Daan Mogot: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(73 revisi perantara oleh 49 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Nama Minahasa|'[[Marga Minahasa#M|Mogot]]'}}{{nofootnote}}
{{Infobox military person
|name = Daan Mogot
|image = Daan_Mogot_1.jpg
|caption =
|birth_date = {{birth date|1927|12|28}}
|death_date = {{death date and age|1946|1|25|1927|12|28}}
|birth_place = [[Manado]], [[Sulawesi Utara]], [[Hindia Belanda]]
|death_place = [[Tangerang]], [[Indonesia]]
|birth_name = Elias Daniel Mogot
|placeofburial = Taman Makam Pahlawan Taruna
|placeofburial_label =
|placeofburial_coordinates = <!-- {{Coord|LAT|LONG|display=inline,title}} -->
|nickname = Daan Mogot
|branch = [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR)
|serviceyears = 1945-1946
|rank = Mayor
|servicenumber =
|unit =
|commands = Militaire Academie Tangerang (MAT)
|relations =
|laterwork =
|signature =
}}
'''Elias Daniel Mogot''', atau lebih dikenal dengan nama '''Daan Mogot''' ({{lahirmati|[[Kota Manado|Manado]], [[Sulawesi Utara]]|28|12|1927|Lengkong, [[Tangerang Selatan]], [[Banten]]|25|1|1946}}), adalah seorang pejuang kemerdekaan [[Indonesia]] dan mantan anggota (dan pelatih) [[PETA]] di [[Bali]] dan [[Jakarta]] pada tahun [[1942]]-[[1945]]. Setelah [[Perang Dunia ke-2]] selesai, ia menjadi Komandan [[TKR]] di Jakarta dengan pangkat [[Mayor]]. Bulan November [[1945]] mendirikan sekaligus menjadi Direktur Pertama [[Akademi Militer Tangerang]] (MAT) dalam usia 18 tahun. Ia gugur di Hutan Lengkong, di [[Tangerang Selatan|selatan Kota Tangerang]], bersama 36 orang lainnya dalam pertempuran melawan tentara [[Jepang]] saat hendak melucuti senjata mereka di Hutan Lengkong di [[Tangerang]].
== Biografi ==
=== Masa Kecilnya ===
Daan Mogot lahir di [[Kota Manado|Manado]], [[Sulawesi Utara]], pada tanggal [[28 Desember]] [[1927]] dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang (Mien), diberi nama Elias Daniel Mogot dan dipanggil Daan Mogot. Ayahnya ketika itu adalah Hukum Besar Ratahan. Ia anak kelima dari tujuh bersaudara. Saudara sepupunya antara lain Kolonel [[Alex Kawilarang]] (Panglima [[Divisi Siliwangi]], serta pendiri [[Komando Pasukan Khusus]]) dan Inspektur Jenderal Polisi A. Gordon Mogot (mantan Kapolda Sulawesi Utara serta Kadiv Propam Mabes Polri).
Pada tahun [[1939]],
=== Bergabung dengan PETA di Masa Pendudukan Jepang ===
Pada tahun [[1942]], [[Jepang]] menduduki [[Hindia Belanda]]. Pada tahun itu juga, pemuda Daan Mogot direkrut ke ''Seinen Dojo'', pasukan paramiliter pribumi bentukan Jepang di Tangerang. Di pasukan tersebut, Daan menjadi angkatan pertama. Sebenarnya usia Daan Mogot belum memenuhi syarat yang ditentukan pihak Jepang yakni 18 tahun, ia waktu itu masih berumur 14 tahun. Namun karena kepandaiannya dan prestasinya selama pendidikan militer, Daan justru dipromosikan menjadi pembantu instruktur [[Pembela Tanah Air|Pembela Tanah Air (PETA)]] di [[Bali]] pada tahun [[1943]]. Semasa di Bali, ia mendapatkan dua sahabat karib, yaitu [[Kemal Idris]] dan [[Zulkifli Lubis]]. Mereka bertemu saat bersama 47 orang lainnya mengikuti pendidikan gerilya (“''guerilla warfare''”) di bawah pimpinan [[Kapten]] Yanagawa. Selain mereka, peserta lainnya adalah Kusno Wibowo, Sabirin Mukhtar, Satibi Darwis dan Effendi.
Setelah dilantik menjadi perwira PETA, Daan Mogot, Zulkifli Lubis dan Kemal Idris bersama beberapa perwira PETA lainnya mendirikan sekolah untuk melatih para calon anggota PETA di Bali. Jepang mengganggap Bali sebagai daerah pertahanan strategis dan tempat pendaratan potensial bagi musuh. Untuk itu kekuatan dipersiapkan, terutama di daerah-daerah [[Tabanan]], Negara dan [[Kabupaten Klungkung|Klungkung]]. Jepang memberikan kepercayaan kepada Daan Mogot melatih di [[Tabanan]], Kemal Idris di Nagara dan Zulkifli Lubis di Klungkung. Sekalipun ketiga sahabat itu terpisah-pisah tempat tugasnya, tetapi mereka selalu mengadakan kontak, baik membicarakan hal yang berhubungan dengan latihan maupun tentang nasib rakyat yang sedang menderita di bawah penjajahan. Kegiatan latihan yang spesifik saat itu ialah mempersiapkan pertahanan guna menghadapi serangan musuh di pantai.
Selama setahun para Shodancho di Bali menjalankan tugas dengan baik. Tahun [[1944]] mereka harus berpisah. Daan Mogot, bersama 3 orang Shodancho lainnya harus kembali ke [[Jawa]], sedangkan [[Zulkifli Lubis]] dan [[Kemal Idris]] yang tetap tinggal di Bali. Mereka bertindak sebagai instruktur PETA, memberikan latihan kepada calon-calon perwira hingga mereka mahir dalam berbagai bidang ketentaraan. Sedangkan Daan ditempatkan sebagai Staf Markas Besar PETA di [[Jakarta]] hingga Jepang menyerah pada [[15 Agustus]] [[1945]].
=== Bergabung dengan BKR di Masa Kemerdekaan Indonesia ===
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]], Daan Mogot bergabung dengan [[BKR|Barisan Keamanan Rakyat (BKR)]]<ref>Dibentuk pada [[23 Agustus]] [[1945]], kemudian diubah namanya menjadi [[Tentara Keamanan Rakyat|Tentara Keamanan Rakyat (TKR)]] pada [[5 Oktober]] [[1945]],</ref> dan mendapat pangkat [[Mayor]]. Ini hal yang menarik, mengingat usia Daan Mogot saat itu baru 16 tahun. Daan Mogot bertugas di bawah Letnan Kolonel [[Moeffreni Moe'min]], seorang mantan ''Daidanco'' PETA dari Daidan I Jakarta, Pasukan yang menaungi wilayah Karesidenan Jakarta bermarkas di Jalan Cilacap No. 5. Sejumlah perwira ex-PETA yang bergabung di pasukan tersebut, antara lain Singgih, [[Daan Jahja]], [[Kemal Idris]], Daan Mogot, Islam Salim, Jopie Bolang, Oetardjo, Sadikin (Resimen [[Cikampek, Karawang|Cikampek]]), Darsono (Resimen Cikampek), dan lain-lain.
=== Mendirikan Akademi Militer Tangerang ===
Berbekal pengalamannya sebagai pelatih PETA di Bali, Daan Mogot, bersama rekan-rekannya sesama perwira menengah TKR, seperti Kemal Idris, Daan Jachja dan Taswin, menggagas pendirian akademi militer untuk melatih calon-calon perwira TKR dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Gagasannya ditanggapi serius oleh Markas Besar Tentara (MBT) di Jakarta dan pada [[18 November]] [[1945]] berdirilah ''Militaire Academie'' Tangerang (MAT), dan Daan Mogot pun dilantik sebagai Direktur.
Pada tahap awal direkrutlah 180 orang calon kadet angkatan pertama yang akan dilatih menjadi perwira. Di antara mereka terdapat mahasiswa yang berasal dari Sekolah Kedokteran Ika Daigaku Jakarta. Mereka dipersiapkan menjadi komandan peleton, komandan kompi bahkan komandan batalyon. Sejumlah perwira dan bintara yang menjadi pelatih/instruktur MAT antara lain [[Kapten]] Taswin, Kapten Tommy Prawirasuta, Kapten Rukman, Kapten Kemal Idris, Kapten Oscar (Otje) Mochtan, Kapten Jopie Bolang, Kapten Endjon Djajaroekmantara, Sersan Bahruddin, dan Sersan Sirodz.
Pada saat yang hampir bersamaan, yaitu pada tanggal [[5 November]] [[1945]], di Yogyakarta juga berdiri sebuah Militaire Academie Yogya (MAY).
=== Pertempuran Lengkong ===
Pada tanggal [[24 Januari]] [[1946]], Kepala Staf [[Resimen]] IV Tangerang [[Mayor]] [[Daan Jahja]] menerima informasi intelijen bahwa pasukan [[Belanda]] dan [[Koninklijk Nederlands-Indische Leger|KNIL]] sudah menduduki [[Parung, Bogor|Parung]] dan akan merebut depot senjata tentara Jepang di Lengkong (belakangan diketahui bahwa Parung baru diduduki Belanda bulan Maret 1946). Gerakan militer Belanda itu akan mengancam kedudukan Resimen IV Tangerang dan Akademi Militer Tangerang secara serius. Sebab itu pihak Resimen IV Tangerang mengadakan tindakan pengamanan. Mayor Daan Yahya segera memanggil Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo, perwira penghubung yang diperbantukan kepada Resimen IV Tangerang.
Tanggal [[25 Januari]] [[1946]] sekitar pukul 14.00, setelah melapor kepada Komandan Resimen IV Tangerang Letnan Kolonel Singgih, berangkatlah pasukan di bawah pimpinan Mayor Daan Mogot dengan berkekuatan 70kadet MA Tangerang dan 8 tentara [[Gurkha]]. Selain taruna, dalam pasukan itu terdapat beberapa orang perwira, yaitu Mayor Wibowo, [[Letnan Satu]] [[Soebianto Djojohadikoesoemo]] dan Letnan Satu Soetopo. Kedua Perwira Pertama ini adalah perwira [[Corps Polisi Militer|Corps Polisi Militer (CPM)]]. Strategi ini dilakukan untuk mendahului jangan sampai senjata tentara Jepang yang sudah menyerah tidak jatuh ke tangan kepada tentara Belanda.
Setelah melalui perjalanan yang berat karena jalannya rusak dan penuh lubang-lubang perangkap tank, serta penuh barikade-barikade, pasukan TKR tersebut tiba di depot senjata Jepang di Lengkong sekitar pukul 16.00. Pada jarak yang tidak seberapa jauh dari gerbang markas, truk diberhentikan dan pasukan TKR turun. Mereka memasuki markas tentara Jepang dalam formasi biasa. Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo dan taruna Alex Sajoeti berjalan di muka dan mereka bertiga kemudian masuk ke kantor Kapten Abe. Pasukan Kadet MAT diserahkan kepada Letnan Satu Soebianto dan Letnan Satu Soetopo untuk menunggu di luar.
Gerakan pertama ini berhasil dengan baik dan mengesankan pihak Jepang. Di dalam kantor markas Jepang ini, Mayor Daan Mogot menjelaskan maksud kedatangannya. Akan tetapi Kapten Abe meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Jakarta, karena ia mengatakan belum mendapat perintah atasannya tentang pelucutan senjata. Ketika perundingan berjalan, rupanya Letnan Satu Soebianto dan Letnan Satu Soetopo sudah mengerahkan para kadet memasuki sejumlah barak dan melucuti senjata yang ada di sana. Sementara sekitar 40 orang tentara Jepang yang ada di depot tersebut dikumpulkan di lapangan.
Kemudian secara tiba-tiba terdengar bunyi tembakan, yang tidak diketahui dari mana datangnnya. Bunyi tersebut segera disusul oleh rentetan tembakan dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang tersembunyi yang diarahkan kepada pasukan Kadet MAT yang terjebak. Tentara Jepang lainnya yang semula sudah menyerahkan senjatanya dan berbaris di lapangan lantas berhamburan merebut kembali sebagian senjata mereka yang belum sempat dimuat ke dalam truk.
Dalam waktu yang amat singkat berkobarlah pertempuran yang tidak seimbang antara pihak Indonesia dengan Jepang, Pengalaman tempur yang cukup lama, ditunjang dengan persenjataan yang lebih lengkap, menyebabkan Kadet MAT menjadi sasaran empuk. Selain senapan mesin yang digunakan pihak Jepang, juga terjadi pelemparan granat serta perkelahian sangkur satu lawan satu.
Mayor Daan Mogot segera berlari keluar meninggalkan meja perundingan dan berupaya menghentikan pertempuran, tetapi upaya tersebut tidak berhasil. Mayor Daan Mogot segera memerintahkan pasukannya untuk meninggalkan depot tentara Jepang tersebut dan mundur ke hutan karet di sekitarnya. Kadet MAT yang berhasil lolos lantas menyelamatkan diri di antara pohon-pohon karet. Mereka mengalami kesulitan menggunakan karaben Terni yang mereka sandang. Seringkali peluru yang dimasukkan ke magazsin tidak pas karena ukuran berbeda atau sering macet. Pertempuran tidak berlangsung lama, karena pasukan itu bertempur di dalam perbentengan Jepang dengan peralatan persenjataan dan persediaan pelurunya amat terbatas.
Dalam pertempuran, Mayor Daan Mogot terkena peluru pada paha kanan dan dada. Tapi ketika melihat anak buahnya yang memegang senjata mesin mati tertembak, ia kemudian mengambil senapan mesin tersebut dan menembaki lawan sampai ia sendiri dihujani peluru tentara Jepang dari berbagai penjuru. Akhirnya 33 kadet dan 3 perwira gugur, sementara 10 kadet luka berat dan Mayor Wibowo beserta 20 kadet lainnya ditawan Jepang. Sedangkan, 3 kadet lainnya: Soedarno, Menod, Oesman Sjarief, berhasil meloloskan diri pada [[26 Januari]] [[1946]] dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang pada pagi keesokan harinya.
Pasukan Jepang bertindak dengan penuh kebengisan, mereka yang telah luka terkena peluru dan masih hidup dihabisi dengan tusukan bayonet. Ada yang tertangkap sesudah keluar dari tempat perlindungan, lalu diserahkan kepada [[Kempetai]] [[Kota Bogor|Bogor]]. Beberapa orang yang masih hidup menjadi tawanan Jepang dan dipaksa untuk menggali kubur bagi teman-temannya.
[[Berkas:Monumen Peristiwa Lengkong.JPG|jmpl|Monumen Pertempuran Lengkong, terletak di Jalan Pahlawan Seribu, Lengkong Wetan, [[Serpong, Tangerang Selatan|Serpong]], [[Kota Tangerang Selatan|Tangerang Selatan]], [[Provinsi Banten|Propinsi Banten]], [[Indonesia]].]]
Tanggal [[29 Januari]] [[1946]] di Tangerang diselenggarakan pemakaman kembali 36 jenasah yang gugur dalam peristiwa Lengkong disusul seorang taruna Soekardi yang luka berat namun akhirnya meninggal di RS Tangerang. Mereka dikuburkan di dekat penjara anak-anak Tangerang. Selain para perwira militer dari Tangerang, Akademi Militer Tangerang, kantor Penghubung Tentara, hadir pula pada upacara tersebut [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri RI]] [[Sutan Sjahrir]], Wakil Menteri Luar Neger [[Agus Salim]], yang puteranya Sjewket Salim ikut gugur dalam peristiwa tersebut, dan para anggota keluarga kadet yang gugur. Pacar Mayor Daan Mogot, Hadjari Singgih memotong rambutnya yang panjang mencapai pinggang dan menanam rambut itu bersama jenasah Daan Mogot. Setelah itu rambutnya tak pernah dibiarkan panjang lagi.<!--
Suatu ketika, Mayor Daan Mogot bertemu dengan sepupunya Alex Kawilarang. Dengan mengenakan peci hijau, ia menuruni sepeda motornya. Pemuda berusia 17 tahun itu kemudian dijemput oleh Alex di pinggir jalan, dan ia pun menunjukkan muka gembira. Pertemuan yang hangat terjadi. Kemudian mereka mengobrol di dalam rumah. Daan Mogot bercerita bahwa ia sekarang tinggal di Jalan Asem Baru, menumpang pada keluarga Singgih. Segera disambungnya cerita mengenai perjuangan. Tentang serangan di Pondok Gede. Ia juga cerita tentang ayahnya yang baru saja dibunuh, tidak diketahui dengan pasti oleh siapa. “Banyak benar anarki terjadi di sini,” kata Alex. “Memang, itu yang mesti torang bereskan. Oleh karena itu, senjata harus berada di torang pe tangan” sambung Daan. Katanya lagi kepada Alex, “Torang, orang Manado, jangan berbuat yang bukan-bukan. Awas, hati-hati! Torang musti benar-benar menunjukkan, di pihak mana kita berada.”
Lalu Daan bercerita pula mengenai pemikirannya tentang sebuah perguruan untuk mendidik para pemuda yang mau menjadi tentara, yang kemudian ternyata terlaksana, ialah didirikannya “militer akademi” (akademi militer) pada tanggal 18 November 1945 di Tangerang.
-->
== Penutup ==
Nama Daan Mogot diabadikan sebagai nama jalan yang menghubungkan Grogol dan [[Cengkareng, Jakarta Barat|Cengkareng]] di [[Kota Administrasi Jakarta Barat|Jakarta Barat]] dengan kota Tangerang. Sementara, di tempat pertempuran Lengkong tersebut, dibangun monumen peringatan. Kisah Pertempuran Lengkong dijadikan dasar penulisan skenario film [[Merah Putih (film)|Merah Putih (2009)]].
Ironisnya, sementara Daan Mogot berjuang gugur di medan pertempuran dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia, ayahnya justru tewas dibunuh gerombolan perampok yang menganggap ”orang Manado” (orang [[Minahasa]]) sebagai londo-londo (antek-antek) Belanda.
== Biodata singkat ==
* Nama: Elias Daniel Mogot;
* Nama populer: [[Mayor]] Daan Mogot;
* Tempat/tgl lahir: [[Kota Manado|Manado]], [[28 Desember]] [[1927]];
* Tempat/tgl meninggal: [[Kabupaten Tangerang|Tangerang]], [[25 Januari]] [[1946]];
* Keluarga: Ayah: Nicolaas Mogot (Nico); <br /> Ibu: Emilia Inkiriwang (Mien); <br /> Saudara: Kakak: Evert, Lilly, Hetty, Eddy; <br /> Adik: Fietje, Tilly;
Pengalaman:
* 1942-1943: Anggota ''Seinen Dojo'' angkatan pertama;
* 1943: Anggota Pembela Tanah Air (PETA) angkatan ke-1;
* 1943-1944: ''Shodancho'' PETA di Bali;
* 1944-1945: Staf Markas PETA (''Gyugun Sidobu'') di Jakarta;
* 1945: Perwira pada Resimen IV/Tangerang (pangkat Mayor);
* 1945-1946: Pendiri/Direktur pertama Akademi Militer Tangerang (MAT)
== Referensi ==
{{reflist}}
== Pranala luar ==
* PAHLAWAN MINAHASA: MAYOR DAAN MOGOT - Pendiri dan Direktur Pertama Akademi Militer Tangerang (MAT) Oleh Bodewyn Grey Talumewo – Cet. 1 – Tomohon/ Minahasa: Februari 2007)
* Saleh, R. H. A. (1995) ''Akademi Militer Tangerang Dan Peristiwa Lengkong''. Yayasan Pustaka Nusatama, Jakarta
{{DEFAULTSORT:Mogot, Elias Daniel}}
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:Tokoh Sulawesi Utara]]
[[Kategori:Tokoh
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
|