:Peristiwa 1948]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1948]]
[[Kategori:Perang Kemerdekaan Indonesia]]