Kerajaan Bedahulu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
k Mengembalikan suntingan oleh Jalak Bali (tlg jangn blok sy) (bicara) ke revisi terakhir oleh Nyilvoskt Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(23 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{lihat juga|Kerajaan Bali}}
{{Infobox Former Country
|conventional_long_name = Kerajaan
|native_name =
|common_name = Bedulu
|s1 = Majapahit
|flag_s1 = Surya Majapahit.png
|common_languages = [[Bahasa Bali|Bali]] (utama)<br>{{nobold|[[Bahasa Jawa kuno|Kawi]] dan [[sansekerta]]}} (religius)
|religion = [[Hindu Bali|Hindu]] (resmi)
|capital = [[Pejeng, Tampaksiring, Gianyar|Pejeng]]
|government_type = Monarki
Baris 23 ⟶ 24:
}}
'''Kerajaan
Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan [[dinasti Warmadewa]]. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu (Dalem
Setelah itu [[Gajah Mada]] menempatkan seorang keturunan [[brahmana]] dari [[Jawa]] bernama [[Sri Kresna Kepakisan]] sebagai raja (''Dalem'') di pulau Bali. Keturunan [[dinasti Kepakisan]] inilah yang di kemudian hari menjadi raja-raja di beberapa kerajaan kecil di Pulau Bali.
== Sejarah
Nama Pejeng mulai dikenal sejak tahun 1705, melalui laporan naturalis Belanda [[Georg Everhard Rumphius]], berjudul ''Amboinsche Reteitkamer''. Dalam laporan tersebut, Rumphius menyebut keberadaan genderang (nekara) berbahan perunggu yang kemudian hari disebut ''Bulan Pejeng''. Rumphius sendiri belum pernah melihat benda tersebut. Dia mendapat informasi dari orang lain yang menyatakan bahwa di Pejeng ada benda misterius dari perunggu. Benda ini dianggap meteorit dan bidang pukulnya yang bulat dianggap sebagai bulatan roda. Rumphius menulis, benda ini semula tergeletak di tanah, tidak seorang pun yang berani memindahkan karena takut mendapat celaka. Inventarisasi kepurbakalaan yang dilakukan ''Oudheidkundige Dienst'' (OD) atau Jawatan Purbakala Pemerintah [[Hindia Belanda]], yang kemudian diteruskan oleh Balai Kepurbakalaan Indonesia, menemukan kenyataan Desa Pejeng memiliki peninggalan arkeologis yang amat beragam dan tersebar hampir di seluruh pelosok desa. Peninggalan-peninggalan purba dan tulisan-tulisan yang ada membuat para ahli memperkirakan Pejeng adalah pusat Kerajaan Bali Kuno yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kerajaan Bedahulu (883-1343 M). Kata ''"pejeng"'' sendiri diduga berasal dari kata ''"pajeng"'' (payung), karena dari desa inilah raja-raja Bali Kuno memayungi rakyatnya. Ada juga yang menduga berasal dari kata ''pajang'', bahasa Jawa Kuno yang berarti sinar. Bagi tetua di Pejeng, sebelum Pejeng desa itu disebut Soma Negara, ibu kota '''Kerajaan Singamandawa'''.
''Bulan Pejeng'' yang kini disimpan di Pura Penataran Sasih adalah nekara terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia: tinggi 186,5 cm dan garis tengah bidang pukul 160 cm. Nekara bertipe moko ini dalam perkembangan lebih lanjut menjadi model pertama untuk semua jenis moko yang kini banyak dijumpai di wilayah Indonesia lainnya dalam ukuran lebih kecil. Nama nekara terdapat dalam berbagai bahasa mulai dari ''kettledrum'' (Inggris), ''pauke'' atau ''metalltrommeln'' (Jerman), ''ketletrom'' (Belanda), kedeltrommeln (Denmark), hingga tambour metallique (Prancis), sebagai nama yang paling sering digunakan. Di Indonesia, nekara memiliki nama lokal beragam, seperti bulan untuk menyebut nama nekara dari Pejeng (Bali), tifa guntur (Maluku), makalamau (Sangeang), moko (Alor), kuang (Pulau Pantar), dan wulu (Flores Timur).
Bulan Pejeng berasal dari kebudayaan logam terutama perunggu di Asia Tenggara dimulai sekitar 3000-2000 SM berdasarkan hasil temuan di situs Dongson, Provinsi Thanh Hoc, Vietnam Utara. Nekara yang masih disakralkan oleh masyarakat Bali ini menunjukkan, bahwa di Masa Pra-Sejarah Pejeng telah dihuni oleh masyarakat yang memiliki tingkat kebudayaan tinggi dan terhubung dengan masyarakat internasional
Salah satu prasasti berangka tahun 875 Saka/953 M berbahasa [[Sansekerta]] menyebut nama ''"Sri Walipuram"'' yang mengandung arti, bahwa Bali merupakan suatu kerajaan. Selain itu juga, ada beberapa prasasti yang menyebut kata ''baladwipamandala'', misalnya [[Prasasti Klandis]] menyebutkan;
Baris 43 ⟶ 44:
Selain ungkapan tersebut, dalam [[Prasasti Cempaga A]] yang berangka tahun 1103 Saka/1181 M, Bali disebut dengan istilah ''“baliwipanagara”'' yang dapat diartikan Bali merupakan suatu Negara.
Keberadaan Kerajaan Bali Kuno ini juga dikuatkan dengan peninggalan arca-arca kuno yang diletakkan dalam lingkungan pura di Pejeng yang dilindungi oleh masyarakat sampai sekarang, Misalnya saja, ''Arca Bhairawa'' di [[Pura Kebo Edan]], ''Arca Ratu Mecaling'' di Pura Pusering Jagat (Pura Tasik), [[Pura Manik Galag]] (Pura Manik Corong) sebagai Pura Sad Kahyangan atau ''setananya'' Bhatara Manik Galang dan Pura Penataran Sasih.
Penemuan fragmen-fragmen pada prasasti di Pejeng juga mengungkap sejarah dan perkembangan aliran agama di Bali sejak sebelum abad ke-8 M. Penelitian ahli purbakala, [[Roelof Goris|Dr. R. Goris]], yang diterbitkan pada 1926 menyebutkan, di masa [[Udayana|Raja Dharma Udayana]]
Pejeng sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Bali Kuno yang menurunkan raja-raja besar dari Dinasti Warmadewa, berakhir setelah penyerbuan [[Gajah Mada|Patih Gajah Mada]] dari [[Majapahit]] ke Bali pada 1343 M. Oleh Gajah Mada, pusat Kerajaan dipindahkan ke [[Gelgel, Klungkung, Klungkung|Gelgel]]. Pada 1686, pasca raja terakhir Dinasti Gelgel, [[Dalem Di Made]] wafat, pusat kerajaan dipindahkan [[Klungkung, Klungkung|Klungkung]]. Pada periode Klungkung inilah, kekuasaan di Bali terpecah menjadi sembilan swapraja atau kerajaan kecil.<ref name="Pejeng">{{Cite web |url= http://www.pejeng.desa.id/reload.php?ref=post-content&post=sejarah-desa&refp=page&kat= |website= www.pejeng.desa.id |title= Sejarah Kerajaan Pejeng |access-date= 2019-02-14 |archive-date= 2020-02-06 |archive-url= https://web.archive.org/web/20200206221824/http://www.pejeng.desa.id/reload.php?ref=post-content&post=sejarah-desa&refp=page&kat= |dead-url= yes }}</ref>
== Silsilah Raja-Raja
{{utama|Daftar Raja Bali}}
Berikut adalah daftar silsilah raja yang berkuasa di Kerajaan
=== Wangsa Warmadewa ===
{{utama|Wangsa Warmadewa}}
=== Wangsa Jaya ===
{{utama|Wangsa Jaya}}
Berikut daftar raja Bali Kuno, Wangsa Jaya;<ref name="tatkala">{{Cite web|date=2020-01-29|title=Tercatat 23 Nama Raja pada Masa Bali Kuno – Siapa Saja Mereka?|url=https://tatkala.co/2020/01/29/tercatat-23-nama-raja-pada-masa-bali-kuno-siapa-saja-mereka/|website=tatkala.co|language=en-US|access-date=2020-10-20}}</ref>
* Paduka Sri Maharaja [[Śri Jayaśakti]] tahun 1055-1072 Ç (1133-1150 M)
* Paduka Sri Maharaja Sri [[Ragajaya]] tahun 1077 Ç (1155 M)
* Paduka Sri Maharaja [[Jayapangus|Sri Jayapangus Arkajacihna]] tahun 1099-1103 Ç (1178-1181 M)
* Paduka Sri Maharaja Sri [[Arjjaya Dengjaya Ketana]] (ratu, ca. 1200){{efn|Permaisuri [[Jayapangus]] dan ibu dari [[Ekajayalancana]]. Tidak diketemukan tahunnya, namun diperkirakan bersama Ekajayalancana}} dan ''Paduka Sri Maharaja Haji [[Ekajayalancana]]'' (penguasa bersama ca. 1200) [anak] mengeluarkan prasasti Kintamani E pada tahun 1122 Ç (1200 M)
<!-- * [[Bhatara Guru Śri Adikuntiketana]] (ca. 1204)-->
* [[Bhatara Parameswara Sri Wirama]] (1126 Ç) terbaca dalam prasasti Pura Kehen C
<!-- * Masula Masuli.{{fact}} -->
* [[Bhatara Parameswara Hyang ning Hyang Adidewalancana|Adidewalancana]] atau ''Pameswara Çri Hyangning Hyang Adhidewalancana'' (1182 Ç, prasasti Bulihan B, ca. 1260-1286 M).
=== Wangsa Singasari ===
''[[Singasari]] menaklukkan Bali tahun 1284 M (1208 Ç)''
* Kryan Demung Sasabungalan (Saka 1206/1284 M)
* Rajapatih Makakasar, [[Kbo Parud]] atau ''Kebo Parud Makakasir'' (wakil Singasari, ca. 1296-1324 M){{efn|Pada masanya terjadi gelombang kedatangan para Arya dan rohaniawan dari Kerajaan Singasari serta kedatangan para Mpu keturunan Saptra Rsi bersama Bhujangga}} disebutkan dalam prasasti Pengotan E (1218 Ç) dan Sukawana D (1222 Ç). Apabila dilihat dari angka tahun prasasti yang dikeluarkan, maka rajapatih ini mengisi kekosongan pemerintahan setelah masa pemerintahan Raja Adidewalancana.
* Sri Masula Masuli (Saka 1246/1324 M)
''[[Singasari]] runtuh dan Bali menjadi kerajaan mandiri.''
* Mahaguru [[Dharmottungga Warmadewa]] atau ''Bethara Çri Maha Guru'' (sebelum 1324-1328 M) atau Bhatara Sri Mahaguru (1246-1247 Ç). Ia mengeluarkan tiga buah prasasti, namun memuat gelarnya berbeda-beda. Dalam prasasti Srokadan (1246 Ç) disebut dengan ''Paduka Bhatara Guru'' yang memerintah bersama-sama dengan cucunya (putunira), yakni ''Paduka Aji Sri Tarunajaya''. Dalam prasasti Cempaga C (1246 Ç) disebut dengan gelar ''Paduka Bhatara Sri Mahaguru'' dan dalam [[prasasti Tumbu]] (1247 Ç) ''Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmottungga Warmadewa''.<ref name="tatkala"/>
* [[Walajayakertaningrat]] atau ''Çri Walajaya Krethaningrat'' atau ''Paduka Tara SriWalajayakattaningrat'' (1250 Ç, 1328-1337 M) [anak Dharmottungga], terbaca dalam prasasti Selumbung.<ref name="tatkala"/>
* [[Śri Astasura Ratna Bumi Banten]] atau disebut juga '''Paduka Bhatara Sri Astasura Ratnabhumibanten''' (ca. 1337-1343 M){{efn|Para patihnya yang terkenal [[Pasung Grigis]] dan [[Kebo Iwa]]}} Gelar ini terbaca dalam prasasti Langgahan yang berangka tahun 1259 Ç.<ref name="tatkala"/>
''[[Majapahit]] menaklukkan Bali'' 1343 M.
<!-- BUTUH RUJUKAN KARENA TIDAK JELAS
# Sri [[Arjjaya Dengjaya Ketana]]
# Aji Ekajayalancana
# Bhatara Guru Sri Adikuntiketana
# Parameswara
Baris 78 ⟶ 91:
# [[Śri Astasura Ratna Bumi Banten|Sri Astasura Ratna Bumi Banten]] (Sri Tapa Ulung / Dalem Bedahulu) - (1332-1343)
# Dalem Tokawa (1343-1345){{fact}}
# Dalem Makambika (1345-1347){{fact}} -->
== Sisa peninggalan ==
Baris 90 ⟶ 103:
=== Daftar pustaka ===
* ''Sejarah Bali''. Nyoka, Penerbit & Toko Buku Ria, Denpasar, 1990.
=== Catatan ===
<references group="lower-alpha"/>
== Pranala luar ==
|