Tutup, Tunjungan, Blora: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, removed stub tag
Wadaihangit (bicara | kontrib)
melengkapi halaman dengan foto #WPWP
 
(47 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Gapura Tutup Central Tempe.jpg|1920px]]
{{desa
|peta =
Baris 8 ⟶ 7:
|kecamatan =Tunjungan
|kode pos =58252
|foto=Kantor Desa Tutup.png
}}
 
'''Tutup''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Tunjungan, Blora|Tunjungan]], [[Kabupaten Blora|Blora]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. Nama [[desa]] '''Tutup''' sendiri berasal dari nama sebuah tanaman yaitu Pohon Tutup / Trutup dan juga wilayah ini merupakan daerah yang tertutup atau daerah hutan. Dari hal tersebut kemudian dinamakan Desa Tutup.
 
==Sejarah==
===Asal Usul Nama===
 
Desa Tutup tergolong sebagai nama desa yg unik di Indonesia.<ref>{{Cite web|title=Nama Desa Unik Di Indonesia|url=https://m.kumparan.com/amp/kumparantravel/cuma-ada-di-indonesia-ini-7-desa-dengan-nama-paling-unik-1uyWZySRFMD|website=kumparan.com|language=Indonesia|access-date=2023-09-02}}</ref> Nama '''Tutup''' berasal dari nama sebuah pohon yaitu [[Tutup beling|Tutup]] (ada juga yang menyebutnya Trutup) dan juga wilayah ini dulunya merupakan daerah yang tertutup atau daerah hutan.{{Butuh rujukan}}
Pada 1830-an ada beberapa eks pasukan Diponegoro yang menghindar dari serangan Belanda ke [[Blora]], diantaranya bernama [[Honggo Wijoyo]]. [[Honggo Wijoyo]] merupakan putra [[Wongsodidjoyo ii]] Wedana Butuh di daerah Kutoarjo dan merupakan cucu dari [[Wonsodidjojo I]] (Patih Ronggo) didaerah [[Kartosuro]].
 
===Perjalanan Masa ke Masa===
Diawali dengan [[Honggo Wijoyo]] bertapa kungkum di sebuah blumbang dari sebuah sumber mata air yang keluar di bawah pohon yang hingga sekarang dikenal dengan Banyurip, meskipun sudah tidak keluar airnya lagi. Dan mengapa desa tersebut kemudian dinamakan [[Desa Tutup]] ? Karena selain banyak terdapat pohon tutup, didaerah ini pun tertutup.
Tahun 1830-an salah seorang eks pasukan Diponegoro menghindar dari serangan Belanda ke [[Blora]] bernama Hangga Wijaya. Hangga Wijaya adalah putra dari Wangsadijaya II Wedana [[Butuh, Purworejo|Butuh]] ( daerah [[Purworejo]] ). Hangga Wijaya bertapa kungkum di blumbang yang sumber mata airnya keluar dari bawah pohon, blumbang ini bernama Banyurip. Dimana sekarang Banyurip digunakan untuk tempat hajatan warga dukuh Tutup saat acara ''Gasdesonan'' atau Sedekah Bumi.{{Butuh rujukan}}
 
Tahun 1928 zaman [[Sarekat Islam]], seorang dari Surabaya bernama [[Oemar Said Tjokroaminoto|H.O.S Cokroaminoto]] bersama Kusno ([[Soekarno]]) berkunjung ke Sukorame. Pertama singgah di warung Mbah Djiman, selanjutnya mengadakan pertemuan di warung Mbah Asto (sebelah utara perempatan Sukorame). Di pertemuan ini bertujuan keduanya untuk meminta kepada Ndoro Sumoputra agar diberikan selamat.{{Butuh rujukan}}
Sebelum tahun 1921 Tutup semula terdiri dari dua desa, yaitu
 
Pada saat masa penjajahan Belanda rakyat sangat menderita, mendapatkan diskriminasi ekonomi dan pendidikan. Anak orang Eropa disediakan [[ELS]], untuk anak priyayi dan pegawai Belanda disediakan [[HIS]] dan untuk anak rakyat jelata disediakan sekolah Angka Loro Seta yang hanya 3 tahun. Pada saat masa penjajahan Jepang banyak orang mati kelaparan di jalanan karena hasil pertanian rakyat diambil oleh Jepang. Untuk mengurusi mayat - mayat maka ditugaskanlah Mbah Setro Salimin, Mbah Marto Sayem dan Mbah Kasto Gundul. Mayat dikuburkan dalam satu lubang tanpa dilawoni, disalati. Hal ini bisa dibuktikan saat penggalian tanah pemakaman Sukorame sebelah selatan, nanti dalam satu liang lahat ditemukan beberapa rangka manusia.{{Butuh rujukan}}
{{*}} 1. Desa [[Ngetrep]] yang terdiri dari Dukuh [[Genengan]] dan Dukuh [[Ngetrep]]. <br>
{{*}} 2. [[Desa Tutup]] sendiri terdiri dari Dukuh [[Sukorame]] dan Dukuh [[Tutup]].
 
Pada akhir masa [[pemberontakan PKI 1948|pemberontakan PKI Madiun 1948]], Tutup terkena dampak menjadi sasaran mortir yang dilakukan pasukan Siliwangi dalam operasi penumpasan PKI di dua titik yaitu sebelah timur Banyurip dan arah sebelah selatan sekitar 300 m dari Langgar Dhuwur.{{Butuh rujukan}}
Selanjutnya sekitar tahun 1921 kedua desa tersebut menjadi satu dengan nama Desa [[Tutup]] yang terdiri atas Dukuh [[Tutup]], Dukuh [[Sukorame]] dan Dukuh [[Ngetrep]]. Pusat pemerintahan pada waktu itu berada di Dukuh Tutup.
 
==Pemerintahan==
Sebagai pejuang pendatang baru inipun terus berjuan tidak kenal lelah bersama teman–temannya selalu mengganggu Belanda. Sebagai contoh dahulu kalau ada Belanda berani melalui Dukuh [[Genengan]] untuk mengejar perusuh pasti dibunuhdan dimasukkan rawa–rawa. Maka terdapat semacam kepercayaan, tidak ada petugas pemerintah berani mengejar penjahat yang masuk ke Dukuh Genengan .
 
===Pembagian Wilayah Administratif===
Sekitar tahun 1928 zaman Sarekat Islam ada orang dari Surabaya bernama [[H.O.S. Cokroaminoto]] bersama Kusno atau lebih dikenal dengan Bung Karno berkunjung ke Sukorame. Singgah pertama di warung Mbah Djiman depan Mbah Skater dan selanjutnya mengadakan pertemuan disebuah rumah disebelah utara perempatan Sukorame (warung mbah Asto). Menurut cerita Kades [[Soemardjo Tjitrodijoyo]] yang mendapat informasi dari adiknya [[Soemardji Tjitrodiharjo]] pertemuan tersebut sangatlah penting, sehingga beliau minta dari [[Ndoro Sumoputra]] Bupati [[Blora]] untuk diberikan keselamatan.
Awalnya dulu ada dua desa, yaitu
{{*}} 1. <ol><li>Desa [[Ngetrep]] yang terdiri dari Dukuh [[''Genengan]]'' dan Dukuh [[''Ngetrep]]''. <br/li><li>
{{*}} 2. [[Desa Tutup]] sendiri terdiri dari Dukuh [[''Sukorame]]'' dan Dukuh [[''Tutup]]''.</li></ol>
 
Tahun 1921 kedua desa tersebut melebur menjadi satu dengan nama Desa Tutup yang terdiri atas{{Butuh rujukan}}
Jaman penjajahan dirasakan sangat berat bagi rakyat kecil. Mendapat diskriminasi segi ekonomi dan dari segi pendidikan juga dibeda – bedakan. Untuk orang Eropa disediakan [[ELS]], untuk anak priyayi dan pegawainya Belanda disediakan [[HIS]], sedangkan rakyat biasa hanya disediakan Sekolah Ongko Loro seta sekolah desa yang hanya tiga tahun.
<ol><li>''Dukuh Tutup''</li><li> ''Dukuh Sukorame''</li><li>''Dukuh Ngetrep''</li></ol>
 
Pusat pemerintahan desa berada di ''Dukuh Tutup''.{{Butuh rujukan}}
Waktu jaman Jepang keadaan semakin sulit, hasil karya petani diambil Jepang dengan model Komiai, sehingga rakyat kecil tidak mampu makan. Banyak sekali ditemukan orang mati dipinggir–pinggir jalan karena kelaparan. Untuk mengurusi orang meninggal ditugaskan [[Mbah Setro Salimin]], [[Mbah Marto Sayem]], [[Mbah Kasto Gundul]] untuk menguburnya. Adapun mayat tersebut dikubur dalam satu lobang tanpa dilawoni dan disholati. Orang–orang yang ditugasi waktu boleh dikatakan pahlawan , sebab disamping mereka termasuk orang kurang pangan sendiri, kalau tidak ada orang yang mau diberi tugas alangkah bau dan penyakit yang akan ditimbulkan. Hal ini bisa dibuktikan dengan apabila mau menggali tanah pekuburan Sukorame sebelah selatan sendiri, sebelah jalan pintu, masuk yang belok ke utara ± 5 m terus ketimur, nanti satu galian pasti terdapat beberapa kerangka manusia.
 
== Batas Wilayah ==
Pada akhir pemberontakan [[PKI]] [[Muso]] sekitar tahun 1948-1949 Blora yang dikuasai PKI desa Tutup terkena sasaran Mortir di dua tempat yaitu sebelah timur Banyurip dan arah selatan rumah Bapak Padang ( ± 35 Meter ) yang dilakukan pasukan Siliwangi yang didatangkan dari Jawa Barat.
Batas Wilayah Desa Tutup{{Butuh rujukan}}
 
{{batas_USBT
Belum tenang dari peristiwa [[PKI]] Madiun, Belanda telah menyerang Blora dengan Class keduanya. Waktu mundur dari Blora ada lima orang TNI yang singgah ke rumah Kepala Desa untuk pamit sekaligus untuk mengisi perut. Karena kondisi badan lelah serta membawa senjata semacam Brem dengan mengalungkan rentengan peluru dipundaknya, apalagi air sungai Lusi agak banjir terpaksa seorang ada yang hilang.
|utara=[[Sukorejo, Tunjungan, Blora|Desa Sukorejo]]
 
|selatan=[[Buluroto, Banjarejo, Blora|Desa Buluroto]]
Masih dalam Jaman Class II, sudah sewajarnya kalau ada masyrakat yang pro Pemerintah Belanda, tapi batinnya membantu RI.
|timur=[[Sonorejo, Blora, Blora|Kelurahan Sonorejo]] dan [[Tambahrejo, Blora, Blora|Kelurahan Tambahrejo]]
|barat=[[Tamanrejo, Tunjungan, Blora|Desa Tamanrejo]]
}}
 
==Daftar Kepala Desa Tutup==
Dari orang–orang yang ditugaskan membantu tentara P Dardjo dan Letanan Taman diantaranya yaitu [[Petengan Kromo Sadjiyo]], [[Modin Sabit]] bekerja sama dengan [[Kamituwo Joyo Prawiro]] berhasil mengambil sasaran yang dituju dengan baik.
Berikut nama - nama Kepala Desa Tutup yang pernah menjabat{{Butuh rujukan}}
{| class="wikitable"
! rowspan="2" |No.
! rowspan="2" |Nama
|-
!Dari Tahun
!Hingga Tahun
|-
|1.
|Tjitro Tenojo
|'' -''
|1955
|-
|2.
|Tasmin
|1955
|1984
|-
|3.
|Kamsi
|1985
|1993
|-
|4.
|M. Turmudzi
|1994
|2007
|-
|5.
|Kokok Sungkowo
|2007
|2013
|-
|6.
|Sri Mujiasih
|2013
|2019
|-
|7.
|Kokok Sungkowo
|2019
|''Petahana''
|}
 
== Lihat pula ==
==Nama Kepala Desa Yang Pernah Menjabat Di Desa Tutup==
 
{{* [[Tunjungan, Blora}}]]
{{*}} Sebelum tahun 1955 dipimpin [[Tjitro Tenojo]] <br>
* [[Kabupaten Blora]]
{{*}} Tahun 1955 - 1984 dipimpin [[Tasmin]] <br>
{{Tunjungan, Blora}}{{Authority control}}
{{*}} Tahun 1985 - 1993 dipimpin [[Kamsi]] <br>
{{*}} Tahun 1994 - 2007 dipimpin [[M Turmudzi]] <br>
{{*}} Tahun 2007 - 2013 dipimpin [[Kokok Sungkowo]] <br>
{{*}} Tahun 2013 - 2019 dipimpin [[Sri Mujiasih]] <br>
{{*}} Tahun 2020 sampai sekarang dipimpin [[Kokok Sungkowo]]
 
{{Tunjungan, Blora}}
 
{{Kelurahan-stub}}
{{Authority control}}