Babad Arya Tabanan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(28 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 8:
Pasukan Arya Damar berhasil menaklukkan Ularan yang terletak di pantai utara Bali. Pemimpin Ularan yang bernama Pasung Giri akhirnya menyerah setelah bertempur selama dua hari. Arya Damar yang kehilangan banyak prajurit melampiaskan kemarahannya dengan cara membunuh Pasung Giri. Arya Damar kembali ke Majapahit untuk melaporkan kemenangannya di Ularan. Pemerintah pusat yang saat itu dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas kelancangannya, yaitu membunuh musuh yang sudah menyerah. Arya Damar pun dikirim kembali ke medan perang untuk menebus kesalahannya. Arya Damar tiba di Bali bergabung dengan Gajah Mada yang bersiap menyerang Tawing. Sempat terjadi kesalahpahaman di mana Arya Damar menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Namun keduanya akhirnya berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat dihancurkan. Seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang selama tujuh bulan.<ref>RIWAYAT PULAU BALI DARI DJAMAN KE DJAMAN, Oleh: I Made Subaga, GIANYAR - BALI, Hal. 55</ref>
Pemerintahan Bali kemudian dipegang oleh adik-adik Arya Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Kutawandira, Arya Sentong
Sirarya Kenceng diberikan kekuasaan didaerah [[Tabanan]] dengan rakyat sebanyak 40.000 orang, Sirarya Kuta Waringin bertahan di Gegel dengan rakyat sebanyak 5.000 orang, Sirarya Sentong berkedudukan di Pacung dengan rakyat sebanyak 10.000 orang dan Sirarya Belog (Tan Wikan) diberikan kerdudukan di Kabakaba dengan jumlah rakyat sebanyak 5.000 orang. Sirarya Damar diajak kembali ke Majapahit, kelak beliau diangkat menjadi Adipati [[Palembang]].<ref>RIWAYAT BERDIRI SAMPAI RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASANA TABANAN, KERAMBITAN, DESEMBER 1999, Penyusun: I Gusti Made Aman, Hal. 10</ref>
Baris 15:
== Silsilah Raja Tabanan ==
[[Adwaya Brahman]] Shri Tinuheng Pura ( Ia yang di hormati di [[Singasari]] & [[Majapahit]]) beristrikan [[Dara Jingga]] (''Sira Alaki Dewa''/dia yang bersuami seorang Dewa), berputra:<ref>Prasasti dan Silsilah (Keturunan) Arya Kenceng yang tersimpan di Puri Agung Tabanan, Puri Gede Krambitan, Puri Anom Tabanan, Puri Dangin Tabanan di Jegu.</ref>
# Raden Cakradara (suami [[Tribhuwana Wijayatunggadewi|Tribhuwana Tungga Dewi]])
# [[Arya Damar]] / [[Adityawarman]] Raja Palembang
Baris 24:
Kembali diceritakan lagi, tentang para ksatria enam bersaudara itu. Yang sulung bernama:
Raden Cakradara, tampan dan sempurna wajahnya, tinggi ilmunya, cerdas dan bijaksana, bajik prilakunya, banyak pengetahuannya, pemberani, dan mahir dalam pertempuran. Di dalam sayembara,
Adapun yang kedua banyak namanya, antara lain: Sirarya Damar, Arya Teja, Raden Dilah, Kyayi Nala. Jabatannya ''Dyaksa'', perintahnya selalu ditaati, bagaikan singa Yang ketiga bernama Sirarya Kenceng, terkenal tentang keganasannya, keberaniannya ibarat harimau. Yang keempat Sirarya Kuta Waringin. Yang kelima Sirarya Sentong, serta yang keenam Sirarya Belog, semuanya itu pandai bersilat lidah, bagaikan kelompok gandara prilaku mereka. Kelima para arya itu menjadi pejabat penting (''bahudanda'') mengabdikan diri dibawah Sri Maha Rajadewi Wilatikta (Majapahit).<ref>BABAD ARYA TABANAN, KANTOR DOKUMENTASI BUDAYA BALI PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI, DENPASAR, 1997, Hal. 3</ref>
Adapun
== Arya Kenceng, Raja Tabanan I ==
Kerajaannya di Pucangan/Buahan Tabanan. Dari permaisurinya keturunan Brahmana dari Ketepeng Reges lahir 2 orang putra:
# Sri Megada Prabu / Dewa Raka (Tidak berminat dengan keduniawian, membangun pesraman di Kubon Tingguh),
## Ki Bendesa Beng
## Ki Guliang di Rejasa
Baris 43 ⟶ 47:
Dari istri yang lain, seorang putri Bendesa Mas di Desa Tegeh Tabanan, lahir 2 orang putra:
#
## Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori ( setelah dari Kapal kemudian membangun puri di Tegal Tamu, Gianyar, dengan nama Puri Agung Tegal Tamu (Tamu dari Tegal). Dia berputra:
### I Gusti Putu GelGel. bertempat tinggal di: Jro Gelgel di Mengwitani Badung, Yeh Mengecir Jembrana dan Jro Tegeh di Malkangin Tabanan
Baris 63 ⟶ 67:
== Sri Magada Nata/Arya Yasan/Sirarya Ngurah Tabanan I, Raja Tabanan II ==
Beliau diutus oleh Dalem (Raja Bali) ke [[Majapahit]] untuk menyelidiki terhentinya komunikasi dengan Dalem. Setelah sampai di Majapahit,
Sri Megada Nata mempunyai putera:
Baris 72 ⟶ 76:
# Ki Gusti Samping Boni ( Menurunkan Pragusti Ersania, Kyayi Nengah & Kyayi Titih )
# Ki Gusti Nyoman Batan Ancak ( Menurunkan Pragusti Ancak & Angligan )
# Ki Gusti Ketut Lebah (menjadi Anglurah Telabah 1 di Puri Telabah Kuta, menurut sejarah berpindah ke Pandak Gede Tabanan. Sekarang penglingsirnya Dr Igusti Ngurah Sugiada,SpJP ).
# Ki Gusti Ketut Bendesa / Sirarya Ketut Pucangan/ Sirarya Notor Wandira ( Selanjutnya menurunkan Raja-Raja dan Pratisentana Arya Kenceng di Badung/Denpasar).
Diceritakan, Kyahi Ketut Bendesa atau Kyahi Wuruju Pucangan setiap malam tidak tidur di rumahnya sendiri, melainkan di rumah-rumah penduduk. Pada suatu malam, seorang penduduk melihat api dan setelah didekati ternyata menghilang begitu saja, alih-alih yang terlihat ternyata Si Arya Ketut Pucangan. Orang kemudian menganggap bahwa Si Arya Ketut sangat sakti. Dia diminta memotong pohon beringin yang tumbuh di wilayah Kerajaan. Ia dapat naik sampai ke puncak dan memotong pohon itu sampai bersih. Dia dengan santai duduk di atas puncak pohon, lalu Raja datang dan memerintahnya untuk turun. Setelah peristiwa itu,
* Kyahi Gde Raka
* Kyahi Gde Rai
Baris 84 ⟶ 88:
== Arya Ngurah Langwang / Arya Nangun Graha / Sirarya Ngurah Tabanan II, Raja III ==
=== Memindahkan Kerajaan Dan Batur Kawitan Di Pucangan Ke Tabanan ===
[[Berkas:Puri Agung Tabanan 1906.jpg|jmpl|250px|ka|Puri Agung Tabanan 1906]]
Beliau menggantikan Ayahnya ( Sri Megada Nata ) menjadi Raja Tabanan, yang kemudian mendapat perintah Dalem agar memindahkan Purinya (Kerajaannya) di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam kegiatan inspeksi. Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, …dimana ada asap mengepul, agar disanalah membangun Puri. Setelah melakukan pengamatan dari Kebon Tingguh terlihat di daerah selatan asap mengepul ke atas, kemudian dia menuju ke tempat asap mengepul tersebut, ternyata keluar dari sebuah sumur yang terletak di dalam areal Pedukuhan
Pada waktu beliau pindah dari Pucangan ke Tabanan diiringi oleh saudara-saudaranya yaitu:
Baris 99 ⟶ 102:
* Ki Gusti Ketut Lebah
disuruh pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping Ki Gusti Ketut Pucangan / Sirarya Notor Wandira yang telah menetap di Bandana ( Badung ).
Selanjutnya cucu dari Ki Gusti Samping Boni bernama Ki Gusti Putu Samping, besrta adik-adiknya yaitu: Kiayi Titih, Kiayi Ersani, Kiayi Nengah dan Kiayi Den Ayung mereka kembali ke Tabanan, karena tidak memproleh kedudukan di Badung, diperkirakan sebagai pengiring I Gusti Ayu Pemedetan (
Semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya ( Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan ([[Puri Agung Tabanan]]). Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, selanjutnya diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.
Baris 112 ⟶ 115:
[[Berkas:Pura Batur Wanasari Tabanan.jpg|jmpl|250px|ka|Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan]]
Arya Ngurah Tabanan diminta bantuan oleh Sang Nata Sukasada ( Gegel ) untuk menyerang negara Sasak yang diperintah oleh Kebo Mundur atau Parsua. Dengan keris Kalawong dan tombak Ki Baru Sakti
Sejak permaisuri
Stana / Pelinggih Ida Betara Mekules berada di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Hari Piodalannya / Petoyannya pada Anggarkasih Dukut ( Selasa Kliwon Dukut ).
# Ki Gusti Wayan Pamedekan
Baris 123 ⟶ 126:
# Ki Gusti Wongaya, Menurunkan Para Gusti Wongaya (Jero Wongaya Tabanan)
# Ki Gusti Kukuh, Menurunkan Para Gusti Kukuh (Jero Kukuh Denbatas dan Jero Kukuh Delodrurung)
# Ki Gusti Kajanan
# Ki Gusti Brengos (Sira Arya Branjingan/Sira Arya Sakti Abiantimbul), memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak (Puri Ancak Tabanan) menurunkan Para Gusti Abiantimbul Intaran melinggih ring Jero Gede Abian Timbul, Jero Agung Semawang Intaran Sanur), Ki Gusti Brengos ( Sira Arya Branjingan / Sira Arya Sakti Abian Timbul memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak melinggih ring Puri Ancak Tabanan
# Ni Gusti Luh Kukuh
# Ni Gusti Luh Kukub
Baris 140 ⟶ 143:
== Ki Gusti Made Pamadekan / Kyai Made Pamadekan / Sirarya Ngurah Tabanan V, Raja VI (1647-1650) ==
Oleh kakaknya ( Ki Gusti Wayahan Pamedekan ) disuruh kembali ke Bali untuk menggantikannya sebagai raja. Anglurah Made Pamedekan lari dikejar tentara Jawa, bersembunyi disebuah gua, ada seekor burung titiran yang bersuara dapat menyelamatkannya, sehingga bisa selamat sampai kembali di Puri Singasana Tabanan. Sejak saat itu Beliu bersumpah dan juga agar keturunan
Berputra:
Baris 151 ⟶ 154:
== Sirarya Ngurah Tabanan VI / Bhatara Nisweng Panida / Putra Sulung Kyai Made Pamadekan, Raja VIII ==
Saat pemerintahaan beliau, anaknya Ki Gusti Wayahan Pamedekan yang tertua, yang bernama Ki Gusti Nengah Mal Kangin ingin berkuasa, lalu mencari siasat agar Sang Nata pergi ke Dalam Sukasada. Dalam perjalanan pulang
Berputra:
Baris 165 ⟶ 168:
Ki Gusti Made Dalang meninggal tanpa keturunan, sehingga seluruh wilayah Tabanan dapat dipersatukan oleh Ki Gusti Nengah Malkangin menjadi kekuasaannya.
Ki Gusti Nengah Malkangin setelah menjadi Raja Singasana,
Oleh karena Putra Mahkota Ki Gusti Alit Dawuh masih sangat muda dipandang belum mampu memegang pemerintahan, sehingga Ki Gusti Agung Badeng berkenan bermukim sementara di Puri Malkangin untuk mengasuh / mempersiapkan putra mahkota menjadi raja. Sementara diangkatlah Ki Gusti Bola sebagai Raja Singasana.
Baris 193 ⟶ 196:
== Putra Sulung Sri Megada Sakti / Ratu Lepas Pemade / Ida Cokorda Mur Pamade / Ida Cokorda Tabanan, Raja XII ==
Setelah Sri Megada Sakti mangkat, sebagai raja Tabanan digantikan oleh putera sulungnya yang bergelar Ida Cokorda Tabanan.
Cokorda Tabanan lama
Setelah Sang Prabu mangkat, sesuai janjinya maka yang naik tahta adalah Ki Gusti Ngurah Sekar dengan gelar Cokorda Sekar / Prabu Singasana Tabanan.
* Ki Gusti Ngurah Sekar
* Ki Gusti Ngurah Gede Banjar (menjadi Angrurah di Kerambitan, menurunkan Puri/Jero dan Pratisentana Arya Kenceng di Kerambitan)
Baris 211 ⟶ 214:
Ki Gusti Ngurah Sekar menggantikan Cokorda Ngurah Tabanan sebagai Raja Tabanan bergelar Ida Cokorda Sekar.
Adik
* Ki Gusti Ngurah Gede
* Ki Gusti Ngurah Made Rai ( Membangun Puri Kaleran, Kembali masuk Puri Agung setelah Raja XIV Wafat )
Baris 244 ⟶ 247:
== Ki Gusti Ngurah Ubung, Raja XVIII (1820) ==
Ki Gusti Ngurah Ubung sebagai raja Singasana berkedudukan di Puri Agung Tabanan, setelah kalah dalam pertempuran di pesiatan ( Pesiapan ) dengan laskar Ki Gusti Ngurah Agung ( putra Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji ), kemudian Ki Gusti Ngurah Ubung lari dan bertahan di Puri Penebel dan akhirnya Ki Gusti Ngurah Agung Masuk ke Puri Agung Tabanan sebagai Raja Tabanan. Setelah beberapa tahun berperang, akhirnya raja Ki Gusti Ngurah Agung dibantu oleh raja Mengwi menyerang Ki Gusti Ngurah Ubung di Penebel dan Ki Gusti Ngurah Ubung tewas dalam peperangan di Desa Sesandan.
== Ki Gusti Ngurah Agung / Cokorda Tabanan, Raja XIX (1820-1844) ==
* Sirarya Ngurah Agung
* Ki Gusti Ngurah Gede Banjar (membangun Puri Anom, menetap di Saren Kangin )
Baris 285 ⟶ 288:
== Sirarya Ngurah Rai Perang / I Ratu Puri Dangin,(abhiseka: I Gusti Ngurah Agung) Raja XXI (Tahun 1903-1906) ==
Putra Putri
** Ki Gusti Ngurah Gede Pegeg (Turut Muput Raga di Badung th 1906) tidak berketurunan
Baris 344 ⟶ 347:
Putra Putra Raja di Puri Dangin dan saudara dekat Raja di Puri Mecutan dan Puri Denpasar kemudian diasingkan ke Lombok. Puri Dangin, Puri Denpasar, Puri Mecutan dan lainnya kemudian di ratakan dengan tanah.
Sepuluh tahun kemudian, mereka semua dikembalikan ke Tabanan. Belanda kemudian membentuk suatu daerah otonomi yang dipimpin oleh seorang Self Bestur, daerah otonomi ini disesuaikan dengan pembagian kerajaan-kerajaan sebelumnya. Untuk Tabanan dan Badung Self Bestur diberi gelar Ida Cokorda, Gianyar Ida Anak Agung dan sebagainya. Dalam rangka memilih Kepala Pemerintahaan di Tabanan, Belanda juga mencari dan menerima saran-saran dari beberapa Puri / Jero yang sebelumnya ada dalam struktur kerajaan, tentang bagaimana tatacara memilih seorang raja di Tabanan sebelumnya. Setelah mempertimbangkannya, Pada tanggal 8 Juli 1929, diputuskan oleh pemerintah Belanda, sebagai Kepala / Bestuurder Pemerintahan Tabanan dipilih I Gusti Ngurah
Pada tanggal 1 Juli 1938 Tabanan menjadi Daerah Swapraja, Kepala Daerah Swapraja tetap dijabat oleh I Gusti Ngurah Ketut ( dari Puri Mecutan Tabanan ), kemudian
* I Gusti Ngurah Gede
* I Gusti Ngurah Alit Putra
Baris 355 ⟶ 358:
== Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan ke XXIII (Maret 1947 s/d 1986) ==
Selanjutnya I Gusti Ngurah Gede, putera sulung Cokorda Ngurah Ketut menjadi Cokorda Tabanan, bergelar Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan XXIII Maret 1947 s/d 1986 dan
* Sagung Putri Sartika
* I Gusti Ngurah Bagus Hartawan
|