Ajaran Siwa-Buddha: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Faredoka (bicara | kontrib)
add {{Hindu}}
Tag: pranala ke halaman disambiguasi
 
(36 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{referensi}}{{rapikan}}
'''Agama Siwa-Buddha''' merupakan campuran (sinkretisme) [[agama]] [[Hindu]] dan [[Agama Buddha|Buddha]].
{{Hindu-stub}}
{{Buddhisme|aliran}}
'''Ajaran Siwa-Buddha''' adalah campuran (sinkretisme) [[agama]] [[Hindu]] dan [[Agama Buddha|Buddha]] di Indonesia. Pada zaman [[Majapahit]] agama Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu, dan ini bisa dilihat dalam beberapa karya sastra antara lain [[Kakawin Sutasoma]] dan [[Kakawin Arjunawijaya]]. Pada zaman sekarang di pulau [[Bali]] dan [[Lombok]], ajaran [[Agama Hindu Dharma|Hindu Dharma]] yang beraliran Siwa dan ajaran ''Buda'' (Siwa-Buddha)<ref>Istilah ''Buda'' di sini adalah penyebutan masyarakat Bali untuk ajaran sikretisme Siwa-Buddha ini. Bedakan dengan agama [[Buddha]] yang non-sinkretisme, misalnya aliran-aliran [[Mahayana]], [[Theravada]], [[Vajrayana]], dll.</ref> ini dianggap sebagai dua mazhab berbeda dari satu agama yang sama. Di Bali ada sebuah desa yang bernama Budakeling di [[Kabupaten Karangasem]], yang mana seluruh penduduknya menganut mazhab ini.
 
== Sejarah ==
=== Masuknya budaya India ===
Mereka yang pertama kali memperkenalkan budaya India di Indonesia adalah kaum [[brahmana]], biarawan dan pendeta pelbagai sekte dan mazhab di India, yang mengikuti rute perdagangan maritime. Tetapi ketika mereka sudah mendapatkan sejumlah pengikut, sebuah gelombang gerakan lainnya terjadi dan orang-orang Indonesia yang sudah memeluk ajaran agama mereka lalu berlayar ke India sebagai peziarah dan mahasiswa kemudian kembali dengan kesan-kesan dan khazanah ilmu-ilmu baru.
 
Kebudayaan India diterima dengan senang hati. Seperti sudah sering dikemukakan, persamaan-persamaan antara kesenian Hindu-Jawa dan India tidak bisa dipisahkan. Demikian juga mengenai tradisi sastra Jawa KunaKuno dan [[Bali]], baik sastra yang berhubungan dengan agama maupun yang sekularsekuler. Sementara untuk pengaruh agama, hanya ada satu aliran agama India yang jejaknya tak ditemukan di Jawa, Bali maupun di daerah lainnya di Nusantara, yaitu aliran [[Jainisme]].
 
Meskipun mereka memiliki pengetahuan luas akan apa yang disajikan oleh India, hal ini tidak berarti bahwa orang Jawa dan Bali menerapkan ilmu pengetahuan mereka dengan cara yang sama seperti orang India, atau bahkan menerapkan semuanya. Bahkan bisa dikatakan bahwa meskipun mereka memiliki hampir semua bahan bangunan India, mereka tidak pernah membangun sebuah gedung India. Sementara hal ini kurang lebih benar apabila berhubungan dengan [[arsitektur]], perumpamaan ini bisa pula diterapkan pada bidang agama. Tradisi Jawa-Bali juga meliputi banyak ajaran-ajaran dan cara-cara pemujaan yang secara keseluruhan terdiri dari unsur-unsur India, tetapi hal yang persis sama tidak bisa ditemukan di India. Pada saat penyeleksian dan kombinasi antar ajaran ini, ciri khas kebangsaan Jawa-Bali jelas sangat menentukan. Dan bagaimana seleksi dan kombinasi ini dilakukan, merupakan masalah-masalah yang sangat menarik bagi peneliti budaya Jawa dan Bali.
 
=== Masuknya agama Buddha ===
Agama Buddha sampai di Nusantara cukup awal dan banyak informasi mengenai hal ini kita dapatkan dari sumber-sumber [[China|Tionghoa]]. [[Fa Xien]] yang datang dari [[Sri Langka]] pada tahun 414, terdampar karena angin topan yang hebat ke <i>''Yeh p’o t’i</i>'' (Yawadwîpa, entah ini Jawa atau Sumatra, kurang jelas), merasa agak kecewa terhadap situasi agamanya (=agama Buddha) di sana, apalagi apabila dibandingkan dengan kaum brahmana dan orang-orang ‘[[kafir]]’Hindu. Tetapi sebelum tahun 424, menurut sumber China lagi, agama Buddha tersebar di negara <i>''Shê p’o</i>'' (=[[Jawa]]). Sang [[misionaris]] atau pendakwah yang menyebarkan agama ini konon adalah Gunawarman, seorang putra pangeran dari [[Kashmir]]. Ia datang ke pulau Jawa dari Sri Langka dan pada tahun 424 bertolak ke China, di mana beliaudia meninggal tujuh tahun kemudian. BeliauIa menterjemahkan sebuah teks dari mazhab [[Dharmagupta]]
 
Pada abad ke-7, ke-8, ke-9 para penganut Buddha Indonesia, atau paling tidak beberapa pusat agama Buddha di Sumatra dan Jawa sudah merupakan bagian dari sifat kosmopolitis agama ini. Kesan ini terutama didapatkan dari karya [[I Ching]]. Dalam buku kenangannya, ia menceritakan bahwa sang peziarah Hui Ning memutuskan perjalanannya selama tiga tahun di pulau Jawa (664/5 – 6675–667/8) untuk menterjemahkan sebuah [[Sutra (kitab)|sutra]], kemungkinan besar dari mazhab [[Hinayana]], mengenai [[Nirwana]] yang agung. Penterjemahannya dibantu seorang pakar Jawa yang bernama [[Jnanabhadra|Jñânabhadra]]. Sedangkan I Ching sendiri menghargai pusat-pusat studi agama Buddha di Sumatra secara tinggi. Hal ini terbukti dari fakta bahwa ia tinggal selama enam bulan di [[Sriwijaya]] dan dua bulan di Malayu ([[Jambi]]) dalam perjalanannya ke India pada tahun 671 dan setelah itu selama sepuluh tahun di Sriwijaya (685-695).
 
Selain itu ia juga meringkaskan bahwa agama Buddha dipeluk di negeri-negeri yang dikunjunginya dan sebagian besar, mazhab Hinayanalah yang dianut, kecuali di Malayu di mana ada pula beberapa penganut [[Mahayana]].
 
Tetapi di pulau Jawa, kurang dari seabad setelah ini, bentuk agama Buddha yang paling banyak dianut merupakan sebuah kombinasi antara Mahayana dan [[Vajrayana]]. [[Candi]] [[Borobudur]] yang oleh beberapa orang tertentu dianggap sebagai sebuah [[mandala]] raksasa, pada ribuan bas-[[relief]]nya menunjukkan pemandangan atau adegan yang dimuat dalam sejumlah teks-teks dalam bahasa [[Sansekertabahasa Sanskerta]] yang bernafaskanbernapaskan atau dijadikan dasar dari paham Mahayana. Teks-teks ini adalah: [[Mahakarmawibhangga]], [[Lalitawistara]], [[Diwyawadana]] dan [[Gandawyuha]].
 
=== Perpaduan Hindu (Siwa) dan Buddha ===
Dengan candi Borobudur maka kita memasuki era berkembangnya budaya India-Jawa di Jawa Tengah (awal abad ke 8 – 9298–929). Era ini merupakan era yang mewariskan kita candi-candi antara lain Candi [[Candi Kalasan|Kalasan]], [[Candi Mendut|Mendut]], [[Candi Sewu|Sewu]], [[Candi Plaosan|Plaosan]], [[Candi Prambanan|Prambanan]] dan lain sebagainya. Kemungkinan besar, banyak candi pula yang telah musnah. Semua candi ini adalah candi Buddha atau candi Siwa. Agama Buddha sepertinya dianut oleh [[dinasti]] [[Sailendra]] dan agama Hindu-Siwa (di Bali dikenal dengan nama [[Siwa Sidhanta]]) dianut oleh dinasti Mataram I, yang mengikuti Sailendra dan kemungkinan besar mendahului mereka pula. Dinasti Sailendra kemungkinan besar merupakan sebuah <i>''[[intermezzo]]</i>'' saja. Tetapi pasti kedua aliran agama ini ada dan berkembang secara berdampingan.
 
Lalu kemudian dipada zaman [[Majapahit]] agama Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu. Hal-hal persatuan ini bisa dilihat dalam beberapa karya sastra:
Sebenarnya tidak perlu dikemukakan lagi bahwa pasti ada lebih banyak aliran-aliran agama yang pernah ada pada masa yang disebut di atas ini selain yang bisa dilihat pada peninggalan-peninggalan candi-candi yang ada. Meskipun begitu ada sebuah aliran agama penting yang tidak ada bekasnya yaitu aliran [[Waisnawa|Wisnuisme]]. Pada [[Prasasti Tarumanegara]] yang berasal dari kurang lebih tahun 450, menunjukkan bahwa prabu [[Purnawarman]] dari [[Tarumanagara]] di [[Jawa Barat]] menganut aliran Wisnuisme (Waisnawa). Tetapi di sisi lain, paham [[Wisnu]] dari dulu sudah dianggap kurang penting daripada paham Siwa maupun Buddha di Nusantara.
 
Lalu kemudian di zaman [[Majapahit]] agama Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu. Hal-hal persatuan ini bisa dilihat dalam beberapa karya sastra:
* [[Kakawin Sutasoma]]
* [[Kakawin Arjuna WijayaArjunawijaya]]
 
== Warisan Terakhir Agama Siwa-Buddha ==
 
== Warisan Terakhir Agamaterakhir Siwa-Buddha ==
Pada zaman sekarang, di pulau [[Bali]] dan [[Lombok]], agama Siwa dan Buddha dianggap dua mazhab berbeda dari satu agama yang sama. Di Bali ada sebuah desa yang bernama Budakeling di [[Karangasem]], di sini seluruh penduduknya menganut mazhab ini. Ajaran Siwa-Buddha di desa ini diwarisi oleh [[Dang Hyang Astapaka]] dari Keling (Kalingga), yang kemudian dilanjutkan oleh [[Mpu Tantular]]. Jejak-jejak warisan kedua pendeta ini masih bisa ditelusuri di Geria Budakeling.
 
== Aliran Hindu lainnya ==
{{Hindu-stub}}
Sebenarnya tidak perlu dikemukakan lagi bahwa pasti ada lebih banyak aliran-aliran agama yang pernah ada pada masa yang disebut di atas ini selain yang bisa dilihat pada peninggalan-peninggalan candi-candi yang ada. Meskipun begitu ada sebuah aliran agama penting yang tidak ada bekasnya yaitu aliran [[Waisnawa|Wisnuisme]]. Pada [[Bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara|Prasasti Tarumanegara]] yang berasal dari kurang lebih tahun 450, menunjukkan bahwa prabu [[Purnawarman]] dari [[Tarumanagara]] di [[Jawa Barat]] menganut aliran Wisnuisme (Waisnawa). Tetapi di sisi lain, paham [[Wisnu]] dari dulu sudah dianggap kurang penting daripada paham Siwa maupun Buddha di Nusantara.
 
== Lihat pula ==
* [[Sanghyang Adi Buddha]]
 
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
* [http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=24990 Sabha Ageng III Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Se-Bali Bahas "Sesana Kawikon" dan "Penabean"], Bali Post, 22 November 2009. Diakses 4 Juni 2010.
 
{{Agama di Indonesia}}
 
[[Kategori:Hindu]]
[[Kategori:BuddhismeSekte Hindu]]
[[Kategori:Aliran Buddhisme]]
[[Kategori:Bali]]