Suku Betawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Advthv (bicara | kontrib)
k Mengembalikan ke revisi stabil; tidak ada istilah "wong" untuk menyebut "orang" dalam linguistik Betawi
Tag: Pengembalian manual kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi
Bayoka55 (bicara | kontrib)
Menambahkan sumber dan sedikit perubahan
 
(61 revisi perantara oleh 29 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{ethnic group|
| group = Suku = Betawi
| native_name = ''Orang Betawi''
| image = [[File:Betawi wedding.jpg|250px210px]]
| caption = PasanganPengantin Betawi dengan mengenakan pakaian tradisional.
| pop = 6.807.968 (sensus [[Sensus Penduduk Indonesia 2010|2010]])<ref name="BDS2010">{{cite web|url=http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html |title=Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, Dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia |publisher=Badan Pusat Statistik |date=2010 |accessdate=18 Juli 2017}}</ref>
| popplace = {{flag|Indonesia}}
| region1 = {{Flag|DKI Jakarta}} |pop1 = 2.700.722<ref name="BDS2010"/>
| region2 = {{Flag|Jawa Barat}} | pop2 = 2.664.143<ref name="SUKU">{{Cite web|url=http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak_chotib/Kelompok_1/Referensi/BPS_kewarganegaraan_sukubangsa_agama_bahasa_2010.pdf|title=Kewarganegaraan Suku Bangsa, Agama, Bahasa 2010|website=demografi.bps.go.id|publisher=[[Badan Pusat Statistik]]|year=2010|format=PDF|accessdate=17 Oktober 2021|pages=23, 36-41|archive-date=2017-07-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20170712140438/http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak_chotib/Kelompok_1/Referensi/BPS_kewarganegaraan_sukubangsa_agama_bahasa_2010.pdf|dead-url=yes}}</ref>
| region3 = {{Flag|Banten}}
| pop3 = 1.365.614<ref name="SUKU"/>
| region4 = {{Flag|Jawa Tengah}}
| pop4 = 9.519<ref name="SUKU"/>
| region5 = {{Flag|Kalimantan Timur}}
| pop5 = 4.080<ref name="SUKU"/>
| langs = {{hlist|[[Bahasa Betawi|Betawi]], |[[Bahasa Indonesia|Indonesia]]}}
| rels = [[Islam Sunni]] (97,1%)<br />[[Kekristenan]] (2,2%)<br />[[Buddha]] (0,6%), dan lainnya (dibawah 0,1%)<ref>Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, Agus Pramono (2015). [https://www.cambridge.org/core/books/demography-of-indonesias-ethnicity/6E1C5E58579384BDC3DBD8EEF2186705 ''Demography of Indonesia's Ethnicity'']. Singapore: ISEAS: Institute of Southeast Asian Studies, p. 270 (based on 2010 census data).</ref>
|rels = '''Mayoritas'''<br> [[Islam]] 99,8% <br><br>'''Minoritas'''<br>[[Kristen]] 0,2 %
| related = {{hlist|[[Suku Melayu|Melayu]]|[[Suku Sunda|Sunda]]|[[Tionghoa Indonesia]]|[[Suku Jawa|Jawa]]|[[Arab Indonesia]]|[[Mardijkers]]|[[Orang Indo|Indo]]}}
|related= [[Suku Melayu | Melayu]] dan
}}
[[Suku Sunda|Sunda]]}}
 
'''Suku Betawi''' atau '''''({{lang-bew|Orang Betawi'''''}}) adalah sebuahkelompok etnis [[suku bangsaAustronesia]] di Indonesia yang penduduknyamerupakan umumnyapenduduk menempatiasli wilayahkota [[Jakarta]] dan [[Jabodetabekpunjur|sekitarnya]].<ref>{{cite book | title = Creole Identity in Postcolonial Indonesia. Volume 9 of Integration and Conflict Studies | first = Jacqueline | last = Knorr | publisher = Berghahn Books | year = 2014 | isbn = 9781782382690 | page = 91 | url = https://books.google.co.id/books?id=1ZfiAgAAQBAJ&pg=PA91&dq=Betawi+native+Jakartans&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwixjviXmsDPAhUIt48KHexGAcsQ6AEIHzAA#v=onepage&q=Betawi%20native%20Jakartans&f=false | access-date = 2018-05-26 | archive-date = 2019-12-11 | archive-url = https://web.archive.org/web/20191211061516/https://books.google.co.id/books?id=1ZfiAgAAQBAJ&pg=PA91&dq=Betawi+native+Jakartans&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwixjviXmsDPAhUIt48KHexGAcsQ6AEIHzAA#v=onepage&q=Betawi%20native%20Jakartans&f=false | dead-url = yes }}</ref> Kemunculan Betawi pertama kali pada abad ke-17 sebagai suatu komunitas dari berbagai etnis nusantara yang datang dan menetap di [[Batavia]].<ref>''No Money, No Honey: A study of street traders and prostitutes in Jakarta'' by Alison Murray. Oxford University Press, 1992. Glossary page xi</ref><ref name ="JP-Betawi">{{cite news | title = Betawi: Between tradition and modernity | author = Dina Indrasafitri | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 26 April 2012 | url = http://www.thejakartapost.com/news/2012/04/26/betawi-between-tradition-and-modernity.html}}</ref>
 
Suku ini terbentuk melalui proses asimilasi dari berbagai budaya, termasuk [[Suku Sunda|Sunda]], [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Melayu|Melayu]], [[Suku Bugis|Bugis]], [[Suku Makassar|Makassar]], [[Orang Arab|Arab]], [[Orang Tionghoa|Tionghoa]], [[Orang India|India]], dan Eropa, sehingga menciptakan identitas budaya yang unik.<ref name="JP-Native">{{cite news |date=7 November 2011 |title=Debunking the 'native Jakartan myth' |newspaper=The Jakarta Post |location=Jakarta |url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/07/debunking-native-jakartan-myth.html |archive-url=https://web.archive.org/web/20161005084923/https://www.thejakartapost.com/news/2011/11/07/debunking-native-jakartan-myth.html |archive-date=5 October 2016}}</ref>
 
== Etimologi ==
Nama "Betawi" berasal dari kata "''Batavia''" yang lama kelamaan berubah menjadi "''Batavi''", dari kata "''Batawi''", lalu kemudian berubah menjadi "Betawi" (disesuaikan dengan lidah masyarakat lokal). Secara historis, suku Betawi merupakan masyarakat multietnik yang membaur dan membentuk sebuah entitas baru. Suku Betawi terlahir karena adanya percampuran genetik atau akulturasi budaya antara masyarakat yang mendiami Batavia. setelah adanya percampuran budaya, adat-istiadat, tradisi, bahasa, dan yang lainnya, akhirnya dibuat sebuah komunitas besar di Batavia. Komunitas ini lama kelamaan melebur menjadi suku dan identitas baru yang dinamakan Betawi.<ref>{{cite news | title = Debunking the 'native Jakartan myth' | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 7 November 2011 | url = http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/07/debunking-native-jakartan-myth.html}}</ref> Penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku diawali dengan pendirian sebuah organisasi bernama [[Pemoeda Kaoem Betawi]] yang lahir pada tahun [[1923]].<ref>[http://langgambudaya.ui.ac.id/betawi/video/detail/9/profil-kesenian-tanjidor/ Profil Kesenian Tanjidor di situs web LanggamBudaya.ui.ac.id.]</ref>
 
Sedangkan menurut penuturan Sejarawansejarawan Betawi [[Ridwan Saidi]], ada beberapa acuan mengenai asal mula kata Betawi:
 
* "''Pitawi''" ([[Bahasa Proto-Melayu-Polinesia|bahasa Melayu-Polinesia Purba]]) yang artinya larangan.<ref>[https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2019/07/12/06300071/asal-usul-kata-betawi-strategi-tahi-pasukan-belanda-yang-heroik Asal Usul Kata Betawi, Strategi Tahi Pasukan Belanda Yang Heroik] ''amp.kompas.com''.</ref> Perkataan ini mengacu pada komplek bangunan yang dihormati di [[Percandian Batujaya|Candi Batu JayaBatujaya]]. SejarahwanSejarawan Ridwan Saidi mengaitkan bahwa Kompleks Bangunan di [[PercandianCandi Batujaya|Candi Batu Jaya]], Tatar Pasundan,di [[Karawang]] merupakan sebuah Kota[[kota Sucisuci]] yang tertutup, sementara [[Karawang, Karawang|Karawang]] merupakan Kota yang terbuka.<ref>{{efn|Pernyataan Ridwan Saidi dalam tulisan ini belum menjelaskan konteks Karawang yang ''tertutup'' dan ''terbuka'' apakah dalam konteks kurun waktu yang sama atau periode berbeda.</ref>}}
* "''Betawi''" ([[Bahasa Melayu Brunei]]) digunakan untuk menyebut ''giwang''.<ref>Etimologi dari ''Giwang'' menurut [http://www.kamusdaerah.com/?bhs=m&bhs2=a&q=giwang#ixzz3kZSWklBf Kamus Daerah - Kamus Bahasa Daerah Online Berbagai Bahasa Daerah di Indonesia] :<br /> 1. ''Giwang'' (bhs. Sunda)
Artinya: kerabu, subang. (bhs. Indonesia)<br />
Baris 32 ⟶ 34:
Artinya: matahari. (bhs. Indonesia)<br />
3. ''Giwang'' (bhs. Sunda)<br />
Artinya: gewang giwang 1 kurabu 2 (halus) suweng, giwang 1 giwang (bhs. Indonesia)<br /></ref> Nama ini mengacu pada ekskavasi di Babelan, [[Kabupaten Bekasi]],<ref>Penelusuran [[Poerbatjaraka]] (seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata ''Candrabhaga''; ''Candra'' berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan ''Bhaga'' berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalan kata Candrabhaga kadang berubah menjadi ''Sasibhaga'' atau ''Bhagasasi''. Dalam pengucapannya sering disingkat ''Bhagasi'', dan karena pengaruh [[bahasa Belanda]] sering ditulis ''Bacassie'' (di [[Stasiun Lemahabang]] pernah ditemukan plang nama ''Bacassie''). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.<!--<br />
<br />
Candrabhaga merupakan bagian dari [[Kerajaan Tarumanagara]], yang berdiri sejak abad ke-5 Masehi. Ada 7 [[prasasti]] yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja [[Purnawarman]], yakni [[Prasasti Tugu]] (Cilincing, Jakarta), [[Prasasti Ciaruteun]], [[Prasasti Muara Cianten]], [[Prasasti Kebon Kopi]], [[Prasasti Jambu]], [[Prasasti Pasir Awi]] (ke enam prasasti ini ada di daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan ([[Prasasti Cidangiang]]).<br />
<br />
Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi: ''..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir di sekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro petang bulan Phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…''). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara (Lebih lanjut lihat : [[Kabupaten Bekasi]]).-->
</ref> yang banyak ditemukan ''giwang'' dari abad ke-11 M.
* Flora Guling Betawi (''cassia glauca''), famili ''papilionaceae'' yang merupakan jenis tanaman [[perdu]] yang kayunya bulat seperti guling dan mudah diraut serta kukuh<ref>Fillet, GJ, 1888. Plaaantkundig Woordenboek van Nederlandsch - Indie. [[Amsterdam]] : J.H. de Bussy</ref> Dahulu kala jenis batang pohon Betawi banyak digunakan untuk pembuatan gagang senjata keris atau gagang pisau. Tanaman guling Betawi banyak tumbuh di Nusa Kelapa dan beberapa daerah di pulau Jawa dan Kalimantan. Sementara di [[Kapuas Hulu]], [[Kalimantan Barat]], guling Betawi disebut "Kayu Bekawi". Ada perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi" pada penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi Melayu, pergeseran huruf tersebut biasa terjadi dalam bahasa Melayu.
 
Ada kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan benar. Menurut Ridwan Saidi pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti [[Gambir]], Krekot[[Krukut, Taman Sari, Jakarta Barat|Krukut]], [[Bintaro]], [[Grogol]] dan banyak lagi. Seperti [[Makasar, Jakarta Timur|Kecamatan Makasar]], nama ini tak ada hubungannya dengan [[orang Makassar]] di [[Sulawesi Selatan]], melainkan diambil dari jenis rerumputan.<ref>{{Cite web |url=http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40450 |title="Dari Gagang Keris Menjadi Betawi" |access-date=2013-01-01 |archive-date=2014-01-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140107024615/http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40450 |dead-url=yes }}</ref>
 
== Sejarah ==
Baris 46 ⟶ 48:
=== Periode sebelum masehi ===
 
Sejarah penduduk asli Jakarta (dahulu bernama [[Sunda Kalapa]]) diawali pada masa zaman batu yang menurut Sejarawansejarawan Sagiman MD sudah ada sejak zaman [[neolitikum]]. Arkeolog Uka Tjandarasasmita dalam monografinya "''Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran''" (1977) secara arkeologis telah memberikan bukti-bukti yang kuat dan ilmiah tentang sejarah penghuni Jakarta dan sekitarnya dari masa sebelum Tarumanagara pada abad ke-5. Dikemukakan bahwa paling tidak sejak zaman neolitikum atau batu baru (3500–30003.500–3.000 tahun yang lalu) daerah Jakarta dan sekitarnya di mana terdapat aliran-aliran sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, dan Citarum pada tempat-tempat tertentu sudah didiami oleh masyarakat manusia yang menyebar hampir di seluruh wilayah Jakarta. Dari alat-alat yang ditemukan di situs-situs itu, seperti kapak, beliung, pahat, pacul yang sudah diumpam halus dan memakai gagang dari kayu, disimpulkan bahwa masyarakat manusia itu sudah mengenal pertanian (mungkin semacam perladangan) dan peternakan. Bahkan juga mungkin telah mengenal struktur organisasi kemasyarakatan yang teratur.<ref>{{Cite web |url=https://blogs.unpad.ac.id/maharani/siapa-dan-darimanakah-orang-betawi/ |title="Siapa dan Darimanakah Orang Betawi" |access-date=2013-01-01 |}}</ref>
<ref>{{Cite web |url=http://staff.blog.ui.ac.id/syam-mb/2009/05/18/siapa-dan-darimanakah-orang-betawi/ |title="Siapa dan Darimanakah Orang Betawi" |access-date=2013-01-01 |archive-date=2012-08-29 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120829174117/http://staff.blog.ui.ac.id/syam-mb/2009/05/18/siapa-dan-darimanakah-orang-betawi/ |dead-url=yes }}</ref>
 
Sementara Yahya Andi Saputra, seorang (Alumnialumni Fakultas Sejarah [[Universitas Indonesia]]), berpendapat bahwa penduduk asli Jakarta adalah penduduk Nusa Jawa. Menurutnya, dahulu kala penduduk di Nusa Jawa merupakan satu kesatuan budaya., Bahasabahasa, kesenian, dan adat kepercayaan mereka sama. DiaIa menyebutkan berbagai sebab yang kemudian menjadikan mereka sebagai suku bangsa sendiri-sendiri.
* Pertama, munculnya kerajaan-kerajaan pada zaman sejarah.
* Kedua, kedatangan dan pengaruh penduduk dari luar.
* Terakhir, perkembangan kemajuan ekonomi daerah masing-masing.
PendudukDahulu, penduduk asli Jakarta ber[[Bahasa Sunda Kuno|berbahasabahasa Sunda Kuno]]. Jadi, penduduk asli Jakarta telah berdiam di Jakarta dan sekitarnya sejak zaman dahulu dan bersukuber[[suku Sunda]].<ref>{{Cite web |url=http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/03/28/penduduk-asli-betawi/#more-83 |title="Penduduk Asli Betawi" |access-date=2013-01-01 |archive-date=2017-07-31 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170731084046/http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/03/28/penduduk-asli-betawi#more-83 |dead-url=yes }}</ref>
 
=== Periode setelah masehi ===
Baris 82 ⟶ 83:
Perjanjian antara Surawisesa (raja [[Kerajaan Pajajaran]]) dengan bangsa [[Portugis]] pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di [[Sunda Kalapa]] mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir musik [[keroncong]] atau dikenal sebagai Keroncong Tugu.
 
Kesultanan Demak berhasil merebut Sunda Kalapa dari koalisi Pajarjaran dan Portugis. Derah tersebut diubah namanya menjadi Jayakarta (Jakarta). Kemudian dimulailah islamisasi masyarakat sehingga saat itu masyarakat Jakarta berbudaya dan berbahasa jawa sama seperti wilayah pesisir lainnya yaitu Serang, Indramayu dan Cirebon. Itulah sebabnya hingga kini masih tersisa kosakata dan budaya jawa pada suku betawi.
Setelah [[VOC]] menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan.<ref>{{Cite web |url=http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/326 |title=Ensiklopedi Jakarta: Cornelis Chastelein |access-date=2011-09-03 |archive-date=2011-07-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110717052850/http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/326 |dead-url=yes }}</ref> Itulah penyebab masih tersisanya kosakata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini. Kemajuan perdagangan Batavia menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Batavia, [[Kampung Melayu]], Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jalan Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun [[1690]].
 
Setelah [[VOC]] menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC memaksa penduduk menggunakan bahasa melayu pasar. Selain itu VOC juga banyak mendatangkan bawahan dari luar pulau. Sejak saat itulah bahasa betawi menjadi kreol melayu.
 
Setelah [[VOC]] menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan.<ref>{{Cite web |url=http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/326 |title=Ensiklopedi Jakarta: Cornelis Chastelein |access-date=2011-09-03 |archive-date=2011-07-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110717052850/http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/326 |dead-url=yes }}</ref> Itulah penyebab masih tersisanya kosakata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini. Kemajuan perdagangan Batavia menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Batavia, [[Kampung Melayu]], Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jalan Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun [[1690]].
 
===== Abad ke-19 =====
Baris 98 ⟶ 103:
 
===== Abad ke-20 =====
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Reuzenpoppen Ondel-ondel sieren de straat tijdens het religieuze feest 'selamatan' ter gelegenheid van de inwijding van de nieuwe vleugel van Hotel des Indes Java TMnr 10003392.jpg|jmpl|kiri|Ondel-Ondel menghiasi jalan selama festival ''[[selamatan]]'' saat peresmian sayap baru [[Hotel Des Indes]], 1923. Kesenian ondel-ondel pada zaman dahulu disebut barongan. Ini adalah salah satu pengaruh budaya Jawa-Bali, dilihat dari bentuk topengnya yang cenderung mirip dengan barong Bali, tidak seperti sekarang yang sudah dirubah dan dimodernisasi. Pada zaman dahulu ondel-ondel dipercaya bisa mengusir roh jahat dan menjaga.]]
Pada zaman kolonial Belanda tahun [[1930]], kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk [[Batavia]] waktu itu. Namun menurut Uka Tjandarasasmita penduduk asli Jakarta telah ada sejak 3500-3000 tahun sebelum masehi. [[Antropologi|Antropolog]] Universitas Indonesia lainnya, Prof. Dr. [[Parsudi Suparlan]] menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang [[Kemayoran]], orang [[Senen]], atau orang Rawabelong.
 
Baris 108 ⟶ 113:
 
==== Setelah kemerdekaan ====
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Tanjidor orkest tijdens de viering van het Chinees Nieuwjaar TMnr 20017929.jpg|jmpl|Orkestra [[tanjidor]] merayakan [[Tahun Baru Imlek]], 1977. Ini adalah salah satu pengaruh budaya BelandaPortugis]]
Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan (1945), [[Jakarta]] dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi — dalam arti apapun juga — tinggal sebagai minoritas. Pada tahun [[1961]], 'suku' Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah salah satu caranya ’suku’ Betawi hadir.
 
Baris 115 ⟶ 120:
Seni dan Budaya asli Penduduk Jakarta atau Betawi dapat dilihat dari temuan [[arkeologi]]s, semisal giwang-giwang yang ditemukan dalam penggalian di [[Babelan, Bekasi|Babelan]], [[Kabupaten Bekasi]] yang berasal dari abad ke-11 masehi. Selain itu budaya Betawi juga terjadi dari proses campuran budaya antara suku asli dengan dari beragam etnis pendatang atau yang biasa dikenal dengan istilah [[Mestizo]]. Sejak zaman dahulu, wilayah bekas kerajaan Salakanagara atau kemudian dikenal dengan "Kalapa" (sekarang [[Jakarta]]) merupakan wilayah yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara, Percampuran budaya juga datang pada masa Kepemimpinan Raja Pajajaran, Prabu Surawisesa di mana Prabu Surawisesa mengadakan perjanjian dengan Portugal dan dari hasil percampuran budaya antara Penduduk asli dan Portugal inilah lahir Keroncong Tugu.
 
Suku-suku yang mendiami Jakarta sekarang antara lain, Suku Betawi, [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Sunda|Sunda]], [[suku Melayu|Melayu]], [[Suku Minang|Minang]], [[Suku Batak|Batak]], [[Suku Bugis|Bugis]], dan lainnya. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti [[budaya Arab]], [[Tiongkok]], [[Belanda]], dan [[Portugis]].
 
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi [[Jawa Barat]] dan provinsi [[Banten]]. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah [[cagar budaya]] di [[Situ Babakan]].
Baris 122 ⟶ 127:
{{utama|Bahasa Betawi}}
 
Bahasa Betawi dituturkan dalam dan sekitar Jakarta modern (bew). Secara tradisional, Bahasa Betawi Tengahan atau Bahasa Betawi dialek Jakarta terdaftar sebagai [[Bahasa Melayu]] lebih tepatnya [[Bahasa dagang dan kreol Melayu|Bahasa Melayu Kreol]] dikarenakan banyak kosakata serapan, kemiripan, beberapa kesamaan atau pengaruh kuat dari [[Bahasa Indonesia]] atau [[Bahasa Melayu]] dengan bentuk baku yang cenderung diakhiri dengan vokal 'é' tinggi/e talling. Bahasa Betawi dialek Tengahan tidak begitu beragam kosakatanya dibandingkan dengan Bahasa Betawi dialek Pinggiran yang lebih terasa keberagaman kosakatanya karena banyak serapan dari Bahasa Sunda & sebagian Bahasa Jawa serta beberapa kosakata serapan dari Bahasa lainnya. Para pakar/peneliti menyebutkan bahwa Bahasa Betawi ialah sebuah dialek dari bahasa Melayu yang biasa disebut Bahasa Melayu dialek Jakarta/Melayu Batavia, namun hal ini tak sepenuhnya benar karena Bahasa Betawi yang memiliki kedekatan/kekerabatan dengan Bahasa Melayu ialah hanya dialek Tengahan/Jakarta sedangkan untuk dialek Pinggiran lebih dekat dan berkerabat dengan Bahasa Sunda & Jawa. Bahasa Betawi dapat dikatakan sebuah rumpun dari Bahasa Melayu ataupun disebut sebagai Bahasa dagang/Melayu Kreol. Secara historis, Bahasa Betawi tercipta karena adanya percampuran antar Bahasa yang ada di Batavia pada masa lalu sehingga terbentuklah Bahasa Betawi yang beragam kosakata dan dialeknya.
 
Sifat campur-aduk dalam Bahasa Betawi dialek Tengahan, Bahasa Melayu Dialek Jakarta, atau Melayu Batavia adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil dari [[asimilasi]] kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.<ref name="JP-Betawi Language">{{cite news | title = The perseverance of Betawi language in Jakarta | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 21 Juni 2008 | author = Setiono Sugiharto | url = http://www.thejakartapost.com/news/2008/06/21/the-perseverance-betawi-language-jakarta.html}}</ref>
Baris 142 ⟶ 147:
=== Musik ===
[[Berkas:Gambang Kromong Betawi.jpg|jmpl|ka|Gambang Kromong.]]
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni [[Gambang Kromong]] yang berasal dari seni musik [[Tionghoa]], tetapi juga ada [[Rebana]] yang berakar pada tradisi musik [[Bangsa Arab|Arab]], orkes [[Samrah]] berasal dari [[suku Melayu|Melayu]], Keroncong Tugu dengan latar belakang [[Portugis]]-Arab, dan [[Tanjidor]] yang berlatarbelakang ke-[[Belanda]]-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni [[Lenong]], [[Gambang Kromong]], [[Rebana]] [[Tanjidor]] dan [[Keroncong]]. Betawi juga memiliki lagu tradisional seperti "Kicir-kicir". Pengaruh budaya Jawa dengan sedikit unsur Sunda didalamnya juga ada dalam kebudayaan Betawi, seperti: pementasan wayang
 
=== Tari dan drama ===
Baris 168 ⟶ 173:
Rumah tradisional/adat Betawi adalah [[rumah kebaya]]. Terdapat pula rumah tradisional lain seperti [[rumah panggung Betawi]].
 
Suku Betawi di Jakarta mengenal tradisi "[[Bikin Rume]]" yang dilakukan ketika hendak membangun rumah.
 
== Kepercayaan ==
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama [[Islam]]. Angropolog Fachry Ali dari IAIN Pekalongan menyatakan Islam sebagai salah satu sumber identitas dan budaya Betawi, sehingga tidak bisa dipisahkan.<ref>[https://www.nu.or.id/post/read/121592/arti-agama-islam-bagi-orang-betawi Arti Agama Islam bagi Orang Betawi]. ''NU Online''. Retrieved March 29, 2021.</ref> Forum Betawi Rempug (FBR) menyatakan salah satu etos organisasi mereka tiga S: ''Sholat'', Silat dan Sekolah.<ref name="Fa">Farish A. Noor. (2012). The Forum Betawi Rempug (FBR) of Jakarta: an ethnic‑cultural solidarity movement in a globalising Indonesia. (''RSIS Working Paper, No. 242''). Singapore: Nanyang Technological University.</ref> Akademisi luar negeri seperti Susan Abeyasekere dari Monash University juga menyetujui, orang Betawi sering menunjukan identitas islamnya dalam karya tulisan mereka.<ref>''Jakarta: A History''. By Susan Abeyasekere. Singapore: Oxford University Press, 1987.</ref>
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama [[Islam]], tetapi yang menganut [[Kekristenan]] yakni [[Katolik]] dan [[Protestan]] yang jumlahnya sangat sedikit. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa [[Portugis]] ataupun [[Belanda]]. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan [[Sunda Kalapa]] sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah [[Kampung Tugu]], [[Jakarta Utara]].<ref>{{cite news | title = Betawi or not Betawi? | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 26 Agustus 2010 | url = http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/26/betawi-or-not-betawi.html}}</ref>
 
SebagianWalau besarbegitu Orangada Betawipula menganutkomunitas agamakecil [[Islam]], tetapiBetawi yang menganut [[Kekristenan]] yakni [[Katolik]] dan [[Protestan]] yang jumlahnya sangat sedikit. DiSalah antarasatu sukukomunitas Betawiini yangadalah beragamadari Kristen[[Kampung Tugu]], ada[[Jakarta yangUtara]]. Mereka menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan [[Mardijkers]], bangsa [[Portugis]] ataupun [[Belanda]].<!-- Sembunyikan kalimat ini, karena klaim komunitas Portugis di Sunda Kalapa ini tidak ada di artikel Jakarta Post yang jadi referensi (Naval Scene). Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan [[Sunda Kalapa]] sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah [[Kampung Tugu]], [[Jakarta Utara]].--><ref>{{cite news | title = Betawi or not Betawi? | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 26 Agustus 2010 | url = http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/26/betawi-or-not-betawi.html}}</ref>
 
Selain itu ada pula komunitas Kampung Sawah. Meester Anthing menjadi orang Protestan pertama yang mencampurkan ritus-ritus budaya dengan kekristenan yang menitikberatkan pada ngelmu dan hal-hal mistik lainnya dan mendirikan jemaat disana. Namun lambat laun komunitas ini terpecah menjadi tiga pada tahun 1895. Fraksi pertama dibawah guru Laban dan berpusat di Kampung Sawah Barat, fraksi kedua kelompok Yoseh yang berpusan di Kampung Sawah Timur, dan fraksi ketiga yang dipimpin Guru Nathanael yang kemudian memeluk [[Katolik]] cikal bakal [[Gereja Santo Servatius, Bekasi|Paroki Santo Servatius Kampung Sawah]].<ref name="Firdaus 2015">{{cite web | last=Firdaus | first=Randy Ferdi | title=Betawi rasa Kristiani di Kampung Sawah Bekasi | website=merdeka.com | date=2015-12-20 | url=https://www.merdeka.com/peristiwa/betawi-rasa-kristiani-di-kampung-sawah-bekasi.html | access-date=2023-01-12}}</ref><ref name="Ramadhian 2022">{{cite web | last=Ramadhian | first=Nabilla | title=Cerita di Balik Jemaat Misa Natal Gereja Kampung Sawah yang Pakai Baju Adat Betawi Halaman all | website=KOMPAS.com | date=2022-12-27 | url=https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/27/09024141/cerita-di-balik-jemaat-misa-natal-gereja-kampung-sawah-yang-pakai-baju | language=id | access-date=2023-01-12}}</ref>
 
== Perilaku dan sifat ==
Baris 223 ⟶ 232:
* [[Amanda Rawles]] - Aktris, Model, Penulis
* [[Anna Gilbert]] - Aktris
* [[Asmawi Manaf]] - Wakil Gubenur DKI Jakarta, Politisi
* [[Asmirandah]] - Aktris, Penyanyi
* [[Ayu Ting Ting]] - Penyanyi, Aktris, Presenter
Baris 243 ⟶ 253:
* [[Mpok Nori]] - Seniman Topeng
* [[Mochamad Iriawan]] - Kapolda Metro Jaya, Ketum [[PSSI]]
* [[Mochammad Syah Manaf]] - Anggota MPR, Anggota DPR GR, Politisi
* [[Muhammad Husni Thamrin]] - Pahlawan Nasional
* [[Nasir]] - Seniman Topeng
Baris 284 ⟶ 295:
 
== Referensi ==
{{reflist|30em2}}
=== Catatan kaki ===
<references group="lower-alpha"/>
 
=== Bacaan lebih lanjutlanjutan ===
* Castles, Lance ''The Ethnic Profile of Jakarta'', Indonesia vol. I, Ithaca: Cornell University April 1967
* Guinness, Patrick ''The attitudes and values of Betawi Fringe Dwellers in Djakarta'', Berita Antropologi 8 (September), 1972, hlm.&nbsp;78–159
Baris 301 ⟶ 314:
 
{{Topik Jakarta}}
 
{{India Indonesia}}
 
[[Kategori:Betawi]]
[[Kategori:Suku bangsa di Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Betawi]]
{{India Indonesia}}