Acting white: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Penikmat Senja (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
 
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
'''Berlagak seperti kulit putih''' ([[Bahasa Inggris|Inggris]]: ''acting white'') ialah ungkapan untuk merendahkan [[orang kulit hitam]] di [[Amerika Serikat]]. Istilah ini disematkan bagi orang kulit hitam yang dianggap mengkhianati ras kelompoknya atas dasar dugaan mengikuti harapan sosial [[Orang kulit putih|masyarakat kulit putih]].<ref name=":0">{{Cite web|last=Fryer|first=Roland|date=2006|title=Acting White|url=https://www.educationnext.org/actingwhite/|website=Education Next|language=en-US|access-date=14 Maret 2022}}</ref><ref name=":1">{{Cite journal|last=Cook|first=Philip J.|last2=Ludwig|first2=Jens|date=1997|title=Weighing the "Burden of 'Acting White'": Are There Race Differences in Attitudes toward Education?|url=https://harris.uchicago.edu/files/inline-files/JPAM-BurdenActingWhite-1997.pdf|journal=Journal of Policy Analysis and Management|volume=16|issue=2|pages=256–278|issn=0276-8739}}</ref> Keberhasilan dalam bidang pendidikan khususnya dipandang sebagai bentuk "mengorbankan integritas dan kesetiaan" terhadap budaya orang yang bersangkutan.<ref name=":1" />
 
Istilah ini begitu kontroversial, sementara makna persisnya sulit untuk didefinisikan.<ref name=":0" /> [[Prasangka]] negatif terhadap etnis tertentu telah menghalangi beberapa siswa minoritas untuk berprestasi di sekolah. Fenomena ini telah dibahas oleh tokoh masyarakat dan akademisi bidang politik dalam artikel ''[[The New York Times]]'', majalah ''[[Time]]'', dan ''[[The Wall Street Journal]]''.<ref name=":1" />
 
== Sejarah penggunaan ==
Baris 39:
Dua cendekiawan bernama Philip J. Cook dan Jens Ludwig di tahun 2007 melaporkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa orang kulit hitam tidak menghadapi tekanan sosial yang lebih kuat terkait keberhasilan akademik dibandingkan orang kulit putih dan tidak pula merasakan keterasingan terkait pendidikan. Melalui kajian [[anekdot]] dan [[etnografi]], Cook dan Ludwig menilai bahwa anggapan tersebut memang dirasakan oleh siswa minoritas, tetapi mereka menggarisbawahi bahwa hal ini tak dapat disamaratakan secara inheren dan tidak secara substansial pula memengaruhi perilaku siswa di kelas. Dua cendekiawan ini lantas menyebut fenomena ''acting white'' sebagai sebuah distraksi dari reformasi pendidikan.<ref name=":1" />
 
Meskipun hasil studi Ogbu tahun 1978 telah banyak dibahas, sebuah studi tahun 2003 mempertanyakan validitasnya. Sosiolog Karolyn Tyson dan ekonom William Darity Jr. dari [[Universitas Carolina Utara, Chapel Hill]] melakukan penelitian intensif selama 18 bulan di 11 sekolah Carolina Utara pada tahun 2003. Studi ini menunjukkan bahwa siswa kulit putih dan kulit hitam pada dasarnya memiliki sikap yang sama terhadap prestasi [[Skolastisisme|skolastik]]. Keduanya dipandang memiliki keinginan untuk berhasil di sekolah dan menunjukkan tingkat penghargaan diri lebih tinggi apabila mereka berprestasi. Tyson dan Darity kemudian menilai ''acting white'' sebagai sebuah masa peralihan remaja, seperti dalam film-film John Hughes.<ref name=":4" />
 
Roland G. Fryer, Jr. dan Paul Torelli dalam sebuah studi tahun 2010 menyatakan bahwa fenomena ''acting white'' kemungkinan berpengaruh kecil atau bahkan tidak sama sekali pada siswa yang mencapai kecerdasan rata-rata. Namun, mereka berpendapat bahwa fenomena tersebut kemungkinan justru menggambarkan peran disparitas kedua ras kulit tersebut terhadap tingkat prestasi yang lebih tinggi.<ref name="nber" /> Berbeda dengan anggapan Fordham dan Ogbu, Fryer menyatakan bahwa fenomena ''acting white'' lebih umum terjadi tatkala sekolah tersebut lebih terintegrasi secara rasial. Hal tersebut tercermin pada kelompok-kelompok lain, seperti halnya [[Italia Amerika|imigran Italia]] di West End Boston dan [[Suku Māori|Suku Maori]] di [[Selandia Baru]]. Ia kemudian menyimpulkan bahwa tentu akan ada kompromi yang harus dibayar ketika seseorang melakukan pekerjaan dengan baik terhadap penolakan dari rekan sekelompok yang secara historis berprestasi rendah.<ref name=":0" />
 
Seorang [[pengacara]] bernama Stuart Buck juga menyelidiki fenomena ini dalam ''Acting White: The Ironic Legacy of Desegregation'' (2010). Ia menyatakan bahwa segregasi sekolah kulit hitam yang terdiri dari guru, konselor, dan staf lainnya yang memiliki ras asal yang sama dengan populasi siswa telah menanamkan pandangan pada siswa bahwa mereka adalah mentornya. Lalu, adanya integrasi sekolah sejak pertengahan hingga akhir abad ke-20 kemudian menyebabkan siswa kulit hitam merasa dikendalikan oleh orang kulit putih. Atas hal tersebut, seorang siswa kulit hitam yang giat mencapai kesuksesan akademik lantas dicap sebagai seseorang yang mencoba meninggalkan kelompok minoritasnya.<ref>{{Cite web|last=Ford|first=Richard Thompson|date=2010|title=Stuart Buck has a startling explanation for Acting White.|url=https://slate.com/culture/2010/07/stuart-buck-has-a-startling-explanation-for-acting-white.html|website=Slate Magazine|language=en|access-date=14 Maret 2022}}</ref>
 
Margaret Beale Spencer dan Vinay Harpalani (2008) berpendapat bahwa ''acting white'' yang kerap dilontarkan oleh remaja kulit hitam tidak serta merta merefleksikan nilai budaya mereka. Sebaliknya, fenomena tersebut ialah manifestasi dari perkembangan identitas rasial mereka yang terjadi seiring dengan kenakalan remaja yang lazim.<ref>{{Cite journal|last=Leath|first=Seanna|last2=Mathews|first2=Channing|last3=Harrison|first3=Asya|last4=Chavous|first4=Tabbye|date=2019|title=Racial Identity, Racial Discrimination, and Classroom Engagement Outcomes Among Black Girls and Boys in Predominantly Black and Predominantly White School Districts|url=https://journals.sagepub.com/doi/full/10.3102/0002831218816955|journal=American Educational Research Journal|volume=56|issue=4|pages=1318–1352|doi=10.3102/0002831218816955|issn=0002-8312}}</ref> Menggunakan kerangka ''<nowiki/>'Nigrescence''' William E. Cross (1991), Spencer dan Harpalani menyatakan bahwa penggunaan istilah ''acting white'' yang dikaitkan dengan prestasi akademik persis seperti penggunaan istilah ''nerd'' oleh remaja kulit putih. Satu-satunya perbedaan ialah bahwa remaja kulit hitam mengungkapkannya dalam istilah rasial. Hal ini terjadi tidak hanya karena kenakalan remaja yang lazim, tetapi juga terkait fakta bahwa remaja kulit hitam tengah bergulat dengan identitas rasialnya dan pencarian jati diri sebagai seorang "hitam".<ref>{{Cite journal|last=Hirschfeld|first=Lawrence A.|date=1992|title=Shades of Black: Diversity in African-American Identity|url=https://www.researchgate.net/publication/264685588_SocialCultural_Anthropology_Shades_of_Black_Diversity_in_African-American_Identity_William_E_Cross_Jr|journal=American Anthropologist|language=en|volume=94|issue=4|pages=946–947|doi=10.1525/aa.1992.94.4.02a00210|issn=0002-7294}}</ref>
Baris 51:
 
== Komentar ==
Anne Arnett Ferguson, seorang profesor di [[Universitas Smith]] pada tahun 2001 berkomentar bahwa [[Budaya Eropa|budaya kulit putih]] telah mengecualikan budaya Afrika-Amerika. Ia juga menyoroti adanya desakan di sekolah atas standar bahasa Inggris terhadap bahasa Inggris Vernakular Hitam.<ref>{{Cite book|last=Ferguson|first=Ann Arnett|year=2001|url=https://en.id1lib.org/book/1060842/0f9351|title=Bad boys: public schools in the making of black masculinity|location=USA|publisher=University of Michigan Press|isbn=978-0-472-08849-2|pages=2|url-access=|url-status=live}}{{Pranala mati|date=Maret 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
Sosiolog Karolyn Tyson dan ekonom William Darity Jr. dalam studi tahun 2003 mengungkapkan bahwa staf sekolah dan pengajar yang bersikap rasis terhadap kemampuan siswa kulit hitam akan menggunakan ungkapan ''acting white'' saat meninjau perbedaan kinerja siswa.<ref name=":3" /> Shelby Steele dalam ''The Content of Our Character'' mengatakan bahwa apa yang ia identifikasi sebagai [[nilai]] hitam kelas menengah dipandang secara keliru oleh mayoritas orang kulit hitam sebagai "putih". Ia berargumen bahwa sikap ini sangat berbeda dengan isu-isu kemiskinan yang terjadi pada remaja kulit hitam.<ref name=":1" />
Baris 57:
Clarence Page membandingkan sikap ini dengan mentalitas kepiting ([[Bahasa Inggris|Inggris]]: ''mentality crab'', arti: "jika saya tidak dapat memilikinya, anda juga tidak dapat") di ''[[PBS NewsHour|The News Hour with Jim Lehrer]]'' pada tahun 2004:
{{quote|Dalam cerita rakyat Afrika-Amerika, kepiting laut adalaj salah satu makhluk paling bodoh yang memberikan pelajaran berharga. Ketika anda menangkapnya dalam ember, maka anda tidak perlu menutupnya. Karena ketika salah satu kepiting mencoba keluar, yang lain hanya akan menariknya kembali. Beberapa orang mungkin juga seperti itu. Sehingga, ketika mereka melihatmu bekerja keras untuk mencapai impianmu, mereka akan mengolok-olokmu hanya untuk membuatmu kesal.<ref name=page>{{cite news|date=2004 |title=Essay: Acting White |access-date=14 Maret 2022 |url=https://www.pbs.org/newshour/essays/july-dec04/page_9-27.html |publisher=News Hour with Jim Lehrer |author=Clarence Page |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20090522174354/http://www.pbs.org/newshour/essays/july-dec04/page_9-27.html |archive-date=2009}}</ref>}}
Kenji Yoshino, seorang profesor hukum di Universitas New York, dalam ''Covering: The Hidden Assault on Our Civil Rights'' (2006), menyatakan bahwa tekanan sosial selaras dengan arus budaya kulit putih. Ia berpendapat bahwa hal ini melanggar hak-hak sipil Afrika-Amerika, di mana setiap ras menurutnya dapat menjunjung tinggi perbedaan sosialnya masing-masing. Ia mengatakan bahwa orang kulit hitam harus bebas memilih identifikasi yang terkait dengan budaya kulit putih jika mereka mau.<ref>{{Cite book|last=Yoshino|first=Kenji|date=2007|year=2006|url=https://en.id1lib.org/book/1169192/98fbff|title=Covering: The Hidden Assault on Our Civil Rights|title-link=|location=New York|publisher=Random House|isbn=978-0-375-50820-2|pages=4|author-link=|url-status=live}}{{Pranala mati|date=Maret 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Sementara itu, John McWhorter selaku pengamat politik memberikan komentar pada tahun 2008. Ia menyatakan bahwa remaja dapat melihat berbagai identitas, bahkan yang terkait dengan [[anti-kemapanan]]. Anak-anak kulit putih bisa menjadi ''stoner'' atau ''gothic,'' sementara anak-anak kulit hitam bisa menjadi ''<nowiki/>'non white'''. Ia menafsirkan bahwa pelabelan ''nerd'' ([[Nerd|kutu buku]]) hitam dan ''acting white'' hanyalah perkembangan "[[Liyan (filsafat)|liyan]]" di antara anak-anak Afrika-Amerika yang disekolahkan campur.<ref name=":2" />
 
== Referensi ==
Baris 72:
[[Kategori:Masalah pendidikan]]
[[Kategori:Asimilasi budaya]]
[[Kategori:Budaya Afrika- Amerika]]
[[Kategori:Psikologi anak]]