Randai: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up |
Roniyronron (bicara | kontrib) Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. |
||
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 9:
== Sejarah ==
Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Konon kabarnya ia sempat dimainkan oleh masyarakat [[Pariangan, Tanah Datar]] ketika masyarakat tersebut berhasil menangkap [[rusa]] yang keluar dari laut.<ref name=":0">{{Cite book|title=Mengenal Kesenian Nasional 10: Randai|last=Basrowi|first=Muhammad|date=2008|publisher=ALPRIN|isbn=978-979-021-465-1|location=Semarang|pages=|url-status=live}}</ref> Randai dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu [[kesenian]] yang dimainkan oleh beberapa orang dalam artian berkelompok atau beregu, di mana dalam Randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita ''Cindua Mato'', ''Malin Deman'', ''Anggun Nan Tongga'',
Pada Awalnya randai merupakan permainan komunal yang dimainkan oleh pemuda di halaman surau pada malam hari menjelang tidur. Pemuda yang memainkan kesenian ini sebelumnya diajari oleh Pemuda Nagarai (Pemuda Desa). Namun sekarang ini randai dijadikan seni pertunjukan diberbagai kegiatan seperti pernikahan, pesta rakyat, pengakatan penghulu sampai perayaan hari raya Idulfitri, pertunjukan ini bertujuan untuk menghibur masyarakat.
Beberapa dugaan mengatakan Randai pada mulanya dipelihara oleh perguruan silat di Pesisir Padang (Parimanan) yang mengajarkan Ulau Ambek. Kata Randai diperkirakan berasal dari kata 'handai' yang berarti santai, pembicaraan yang penuh hangat dan obrolan yang intim. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa Randai berasal dari [[bahasa Arab]] yaitu dari kata Rayan-Li-dai, yang lengkat dengan da'i (pendakwah) dari golongan Traikat Na'sabanndiyah<ref name=":1" />
Pada awalnya Randai adalah media untuk menyampaikan ''[[kaba]]'' atau [[cerita rakyat]] melalui [[gurindam]] atau [[syair]] yang didendangkan dan ''galombang'' (tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan [[silat Minangkabau]]. Namun dalam perkembangannya, Randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti kelompok Dardanela.
Perkembangan kesenian Randai mengalami pasang-surut. Pada saat kependudukan Jepang(1942-1945), kesenian Randai mengalami kemunduran kemudian setelah kemerdekaan kesenian ini kembali menggeliat. Namun sayang, pada saat masa [[Orde Baru]] kesenian Randai hampir tenggelam. Dan sekarang ini, menurut M. Dahrizal Katik Tuo seorang ahli dan pelestari randai setidaknya ada 300 kesenian Randai di Sumatera Barat<ref name=":0" />
== Teknik Permainan ==
Baris 25:
Di Sumatera barat, kesenian/tarian randai memiliki nama-nama yang berbeda tergantung cerita yang dimainkan, tokoh utama dan asal randai tersebut. Berikut nama-nama randai yang diketahui:
Randai Maalah Kapa Tujuah, merupakan Randai yang berasal dari kacamatan Harau, [[Kabupaten Lima Puluh Kota]]. Cerita diambil dari Kisah Anggun Nan Tungga Magek Si Jabang, yang bertema pahlawanan. Randai dimainkan selama 4-5 jam dengan pemain laki-laki dan perempuan yang berjumlah kurang dari 15. Randai ini biasanya dipentaskan pada malam hari di lapangan luas, sebagai hiburan masyarakat dengan diiringi alat musik tradisional seperti talempong, pupuik batang padi, rebab, bansi dan saluang. Sedangkan lagu yang mengiringinya adalah mudiak arau, banda sapuluh dan palayaran.<ref name=":0" /><!--Sekarang Randai ini merupakan sesuatu yang asing bagi pemuda-pemudi Minangkabau, hal ini dikarenakan bergesernya orientasi kesenian atau kegemaran dari generasi tersebut.Randai terdapat di ''pasisie'' (pesisir) dan daerah ''darek'' (daratan).-->
== Referensi ==
|