Jipang, Cepu, Blora: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membalikkan suntingan oleh 114.79.20.127 (talk) ke revisi terakhir oleh Taylor 49 Tag: Pembatalan SWViewer [1.4] |
Menambah referensi penting Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(12 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 13:
}}
'''Jipang''' adalah [[desa]] yang berada di [[kecamatan]] [[Cepu, Blora|Cepu]], [[Kabupaten Blora|Blora]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
Secara ilmiah dan empiris, nama Jipang muncul pertamakali pada Prasasti Maribong (1248 M), sebagai tanah istimewa yang mampu menyatukan [[Kerajaan Janggala|Jenggala]] (peradaban pesisir) dan [[Kerajaan Kadiri|Panjalu]] (peradaban pegunungan). Peran penting Tlatah Jipang itu, bahkan membuat [[Wisnuwardhana|Raja Wisnuwardhana]] menasbihkan Jipang sebagai Tanah Para Brahmana.
Dalam [https://budaya-indonesia.org/Prasasti-Maribong Prasasti Maribong] (1248 M), Raja Wisnuwardhana yang merupakan Raja Singashari menulis, Para Brahmana Tlatah Jipang telah membantu leluhur Wisnuwardhana dalam menyatukan kembali Pulau Jawa yang sempat terpisah menjadi dua (Jenggala dan Panjalu). Atas bantuan itu, [[Kerajaan Singasari|Kemaharajaan Singashari]] pun bisa lahir dan berdiri.
Prasasti Maribong mencatat, Brahmana Jipang pernah membantu [https://m.wiki-indonesia.club/wiki/Ken_Arok Raja Ken Arok] (pendiri Singashari) dalam menyatukan Pulau Jawa. Karena memiliki jasa besar bagi para pendiri Singhasari itulah, Raja Wisnuwardhana, yang merupakan penerus Ken Anggrok, menobatkan Maribong (bagian dari Jipang) sebagai tanah istimewa, perdikan Para Brahmana.
Desa Jipang yang terletak di tepi Bengawan Solo ini, juga mengandalkan ekonominya pada pertanian, berternak dan pertambangan. Mayoritas atau 97% dari penduduk desa ini memeluk agama Islam, 3% lainnya Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani, PNS, peternak, usahawan dan perantau.
== Geografis ==
Desa [[Jipang (Cemilan)|Jipang]] terletak +-
== Sejarah Desa ==
Jauh sebelum dikenal sebagai nama sebuah desa, Tlatah Jipang merupakan peradaban Bengawan yang punya peran penting di tiap era Kemaharajaan. Mulai dari [[Medang|Kerajaan Medang Kuno,]] [[Kerajaan Kahuripan|Medang Kahuripan]], [[Kerajaan Singasari|Singhasari]], hingga [[Majapahit|Kerajaan Majapahit]], kawasan Jipang selalu menjadi vasal istimewa.
Desa ini pernah menjadi Pusat Pemerintahan [[Kotaraja]] dari [[Kerajaan Jipang]] pada pertengahan abad 15 sebagai bagian dari Kerajaan Majapahit lalu menjadi [[Kerajaan vazal]](bawahan) dari [[Kerajaan Demak]], lebih di kenal dengan sebutan [[Kadipaten Jipang]]. Kadipaten Jipang adalah Kadipaten Agung dengan hak otonom penuh yaitu hak untuk mengurus Pemerintahan sendiri. Salah satu Raja/ adipati yang terkenal adalah Arya Penangsang atau Arya Jipang. Desa Jipang pernah pula menjadi Ibu kota Kerajaan/ Kesultanan Demak pada masa Raja Jipang Aya Penangsang menjadi Sultan Demak ke V pada th.1547 - 1554 dimana Ibu kota Kesultanan Demak yang sebelumnya berada di [[Prawoto]] (Pati) dipindahkan ke [[Jipang]]. Sehingga pada era itu dikenal dengan sebutan [[Demak Jipang]]. Di desa ini masih terdapat peninggalan sejarah dari Kerajaan ini antara lain seperti Petilasan makam Gedong Ageng dan Santri Sembilan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Situs Cagar budaya.▼
Tlatah Jipang yang membentang dari Jipang Hulu ke Jipang Hilir, merupakan peradaban Bengawan yang menjadi titik temu antara peradaban Pesisir dan peradaban Pegunungan. Secara empiris, Jipang telah disinggung sejak abad 11 M melalui keberadaan [[Prasasti Pucangan]] (1041 M). Dan dipertegas pada abad 13 M melalui [https://budaya-indonesia.org/Prasasti-Maribong Prasasti Maribong] (1248 M).
== Menyisir Jejak Arya Penangsang ==▼
Dalam Prasasti Pucangan (1041 M), [[Airlangga|Raja Airlangga]] menyebut Lwaram (Jipang) sebagai kawasan pengendali pralaya. Titik tengah antara Kerajaan Medang Kuno dan Kerajaan Sriwijaya. Kenyataan itu pula yang mungkin menjadi alasan utama Kerajaan [[Kerajaan Kahuripan#:~:text=Kerajaan Kahuripan atau dikenal dengan,yang runtuh tahun 1016 M.|Medang Kahuripan]] membangun sebuah terusan air yang kelak dikenal dengan Bengawan Sore.
Dalam Prasasti Maribong (1248 M), [[Wisnuwardhana|Raja Wisnuwardhana]] yang merupakan Raja [[Kerajaan Singasari|Singashari]] menulis, Para Brahmana Tlatah Jipang telah membantu leluhur Wisnuwardhana dalam menyatukan kembali Pulau Jawa yang sempat terpisah menjadi dua ([[Kerajaan Janggala|Jenggala]] dan [[Kerajaan Kadiri|Panjalu]]). Atas bantuan itu, Kemaharajaan Singashari pun bisa lahir dan berdiri.
Brahmana Jipang pernah membantu [[Ken Arok|Raja Ken Anggrok]] (pendiri Singashari) dalam menyatukan Pulau Jawa. Karena memiliki jasa besar bagi para pendiri [[Kerajaan Singasari|Singhasari]] itulah, Raja Wisnuwardhana, yang merupakan penerus dari Raja Ken Anggrok, menobatkan Maribong (bagian dari Jipang) sebagai tanah istimewa, perdikan Para Brahmana.
Pada era Kemaharajaan [[Majapahit]], Tlatah Jipang juga terbukti sebagai wilayah penting peradaban Bengawan. Terbukti secara ilmiah, menurut Prasasti Canggu (1358 M), teritorial Tlatah Jipang yang membentang dari Jipang Hulu hingga Jipang Hilir, dipenuhi [[Naditira Pradeca]] (Pelabuhan Sungai) Majapahit.
J. Noorduyn, dalam ''Further Topographical Notes on the Ferry Charter of 1358'' menyatakan, ada sebanyak 17 titik pelabuhan sungai Majapahit yang berada di Tlatah Jipang. Pelabuhan nomor 18 sampai nomor 34, berada di Tlatah Jipang. Titik-titik pelabuhan itu membentang di antara Jipang Hulu (Margomulyo - Menden) hingga Jipang Hilir (Baureno - Rengel).
Pada zaman Kemaharajaan Majapahit pula, tepatnya pada era pemerintahan Raja [[Hayam Wuruk]] dan [[Gajah Mada|Mahapatih Gajah Mada]], Tlatah Jipang punya peran sebagai vasal istimewa. Terbukti, Jipang menjadi salah satu vasal yang tidak dipimpin Bhre seperti vasal-vasal lainnya. Sebab, Tlatah Jipang merupakan tanah Brahmana. Seperti yang ditetapkan Raja Wisnuwardhana pada era sebelumnya.
▲
'''Nggawan Sore (Bengawan Sore):'''
Secara ilmiah, Bengawan Sore merupakan teknologi kanal air yang dibuat pada abad 11 M oleh Raja Airlangga, pemimpin [[Kerajaan Kahuripan|Kerajaan Medang Kahuripan]]. Bengawan Sore dibangun di era Raja Airlangga membangun Bendungan Waringin Sapta. Dalam konteks legenda, Bengawan Sore juga cukup populer karena menjadi latar cerita dalam Babad Tanah Jawa versi prosa, yang ditulis oleh JJ Meinsma pada 1847 M.
Tempat ini sangat bersejarah dimana dulu Adipati Jipang [[Arya Penangsang]] yang saat itu sebagai Penguasa terakhir Kerajaan Demak atau Sultan Demak kelima bertempur melawan pasukan pemberontak kiriman adipati Pajang Joko Tingkir. Saat ini Bengawan sore sudah di jadikan areal persawahan oleh penduduk sekitar, masih banyak batu bata bekas reruntuhan bangunan masa lampau di daerah ini ada beberapa versi batu bata yang sudah di teliti oleh team dari Universitas Indonesia ini adalah peninggalan dari kerajaan Wura Wuri.▼
▲
'''Mesigit Jipang: '''
atau dikenal dengan '''Mesigit''', secara literatur ilmiah, adalah lokasi dakwah Syekh Jimatdil Kubro dari Gunung Jali (Tegiri). Mesigit Jipang merupakan pusat dakwah. Data terkait lokasi ini tercatat di sejumlah literatur. Mulai ''Topographisch Bureau Leiden University'' (1866), hingga buku ''The Passing Over'' (1998) yang ditulis [[Abdurrahman Wahid|KH Abdurrahman Wahid]] (Gus Dur).
Menurut Gus Dur, Mesigit Jipang merupakan zawiyah (lokasi dakwah) yang dibangun Syekh Jimatdil Kubro sejak periode 1344 M. Gus Dur menyebut, Mesigit Jipang adalah bukti nyata keberadaan Islam di era keemasan Majapahit. Mesigit Jipang sudah ada jauh sebelum Raden Fattah dan [[Kesultanan Demak]] dilahirkan.
'''Makam Santri Songo''' Secara ilmiah, kawasan yang juga dikenal dengan nama '''Kramat Songo''' ini merupakan pemakaman sembilan santri Syekh Jimatdil Kubro dari Gunung Jali (Tegiri). Sembilan tokoh ini adalah para penerus dakwah Syekh Jimatdil Kubro, sekaligus penyebar islam di Jipang pada abad 14 M. Tepat di era keemasan Majapahit. Ini terbukti dari bentuk, tekstur, dan inskripsi di dalam nisannya.
Seperti yang ditulis Gus Dur dalam buku ''The Passing Over'', Kramat Songo adalah bukti ilmiah keberadaan dakwah Syekh Jimatdil Kubro di wilayah Jipang. Kramat Songo menjadi bukti penting Islam damai pada abad 14 M. Kramat Songo adalah bukti penegasan Gus Dur, bahwa ajaran Islam damai sudah berkembang di Jipang, sejak era keemasan Majapahit.
'''Gedong Ageng '''
Adalah sebuah Komplek Pemakaman di Jipang.
Di sinilah para petinggi Kerajaan DJipang di makamkan, di tempat ini terdapat petilasan Siti Hinggil, petilasan semayam keputren dan makam kerabat Kerajaan DJipang antara lain makam R Bagus Sumantri, R Bagus Sosro Kusumo, RA Sekar Winangkrong dan Tumenggung Ronggo Atmojo.
'''Kedung nDrojo '''
Baris 58 ⟶ 84:
{{Cepu, Blora}}
{{Authority control}}
|