Museum Adityawarman: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fitur saranan suntingan: 2 pranala ditambahkan. |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
(10 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 14:
|type = Museum daerah
|visitors =
|director =
|curator = [[Gubernur
|publictransit =
| website = {{URL|museumadityawarman.org/}}
}}
'''Museum Adityawarman''' adalah museum budaya
== Sejarah ==
Museum Adityawarman adalah museum umum yang penamaannya didasarkan pada Surat Keputusan [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]] Nomor 01/1991 Tanggal 9 Januari 1991. Adanya penggunaan nama Adityawarman untuk mengingatkan kebesaran nama salah seorang Raja Minangkabau yang berkuasa pada abad ke-14.
Museum ini mulai dibangun pada tahun anggaran 1974/1975 dan diresmikan pada tanggal 16 Maret 1977 oleh [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan]] Republik Indonesia Prof. Dr. Syarif Thayeb.<ref name=":0">{{Cite web|title=UPTD Museum Adityawarman - Sistem Registrasi Nasional Museum|url=https://10.24.26.63/museum/profile/uptd+museum+adityawarman?page=5|website=Sistem Registrasi Nasional Museum Kemdikbud|language=en|access-date=2024-05-28}}</ref>
Setelah otonomi daerah, tahun 2001 status Museum Adityawarman resmi dikelola Pemerintah Daerah [[Sumatera Barat]] di bawah naungan Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya yang kini menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Barat. Pada Desember 2016 sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 Unit Pelaksana Teknis Daerah Museum Adityawarman berada dibawah koordinasi Dinas Kebudayaan Sumatera Barat.
== Pembangunan ==
Museum ini berlokasi di komplek Lapangan Tugu Jl. Diponegoro Padang. Dibangun di atas tanah seluas 2,5 Ha ditumbuhi 100 jenis tanaman berupa pohon pelindung, tanaman hias dan apotek hidup. Lokasi ini dulunya dikenal dengan Taman Melati, sebuah taman tempat bermain warga Kota Padang. Pada zaman penjajahan Belanda di lokasi ini berdiri [[Monumen Michiels|Monumen Micheils]] yang dihancurkan pada masa [[Pendudukan Jepang di Sumatra Barat|pendudukan Jepang]].<ref>{{Cite web|title=Museum Adityawarman|url=https://museumadityawarman.sumbarprov.go.id/page/detail/profil|website=museumadityawarman.sumbarprov.go.id|access-date=2024-05-28}}</ref>
Konstruksi museum dikerjakan pada 1974. Bangunan museum berada di areal lebih kurang 2,6 hektare dengan luas bangunan sekitar 2.854,8 meter persegi. Peresmian museum ditandai oleh [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]] [[Syarif Thayeb|Prof. Dr. Syarif Thayeb]].<ref name="aso">{{cite web |url=http://asosiasimuseumindonesia.org/anggota/48-museum-negeri-provinsi-sumatera-barat-adityawarman.html |title=Museum Negeri Provinsi Sumatra Barat "Adityawarman" |publisher=Asosiasi Museum Indonesia |accessdate=8 Mei 2014}}</ref> Selanjutnya, museum ini diberi nama Museum Negeri Adityawarman Sumatra Barat berdasarkan Surat Keputusan Menteri No.093/0/1979 tanggal 28 Mei 1979.<ref name="aso"/>▼
▲Konstruksi museum dikerjakan pada tahun 1974
== Koleksi ==
Baris 31 ⟶ 38:
Ruang utama museum menampilkan diaroma yang mempresentasikan sistem adat yang dimiliki oleh masyarakat Minang dengan penjelas terstruktur mengenai hubungan kekerabatan dalam adat [[Minangkabau]]. Berbeda dari daerah-daerah lainnya di Indonesia yang pada umumnya memegang sistem kekerabatan patrilineal, Minangkabau sendiri menggunakan sistem [[matrilineal]] sehingga perempuan memegang pengaruh kuat di Minangkabau. Aktivitas perempuan Minang dipaparkan dengan apik di area museum. Mulai dari mengasuh anak, memasak untuk keluarga dan lingkungan lebih luas, sampai [[tradisi lisan]] yang berupa pantun sebagai sarana ibu menanamkan nilai kehidupan bagi anak. Kesenian banyak ditampilkan dalam upacara-upacara adat, salah satunya adalah upacara pernikahan. Di salah satu sudut museum terdapat ruang peragaan pelaminan [[Pernikahan Minangkabau|pernikahan adat Minang]]. Tentu saja ruangan ini menjadi salah satu yang paling diminati oleh pengunjung.<ref name="desti"/>
Selain itu, di bagian ruangan lain terdapat koleksi-koleksi benda bersejarah dan budaya dari Suku Mentawai. Meskipun masih sama-sama dalam satu daerah, yakni
Ada beberapa koleksi pakaian masyarakat Minangkabau yang dapat kita temui ketika mengunjungi museum Adityawarman.
=== Salendang ===
Salendang digunakan sebagai kelengkapan pakaian adat perempuan Minang yang berupa kain tenunan. Pandai Sikek adalah salah satu daerah penghasil tenun terkenal di Sumatera Barat, terutama untuk jenis kain balapak yaitu kain tenun yang sarat dengan benang emas. Salendang ini terbuat dari benang katun warna merah, bentuk empat persegi panjang dengan teknik ATBM. Hiasan songketan benang emas motif barantai, sajamba makan, belah ketupat dan pucuk rabuang. Pinggir kain bermotifkan batang pinang, atua bada, saluak laka dan bijo antimun. Memakai salendang juga melambangkan bahwa segala sesuatu yang dijalankan oleh kaum perempuan Minang wanita harus sesuai dengan adat dan agama. Selain itu juga harus sesuai dengan falsafah ABS- SBK.<ref name=":0" />
=== Sisamping ===
[[Penghulu]] adalah pemimpin kaum/suku di Minangkabau yang banyak mengetahui tentang adat istiadat. Penghulu dipilih dan diangkat oleh kaumnya dan dilewakan upacara pengangkatan penghulu dengan memakai pakaian kebesaran penghulu. Salah satu kelengkapan pakaian penghulu adalah sisamping. Bentuk empat persegi panjang, terbuat dari benang merah dengan teknik ATBM. Permukaan kain penuh dengan hiasan songketan benang emas bermotifkan pucuak rabuang yang didalamnya menggunakan motif bunga, dan saik galamai. Bidang kain bermotifkan saik galamai. Pinggir bemotifkan batang pinang,atua bada, saluak laka. Bagian belakang kain dilapisi tetoron merah. Pemakaian sisampingi bagi penghulu melambangkan bahwa semua tindakan dan pekerjaannya harus ada ukurannya.<ref name=":0" />
=== Tutup Kepala ===
Minangkabau salah satu etnik yang memiliki keragaman budaya, hal ini dapat kita lihat dari bentuk pakaian adatnya. Misalnya tutup kepala yang merupakan salah satu kelengkapan pakaian laki-laki di Minangkabau, ada yang terbuat dari kain polos, batik atau songket. Bentuk kain songket ini beragam sesuai dengan daerahnya. Ada tutup kepala tersebut dikenal [[saluak]], deta bakaruik/bakatak, deta dandan tak sudah dsb. Deta ini berbentuk empat pesegi yang terbuat dari songket Pandai Sikek, warna merah,dengan hiasan songketan benang emas bermotifkan batang pinang, tumpal, bunga dll. Kain ini dapat dibuat saluak atau deta, digunakan sebagai tutup kepala laki-laki di Minangkabau.<ref name=":0" />
=== Salempang ===
[[Bundo Kanduang|Bundo kanduang]] sebutan bagi perempuan Minang sejati yang dituakan serta banyak memahami tentang adat dan budaya Minangkabau. Ia juga memiliki pakaian kebesaran yang dipakai pada upacara adat, salah satu kelengkapan pakaian bundo kandung tersebut adalah [[Selempang leher|salempang]] sejenis selendang yang dipasangkan / diselempangkan dari bahu kanan ke bawah tangan kiri. Hal ini melambangkan tanggung jawab yang dibebankan kepada bundo kandung yang harus dilaksanakan dengan baik. Salempang ini terbuat dari benang katun warna merah, bentuk empat persegi panjang. Dihiasi songketan benang emas dengan tehnik ATBM. Bidang kain bermotifkan saik galamai, pucuk rabung dan biku-biku. Pinggir bermotifkan atua bada, batang pinang, dan bijo antimun. Kedua ujung salempang diberi renda benang emas sehingga kelihatan lebih indah.<ref name=":0" />
== Dalam budaya populer ==
Dalam novel ''Andika Cahaya'' (2012), sastrawan [[Darman Moenir]] meggambarkan susana birokrasi di Museum Andika Cahaya yang dapat dirujuk sebagai Museum Adityawarman.<ref>https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/347</ref>
== Referensi ==
Baris 41 ⟶ 65:
[[Kategori:Museum di Kota Padang|Adityawarman]]
[[Kategori:Museum di
[[Kategori:Tempat wisata di Kota Padang]]
|