Kerajaan Galuh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi
Raden Salman (bicara | kontrib)
Perbaikan Data pada Tabel
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan pranala ke halaman disambiguasi
 
(12 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 5:
| region =
| country =
| religion = [[HinduSunda Wiwitan]],<br>• [[BuddhaHindu]],<br>• [[Sunda WiwitanBuddha]],<br>• [[Islam]]</br>
| p1 = Kerajaan Tarumanagara
| s1 = Kerajaan Sunda
| s2. = Kesultanan Demak
| year_start = 670
| year_end = 1482
Baris 24:
| common_languages = [[Bahasa Sunda Kuno|Sunda Kuno]], [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]
| government_type = Monarki
| title_leader = PrabuRaja
| currency = Mata uang emas dan perak
| category =
| footnotes =
| today = {{flag|Indonesia}}
| year_leader1 = 670 - 702
| leader1 = [[Wretikandayun]]
| year_leader2 = 702 - 709
| leader2 = [[Suraghana]]
| year_leader3 = 709 - 716
| leader3 = [[Sanna]]
| year_leader4 = 716 - 723
| leader4 = [[Purbasora]]
| year_leader5 = 723 - 732
| leader5 = [[Sanjaya]]
| year_leader6 = 732 - 739
| leader6 = [[Tamperan Barmawijaya]]
| year_leader7 = 739 - 746
| leader7 = [[Ciung Wanara]]
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
 
'''Kerajaan Galuh''' ([[Aksara Sunda Baku|aksara Sunda]]: ᮊᮛᮏᮃᮔ᮪ ᮌᮜᮥᮂ) adalah [[kerajaan]] bercorak [[Hindu]] di Indonesia, yang wilayahnya terletak antara [[Sungai Citarum]] di sebelah barat dan Sungai [[Ci Serayu|Cisarayu]] (Serayu) juga Cipamali (Kali Brebes) di sebelah timur. Kerajaan ini adalah penerus dari [[kerajaan Kendan]], bawahan [[Tarumanagara]].<ref>[http://wangsit-siliwangi.blogspot.com/2013/03/sejarah-kerajaan-galuh-prabu-siliwangi.html Wangsit Siliwangi, diakses 13 Feb 2015]</ref><ref>[https://universitasgaluhfkipsejarah.wordpress.com/2012/04/15/sejarah-kerajaan-galuh/ Universitas Galuh, diakses 13 Feb 2015]</ref><ref>{{Cite web |url=http://www.prabugaluhpakuan.com/ |title=Prabu Galuh Pakuan, diakses 13 Feb 2015 |access-date=2015-02-13 |archive-date=2015-02-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150213133939/http://www.prabugaluhpakuan.com/ |dead-url=yes }}</ref>
 
Sejarah mengenai Kerajaan Galuh ada pada naskah kuno ''[[Carita Parahiyangan]]'', suatu [[naskah]] ber[[bahasa Sunda]] yang ditulis pada awal abad ke-16. Dalam naskah tersebut, cerita mengenai Kerajaan Galuh dimulai waktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi raja resi selama 15 tahun. Selanjutnya, kekuasaan ini diwariskan kepada putranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.<ref>[http://galoehsalaka.blogspot.com/p/sejarah-kerajaan-galuh-ciamis.html Galoeh Salaka, diakses 13 Feb 2015]</ref>
Baris 39 ⟶ 53:
 
== Kerajaan kembar ==
[[Wretikandayun]] mempunyai tiga anak lelaki: Rahiyang Sempakwaja (menjadi resiguru di [[gunung Galunggung|Galunggung]]), Rahiyang Kidul (jadi resi di Denuh), dan Rahiyang Mandiminyak. Setelah menguasai Galuh selama sembilan puluh tahun ([[612]]-[[702]]), Wretikandayun diganti oleh Rahiyang Mandiminyak, putra bungsunya, sebab kedua kakaknya menjadi resiguru.<ref>[{{Cite web |url=http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Archive/Sejarah-Indonesia/Zaman-Pra-Kolonial/Tahun-600-799/Tahun-670-Kerajaan-Sunda-Galuh-Berdiri |title=Kidnesia, diakses 13 Feb 2015] |access-date=2015-02-13 |archive-date=2015-02-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150213144824/http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Archive/Sejarah-Indonesia/Zaman-Pra-Kolonial/Tahun-600-799/Tahun-670-Kerajaan-Sunda-Galuh-Berdiri |dead-url=yes }}</ref>
 
Dari Nay Pwahaci Rababu, Sempakwaja mempunyai dua anak: Demunawan dan Purbasora. Akibat tergoda oleh kecantikan iparnya, Mandiminyak sampai terseret ke perbuatan nista, sampai melahirkan Sena (atau Sang Salah).
Baris 49 ⟶ 63:
== Raja-raja Galuh ==
Raja-raja yang pernah berkuasa di Galuh:
# [[Wretikandayun]] (Rahiyangta ri Menir, 612617-702)
# Mandiminyak atau Prabu [[Suraghana]] (702802-709)
# [[Sanna]] atau Séna/Sannaha (709609-716916)
# Purbasora (716916-723)
# Rakeyan Jambri/[[Sanjaya, Rakai Mataram]]/Harisdarma (723-732); Galuh bersatu dengan Sunda
# [[Tamperan Barmawijaya]] (732-739)
# Sang Manarah ([[Ciung Wanara]]) (739-746)
# Rakeyan ri Medang (746-753)
# Rakeyan Diwus (753-777)
# Rakeyan Wuwus (777-849)
Baris 137 ⟶ 151:
 
Sebelum tahun [[1596]] M Cirebon belum terikat oleh Mataram bahkan daerah Ciamis Utara yang dimaksud utara Citanduy ada di bawah kekuasaan [[Cirebon]] termasuk [[Panjalu, Ciamis]].
{{Artikel|Akulturasi Budaya Jawa dan Sunda}}
 
Pada [[1595]] Galuh ditaklukan oleh Mataram di bawah pemerintahan [[Panembahan Senapati]]. Lalu setelah kekuasaan Mataram beralih ke tangan [[Sultan Agung]], Sumedang pun menyerahkan diri kepada Mataram. Pasca pemberontakan [[Dipati Ukur]], berdasarkan Piagam Sultan Agung, Priangan di luar Galuh terdiri dari [[Sumedang]], [[Sukapura]], [[Bandung]], dan [[Parakan Muncang]].
 
Setelah [[Sumedang]] menguasai tatar Sunda, Kerajaan ini menjadi bawahan Kerajaan Mataram. Hal ini didasari dua alasan; Pertama, mereka sepakat untuk berkoalisi untuk menghadapi [[Banten]] dan [[Belanda]] serta [[Cirebon]]. Kedua, [[Suryadiwangsa]] (putra Geusan Ulun dari [[Harisbaya]]) menyerah tanpa perang kepada Mataram terkait peristiwa Madura.
 
Mataram semakin kuat karena penguasa Sumedanglarang setelah [[Geusan Ulun]] yaitu [[Raden Suriadiwangsa]] pada tahun [[1620]] datang ke Mataram menemui Sultan Agung untuk menyatakan pengakuan bahwa Sumedang menjadi bawahan Mataram, karena ia takut Mataram akan menyerang Sumedang.
 
Salah satu dampak dari kekuasaan [[Mataram]] di [[tatar Sunda]] adalah mulai berubahnya corak produksi. Jika sebelumnya corak produksi masyarakat Sunda cenderung berladang, membangun huma, dan sekaligus berpindah-pindah, maka kekuasaan Jawa mengenalkan corak produksi sawah yang menetap.
 
Dampak perubahan corak produksi itu membuat egaliterianisme sosial dalam masyarakat ladang berpindah karena memerlukan kerja-kerja komunal yang penuh gotong royong dalam suatu sistem kekerabatan, digantikan oleh hierarki sosial yang makin tegas.
 
Hierarki sosial itu ditegaskan secara konkrit, salah satunya, melalui bahasa. [[Bahasa Sunda]] yang sebelumnya tidak mengenal stratifikasi, pelan-pelan mulai mengenal tingkatan yaitu halus, sedang dan kasar. Hal ini melanjutkan, atau mencerminkan, hierarki bahasa yang juga sudah lebih dulu dikenal di pusat-pusat kekuasaan Mataram di Jawa.<ref>A. Sobana Hardjasaputra. (2004). Seri Sundalana: Bupati di Priangan dan Kajian Lainnya mengenai Budaya Sunda. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.</ref>
 
== Wilayah Galuh pada Masa Hindia Belanda ==