Tumenggung Surapati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Mendirikan Pagustian: clean up |
Ariandi Lie (bicara | kontrib) |
||
(69 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 60:
(EYD: '''Tumenggung Surapati'''<ref>{{id}} {{cite book|pages=278|url=http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA278&ots=yPy6oupDAt&dq=tumenggung%20surapati&pg=PA278#v=onepage&q=tumenggung%20surapati&f=false|title=Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19|authors=Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|publisher=PT Balai Pustaka|year=1992|isbn=9794074101|access-date=2011-08-10|archive-date=2014-04-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20140416183527/http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA278&ots=yPy6oupDAt&dq=tumenggung%20surapati&pg=PA278#v=onepage&q=tumenggung%20surapati&f=false|dead-url=yes}}ISBN 9789794074107</ref>) atau '''Tomongong Suro-patty'''<ref>{{nl}} (1860){{cite book|pages=817|url=http://books.google.co.id/books?id=XJooAAAAYAAJ&dq=soero%20patti&pg=PA817#v=onepage&q&f=false|title=De gids: nieuwe vaderlandsche letteroefeningen|publisher=G. J. A. Beijerinck}}</ref>/'''Soero Patti''' (ejaan Jawa)<ref name="Staatsblad 1863"/> atau '''Kiai Dipati Jaya Raja''',<ref name="tamar">Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Jilid 2, Bulan Bintang, 1965</ref> kemudian bergelar '''Pangeran Dipati''' (lahir: [[Kalimantan Tengah]], wafat: [[1875]], Kalimantan Tengah) adalah hoofd van de [[Distrik Dusun Ulu|Doesson Oeloe]], [[Murung, Murung Raya|Moerong]] en [[Tanah Siang, Murung Raya|Siang]] (Afdeeling Becompaij en Doesson dalam susunan pemerintahan Hindia Belanda tahun 1848).<ref name="Almanak 21"/><ref name="Almanak 22"/> Ia merupakan kepala [[suku Dayak]] [[Bakumpai-Siang]] yang memihak kepada [[Pangeran Antasari]].<ref>{{id}} {{cite book|pages=12|url=http://books.google.co.id/books?id=GhpxAAAAMAAJ&q=Kesultanan+Banjarmasin&dq=tutur+candi&hl=id&source=gbs_word_cloud_r&cad=5|publisher=Balai Pustaka|year= 2001|title=Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906|first=Helius|last=Sjamsuddin|isbn=979666626X}}ISBN 9789796666263</ref> Ia menjadi [[panglima]] perang dalam [[Perang Barito]] yang merupakan bagian dari [[Perang Banjar]].<ref>[http://books.google.co.id/books?id=D-Tka8Zv6qIC&lpg=PA299&dq=sejarah%20banjar&pg=PA299#v=onepage&q&f=false {{id}} Merle Calvin Ricklefs, Sejarah Indonesia modern 1200-2004, Penerbit Serambi, 2005 ISBN 9791600120, 9789791600125]</ref>
Perang Banjar berlangsung dalam tiga wilayah yaitu Martapura dan sekitarnya, wilayah [[Banua Lima]] ([[Hulu Sungai]]) dan wilayah sepanjang [[sungai Barito]] ([[Tanah Dusun]]). Tumenggung Surapati setia kepada kepemimpinan Pangeran [[Antasari]] selaku pemimpin tertinggi di [[Kesultanan Banjar]] pasca ditangkapnya Pangeran Hidayatullah yang kemudian diasingkan ke [[Cianjur]] pada 3 Maret 1862. [[Tumenggung]] Surapati anak dari Ngabe Lada bin Ngabe Tuha. Ngabe Tuha merupakan wakil Sultan Banjar di kalangan [[suku Bakumpai]]. Ngabe (ngabehi) adalah salah satu gelar pejabat kepala wilayah di [[kesultanan Banjar]]. Ngabe Tuha mungkin salah seorang anak dari Patih Darta Suta. Menurut suatu riwayat Patih Darta Suta memiliki lima orang anak yaitu Ngabe Tuha, Ngabe Tumpang, Ngabe Basirun, Ngabe Basunga, dan seorang anak perempuan bernama Jimah. Setelah wafatnya Tumenggung Surapati karena sakit, perjuangannya diteruskan oleh anaknya yaitu '''Tumenggung Djidan'''. Seorang cucu perempuan dari [[Pangeran Antasari]] menikah dengan Tumenggung Djidan, karena pernikahan tersebut Tumenggung Djidan dianugerahkan gelar bangsawan '''Raden Dipati Mangku Negara'''.
Siasat yang dijalankan oleh Tumenggung Surapati dengan cara menyanggupi permintaan Belanda untuk membantu menangkap Pangeran Antasari. Setelah mengadakan perundingan diatas kapal Onsurt pada bulan Desember 1859, Tumenggung Surapati dengan anak buahnya berbalik menyerang tentara Belanda yang berada di atas kapal tersebut, kemudian merebuat senjata dan menenggelamkannya. Benteng pertahanan Tumenggung Surapati di Lambang mendapat serangan dari Belanda dalam bulan Februari 1860. Serbuan yang kuat dari pasukan Belanda menyebabkan Tumenggung Surapati meninggalkan bentang tersebut.
|