Dewi Sri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kavlyco (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Hibensis (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(31 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
| type = Asia Tenggara
| name = Dewi Sri
| image = Dewi Sri Lakshmi Ancient Java Bronzein Sonobudoyo.jpg
| alt =
| caption = Arca perunggu Dewi Sri dari masa Jawa kuno, koleksi [[JawaMuseum TengahSonobudoyo]]. Tangan kirinya sedang memegang tanaman, padiYogyakarta.
| god_of = Dewi [[padi]]
| abode = [[Persawahan]]
Baris 13:
}}
 
{{for|tokoh ini dalam sudut pandang [[budaya Sunda|mitologi Sunda]]|Pohaci}}
'''Dewi Sri''' ({{lang-jv|ꦢꦺꦮꦶꦱꦿꦶ}}; ''Dewi Sri'', [[bahasa Bali]]: ᬤᬾᬯᬶᬲ᭄ᬭᬶ; ''Dewi Sri'', [[bahasa Sunda]]: {{Sund|ᮑᮤ ᮕᮧᮠᮎᮤ}}; ''Nyi Pohaci,'' [[bahasa Bugis]]: ᨔᨂᨗᨕᨔᨛᨑᨗ ''Sangiang Serri''; adalah dewi padi di tatar [[Sunda]], [[Jawa]], [[Bali]], [[Lombok]], dan Bugis.
 
'''Dewi Sri''' ({{lang-jv|ꦢꦺꦮꦶꦱꦿꦶ}}; ''Dewi Sri'', [[bahasa Bali]]: ᬤᬾᬯᬶᬲ᭄ᬭᬶ; ''Dewi Sri'', [[bahasa Sunda]]: {{Sund|ᮑᮤ ᮕᮧᮠᮎᮤ}}; ''Nyi [[Pohaci]],'' [[bahasa Bugis]]: ᨔᨂᨗᨕᨔᨛᨑᨗ ''Sangiang Serri'';) adalah dewi padi di tatar [[Sunda]],Pulau [[Jawa]], [[Bali]], [[Lombok]], dan Bugis[[Sulawesi]].<ref name="Kompas.id-Sri">{{Cite web |author=Agus Dermawan T |date=2021-09-25 |title=Menjumpai Dewi Sri pada Hari Tani |url=https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/26/menjumpai-dewi-sri-pada-hari-tani |access-date=2023-02-14 |website=kompas.id |language=id}}</ref>
 
Pemujaan terhadapnya berawal dari perkembangan dan penyebaran penanaman padi di [[Asia]], kepercayaan terhadap dewi padi akhirnya bermigrasi dan mempengaruhi masyarakat di [[Nusantara]]. Mitologi yang serupa terhadap roh yang memberikan kesuburan di beberapa daerah sedikit berbeda dan tersebar luas di antara kawasan Asia Tenggara dan juga negara tetangga.
 
Mitologi Dewi Sri di Nusantara diperkirakan sudah ada sejak awal abad pertama, ia disamakan dengan dewi Hindu, [[Laksmi|Sri Laksmi]], dan sering dianggap sebagai inkarnasi atau salah satu manifestasinya.
 
Mitologi mengenai dewi padi juga dapat ditemukan di negara Asia lainnya seperti [[Phosop]] di [[Thailand]], [[Po Nagar]] di [[Kamboja]] dan [[Inari (Kami)|Inari]] di [[Jepang]].
 
== Sejarah dan asal-usul ==
Pemujaan terhadap dewi padi purba diduga memiliki asal-usul prasejarah terkait perkembangan dan penyebaran [[Sejarah budi daya padi|pertanian padi]] di Asia, yang mungkin dibawa oleh masyarakat [[Rumpun bahasa Austroasia|Austroasia]] atau [[Austronesia]] yang bermigrasi dan akhirnya bermukim di kepulauan [[Nusantara]]. Mitologi mengenai sosok roh, dewa atau dewi padi beredar luas di kalangan berbagai suku di Indonesia, serta di negara tetangga seperti di Thailand dan Kamboja.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Beeld van Dewi Sri de rijstgodin TMnr 60016918.jpg|thumb|left|180px|Arca kuno Dewi Sri, perhatikan tangan kirinya menggenggam setangkai padi]]
 
Nama "Sri" berasal dari bahasa [[Sansekerta]] ({{linktext|श्री}}) yang artinya kemakmuran, kekayaan, kesehatan, kecantikan, keberuntungan serta nama lain dari dewi Hindu [[Laksmi]].<ref>{{Cite web |title=Sanskrit - Dictionary |url=https://www.learnsanskrit.cc/translate?search=Shri&dir=au |access-date=2023-02-14 |website=www.learnsanskrit.cc}}</ref> [[Denys Lombard]] dalam bukunya ''Le Carrefour Javanais. Essai d'Histoire Globale'' berpendapat bahwa sosok mitologis Dewi Sri berasal dari India.<ref name="Kompas,com-1">{{Cite web |last=Auliani |first=Palupi Annisa |date=2021-08-04 |title=Legenda Dewi Sri: Simbol Kesuburan, Kehidupan, sekaligus Penderitaan |url=https://travel.kompas.com/read/2021/08/04/184222327/legenda-dewi-sri-simbol-kesuburan-kehidupan-sekaligus-penderitaan |access-date=2023-02-13 |website=KOMPAS.com |language=id}}</ref> Dalam kepercayaan [[Hindu]], dewi Sri dikenal sebagai [[Lakshmi]], [[sakti]] atau istri dari dewa [[Wishnu]]. Akan tetapi, pemujaan dewi padi di Nusantara telah menyebar luas, termasuk di daerah yang tidak dipengaruhi [[Indianisasi|kebudayaan India]].
 
Sementara Titi Surti Nastiti, peneliti dari [[Pusat Penelitian Arkeologi Nasional]], berpendapat bahwa pemujaan dewi padi memiliki asal-usul yang lebih tua. Dewi padi sudah dipuja sejak zaman [[Prasejarah Indonesia|prasejarah]] sebelum datangnya pengaruh Hindu-Buddha dari India ke Nusantara. Beberapa arca yang terbuat dari batu dan perunggu yang disebut sebagai "Dewi Sri" ditemukan di Indonesia, tepatnya berasal dari zaman Jawa kuno. Dengan mempelajari ''[[mudra]]'' (sikap tangan) dan ''laksana'' (atribut dan ciri-ciri) pada arca, ikonografi Dewi Sri Indonesia berbeda dari ''[[murti]]'' dewi Sri Laksmi yang ditemukan di India. Di India Laksmi sering ditampilkan dengan memegang bunga [[Seroja|padma]] (teratai merah) di tangannya. Sementara di Indonesia penggambaran Dewi Sri selalu terkait dengan padi. Praktik pemujaan terhadap dewi padi sebagai dewi kesuburan telah ada sejak zaman prasejarah sebelum kedatangan pengaruh Hindu-Buddha di Nusantara.<ref name="Nastiti">{{Cite journal |date=2020-06-26 |first=Titi Surti |last=Nastiti|title=Dewi Sri Dalam Kepercayaan Masyarakat Indonesia|journal= Jurnal Tumotowa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|url=https://jurnaltumotowa.kemdikbud.go.id/index.php/tumotowa/article/view/48 |language=id}}</ref>
 
Karena itulah ''siplin'' (seniman pemahat atau pembuat patung) Jawa kuno sering menampilkan Sri sebagai dewi padi. ''Siplin'' di Jawa kuno memiliki konsep yang berbeda mengenai dewi Sri sebagai istri Wishnu. Penggambaran wujud dewi Sri tidak dapat dipisahkan dari konsep dewi padi. Karena itulah Dewi Sri memiliki ''laksana'' yang menampilkan tangan kirinya menggenggam setangkai [[padi]]. Pada masyarakat Indonesia pemujaan dewi padi sangat erat terkait dengan pemujaan kesuburan dan peran pentingnya dalam dunia pertanian.<ref name="Nastiti"/>
 
== Atribut dan legenda ==
Baris 34 ⟶ 46:
 
==== Lahirnya bidadari Niken Tiksnawati ====
Mula-mula dikisahkan pada pertemuan dewa di Kahyangan, Batara Guru mencoba untuk memegang "Retna Dumilah", mustika sakti milik Batara Narada yang dapat membuat pemakainya tidak perlu makan dan tidur, tidak basah terkena air, dan tidak terbakar oleh api. Tangan Batara Guru tidak kuat menahan Retna Dumilah sehingga mustika sakti itu terlepas dari tangan Batara Guru dan jatuh ke bumi lapis ketujuh dimanadi mana seekor naga bernama Sang Hyang Antaboga menangkap dan menelannya. Antaboga kemudian mengetahui bahwa para dewa mencari mustika yang ia telan dan muncul keinginan untuk menguji mereka. Dia letakkan mustika itu ke dalam sebuah cupu lalu ia berikan kepada Batara Guru. Batara Guru tidak mampu membuka cupu tersebut, begitu pula dengan Batara Narada dan para dewa lainnya. Akhirnya cupu tersebut dibanting oleh Batara Guru hingga hancur. Dari cupu yang hancur keluarlah Retna Dumilah yang berubah bentuk menjadi seorang bayi perempuan. Bayi itu kemudian dinamakan Niken Tiksnawati.
 
==== Terciptanya tanaman padi ====
[[Berkas:Dewi Sri Java Bronze.jpg|jmpl|upright|Arca perunggu Dewi Sri dari [[Jawa Tengah]]. Tangan kirinya sedang memegang tanaman padi]]
Setelah berumur 14 tahun, Tiksnawati menjadi bidadari yang sangat cantik. Batara Guru jatuh cinta dan mencoba mempersunting Tiksnawati. Tiksnawati memberikan tiga syarat yang harus disanggupi oleh Batara Guru untuk mempersuntingnya. Syaratnya adalah pakaian yang selamanya tidak akan usang, makanan yang sekali dimakan akan selalu mengenyangkan, dan gamelan bernama "kětopyak" atau "kethok kethopyok kepyak kethopyak", sebuah teka teki yang berasal dari suara lesung.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=TOEAREiee5AC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=On the Subject of "Java"|last=Pemberton|first=John|date=1994|publisher=Cornell University Press|isbn=0801499631|language=en}}</ref>{{rp|page=206}} Batara Guru menyanggupi dan memerintahkan anak Batara Kala yang bernama Kala Gumarang untuk mencari dan melengkapi persyaratan tersebut.
 
Ditengah pencarian, Kala Gumarang melihat Dewi Sri, istriyang darisudah berstatus sebagai istri Dewa Wisnu, mandi di taman Banjaran Sari. Kala Gumarang terpikat dan mengejar Dewi Sri hingga turun ke bumi dan masuk ke tengah hutan. Dewa Wisnu melepaskan anak panah ke arah Kala Gumarang yang kemudian berubah menjadi akar rotan yang menjerat kaki Kala Gumarang dan membuatnya terjatuh. Dewi Sri terkejut melihat Kala Gumarang jatuh merangkak dan dari mulut Dewi Sri terucap perkataan bahwa Kala Gumarang mirip seperti babi. Seketika itu juga Kala Gumarang berubah menjadi babi hutan. Dewi Sri kemudian menitis ke dalam Dewi Darmanastiti, permaisuri Raja Makukuhan di Medang Kamulan. Sedangkan Dewa Wisnu sendiri menitis ke dalam Raja Makukuhan.
 
Mendengar bahwa Kala Gumarang berubah menjadi babi dan tidak dapat kembali ke Kahyangan, Batara Guru hilang kesabarannya dan memaksa Tiksnawati untuk melayaninya. Tiksnawati memberontak dan meninggal dunia. Batara Guru tertekan dan menyerahkan jasad Tiksnawati kepada Batara Narada untuk dikuburkan ke bumi di hutan Krendawahana wilayah kerajaan Medang Kamulan. Setelah dikubur, dari jasad Tiksnawati tumbuh berbagai macam tanaman.
Baris 59 ⟶ 72:
* Walang angin
* Pusar gawah
Kala Gumarang sendiri musnah menjadi hama padi yang disebut dengan "menthek". Kala Gumarang juga merasuk ke dalam tikus, babi, kera, kerbau hutan, banteng, serta kijang untuk membantu merusak tanaman padi. Namun semuanya dapat dikalahkan oleh RajaPrabu Mahapanggung/Makukuhan yang merupakan anak sekaligus titisan Dewa Wisnu.
 
==== Asal mula Pasrean ====
Disebutkan kemudian bahwa RajaPrabu Mahapanggung/Makukuhan mempunyai dua orang anak. Dari Dewi Darmanastiti (titisan dari Dewi Sri Widowati, istri Dewa Wisnu) mempunyai anak perempuan yang diberi nama Sri (berbeda denganbukan Dewi [[Lakshmi|Sri Widowati]], istri dari Dewa Wisnu, namun Sri yang ini juga merupakan titisan dari Sri Widowati, istri Dewa Wisnu). Sedangkan dari istri yang kedua, yang bernama Dewi Subur (titisan [[Dewi Pertiwi]], istri kedua Dewa Wisnu), mempunyai anak laki-laki yang diberi nama Sadana (Sadana juga merupakan titisan Dewa [[Wisnu]]). Bisa dikatakan, Sri dan Sadana adalah titisan sekaligus keturunan dari Dewa Wisnu dan Dewi Sri Widowati. Mereka berdua disebut-sebut berwajah mirip dengan Rama dan Sinta dari kisah ''Ramayana''. Kedua anak tersebut saling jatuh cinta dan tidak ingin menikah kecuali dengan saudaranya. KarenanyaKarena perasaan mereka dianggap terlarang, mereka diusir dari istana. Yang pertama pergi adalah Sadana, yang disusul oleh Sri yang berusaha mencari keberadaan adiknya. Seperginya Sri dan Sadana, datanglah utusan dari Prabu Pulaswa,<ref name=":0">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=9B7ty0uerK8C&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Durga's Mosque: Cosmology, Conversion and Community in Central Javanese Islam|last=Headley|first=Stephen|date=2004|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|isbn=9789812302427|language=en}}</ref>{{rp|page=110}} raja raksasa untuk melamar Sri. Karena Sri sudah tidak berada di istana, maka Raja Makukuhan mempersilahkan Prabu Pulaswa untuk mencari Sri sendiri. Para raksasa yang dipimpin oleh Kalandaru, raksasa yang memiliki penciuman yang sakti, menemukan keberadaan Sri di hutan dan mengejarnya. Mengetahui bahwa dia sedang dikejar para raksasa, Sri lari dan berlindung di desa Medangwangi, di dalam rumah Bawadha dan istrinya, Patani. Sri meminta kepada Patani untuk menyediakan ruang tengah sebagai kamar tidurnya. Sri juga mengajarkan kepada Patani tata cara menata ruang tengah agar mendapatkan makanan dan pakaian yang melimpah. Ruang tengah ini yang kemudian dinamakan sebagai Pasrean. Sri menetap di Medangwangi hingga para raksasa datang ke desa tersebut.
 
==== Ular sawah sebagai penjaga ====
Baris 69 ⟶ 82:
Setelah menjadi ular sawah, Sri mendatangi sebuah desa.<ref name=":0" />{{rp|page=112}} Di sana terdapat pasangan Kyai Wrigu dan istrinya yang mandul, Ken Sanggi. Seorang pertapa memberitahukan bahwa Ken Sanggi dapat mempunyai titisan Dewi Tiksnawati sebagai anak bila dia meminum air "yoga" dari empat sumber: Dari bumi, langit, tanaman, dan nyawa. Setelah Ken Sanggi hamil beberapa bulan, pertapa tersebut memberikan perintah agar Kyai Wrigu menangkap dan memelihara seekor ular sawah di kamar tengah dan memberikan tata cara yang sama seperti yang diminta oleh Dewi Sri di Medangwangi. Ken Sanggi pun melahirkan. Lewat mimpi, ular sawah peliharaannya memberikan nama "Raketan" kepada putrinya yang baru lahir.
 
Disaat yang bersamaan, Kahyangan dalam keadaan kacau dikarenakan Dewi Tiksnawati menitis ke bumi tanpa ada ijin dari Batara Guru. Batara Guru memutuskan untuk mengirim seorang dewa ke bumi untuk membunuh bayi titisan Tiksnawati. Yang pertama diutus adalah Batara Kala, turun sebagai srigala. Tetapi Sri muncul di dalam mimpi Kyai Wrigu dan memberitahukan upacara dan persembahan yang dapat melindungi sang bayi dari Batara Kala. Setelah Batara Kala gagal, Batara Guru mengutus Batara Brahma ke bumi sebagai kerbau Gumarang. Sri kembali mengajarkan kepada Kyai Wrigu cara untuk melindungi diri dari Batara Brahma. Dewa ketiga yang diutus adalah Dewa Wisnu, yang tak lain adalah kakek dari Sri, mengubah diri menjadi babi hutan. Dia pun dikalahkan dengan cara yang serupa dengan dua dewa sebelumnya. Akhirnya Batara Guru sendiri turun ke bumi bersama dengan 14 dewa dengan berbagai rupa binatang yang dipimpin oleh Batara Kala dengan wujud raja ikan. Mereka menyerang sebanyak tiga kali dalam tiga perwujudan yang masing-masing menyebabkan sawan sarap. Akan tetapi serangan tersebut sekali lagi dipatahkan oleh campur tangan Sri.
 
==== Sri menjadi dewi padi ====
Baris 85 ⟶ 98:
 
=== Dalam mitologi Sunda ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houten wajangpop voorstellende Subadra TMnr 4283-49.jpg|jmpl|kanan|Dewi SriPohaci Sanghyang Asri ditampilkan dalam pewayanganbentuk [[wayang golek]] Sunda]]
Versi ini berdasarkan kepada naskah "[[Wawacan Sulanjana]]":<ref>[{{Cite web |url=http://www.sunda.org/sundanese/myths.htm |title=Early Mythology - Dewi Sri.] |access-date=2010-05-01 |archive-date=2012-09-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120905215151/http://www.sunda.org/sundanese/myths.htm |dead-url=yes }}</ref>
<ref>{{Cite web |url=http://my.opera.com/mrtaufik/blog/2008/03/01/mitos-nyi-pohaci-sanghyang-asri-dewi-sri |title=(Indonesian) Mitos Nyi Pohaci/Sanghyang Asri/Dewi Sri |access-date=2010-10-03 |archive-date=2010-10-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20101003065734/http://my.opera.com/mrtaufik/blog/2008/03/01/mitos-nyi-pohaci-sanghyang-asri-dewi-sri |dead-url=no }}</ref>
 
Baris 135 ⟶ 149:
Kebudayaan adiluhung Jawa dengan selera estetis tinggi menggambarkan Dewi Sri seperti penggambaran dewi dan putri ningrat dalam pewayangan. Wajah putih dengan mata tipis menatap ke bawah dengan raut wajah yang anggun dan tenang. Serupa dengan penggambaran kecantikan dewi [[Sinta]] dari kisah [[Ramayana]].
 
Pasangannya, ''Sedhana'' juga digambarkan dengan rupa bagus seperti [[Rama]]. Patung ''loro blonyo'' (berarti: "dua lapik atau dasar") yang menggambarkan sepasang lelaki dan perempuan, juga diibaratkan sebagai pasangan ''Dewi Sri'' dan ''Sedhana''. Karena hal tersebut, Dewi Sri dan Dewa Sedhana seringkali dianggap sebagai titisan [[Wisnu|Batara Wisnu]] dan istrinya, [[Lakshmi|Batari Srisekar Widowati]]
 
== Ritual dan adat ==
Baris 167 ⟶ 181:
 
== Bahasa ==
Dalam bahasa Indonesia istilah ''Sri'' juga digunakan sebagai kata sandang untuk menyebut orang yang dihormati, misalnya: Sri Baduga Maharaja, Sri Paduka Raja, Sri Ratu, Sri Paus, Sri Sultan, Sri [[Krishna]], Sri [[Rama]] dan lain sebagainya. Di India, gelar ini dieja "[[Shri|Shri]]" dan merupakan gelar kehormatan.
 
== Galeri ==
Baris 174 ⟶ 188:
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Beeld van Dewi Sri de rijstgodin TMnr 60016918.jpg|Arca perwujudan Dewi Sri terbuat dari perunggu
Berkas:Dewi sri vitarka mudra.JPG|Patung Dewi Sri dengan Vitarka Mudra
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houten wajangpop voorstellende Subadra TMnr 4283-49.jpg|Dewi Sri dalam pewayangan
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Pop van gevlochten lontarblad voorstellende de rijstgodin Dewi Sri TMnr 1100-20.jpg|''Cili'', patung Dewi Sri di Bali dari daun lontar
Berkas:Indonesia 1952 10r o.jpg|Dewi Sri digambarkan pada uang kertas 10 Rupiah tahun 1952
Baris 195 ⟶ 208:
{{commonscat|Dewi Sri}}
{{Mitos supernatural Indonesia}}
{{mitologi-stub}}
 
[[Kategori:Dewi Hindu]]
Baris 207 ⟶ 219:
[[Kategori:Filsafat Sunda]]
[[Kategori:Mitologi Indonesia]]
 
 
{{mitologi-stub}}