Darma: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Perbaikan untuk PW:CW (Fokus: Minor/komestika; 1, 48, 64) + genfixes |
|||
(27 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{otheruse}}'''Darma''' {{sanskerta|धर्म|dharma|[[bahasa Pali]]: ''[[dhamma]]''}} adalah konsep kunci dengan berbagai makna dalam [[agama darmik|agama-agama India]], seperti [[Hinduisme]], [[Buddha]], [[Jainisme]], [[Sikhisme]] dan lainnya.<ref name="Oxford University Press">{{Cite journal|date=2007-12-01|title=Dodge, John Vilas, (25 Sept. 1909–23 April 1991), Senior Editorial Consultant, Encyclopædia Britannica, since 1972; Chairman, Board of Editors, Encyclopædia Britannica Publishers, since 1977|url=http://dx.doi.org/10.1093/ww/9780199540884.013.u172122|journal=Who Was Who|publisher=Oxford University Press}}</ref> Meskipun tidak ada terjemahan kata tunggal langsung untuk darma dalam bahasa-bahasa [[Eropa]],<ref name="Blackwell Pub">{{Cite book|date=2003|url=https://www.worldcat.org/oclc/49875064|title=The Blackwell companion to Hinduism|location=Malden, MA|publisher=Blackwell Pub|isbn=0-631-21535-2|others=Gavin D. Flood|oclc=49875064}}</ref> dharma umumnya diterjemahkan sebagai "kebenaran", "[[jasa]]" atau "kewajiban agama dan [[moral]]" yang mengatur perilaku individu.<ref name=":3"/><ref>{{Cite web|url=http://dx.doi.org/10.17658/issn.2058-5462/issue-19/conversation/figure17|website=dx.doi.org|access-date=2022-08-11}}</ref>
{{multiple image
Baris 13 ⟶ 7:
| title = Dharma
| image1 = A havan ceremony on the banks of Ganges, Muni ki Reti, Rishikesh.jpg
| caption1 = Ritual dan ritus peralihan<ref>[[Gavin Flood]] (1994), Hinduisme, dalam Jean Holm, John Bowker (Editor)
| image2 = Yoga Meditation Pos-410px.png
| caption2 = Yoga, perilaku pribadi<ref>lihat:
*[[David Frawley]] (2009), ''Yoga dan Ayurveda: Penyembuhan Diri dan Realisasi Diri'', {{ISBN|978-0-9149-5581-8}};
* Mark Harvey (1986), The Secular as Sacred?, Modern Asian Studies, 20(2), hlm. 321–331.</ref>
| image3 = Ahimsa.svg
| caption3 = Kebajikan seperti [[ahimsa]] (tanpa kekerasan)<ref>lihat di bawah:
*[[J. A. B. van Buitenen]] (1957), "Dharma dan Moksa", ''Filsafat Timur dan Barat'', 7(1/2), hlm. 33–40;
*James Fitzgerald (2004), "Dharma and its Translation in the Mahābhārata", ''Journal of Indian Philosophy'', 32(5), hlm. 671–685;
| image4 = Balanced scales.svg
| caption4 = Hukum dan keadilan<ref>Bernard S. Jackson (1975), "Dari dharma ke hukum", ''The American Journal of Comparative Law'', Vol. 23, No. 3 (Musim Panas, 1975), hlm. 490–512.</ref>
| image5 = Raja Ravi Varma - Sankaracharya.jpg
| caption5 = Sannyasa dan [[Āśrama (panggung)|tahapan kehidupan]]<ref>[[Harold Coward]] (2004), "bioetika Hindu untuk abad kedua puluh satu", ''JAMA: The Journal of American Medical Association' ', 291(22), hlm. 2759–2760;
| image6 = Dharma Wheel.svg
| caption6 = Tugas, seperti belajar dari [[Dharmachakra|guru]]<ref>lihat:
* Austin Creel (1975), "Pemeriksaan Ulang Dharma dalam Etika Hindu", ''Filsafat Timur dan Barat'', 25(2), hlm. 161-173;
* Gisela Trommsdorff (2012), Pengembangan regulasi "agen" dalam konteks budaya: peran pandangan diri dan dunia, Perspektif Perkembangan Anak, 6(1), hlm. 19–26.;
}}
Dalam agama Hindu, dharma adalah salah satu dari empat komponen [[Purusarta|Puruṣārtha]], tujuan hidup, dan menandakan perilaku yang dianggap sesuai dengan tatanan yang memungkinkan kehidupan dan alam semesta.<ref name=":10">{{Cite journal|date=2000-01-01|title=The Concise Oxford Dictionary of World Religions|url=http://dx.doi.org/10.1093/acref/9780192800947.001.0001|doi=10.1093/acref/9780192800947.001.0001}}</ref> Ini termasuk tugas, hak, hukum, perilaku, [[kebajikan]] dan "cara hidup yang benar".<ref name="Columbia University Press">{{Cite book|date=2020|url=https://www.worldcat.org/oclc/1149280662|title=Columbia Electronic Encyclopedia, 6th Edition|location=EBSCO|publisher=Columbia University Press|isbn=978-0-7876-5015-5|oclc=1149280662}}</ref>
Dalam [[Buddhisme]], ''dharma'' atau ''dhamma'' merujuk pada ajaran yang diajarkan oleh [[Sang Buddha]]. Dalam [[Filsafat Buddhis|filosofi Buddhis]], seperti dalam tradisi [[Abhidhamma Theravāda]], ''dhamma/dharma'' juga merupakan suatu istilah yang merujuk pada "fenomena".
Dharma dalam Jainisme mengacu pada ajaran [[Tirthankara]] (Jina)<ref name=":10"/> dan kumpulan [[doktrin]] yang berkaitan dengan [[pemurnian]] dan [[Transformasi energi|transformasi]] moral manusia.
Dalam [[Sikhisme]], dharma berarti jalan kebenaran dan praktik keagamaan yang benar dan kewajiban moral seseorang terhadap Tuhan.<ref name="worldcat.org">{{Cite book|date=2016|url=https://www.worldcat.org/oclc/874522334|title=The Oxford handbook of Sikh studies|location=Oxford|isbn=0-19-969930-5|others=Pashaura Singh, Louis E. Fenech|oclc=874522334}}</ref>
Konsep dharma sudah digunakan dalam sejarah agama [[Veda]], dan makna serta ruang lingkup konseptualnya telah berkembang selama beberapa milenium.<ref name="Horsch 423–448">{{Cite journal|last=Horsch|first=Paul|date=2004-12|title=From Creation Myth to World Law: the Early History of Dharma|url=http://dx.doi.org/10.1007/s10781-004-8628-3|journal=Journal of Indian Philosophy|volume=32|issue=5-6|pages=423–448|doi=10.1007/s10781-004-8628-3|issn=0022-1791}}</ref> Teks moral Tamil kuno Tirukkuṟaḷ, meskipun merupakan kumpulan ajaran aforistik tentang dharma (aram), artha (porul), dan kama (inpam),: 453 <ref name="Xaveir 1421–1425">{{Cite journal|last=Xaveir|first=D.Antony|last2=Thomas|first2=Elizabeth|last3=Mathew|first3=Deepa|last4=Theresal|first4=Santiagu|date=2019-10-30|title=On the Strong Monophonic Number of a Graph|url=http://dx.doi.org/10.35940/ijeat.a1231.109119|journal=International Journal of Engineering and Advanced Technology|volume=9|issue=1|pages=1421–1425|doi=10.35940/ijeat.a1231.109119|issn=2249-8958}}</ref>: 82 sepenuhnya dan secara eksklusif didasarkan pada aṟam, the Istilah Tamil untuk dharma.: 55 Seperti komponen lain dari Puruṣārtha, konsep dharma adalah pan-India. Antonim dharma adalah adharma.
== Etimologi ==
Kata dharma berakar dari bahasa Sansekerta dhr-, yang berarti menahan atau menopang, dan berhubungan dengan bahasa Latin firmus (tegas, stabil).<ref>{{Cite journal|last=Algeo|first=John|last2=Barnhart|first2=Robert K.|last3=Steinmetz|first3=Sol|date=1989-12|title=The Barnhart Dictionary of Etymology|url=http://dx.doi.org/10.2307/414944|journal=Language|volume=65|issue=4|pages=848|doi=10.2307/414944|issn=0097-8507}}</ref> Dari sini, ia mengambil arti "apa yang ditetapkan atau tegas", dan karenanya "hukum". Ini berasal dari bahasa [[:en:Vedic Sanskrit|Sanskerta Weda]] yang lebih tua n-batang dharman-, dengan arti harfiah "pembawa, pendukung", dalam pengertian agama yang dipahami sebagai aspek Rta.
[[File:Dhamma inscription.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Dhamma_inscription.jpg|jmpl|Kata Prakerta "dha-ṃ-ma"/[[wiktionary:𑀥𑀁𑀫|𑀥𑀁𑀫]] ([[Bahasa Sanskerta|Sansekerta]]: Dharma
Dalam [[Regweda|Rigveda]], kata tersebut muncul sebagai n-batang, dhárman-, dengan berbagai arti yang mencakup "sesuatu yang mapan atau kokoh" (dalam arti literal prods atau poles). Secara kiasan, itu berarti "pemelihara" dan "pendukung" (para dewa). Secara semantik mirip dengan [[themis]] Yunani ("dekret tetap, undang-undang, hukum").
Dalam bahasa Sanskerta Klasik, dan dalam [[Bahasa Weda|bahasa Sanskerta Weda]] dari [[Atharwaweda|Atharvaveda]], batangnya adalah tematik: dhárma- ([[Aksara Dewanagari|Devanagari]]:
Pada abad ke-3 SM [[:en:Maurya Empire|Kaisar Maurya]] [[Asoka|Ashoka]] menerjemahkan dharma ke dalam bahasa Yunani dan Aram, ia menggunakan kata Yunani [[:en:Eusebeia|eusebeia]] (εὐσέβεια, kesalehan, kedewasaan spiritual, atau kesalehan) dalam [[:en:Kandahar Bilingual Rock Inscription|Prasasti Batu Bilingual Kandahar]] dan [[:en:Kandahar Greek Edicts of Ashoka|Dekrit Yunani Kandahar]].<ref>{{Cite book|last=Middleton|first=Hugh|date=2015|url=http://dx.doi.org/10.1057/9781137460585_2|title=The Medical Model: What Is It, Where Did It Come from and How Long Has It Got?|location=London|publisher=Palgrave Macmillan UK|isbn=978-1-349-49879-6|pages=29–40}}</ref> Dalam [[:en:Kandahar Bilingual Rock Inscription|Prasasti Batu Bilingual Kandahar]] ia menggunakan kata Aram (qšyṭ’; kebenaran, kebenaran).<ref name=":7"/>
Baris 106 ⟶ 53:
Arti kata dharma tergantung pada konteksnya, dan maknanya telah berkembang seiring dengan berkembangnya ide-ide Hinduisme sepanjang sejarah. Dalam teks-teks paling awal dan mitos kuno Hinduisme, dharma berarti hukum kosmik, aturan yang menciptakan alam semesta dari kekacauan, serta ritual; di kemudian [[Weda]], [[Upanisad|Upanishad]], [[Purana]] dan [[Wiracarita|Epos]], artinya menjadi halus, lebih kaya, dan lebih kompleks, dan kata itu diterapkan pada konteks yang beragam.<ref name="Horsch 423–448"/> Dalam konteks tertentu, dharma menunjuk perilaku manusia yang dianggap perlu untuk ketertiban di alam semesta, prinsip-prinsip yang mencegah kekacauan, perilaku dan tindakan yang diperlukan untuk semua kehidupan di alam, masyarakat, keluarga serta di tingkat individu.<ref name=":10"/><ref name=":10"/><ref name=":10"/><ref name="Horsch 423–448"/> Dharma mencakup gagasan-gagasan seperti tugas, hak, karakter, panggilan, agama, adat istiadat, dan semua perilaku yang dianggap pantas, benar, atau lurus secara moral.<ref>{{Cite book|date=1977|url=https://www.worldcat.org/oclc/4314257|title=The Concept of duty in South Asia|location=New Delhi|publisher=Vikas Pub. House|isbn=0-7069-0534-2|others=Wendy Doniger, J. Duncan M. Derrett|oclc=4314257}}</ref>
Antonim dari dharma adalah [[:en:Adharma|adharma]] (Sansekerta:
Dalam agama Buddha, dharma menggabungkan ajaran dan doktrin pendiri agama Buddha, [[Siddhartha Gautama|Sang Buddha]].
== Sejarah ==
Menurut Pandurang Vaman Kane, penulis buku otoritatif [[:en:History of Dharmaśāstra|History of Dharmaśāstra]], kata dharma muncul setidaknya lima puluh enam kali dalam himne [[Regweda|Rigveda]], sebagai kata sifat atau kata benda. Menurut Paul Horsch,<ref name="Horsch 423–448"/> kata dharma berasal dari mitos Hinduisme Veda. Himne Rig Veda mengklaim Brahman<ref name="Grassmann 1999"/> menciptakan alam semesta dari kekacauan, mereka memisahkan (dhar-) bumi dan matahari dan bintang-bintang, mereka mendukung (dhar-) langit menjauh dan berbeda dari bumi, dan mereka menstabilkan (dhar-) mengguncang gunung dan dataran.<ref name="Horsch 423–448"/><ref>{{Cite journal|last=Keith|first=A. Berriedale|date=1910-07|title=Der Rigveda im Auswahl. (Erster Teil, Glossar; Zweiter Teil, Kommentar.) By Karl F. Geldner. Stuttgart, 1907 and 1909.|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0035869x00040363|journal=Journal of the Royal Asiatic Society|volume=42|issue=3|pages=921–930|doi=10.1017/s0035869x00040363|issn=1356-1863}}</ref> Para dewa, terutama Indra, kemudian membebaskan dan menjaga ketertiban dari kekacauan, keselarasan dari kekacauan, stabilitas dari
Dharma dan kata-kata terkait ditemukan dalam literatur Veda tertua Hinduisme, di kemudian hari Weda, Upanishad, Purana, dan Epos; kata dharma juga memainkan peran sentral dalam literatur agama-agama India lainnya yang didirikan kemudian, seperti Buddhisme dan Jainisme.<ref name="Horsch 423–448"/> Menurut Brereton,<ref>{{Cite book|date=2012-09-10|url=http://dx.doi.org/10.4324/9781843145103-11|title=Parliament that has inherited its power from the monarch, and in the body of the monarch itself which contains the promises of both God and people. Today, law also finds its sources in the legislative acts of the European Community and the decisions of the European Court of Justice and the European Court of Human Rights (religion will often refer to a sacred text). All our understanding is reducible to the ability to comprehend the expansiveness and limits of our language and the cultural boundedness of our language. It was Edward Sapir who most poignantly maintained that the limits of our language are the limits of our world. Over the years of socialisation, ‘ways of seeing’ are developed that are socially constructed by the limits of a particular language. Yet, as language is all around, there is a temptation to see it as a neutral tool, a mirror that tells it ‘like it is’. All language does is to give someone else’s interpretation of their belief, or their experience. It is no more, and no less, than a guide to social reality. What is seen as, or believed to be, the real world may be no more than the language habits of the group. It is, therefore, often a biased view. Languages also have their limits: if language does not have a word for something or some concept then that ‘something’ will not be seen nor that ‘concept’ thought. All language is, however, responsive to what linguists call the ‘felt needs’ of its speakers. Indeed, it is more likely that not only are thoughts expressed in words but that thoughts themselves are shaped by language. An example of felt needs can be given from the vocabulary of weather. Although the English are often said to enjoy talking about the weather, for many decades our essentially mild climate has provided us with the need for only one word for ‘snow’ (that word is ‘snow’!). In English there are several words for cold, but only one word for ice. By contrast, the Aztecs living in the tropics have only one word to cover ‘snow’, ‘ice’ and ‘cold’ as separate words were unlikely to be used. As English speakers, it is impossible to state that ‘cold’ is synonymous with snow. Coldness is a characteristic of snow, but there can be ‘cold’ without ‘snow’. We would not be able to understand how snow and ice could be interchangeable. In English it is not possible for these two words to become synonyms. However, Inuits have many different words for ‘snow’. Words describe it falling, lying, drifting, packing, as well as the language containing many words for wind, ice and cold because much of their year is spent living with snow, ice, wind and cold. The above is one small illustration of the relationship between living, seeing, naming, language and thought. Language habits predispose certain choices of word. Words we use daily reflect our cultural understanding and at the same time transmit it to others, even to the next generation. Words by themselves are not oppressive or pejorative, but they acquire a morality or subliminal meaning of their own. A sensitivity to language usage therefore can be most revealing of the views of the speaker. For example, when parents or teachers tell a boy not to cry because it is not manly, or praise a girl for her feminine way of dressing, they are using the words for manly and feminine to reinforce attitudes and categories that English culture has assigned to males and females. Innocent repetition of such language as ‘everyday, taken-for-granted’ knowledge reinforces sexism in language and in society. In this way language determines social behaviour. Language, as a means of communication, becomes not only the expression of culture but a part of it. The|publisher=Routledge-Cavendish|isbn=978-1-84314-510-3|pages=24–24}}</ref> Dharman muncul 63 kali dalam [[Regweda|Rig-veda]]; Selain itu, kata-kata yang berhubungan dengan Dharma juga muncul dalam Rig-veda, misalnya sekali sebagai dharmakrt, 6 kali sebagai satyadharman, dan sekali sebagai dharmavant, 4 kali sebagai dharman dan dua kali sebagai dhariman.
Baris 133 ⟶ 80:
== Hinduisme ==
Dharma adalah prinsip pengorganisasian dalam agama Hindu yang berlaku untuk manusia dalam kesendirian, dalam interaksi mereka dengan manusia dan alam, serta antara benda mati, untuk semua [[kosmos]] dan bagian-bagiannya.<ref name="Rosen 2006"/>
Dalam esensi sejatinya, dharma berarti bagi seorang Hindu untuk "memperluas pikiran". Selain itu, ini mewakili hubungan langsung antara individu dan fenomena masyarakat yang mengikat masyarakat bersama-sama. Dalam cara fenomena sosial mempengaruhi hati nurani individu, demikian pula tindakan individu dapat mengubah jalannya masyarakat, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Ini telah secara halus digaungkan oleh kredo धर्मो धारयति प्रजा: artinya dharma adalah yang memegang dan memberikan dukungan kepada tatanan sosial.
Baris 158 ⟶ 105:
Agama dan filsafat Hindu, klaim [[:en:Daniel H. H. Ingalls, Sr.|Daniel Ingalls]],<ref name="Ingalls 41">{{Cite journal|last=Ingalls|first=Daniel H. H.|date=1957-04|title=Dharma and Moksa|url=http://dx.doi.org/10.2307/1396833|journal=Philosophy East and West|volume=7|issue=1/2|pages=41|doi=10.2307/1396833|issn=0031-8221}}</ref> menempatkan penekanan utama pada moralitas praktis individu. Dalam epos Sansekerta, kekhawatiran ini ada di mana-mana.
Dalam Kitab [[Ramayana]] Kedua, misalnya, seorang petani meminta Raja untuk melakukan apa yang dituntut dharma secara moral darinya, Raja setuju dan melakukannya meskipun kepatuhannya terhadap hukum dharma sangat merugikannya. Demikian pula, dharma adalah pusat dari semua peristiwa besar dalam kehidupan Rama, Sita, dan Lakshman di Ramayana, klaim Daniel Ingalls.<ref name="Ingalls 41"/>
Dalam [[Mahabharata]], epos utama India lainnya, demikian pula, dharma adalah pusat, dan disajikan dengan simbolisme dan metafora. Menjelang akhir epik, dewa Yama, yang disebut sebagai dharma<ref>{{Cite book|last=Doniger|first=Wendy|date=2022-08-12|url=http://dx.doi.org/10.1093/oso/9780197553398.003.0004|title=Book Seventeen, ''Mahaprasthanika Parvan'', The Book of the Great Departure|publisher=Oxford University Press|pages=129–C3.N50}}</ref> dalam teks, digambarkan mengambil bentuk seekor anjing untuk menguji belas kasih [[Yudistira|Yudhishthira]], yang diberitahu bahwa dia mungkin tidak memasuki surga dengan binatang seperti itu, tetapi menolak untuk meninggalkan temannya, untuk keputusan itu dia kemudian dipuji oleh dharma.
=== Menurut Vatsyayana abad ke-4 ===
Menurut [[:en:Klaus Klostermaier|Klaus Klostermaier]], sarjana Hindu abad ke-4 M [[Vatsyayana|Vātsyāyana]] menjelaskan dharma dengan membandingkannya dengan adharma.<ref name=":4">{{Cite book|last=Klostermaier|first=Klaus K.|date=1989|url=https://www.worldcat.org/oclc/17108707|title=A survey of Hinduism|location=Albany, N.Y.|publisher=State University of New York Press|isbn=0-88706-807-3|oclc=17108707}}</ref>
# Adharma tubuh: hinsa (kekerasan), steya (mencuri, mencuri), pratisiddha maithuna (kesenangan seksual dengan orang lain selain pasangannya)
Baris 175 ⟶ 122:
Dalam [[Sutra Yoga Patanjali|''Sutra Yoga'' Patanjali]] dharma itu nyata; di Vedanta itu tidak nyata.<ref name=":6">{{Cite journal|last=Buffet|first=Edward P.|last2=Woods|first2=James Haughton|last3=Lanman|first3=Charles Rockwell|date=1916-12-21|title=The Yoga-System of Patanjali, or the Ancient Hindu Doctrine of Concentration of Mind, Embracing the Mnemonic Rules, Called Yoga-Sutras, of Patanjali, and the Comment, Called Yoga-Bhashya, Attributed to Veda-Vyasa, and the Explanation, Called Tattva-Vaicaradi of Vachaspati-Micra.|url=http://dx.doi.org/10.2307/2012325|journal=The Journal of Philosophy, Psychology and Scientific Methods|volume=13|issue=26|pages=743|doi=10.2307/2012325|issn=0160-9335}}</ref>
Dharma adalah bagian dari [[yoga]], saran Patanjali; unsur-unsur dharma Hindu adalah sifat, kualitas, dan aspek yoga.<ref name=":6" />
Kelima yamas tersebut, menurut Patanjali, adalah: menjauhkan diri dari cedera pada semua makhluk hidup, menjauhkan diri dari kepalsuan (satya), menjauhkan diri dari perampasan hal-hal yang tidak sah dari hal-hal yang bernilai dari yang lain (acastrapurvaka), menjauhkan diri dari mendambakan atau selingkuh secara seksual pada pasangan Anda, dan menjauhkan diri dari mengharapkan atau menerima hadiah dari orang lain.<ref name="ReferenceA">{{Cite journal|date=1921-05|title=''The Yoga-System of Patanjali''. James Haughton Woods|url=http://dx.doi.org/10.1086/357991|journal=Isis|volume=4|issue=1|pages=60–61|doi=10.1086/357991|issn=0021-1753}}</ref>
Kelima niyama (ketaatan) adalah kebersihan dengan makan makanan murni dan menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak murni (seperti kesombongan atau kecemburuan atau kesombongan), kepuasan dalam cara seseorang, meditasi dan refleksi diam terlepas dari keadaan yang dihadapi seseorang, belajar dan mengejar pengetahuan sejarah, dan pengabdian semua tindakan kepada Guru Tertinggi untuk mencapai kesempurnaan konsentrasi.<ref name="ReferenceA"/>
=== Sumber ===
Dharma adalah penyelidikan empiris dan pengalaman bagi setiap pria dan wanita, menurut beberapa naskah agama Hindu.<ref name=":5"/>
- Apastamba Dharmasutra<ref name="Hatcher 905–906"/></blockquote>Dalam teks-teks lain, tiga sumber dan sarana untuk menemukan dharma dalam agama Hindu dijelaskan. Ini, menurut [[:de:Paul Hacker|Paul Hacker]], adalah:<ref name=":5"/> Pertama, mempelajari pengetahuan sejarah seperti Veda, Upanishad, Epos dan literatur Sansekerta lainnya dengan bantuan guru seseorang. Kedua, mengamati perilaku dan teladan orang baik. Sumber ketiga berlaku ketika pendidikan seseorang maupun contoh perilaku teladan tidak diketahui. Dalam hal ini, "[[:en:Atmatusti|atmatusti]]" adalah sumber dharma dalam agama Hindu, yaitu orang baik merefleksikan dan mengikuti apa yang memuaskan hatinya, perasaan batinnya sendiri, apa yang dia rasa terdorong.<ref name=":5"/>
Baris 189 ⟶ 136:
{{main|Āśrama (stage)|Puruṣārtha|l1=Āśrama}}
Beberapa teks Agama Hindu menguraikan ''dharma'' bagi masyarakat dan pada tingkat individu. Dari jumlah tersebut, yang paling banyak dikutip adalah ''Manusmriti'', yang menggambarkan keempat ''Varnas'', hak dan kewajiban mereka.<ref name=":7">{{Cite book|last=Hiltebeitel|first=Alf|date=2011|url=https://www.worldcat.org/oclc/650019987|title=Dharma : its early history in law, religion, and narrative|location=Oxford|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-539423-8|oclc=650019987}}</ref>
Pada tingkat individu, beberapa teks Hinduisme menguraikan [[:en:Ashrama (stage)|empat āśrama]], atau tahap kehidupan sebagai dharma individu. Ini adalah:<ref>{{Cite journal|last=Widgery|first=Alban G.|date=1930-01|title=The Principles of Hindu Ethics|url=http://dx.doi.org/10.1086/intejethi.40.2.2377977|journal=The International Journal of Ethics|volume=40|issue=2|pages=232–245|doi=10.1086/intejethi.40.2.2377977|issn=1526-422X}}</ref> (1) [[Brahmacharya|brahmacārya]], kehidupan persiapan sebagai siswa, (2) [[:en:Grihastha|gṛhastha]], kehidupan perumah tangga dengan peran keluarga dan sosial lainnya, (3) [[Vanaprastham|vānprastha]] atau aranyaka, kehidupan penghuni hutan, transisi dari pekerjaan duniawi ke refleksi dan penolakan, dan (4) [[:en:Sannyāsa|sannyāsa]], kehidupan memberikan semua properti, menjadi pertapa dan pengabdian kepada moksa, masalah spiritual.
Empat tahap kehidupan melengkapi empat perjuangan manusia dalam hidup, menurut agama Hindu.<ref name=":8">{{Cite journal|last=Potter|first=Karl H.|date=1958-04|title=Dharma and Moksa from a Conversational Point of View|url=http://dx.doi.org/10.2307/1397421|journal=Philosophy East and West|volume=8|issue=1/2|pages=49|doi=10.2307/1397421|issn=0031-8221}}</ref>
=== Dharma dan kemiskinan ===
Dharma yang diperlukan bagi individu dan masyarakat, bergantung pada kemiskinan dan kemakmuran dalam suatu masyarakat, menurut kitab suci dharma Hindu. Misalnya, menurut Adam Bowles,<ref name=":9">{{Cite book|last=Bowles|first=Adam|date=2007|url=https://www.worldcat.org/oclc/304341560|title=Dharma, disorder, and the political in ancient India : the Āpaddharmaparvan of the Mahābhārata|location=Leiden|publisher=Brill|isbn=978-90-474-2260-0|oclc=304341560}}</ref> [[:en:Shatapatha Brahmana|Shatapatha Brahmana]] 11.1.6.24 menghubungkan kemakmuran sosial dan ''dharma'' melalui air. Air berasal dari hujan, klaimnya; ketika hujan melimpah, ada kemakmuran di bumi, dan kemakmuran ini memungkinkan orang untuk mengikuti
Dalam Rajadharmaparvan 91.34-8, hubungan antara kemiskinan dan dharma mencapai lingkaran penuh. Sebuah negeri dengan kehidupan yang kurang bermoral dan halal menderita kesusahan, dan ketika kesusahan meningkat itu menyebabkan kehidupan yang lebih tidak bermoral dan melanggar hukum, yang selanjutnya meningkatkan kesusahan.<ref name=":9" /><ref>{{Cite journal|last=Duncan|first=J.|last2=Dereett|first2=M.|date=1959-02|title=Bhū-Bharaṇa, Bhū-Pālana, Bhū-Bhojana: an Indian conundrum|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0041977x00076163|journal=Bulletin of the School of Oriental and African Studies|volume=22|issue=1|pages=108–123|doi=10.1017/s0041977x00076163|issn=0041-977X}}</ref>
=== Dharma dan hukum ===
{{main|Hindu law}}
Gagasan ''tentang dharma'' sebagai tugas atau kepatutan ditemukan dalam teks-teks hukum dan agama kuno India. Contoh umum dari penggunaan tersebut adalah pitri dharma (artinya tugas seseorang sebagai ayah), putra dharma (tugas seseorang sebagai seorang putra), raj dharma (tugas seseorang sebagai raja) dan sebagainya. Dalam filsafat Hindu, keadilan, keharmonisan sosial, dan kebahagiaan mengharuskan orang hidup per dharma. [[Dharmasastra|Dharmashastra]] adalah catatan tentang pedoman dan aturan ini.<ref>{{Cite journal|last=Gächter|first=Othmar|date=2009|title=Anton Quack (1946–2009)|url=http://dx.doi.org/10.5771/0257-9774-2009-2-519|journal=Anthropos|volume=104|issue=2|pages=519–526|doi=10.5771/0257-9774-2009-2-519|issn=0257-9774}}</ref>
==
=== Ajaran Buddha ===
Secara umum, ''Dhamma'' merujuk pada ajaran yang diajarkan oleh [[Sang Buddha]], biasa dikenal sebagai ''[[Buddhadhamma]].<ref name=":10" />'' Pemaknaan ini mencakup berbagai diskursus (''sutta'') tentang prinsip-prinsip dasar (seperti [[Empat Kebenaran Mulia]] dan [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]]). Ajaran Buddha menjelaskan bahwa, untuk mengakhiri penderitaan, ''dhamma'', atau batin, pemahaman, tindakan, dan mata pencaharian yang benar, harus dikembangkan.<ref>{{Cite journal|last=Brown|first=Hannah Jean|year=2019|title=Key Tenets of Classical Buddhist ''Dharma'' Leave Space for the Practice of Abortion and are Upheld by Contemporary Japanese Buddhist ''Mizuko Kuyo'' Remembrance Rituals|journal=Journal of Religion and Health|volume=58|issue=2|page=477|doi=10.1007/s10943-019-00763-4|pmid=30673995}}</ref>
==== Triratna ====
{{Utama|Triratna}}
''Dhamma'' adalah salah satu dari [[Triratna]] yang menjadi tempat berlindung para penganut Buddhisme, atau tempat bergantung bagi kebahagiaan abadi ([[Nirwana]]) mereka. Triratna tersebut adalah Buddha, yang berarti pencerahan batin yang sempurna; ''Dhamma'', yang berarti ajaran dan metode yang diajarkan oleh Buddha; dan [[Sangha]], yang berarti komunitas monastik penganut Buddhisme yang saling memberikan bimbingan dan dukungan.
==== Tahapan ====
{{Utama|Pariyatti, paṭipatti, paṭivedha}}
Dalam ajaran Buddhisme [[Theravāda]], untuk mencapai realisasi hakiki ''Dhamma'', seseorang harus melalui tiga tahap, yaitu belajar secara teori, praktik nyata teori, dan realisasi.<ref name="What is the Triple Gem">{{cite web|last=Lee Dhammadharo|first=Ajaan|date=1994|title=What is the Triple Gem? – ''Dhamma'': Good Dhamma is of three sorts|url=https://www.accesstoinsight.org/lib/thai/lee/triplegem.html#sorts3|page=33|translator=Thanissaro Bhikkhu}}</ref> Tahapan tersebut, dalam bahasa Pali, adalah sebagai berikut:
# ''Pariyatti'' – pembelajaran teori ''dhamma'' sebagaimana yang terkandung dalam [[Tripitaka Pali]] (serta [[Komentar (Theravāda)|kitab komentar]] dan [[Subkomentar (Theravāda)|kitab subkomentar]])
# ''Paṭipatti'' – menerapkan teori-teori tersebut ke dalam praktik nyata, dan<ref name="Concise-PED" />
# ''Paṭivedha'' – ketika seseorang menembus ''dhamma'' atau melalui pengalaman menyadari kebenarannya.<ref name="What is the Triple Gem" />
''[[Pariyatti, paṭipatti, paṭivedha]]'' merupakan konsep dasar pembelajaran ajaran Buddha dalam Buddhisme Theravāda.
=== Kebenaran ===
{{Utama|Kebenaran (Buddhisme)}}
Pemaknaan ''dharma'' dipandang secara berbeda oleh berbagai aliran Buddhisme. ''Dharma'' tidak hanya merujuk pada perkataan [[Sang Buddha]], tetapi juga pada tradisi penafsiran dan penambahan selanjutnya yang dikembangkan oleh berbagai [[aliran Buddhisme]] untuk membantu menjelaskan dan memperluas ajaran Sang Buddha. Bagi yang lain, mereka melihat ''dharma'' sebagai suatu istilah yang merujuk pada "kebenaran", atau realitas tertinggi dari "cara segala sesuatu sebenarnya" ([[bahasa Tibet]]: ''Chö''). Sebagian menganggapnya sebagai kebenaran hakiki, atau sebagai sumber segala sesuatu yang berada di luar "tiga alam" ([[bahasa Sanskerta]]: ''tridhatu'') dan "roda keberadaan" (bahasa Sanskerta: ''bhavachakra''). Sebagian lainnya, yang menganggap Buddha hanya sebagai manusia yang tercerahkan, melihat ''dhamma'' sebagai inti dari "84.000 aspek ajaran yang berbeda" (bahasa Tibet: ''chos-sgo brgyad-khri bzhi strong'') yang diberikan Buddha kepada berbagai jenis orang, berdasarkan kecenderungan dan kemampuan masing-masing.
=== Fenomena ===
{{Lihat pula|Abhidhamma Theravāda#Teori fenomena (dhamma)|Trilaksana}}
Dalam [[Filsafat Buddhis|filosofi Buddhis]], seperti dalam tradisi [[Abhidhamma Theravāda]], ''dhamma/dharma'' juga merupakan suatu istilah yang merujuk pada "[[fenomena]]".{{refn|David Kalupahana: "The old Indian term ''dharma'' was retained by the Buddha to refer to phenomena or things. However, he was always careful to define this ''dharma'' as "dependently arisen phenomena" (''paticca-samuppanna-dhamma'') ... In order to distinguish this notion of ''dhamma'' from the Indian conception where the term ''dharma'' meant reality (''atman''), in an ontological sense, the Buddha utilised the conception of result or consequence or fruit (''attha'', Sk. ''artha'') to bring out the pragmatic meaning of ''dhamma''."<ref name=david />|group=note|name="DK"}}<ref name=":0">{{Cite journal|last=Hoffman|first=Frank J.|date=1988-12|title=David J. Kalupahana. Nagarjuna: The Philosophy of the Middle Way. Pp. 412. (New York: State University of New York Press, 1986.) SUNY Series in Buddhist Studies. $16.95 (paper); $49.50 (cloth). - David J. Kalupahana. The Principles of Buddhist Psychology. Pp. 236.(New York: State University of New York Press, 1987.) SUNY Series in Buddhist Studies. $12.95 (paper); $39.50 (cloth).|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0034412500019594|journal=Religious Studies|volume=24|issue=4|pages=529–533|doi=10.1017/s0034412500019594|issn=0034-4125}}</ref><ref name="Concise-PED">"[https://suttacentral.net/define/dhamma dhamma]", ''The New Concise Pali English Dictionary''.</ref><ref name="david">[[David Kalupahana|Kalupahana, David]] (1986) ''The Philosophy of the Middle Way''. SUNY Press, hlm. 15–16.</ref> Dalam tradisi [[Bahasa Pali|Pali]] dari aliran [[Theravāda]], diidentifikasi konsep trilaksana, yaitu tiga karakteristik atau corak kehidupan, sebagai berikut:
* ''sabbe saṅkhārā aniccā'' – semua ''[[saṅkhāra]]'' (fenomena terkondisi) adalah [[Anicca|ketidakkekalan]]
* ''sabbe saṅkhārā dukkhā'' – semua ''saṅkhāra'' adalah [[Dukkha|penderitaan]], tidak memuaskan, tidak sempurna, atau tidak stabil
* ''sabbe dhammā anattā'' – semua ''dhamma'' (fenomena terkondisi dan tidak terkondisi; atau "fenomena" secara umum) adalah [[Nonatma|tanpa-atma]] (tidak memiliki diri, roh, atau jiwa yang kekal)
{{Tabel hubungan gugusan}}
=== Transmisi ===
{{Utama|Transmisi darma}}{{Lihat pula|Buddhisme Chan}}
Dalam [[Chan|Buddhisme Chan]], istilah ''Dharma'' digunakan dalam konteks tertentu dalam kaitannya dengan transmisi ajaran, pemahaman, dan [[Kecerahan (Buddhisme)|kecerahan]] yang dianggap otentik; sebagaimana dalam konsep tentang [[Transmisi darma|transmisi ''dharma'']].
== Jainisme ==
{{Main|Dharma (Jainism)}}
Kata ''dharma'' dalam Jainisme ditemukan dalam semua teks kuncinya. Ini memiliki makna kontekstual dan mengacu pada sejumlah ide. Dalam arti luas, itu berarti ajaran jinas,<ref name=":10"/> atau ajaran dari sekolah spiritual yang bersaing, jalan tertinggi,<ref>{{Cite book|date=2008|url=https://www.worldcat.org/oclc/1100441068|title=The world's religions : continuities and transformations|location=London|publisher=Routledge|isbn=978-1-135-21100-4|others=Peter B. Clarke, Peter Beyer|oclc=1100441068}}</ref> tugas sosial-agama,<ref>{{Cite book|last=Brekke|first=Torkel|date=2002|url=https://www.worldcat.org/oclc/50079910|title=Makers of modern Indian religion in the late Nineteenth Century|location=Oxford|publisher=Oxford University Press|isbn=0-19-925236-X|oclc=50079910}}</ref> dan apa yang merupakan ''mangala'' tertinggi (suci).
''Sutra Tattvartha'', sebuah teks utama Jain, menyebutkan ''daśa dharma'' (<abbr>lit.</abbr> 'sepuluh ''dharma''s') dengan mengacu pada sepuluh kebajikan yang benar: kesabaran, kesopanan, keterusterangan, kemurnian, kebenaran, pengekangan diri, penghematan, penolakan, non-keterikatan, dan selibat.<ref>{{Cite book|last=Jain|first=Sanjiv|date=1998|url=http://dx.doi.org/10.5005/jp/books/10312_29|title=Pemphigus|publisher=Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.|pages=128–128}}</ref>
- ''Puruṣārthasiddhyupāya'' (27)</blockquote>
Baris 241 ⟶ 205:
{{further|Dravya}}
Istilah ''dharmāstikāya (sanskerta'': धर्मास्तिकाय) juga memiliki makna [[ontologi]]s dan soteriologis tertentu dalam Jainisme, sebagai bagian dari teorinya tentang enam ''dravya'' (substansi atau realitas). Dalam tradisi Jain, keberadaan terdiri dari ''[[:en:Jīva (Jainism)|jīva]]'' (jiwa, ''[[Atman|ātman]]'') dan ''ajīva'' (non-jiwa, ''[[:en:Anātman (Hinduism)|anātman]]''), yang terakhir terdiri dari lima kategori: materi atom non-hidup inert (''pudgalāstikāya''), ruang (''[[:en:Ākāśa|ākāśa]]''), waktu (''[[:en:Kāla|kāla]]''), prinsip gerak (
== Sikhisme ==
{{main|Sikhism}}
Bagi [[Sikh]], kata ''dharam'' ([[bahasa Punjab]]i: ਧਰਮ, <small>diromanisasi:</small> ''dharam'') berarti jalan kebenaran dan praktik keagamaan yang tepat.<ref name="worldcat.org"/>
== Dalam literatur India Selatan ==
Beberapa karya periode [[Sangam]] dan pasca-Sangam, banyak di antaranya berasal dari [[Agama Hindu|Hindu]] atau [[:en:Jain|Jain]], menekankan pada dharma. Sebagian besar teks-teks ini didasarkan pada ''aṟam'', istilah [[:en:Tamil language|Tamil]] untuk dharma. Teks moral Tamil kuno dari ''[[:en:Tirukkuṟaḷ|Tirukkuṟaḷ]]'' atau ''Kural'', sebuah teks yang mungkin berasal dari Jain atau Hindu,<ref>{{Cite book|last=Zvelebil|first=Kamil|date=1973|url=https://www.worldcat.org/oclc/674008|title=The smile of Murugan on Tamil literature of South India.|location=Leiden,|publisher=Brill|isbn=90-04-03591-5|oclc=674008}}</ref><ref>{{Cite book|date=2009-2016|url=https://www.worldcat.org/oclc/430192715|title=Encyclopaedia of Indian literature.|location=New Delhi|isbn=978-81-260-2384-4|edition=Revised edition|others=Indranātha Caudhurī, Amaresh Datta, Mōhanlāl, Param Anand Abichandani, K. C. Dutt, Sahitya Akademi|oclc=430192715}}</ref><ref>{{Cite book|last=Roy|first=Kaushik|date=2012|url=https://www.worldcat.org/oclc/812174072|title=Hinduism and the ethics of warfare in South Asia : from antiquity to the present|location=Cambridge|isbn=978-1-139-56908-8|oclc=812174072}}</ref><ref>{{Cite book|date=1997|url=https://www.worldcat.org/oclc/43537902|title=Ambrosia of Thirukkural|location=New Delhi|publisher=Abhinav publications|isbn=81-7017-346-9|edition=1st publ|others=Swami Iraianban, Tiruvaḷḷuvar|oclc=43537902}}</ref><ref name=":13">{{Cite journal|last=Nandakumar|first=K.|last2=Pillai|first2=Adarsh Vijayan|last3=Priyadarshini|first3=S.|last4=Sitharthan|first4=R.|last5=Devabalaji|first5=K. R.|date=2019-12-30|title=Design of Low Cost Wireless Surveillance System for Aircraft|url=http://dx.doi.org/10.35940/ijeat.b4241.129219|journal=International Journal of Engineering and Advanced Technology|volume=9|issue=2|pages=4297–4301|doi=10.35940/ijeat.b4241.129219|issn=2249-8958}}</ref> meskipun merupakan kumpulan ajaran kata-kata mutiara tentang dharma (''aram''), artha (''porul''), dan kama (''inpam''),<ref name="Xaveir 1421–1425"/> sepenuhnya dan eksklusif didasarkan pada ''[[:en:Aram (Kural book)|aṟam]]''.
==
Pentingnya ''dharma'' bagi sentimen India diilustrasikan oleh keputusan India pada tahun 1947 untuk memasukkan [[:en:Ashoka Chakra|Chakra Ashoka]], penggambaran ''[[Dharmacakra|dharmachakra]]'' ("roda dharma"), sebagai motif utama pada benderanya.<ref>{{Cite journal|last=Narula|first=S.|date=2006-10-01|title=Gary Jeffrey Jacobsohn, The Wheel of Law: India's Secularism in Comparative Constitutional Context. Princeton University Press 2003. Pp. xviii + 324.|url=http://dx.doi.org/10.1093/icon/mol034|journal=International Journal of Constitutional Law|volume=4|issue=4|pages=741–751|doi=10.1093/icon/mol034|issn=1474-2640}}</ref>
=== Dharma Wacana ===
Dharma [[Wacana]] adalah kegiatan yang memberikan [[Pencerahan (spiritual)|pencerahan]] dalam agama [[Hindu Dharma]], yang disampaikan melalui metode ceramah. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada kesempatan-kesempatan yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan umat Hindu<ref>{{Cite news|last=author|first=SELEMADEG|date=2022-07-22|title=KEGIATAN DHARMA WECANA DI BANJAR SUKAWATI|url=https://selemadeg.desa.id/artikel/2022/7/22/kegiatan-dharma-wecana-di-banjar-sukawati#:~:text=Kegiatan%20Dharma%20Wacana%20merupakan%20kegiatan,yang%20berkaitan%20dengan%20kegiatan%20keagamaan.|work=Desa Selemadeg|access-date=24-08-31}}</ref>.
Dharma Wacana bertujuan untuk meningkatkan penghayatan dan pengamalan umat Hindu dalam hal rohani. Beberapa manfaat dari pelaksanaan Dharma Wacana, di antaranya: Meningkatkan pemahaman [[Sraddha|sraddha,]] Mengaplikasikan ajaran agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari, Mempersatukan perbedaan [[PHDI|persepsi umat Hindu Dharma]].
Konsep dharma sendiri merupakan konsep yang sangat penting dalam filsafat dan agama Hindu Dharma. Konsep ini memiliki banyak arti dalam agama [[Hindu di Indonesia|Hindu]], [[Buddha]], [[Sikhisme|Sikhism]]<nowiki/>e, dan [[Jainisme]].
==== Unsur Simbol dalam Dharma Wacana ====
Simbol-simbol dalam dharma wacana memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan [[spiritual]] dan [[filosofis]]. Simbol-simbol ini seringkali bersifat [[Universalisme|universal]], namun juga memiliki makna khusus dalam [[PHDI|konteks agama Hindu Dharma]].
'''1. Simbol Alam Semesta'''<ref name=":14">{{Cite journal|last=Jana, M.Sn|first=Drs. I Made|date=2012|title=PENCITRAAN GUNUNG DALAM BUDAYA BALI: KAJIAN FUNGSI DAN MAKNA SIMBOLIK BENTUK MOTIF HIAS PADA PADMASANA|url=https://download.isi-dps.ac.id/index.php/category/14-artikel-2?download=2637:pencitraan-gunung-dalam-budaya-bali-kajian-fungsi-dan-makna-simbolik-bentuk-motif-hias-pada-padmasana|journal=Indonesian Institute of the Arts, Denpasar|volume=1|issue=12|pages=4}}</ref>
* '''Bintang:''' Mewakili ketuhanan, pengetahuan, dan tujuan hidup yang tinggi<ref>{{Cite web|last=Adryamarthanino|first=Verelladevanka|date=2023-10-03|title=Makna Simbol Bintang pada Pancasila|url=https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/10/130000979/makna-simbol-bintang-pada-pancasila#:~:text=Makna%20bintang%20pada%20Pancasila,tengah%2Dtengah%20perisai%20burung%20Garuda.&text=Adapun%20makna%20simbol%20bintang%20pada,oleh%20Tuhan%20kepada%20setiap%20manusia.&text=If%20playback%20doesn't%20begin,can't%20play%20this%20video.|website=KOMPAS|access-date=2024-08-31}}</ref>.
* '''[[Candra|Bulan]]:''' Simbol kesucian, keindahan, dan siklus kehidupan.
* '''Matahari:''' Mewakili kekuatan, energi, dan pencerahan spiritual<ref>{{Cite book|last=Rosidi|first=Achmad|date=November 2017|url=https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/upload/files/HINDU.pdf|title=Dimensi Tradisional dan Spiritual dalam Agama Hindu|location=Jakarta|publisher=Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan 2017|isbn=978-602-8739-91-7|pages=171|url-status=live}}</ref>.
* '''Gunung:''' Simbol kestabilan, kekuatan, dan tempat bersemedi para resi<ref name=":14" />.
* '''Laut:''' Mewakili ketidakterbatasan, kedalaman jiwa, dan asal-usul kehidupan<ref>{{Cite web|last=Wima|first=Pinka|date=2024-08-24|title=Wasesa Segara: Arti hingga Keistimewaannya!|url=https://www.idntimes.com/life/inspiration/ayu-alma-salsabilla/arti-wasesa-segara-c1c2|website=idntimes|access-date=2024-08-31}}</ref>.
'''2. Simbol Makhluk Hidup'''
* '''Sapi:''' Simbol kesabaran, ketekunan, dan kekuatan<ref>{{Cite book|last=Susila|first=Komang|date=2017|url=https://static.buku.kemdikbud.go.id/content/pdf/bukuteks/k13/bukusiswa/Kelas%20VIII%20Hindu%20BS%20press.pdf|title=Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti|location=Jakarta|publisher=Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud|isbn=978-602-282-290-5|pages=55|url-status=live}}</ref>.
* '''[[Ganesa|Gajah]]:''' Mewakili [[Airawata|kekuatan, kebijaksanaan, dan kemakmuran]].
* '''[[Sesa|Ular]]:''' Simbol energi kosmik, transformasi, dan siklus kehidupan.
* '''[[Garuda Wisnu Kencana|Burung Garuda]]:''' Mewakili [[Garuda|kekuatan, keberanian, dan kebebasan]].
'''3. Simbol Keagamaan'''
* '''[[Om]]:''' Suara primordial, simbol kesatuan segala sesuatu, dan mantra paling suci dalam agama Hindu.
* '''[[Swastika|Swastika:]]''' Simbol keberuntungan, kemakmuran, dan keabadian.
* '''[[Lingga Yoni]]:''' Simbol kesuburan, penciptaan, dan kekuatan kosmik.
* '''[[Trisula]]:''' Senjata Dewa Siwa, melambangkan tiga sifat untuk guna (guna, rajas, tamas).
'''4. Simbol Abstrak'''
* '''[[Mandala]]:''' Diagram kosmik yang melambangkan kesatuan dan keseimbangan alam semesta.
* '''[[Yantra (yoga)|Yantra]]:''' Alat spiritual yang digunakan untuk meditasi dan pemujaan.
'''Makna Simbol dalam Dharma Wacana'''
Simbol-simbol di atas memiliki makna yang mendalam dan sering kali bersifat multi-interpretasi. Penggunaan simbol-simbol ini dalam dharma wacana bertujuan untuk:
* '''Memudahkan pemahaman:''' Simbol-simbol visual dapat membantu audiens memahami konsep-konsep [[Abstrak (literatur)|abstrak]] yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
* '''Meningkatkan daya ingat:''' Simbol-simbol yang kuat dapat membantu audiens mengingat pesan-pesan [[dharma]] [[wacana]].
* '''Menciptakan pengalaman spiritual:''' Simbol-simbol dapat memicu pengalaman spiritual dan meditatif.
'''Contoh Penggunaan Simbol dalam Dharma Wacana'''
* Ketika seorang pembicara dharma wacana membahas tentang pentingnya kesabaran, ia dapat menggunakan simbol [[Nandini|sapi]] sebagai ilustrasi.
* Simbol [[swastika]] sering digunakan sebagai hiasan pada altar atau tempat suci untuk melambangkan [[Laksmi|keberuntungan dan perlindungan]].
* [[Mandala]] dapat digunakan sebagai alat bantu meditasi untuk memfokuskan pikiran dan mencapai [[Tri Hita Karana|ketenangan batin]].
Makna simbol dapat bervariasi tergantung pada konteks dan tradisi tertentu.
== Dalam budaya populer ==
Baris 259 ⟶ 277:
== Lihat pula ==
* [[Dhamma]] (konsep dharma dalam agama [[Agama Buddha|Buddhisme]])
== Catatan==
<references group="note" />
== Referensi==
{{reflist}}
{{Sistem kepercayaan}}
{{Authority control}}
Baris 269 ⟶ 292:
[[Kategori:Kata dan frasa Sanskerta]]
[[Kategori:Agama]]
{{agama-stub}}
|