Prasasti Sangguran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up
Ghersyd (bicara | kontrib)
menambahkan pranala dalam
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 3:
'''Prasasti Sangguran''' merupakan [[prasasti]] pada batu berangka tahun 850 Syaka (928 Masehi) yang ditemukan di daerah Batu, [[Kabupaten Malang|Malang]], dan menyebut nama penguasa daerah pada masa itu, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga ([[Dyah Wawa]]).
 
Prasasti berbentuk tablet ini disebut juga '''Prasasti Minto''' ('''''Minto Stone''''') karena dihadiahkan oleh [[Raffles]] kepada atasannya, [[Lord Minto]], yang menjadi wakil raja Inggris di India. Keduanya pernah memimpin [[Hindia Belanda]] ketika [[Britania Raya]] menguasai [[Belanda]] (sebagai taklukan [[Prancis]] di era [[Napoleon Bonaparte|Napoleon]]) pada dasawarsa kedua abad ke-19. Raffles sendiri memperolehnya sebagai hadiah dari Kolonel [[Colin Mackenzie]], yang mengambilnya setelah melihat batu bertulis ini.
 
Pada awalnya tidak diketahui di mana asal dari prasasti ini, karena [[Colin Mackenzie]] melihat batu ini di Surabaya. Penyelidikan arkeologi akhirnya mengetahui asal prasasti ini, yaitu di Ngandat, sekarang berada di Kelurahan [[Mojorejo, Junrejo, Batu|Mojorejo]], Kecamatan [[Junrejo, Batu|Junrejo]], [[Kota Batu]]; oleh sebab ini nama lain dari prasasti ini adalah '''prasasti Ngandat'''. Penemuan [[Candi Pendem (Batu)|Candi Pendem]] di Junrejo, Batu, pada tahun 2019 memunculkan spekulasi bahwa bangunan suci terkait dengan isi dari prasasti ini adalah candi tersebut.
 
Prasasti bertinggi 2 meter dengan bobot 3,8 ton ini dianggap penting karena menyebut raja [[Medang]], yang berpusat di [[Jawa Tengah]], sebagai penguasa daerah Malang, di [[Jawa Timur]], meskipun angka tahunnya tidak bersepakat dengan prasasti lainnya. Isinya dianggap dapat membantu memecahkan misteri pindahnya pusat kekuasaan dari Jawa Tengah ke wilayah timur Pulau [[Jawa]]. Prasasti ini menyebut Mpu Sindok sebagai "mapatih" bukan sebagai "maharaja". Setahun kemudian nampaknya terjadi peralihan kekuasaan, karena [[prasasti Gemekan]] (930 Masehi) sudah menyebut Mpu Sindok sebagai penguasa wilayah.
Baris 115:
|-
|24
|''kapwa ikanang masambyawahāra ….   ngkana ( ) i ( ) hingan kwehanya anung tan knā de sang mangilala drawya haji, tlung tuhān ing sasambyawahāra ing sasi''
|Adapun untuk para pedagang, ada batas jumlah yang tidak dikenai pungutan, (yaitu) tiga tuhaan untuk tiap usaha perdagangan dalam satu sima
|-