Korupsi e-KTP: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbarui referensi situs berita Indonesia
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
k RaFaDa20631 memindahkan halaman Kasus korupsi e-KTP ke Korupsi e-KTP
 
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 27:
KPK turut mencium kejanggalan dari proses proyek e-KTP. Pada awal September 2011 KPK menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 [[rekomendasi]] dalam pelaksanaan proyek e-KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah: 1) penyempurnaan desain.; 2) menyempurnakan [[aplikasi SIAK]] dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK; 3) memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data ''online''/semi ''online'' antara Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien; 4) Pembersihan data kependudukan dan penggunaan [[biometrik]] sebagai media verifikasi untuk menghasilkan NIK yang tunggal; 5) Pelaksanakan e-KTP setelah basis database kependudukan bersih/NIK tunggal, tetapi sekarang belum tunggal sudah melaksanakan e-KTP; dan 6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara [[elektronik]] dan sebaiknya dikawal ketat oleh [[LKPP]].<ref>{{Cite news|url=http://www.viva.co.id/berita/nasional/246724-6-rekomendasi-kpk-soal-e-ktp-yang-diabaikan|title=6 Rekomendasi KPK Soal e-KTP yang Diabaikan|last=Priatmojo|first=Dedy|date=2011-09-13|language=id|access-date=2017-12-01|work=[[VIVA.co.id]]}}</ref> Menanggapi tudingan KPK, Kemendagri kemudian memberikan bantahan. [[Reydonnyzar Moenek]], juru bicara Kemendagri menjelaskan bahwa Kemendagri telah menjalankan 5 rekomendasi. Kemendagri tidak bisa melaksanakan satu rekomendasi lainnya, yakni tentang permintaan NIK tunggal saat proses e-KTP dilaksanakan karena bisa mengubah waktu dan pembiayaan e-KTP.<ref>{{Cite news|url=http://www.viva.co.id/berita/metro/246826-kemendagri-jalankan-5-rekomendasi-kpk|title=Kemendagri Cuma Jalankan 5 Rekomendasi KPK|last=Antique|date=2011-09-13|language=id|access-date=2017-12-01|work=[[VIVA.co.id]]}}</ref>
 
Tak lama setelah itu, Konsorsium [[Lintas Peruri Solusi]] melaporkan [[Pejabat Pembuat Komitmen]] (PPK) dan [[Ketua Panitia lelang]]Lelang dalam proses pengadaan e-KTP, Sugiharto dan [[Drajat Wisnu Setiawan]] ke [[Polda Metro Jaya]] dengan barang bukti berupa [[surat kontrak]] pada 1 Juli 2011, [[surat jaminan penerimaan uang]] Rp 50 juta dan tiga orang [[saksi]]. Konsorsium Lintas Peruri Solusi menduga bahwa telah terjadinya [[penyalahgunaan wewenang]] sehingga dana untuk e-KTP membesar hingga Rp4 triliun lebih dalam proses tender. Kenyataannya, penawaran yang diajukan oleh Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih rendah, yakni sebesar Rp4,75 triliun namun yang memenangkan [[tender]] justru konsorsium PNRI yang mengajukan penawaran lebih tinggi, yakni sebesar Rp5,84 triliun dari anggaran senilai 5,9 triliun. Mereka juga menuding bahwa panitia lelang telah menerima uang sebesar Rp50 juta pada 5 Juli 2011 dari konsorsium pemenang tender.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-1721423/ppk--panitia-tender-e-ktp-dilaporkan-ke-polda-metro-jaya|title=PPK & Panitia Tender e-KTP Dilaporkan ke Polda Metro Jaya|work=[[Detik.com|detikcom]]|access-date=2017-12-01|date=2011-09-13}}</ref>
 
Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar. Pada 2012 [[Komisi Pengawas Persaingan Usaha]] (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan [[investigator]].<ref name=":21">{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/857310/kppu-kami-temukan-indikasi-korupsi-e-ktp-lebih-dulu-dari-kpk|title=KPPU: Kami Temukan Indikasi Korupsi E-KTP Lebih Dulu dari KPK|last=Kurniawati|first=Endri|work=[[Tempo.co]]|access-date=2017-12-01|editor-last=Kurniawati|editor-first=Endri|date=2017-03-18}}</ref> Indikasi tersebut tertuang pada keputusan KPPU berupa hukuman pada Konsorsium [[Percetakan Negara Republik Indonesia]] (PNRI) dan PT [[Astragraphia]] untuk membayar denda Rp24 miliar ke negara karena melanggar [[pasal]] 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan [[Pasar monopoli|Praktik Monopoli]] dan [[Persaingan Usaha Tidak Sehat]] pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda sebesar Rp20 miliar sedangkan PT Astragraphia didenda Rp4 miliar. Denda tersebut harus dibayar ke kas negara melalui bank pemerintah dengan kode 423755 dan 423788 ([[Pendapatan Pelanggaran di bidang persaingan usaha]]).<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-2090758/kppu-vonis-peserta-tender-e-ktp-rp-24-miliar-karena-main-mata|title=KPPU Vonis Peserta Tender e-KTP Rp 24 Miliar karena 'Main Mata'|work=[[Detik.com|detikcom]]|access-date=2017-12-01|date=2012-11-13}}</ref>
 
Indikasi korupsi juga dipaparkan oleh [[Muhammad Nazaruddin]] pada 31 Juli 2013. Saat diperiksa oleh KPK terkait kasus [[Hambalang]], ia menyerahkan bukti-bukti terkait korupsi e-KTP. Pengacaranya, [[Elza Syarief]] menuding bahwa telah terjadi penggelembungan dana pada proyek e-KTP. Dari total proyek sebesar Rp5,9 triliun, 45% di antaranya merupakan hasil penggelembungan dana''.'' Ia juga mengatakan bahwa Ketua Fraksi [[Partai Golkar]] Setya Novanto dan mantan Ketua Umum [[Partai Demokrat]] [[Anas Urbaningrum]] terlibat dalam kasus ini. Mendengar hal itu, Gamawan Fauzi merasa geram. Ia pun melaporkan Nazaruddin ke Polda Metro Jaya karena menilai bahwa tuduhannya tidak benar. Kendati demikian, saat itu KPK belum bisa memastikan kebenaran dari kecurigaan-kecurigaan yang ada karena tahap penyidikan KPK terhadap kasus e-KTP masih pada tahap awal.<ref>{{Cite book|title=Buku Pintar Kompas 2013|last=Litbang Kompas|first=|publisher=Penerbit Buku Kompas|year=2014|isbn=978-979-709-823-0|location=Jakarta|pages=262-263}}</ref><ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2013/07/31/2227151/Nazaruddin.Tuding.Setya.Novanto.Terlibat.Proyek.E-KTP|title=Nazaruddin Tuding Setya Novanto Terlibat Proyek E-KTP|work=[[Kompas.com]]|language=en|access-date=2017-12-01|editor-last=Liauw|editor-first=Hindra|first=Dian|last=Maharani|date=2013-07-31}}</ref>
Baris 44:
Pada 8 Februari 2017 KPK mengumumkan bahwa mereka telah menemukan bukti terkait keterlibatan anggota DPR dalam kasus korupsi e-KTP. Mereka kemudian menghimbau kepada siapa saja yang menerima aliran dana tersebut untuk mengembalikannya ke negara.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-3417396/kpk-kami-ada-bukti-anggota-dpr-terima-uang-terkait-e-ktp|title=KPK: Kami Ada Bukti Anggota DPR Terima Uang Terkait e-KTP|last=Rahayu|first=Cici Marlina|work=[[Detik.com|detikcom]]|access-date=2017-12-03|date=2017-02-08}}</ref> Dua hari kemudian, tepatnya pada 10 Februari 2017 KPK menerima uang sebesar Rp250 miliar dengan rincian Rp220 miliar berasal dari sejumlah korporasi, satu perusahaan dan satu konsorsium sedangkan Rp30 miliar berasal dari anggota DPR periode 2009-2014 dan beberapa orang lainnya. Penyerahan uang itu dilaksanakan usai pemeriksaan sejumlah saksi oleh KPK. Mereka yang kooperatif kemudian mengirimkan uang kepada rekening KPK khusus penyidikan.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/02/10/20041251/korporasi.dan.konsorsium.e-ktp.serahkan.uang.rp.220.miliar.ke.kpk|title=Korporasi dan Konsorsium E-KTP Serahkan Uang Rp 220 Miliar ke KPK|work=[[Kompas.com]]|language=en|access-date=2017-12-03|editor-last=Galih|editor-first=Bayu|first=Abba|last=Gabrillin|date=2017-02-10}}</ref>
 
Perkembangan kasus e-KTP kemudian bergulir pada terjadinya pelimpahan kasus e-KTP ke [[Pengadilan Tindak Pidana Korupsi|Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi]] oleh KPK pada 1 Maret 2017. Berkas tersebut merupakan berkas atas nama Sugiharto sebanyak 13 ribu lembar dan atas nama Irman sebanyak 11 ribu lembar yang mencakup berita acara pemeriksaan tersangka dan saksi. Dalam berkas tersebut terdapat keterangan dari 294 saksi atas nama Sugiharto, 173 saksi atas nama Irman dan keterangan dari lima orang ahli.<ref>{{Cite news|url=https://www.antaranews.com/berita/615325/kpk-limpahkan-berkas-kasus-e-ktp-ke-pengadilan|title=KPK limpahkan berkas kasus e-KTP ke pengadilan|last=Natalia|work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA News]]|language=id-ID|access-date=2017-12-03|first=Desca Lidya|editor-last=Maryati|date=2017-03-01}}</ref>
 
=== Penetapan Tersangka Ketiga ===
Baris 176:
* [https://www.e-ktp.com E-KTP] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210303171013/http://www.e-ktp.com/ |date=2021-03-03 }}
* [https://www.kpk.go.id/splash/ Komisi Pemberantasan Korupsi]
{{Kasus peradilan Indonesia}}
 
[[Kategori:HukumKorupsi di Indonesia]]
[[Kategori:SkandalIndonesia dalam tahun 2011]]