Babad Arya Tabanan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Matabulanhari (bicara | kontrib)
 
(27 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 8:
Pasukan Arya Damar berhasil menaklukkan Ularan yang terletak di pantai utara Bali. Pemimpin Ularan yang bernama Pasung Giri akhirnya menyerah setelah bertempur selama dua hari. Arya Damar yang kehilangan banyak prajurit melampiaskan kemarahannya dengan cara membunuh Pasung Giri. Arya Damar kembali ke Majapahit untuk melaporkan kemenangannya di Ularan. Pemerintah pusat yang saat itu dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas kelancangannya, yaitu membunuh musuh yang sudah menyerah. Arya Damar pun dikirim kembali ke medan perang untuk menebus kesalahannya. Arya Damar tiba di Bali bergabung dengan Gajah Mada yang bersiap menyerang Tawing. Sempat terjadi kesalahpahaman di mana Arya Damar menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Namun keduanya akhirnya berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat dihancurkan. Seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang selama tujuh bulan.<ref>RIWAYAT PULAU BALI DARI DJAMAN KE DJAMAN, Oleh: I Made Subaga, GIANYAR - BALI, Hal. 55</ref>
 
Pemerintahan Bali kemudian dipegang oleh adik-adik Arya Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Kutawandira, Arya Sentong, dan Arya Belog. Sementara itu, Arya Damar sendiri kembali ke daerah kekuasaannya di Palembang. Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan Majapahit. IaBeliau dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.<ref>Sumber: http://id.rodovid.org/wk/Orang:331778 </ref> Diceritakan setelah Bali berhasil ditaklukan, sebelum Patih Gajah Mada meninggalkan pulau Bali, semua Arya dikumpulkan, diberikan ceramah tentang pengaturan pemerintahan, ilmu kepemimpinan sampai pada ilmu politik. Tujuan utamanya ialah tetap mempersatukan pulau Bali dan dapat dipertahankan sebagai daerah kekuasaan Majapahit. Setelah semua dirasa cukup, semua Arya diberikan daerah kekuasaan yang menyebar diseluruh Bali.
 
Sirarya Kenceng diberikan kekuasaan didaerah [[Tabanan]] dengan rakyat sebanyak 40.000 orang, Sirarya Kuta Waringin bertahan di Gegel dengan rakyat sebanyak 5.000 orang, Sirarya Sentong berkedudukan di Pacung dengan rakyat sebanyak 10.000 orang dan Sirarya Belog (Tan Wikan) diberikan kerdudukan di Kabakaba dengan jumlah rakyat sebanyak 5.000 orang. Sirarya Damar diajak kembali ke Majapahit, kelak beliau diangkat menjadi Adipati [[Palembang]].<ref>RIWAYAT BERDIRI SAMPAI RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASANA TABANAN, KERAMBITAN, DESEMBER 1999, Penyusun: I Gusti Made Aman, Hal. 10</ref>
Baris 15:
 
== Silsilah Raja Tabanan ==
[[Adwaya Brahman]] Shri Tinuheng Pura ( Ia yang di hormati di [[Singasari]] & [[Majapahit]]) beristrikan [[Dara Jingga]] (''Sira Alaki Dewa''/dia yang bersuami seorang Dewa), berputra:<ref>Prasasti dan Silsilah (Keturunan) Arya Kenceng yang tersimpan di Puri Agung Tabanan, Puri Gede Krambitan, Puri Anom Tabanan, Puri Dangin Tabanan di Jegu.</ref>
# Raden Cakradara (suami [[Tribhuwana Wijayatunggadewi|Tribhuwana Tungga Dewi]])
# [[Arya Damar]] / [[Adityawarman]] Raja Palembang
Baris 38:
== Arya Kenceng, Raja Tabanan I ==
Kerajaannya di Pucangan/Buahan Tabanan. Dari permaisurinya keturunan Brahmana dari Ketepeng Reges lahir 2 orang putra:
# Sri Megada Prabu / Dewa Raka (Tidak berminat dengan keduniawian, membangun pesraman di Kubon Tingguh), Diabeliau mengangkat 5 orang anak asuh (''Putra Upon-Upon''):
## Ki Bendesa Beng
## Ki Guliang di Rejasa
Baris 47:
 
Dari istri yang lain, seorang putri Bendesa Mas di Desa Tegeh Tabanan, lahir 2 orang putra:
# '''Kiyai Tegeh''' (Arya Kenceng Tegeh Kori) (bukan ''Kuri'') merupakan putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di Tabanan (bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, menurut babad versi Benculuk Tegeh Kori.<ref>{{Cite web |url=http://bali.stitidharma.org/babad-arya-tegeh-kuri |title=Babad Arya Tegeh Kori |access-date=2010-09-01 |archive-date=2010-09-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20100910074423/http://bali.stitidharma.org/babad-arya-tegeh-kuri |dead-url=yes }}</ref>, Dia membangun Kerajaan di Badung, di daerah selatan kuburan Badung (Tegal) dengan nama Puri Tegeh Kori ( sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal). Dia lah yang mengangkat Kyai Pucangan (Kyai Notor Wandira yang notabenanya putra dari Sri Megada Natha) menjadi putra ketiganya dengan nama Kyai Nyoman Tegeh yang kemudian menurunkan kerajaan Badung seperti: Puri Pemecutan, Puri Kesiman, Puri jambe, dan Puri Denpasar. Karena ada konflik di internal keluarga maka dia meninggalkan puri di Tegal dan pindah ke Kapal. Di Kapal, ia sempat membuat merajan dengan nama "Merajan Mayun" yang sama dengan nama merajan sewaktu di Tegal, dan odalannya sama yaitu pada saat "Pagerwesi". Dari sana, para putra berpencar mencari tempat. Kini ''pretisentananya'' (keturunannya) berada di Puri Agung Tegal Tamu, [[Batubulan, Sukawati, Gianyar]] dan Jero Gelgel di [[Mengwitani, Mengwi, Badung]], Jro Tegeh di Malkangin Tabanan, Jro Penarungan di [[Sumerta, Denpasar Timur, Denpasar|Sumerta]], Jro Batubelig di [[Kuta Utara, Badung|Kuta]]. Dalam babad, perjalanan Kiyai Tegeh (Arya Kenceng Tegeh Kori) tidak pernah membuat istana di Benculuk atau sekarang disebut Tonja apalagi sampai membangun mrajan Kawitan di Tonja. Di Puri Tegeh Kori, dia berkuasa sampai generasi ke empat.<ref>Lontar-Lontar Kuno dan Raja Purana di Puri Agung Tegal Tamu</ref> Adapun putra -putra dari Arya Kenceng Tegeh Kori IV adalah:
## Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori ( setelah dari Kapal kemudian membangun puri di Tegal Tamu, Gianyar, dengan nama Puri Agung Tegal Tamu (Tamu dari Tegal). Dia berputra:
### I Gusti Putu GelGel. bertempat tinggal di: Jro Gelgel di Mengwitani Badung, Yeh Mengecir Jembrana dan Jro Tegeh di Malkangin Tabanan
Baris 67:
 
== Sri Magada Nata/Arya Yasan/Sirarya Ngurah Tabanan I, Raja Tabanan II ==
Beliau diutus oleh Dalem (Raja Bali) ke [[Majapahit]] untuk menyelidiki terhentinya komunikasi dengan Dalem. Setelah sampai di Majapahit, diabeliau sangat terkejut, menyaksikan keadaan kerajaan yang kacau balau, karena pengaruh Agama Islam mulai masuk. Beliau kembali ke Pucangan (Bali), setelah sampai di Pucangan, Beliau sangat kecewa, karena adik perempuannya, Nyai Luh Tegeh Kori, dikawinkan dengan Kiayi Asak dari Kapal oleh Dalem, tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Karena sangat kecewa, beliau meletakan jabatan dan sebagai raja diserahkan pada putranya Sirarya Ngurah Langwang. Selanjutnya beliau menjalani kehidupan rohani di Kubon Tingguh dan kawin lagi dengan putri dari Ki Bendesa Pucangan, yang kemudian melahirkan putra laki-laki yang bernama Ki Gusti Ketut Pucangan atau Sirarya Notor Wandira, yang mana selanjutnya Sirarya Notor Wandira yang kemudian diperas oleh pamannya sendiri yaitu Kyai Tegeh (Arya Kenceng Tegeh Kori yang berpuri di Tegal Badung dengan nama Puri Tegeh Kori, bukan Benculuk Tegeh Kori) dan berubah nama menjadi Kyai Nyoman Tegeh menjadi Raja Badung dan menurunkan ''pratisentana'' (keturunan) Arya Kenceng di Badung seperti: Puri Pemecutan, Puri Kesiman, dan yang paling terakhir adalah Puri Denpasar.
 
Sri Megada Nata mempunyai putera:
Baris 76:
# Ki Gusti Samping Boni ( Menurunkan Pragusti Ersania, Kyayi Nengah & Kyayi Titih )
# Ki Gusti Nyoman Batan Ancak ( Menurunkan Pragusti Ancak & Angligan )
# Ki Gusti Ketut Lebah (menjadi Anglurah Telabah 1 di Puri Telabah Kuta, menurut sejarah berpindah ke Pandak Gede Tabanan. Sekarang penglingsirnya Dr Igusti Ngurah Sugiada,SpJP ).
# Ki Gusti Ketut Lebah
# Ki Gusti Ketut Bendesa / Sirarya Ketut Pucangan/ Sirarya Notor Wandira ( Selanjutnya menurunkan Raja-Raja dan Pratisentana Arya Kenceng di Badung/Denpasar).
 
Diceritakan, Kyahi Ketut Bendesa atau Kyahi Wuruju Pucangan setiap malam tidak tidur di rumahnya sendiri, melainkan di rumah-rumah penduduk. Pada suatu malam, seorang penduduk melihat api dan setelah didekati ternyata menghilang begitu saja, alih-alih yang terlihat ternyata Si Arya Ketut Pucangan. Orang kemudian menganggap bahwa Si Arya Ketut sangat sakti. Dia diminta memotong pohon beringin yang tumbuh di wilayah Kerajaan. Ia dapat naik sampai ke puncak dan memotong pohon itu sampai bersih. Dia dengan santai duduk di atas puncak pohon, lalu Raja datang dan memerintahnya untuk turun. Setelah peristiwa itu, iabeliau lalu diberi nama Sang Arya Ketut Notor Wandira, dan Raja memberinya sebuah keris yang bernama I Ceklet. Setelah dewasa, Arya Notor Wandira mengambil istri dari desa Buwahan dan berputra 2 orang yaitu:
* Kyahi Gde Raka
* Kyahi Gde Rai
Baris 88:
== Arya Ngurah Langwang / Arya Nangun Graha / Sirarya Ngurah Tabanan II, Raja III ==
=== Memindahkan Kerajaan Dan Batur Kawitan Di Pucangan Ke Tabanan ===
[[Berkas:DenahPuri Agung Tabanan 1900.jpg|jmpl|250px|ka|Denah Puri Agung Tabanan 1900]]
[[Berkas:Puri Agung Tabanan 1906.jpg|jmpl|250px|ka|Puri Agung Tabanan 1906]]
 
Beliau menggantikan Ayahnya ( Sri Megada Nata ) menjadi Raja Tabanan, yang kemudian mendapat perintah Dalem agar memindahkan Purinya (Kerajaannya) di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam kegiatan inspeksi. Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, …dimana ada asap mengepul, agar disanalah membangun Puri. Setelah melakukan pengamatan dari Kebon Tingguh terlihat di daerah selatan asap mengepul ke atas, kemudian dia menuju ke tempat asap mengepul tersebut, ternyata keluar dari sebuah sumur yang terletak di dalam areal Pedukuhan yaitiyaitu Dukuh Sakti, yang sekarang lokasi sumur tersebut berada di dalam Pura Puser Tasik Tabanan. Kemudian disitulah beliau membangun Puri, setelah selesai dipindahlah Puri / Kerajaannya beserta Pura Batur Kawitan Betara Arya Kenceng (''lihat denah''). Oleh karena asap terus mengepul dari sumur tersebut seperti tabunan, sehingga puri diabeliau diberi nama Puri Agung Tabunan, yang kemudian pengucapannya berubah menjadi [[Puri Agung Tabanan]], sedangkan kerajaannya disebut Puri Singasana dan beliau disebut Sang Nateng Singasana. Dari saat itulah beliau bergelar Sirarya Ngurah Tabanan atau juga Ida Betara Nangun Graha. Disebelah Timur Puri, dibangun pesanggrahan khusus untuk Dalem, apabila melakukan inspeksi ke Tabanan dan disebut Puri Dalem. Pada saat itu juga, Dalem memberikan seorang Bagawanta Brahmana Keniten dari Kamasan, yang kemudian ditempatkan di Pasekan (Griya Pasekan sekarang).
 
Pada waktu beliau pindah dari Pucangan ke Tabanan diiringi oleh saudara-saudaranya yaitu:
Baris 103 ⟶ 102:
* Ki Gusti Ketut Lebah
disuruh pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping Ki Gusti Ketut Pucangan / Sirarya Notor Wandira yang telah menetap di Bandana ( Badung ).
Selanjutnya cucu dari Ki Gusti Samping Boni bernama Ki Gusti Putu Samping, besrta adik-adiknya yaitu: Kiayi Titih, Kiayi Ersani, Kiayi Nengah dan Kiayi Den Ayung mereka kembali ke Tabanan, karena tidak memproleh kedudukan di Badung, diperkirakan sebagai pengiring I Gusti Ayu Pemedetan ( putridputri dari Sirarya Notor Wandira ).
 
Semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya ( Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan ([[Puri Agung Tabanan]]). Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, selanjutnya diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.
Baris 116 ⟶ 115:
[[Berkas:Pura Batur Wanasari Tabanan.jpg|jmpl|250px|ka|Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan]]
 
Arya Ngurah Tabanan diminta bantuan oleh Sang Nata Sukasada ( Gegel ) untuk menyerang negara Sasak yang diperintah oleh Kebo Mundur atau Parsua. Dengan keris Kalawong dan tombak Ki Baru Sakti diabeliau berhasil menaklukan Sasak.
Sejak permaisuri diabeliau meninggal dunia, diabeliau sangat sedih dan sakit keras, lalu pemerintahan diserahkan kepada kedua anaknya. Sang Nata yang bergelar Prabu Winalwan lalu bertapa di Gunung Batukaru bagian Selatan, disebelah Timur dari Kahyangan Wongaya, pesraman tersebut dinamai Tegal Jero. Sesuai petunjuk Betara diabeliau lalu tinggal di Wanasari pada keluarga Pedanda Ketut Jambe, dimana saat itu adik Pedanda yang tinggal di Buruan Ida Gede Nyuling tidak setuju diabeliau tinggal disana, sehingga diabeliau bersumpah tidak akan nunas tirta seketurunannya pada Ida Gede Nyuling. Setelah beberapa lama akhirnya diabeliau sembuh dari penyakitnya, kulitnya mengelupas dan ditanam di dekat rumah, lalu didirikan pedarman bernama Batur Wanasari, sejak itu Sang Prabu bergelar Betara Mekules. Pedanda Ketut Nabe ditetapkan sebagai Bagawanta. Juga setelah sembuh diabeliau kembali ke Puri Singasana Tabanan.
 
Stana / Pelinggih Ida Betara Mekules berada di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Hari Piodalannya / Petoyannya pada Anggarkasih Dukut ( Selasa Kliwon Dukut ). DiaBeliau berputra:
 
# Ki Gusti Wayan Pamedekan
Baris 127 ⟶ 126:
# Ki Gusti Wongaya, Menurunkan Para Gusti Wongaya (Jero Wongaya Tabanan)
# Ki Gusti Kukuh, Menurunkan Para Gusti Kukuh (Jero Kukuh Denbatas dan Jero Kukuh Delodrurung)
# Ki Gusti Kajanan, menurunkan Para Gusti: I Gusti Ombak, dan I Gusti Peringga. I Gusti Peringga menurunkan I Gusti Kadjanan, I Gusti Kadjanan menurunkan I Gusti Wayan Winda, I Gusti Wayan Winda menurunkan I Gusti Gede Widana, I Gusti Gede Widana menurunkan I Gusti Meranggi, dan I Gusti Meranggi berputra: I Gusti Wayan Dauh, dan I Gusti Komang Dapit.
# Ki Gusti Brengos (Sira Arya Branjingan/Sira Arya Sakti Abiantimbul), memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak (Puri Ancak Tabanan) menurunkan Para Gusti Abiantimbul Intaran melinggih ring Jero Gede Abian Timbul, Jero Agung Semawang Intaran Sanur), Ki Gusti Brengos ( Sira Arya Branjingan / Sira Arya Sakti Abian Timbul memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak melinggih ring Puri Ancak Tabanan Diabeliau berputra: * 1. Gusti Ayu Putu Pikandel Aswami ring Ida Pedande Gde Ngenjung ( Gria Gede Sanur )* 2. I Gusti Gede Pemecutan Jehem (ARYAArya BRANJINGANBranjingan / Anglurah Sakti Abian Timbul ),Memperistri NImemperistri GUSTINi SAYUGusti BANJARSayu Banjar, DiaBeliau mempunyai putra / Putriputri: .Ni Gusti ayu Beloh,.I Gusti Gede Pemecutan Jereng, I Gst Putu Sungkrang dan I Gst Putu Swara, sane melinggih ring JERO AGUNG SEMAWANG INTARAN SANUR 2. I Gusti Pemecutan Nyapnyap 3. I Gusti Rai Tamblang 4. I Gusti Meregan Ampel 5. I Gusti Gde Kesiman Benger 6. I Gst Gede Raka Jenger 7. I Gst Gde Kaler Dongdang 8. I Gst Gede Rurung Gerih 9. Gst Gede Pande Cengeb 10. I Gusti Ketut Branjingan 11.I Gusti Gede Branjingan.
# Ni Gusti Luh Kukuh
# Ni Gusti Luh Kukub
Baris 144 ⟶ 143:
 
== Ki Gusti Made Pamadekan / Kyai Made Pamadekan / Sirarya Ngurah Tabanan V, Raja VI (1647-1650) ==
Oleh kakaknya ( Ki Gusti Wayahan Pamedekan ) disuruh kembali ke Bali untuk menggantikannya sebagai raja. Anglurah Made Pamedekan lari dikejar tentara Jawa, bersembunyi disebuah gua, ada seekor burung titiran yang bersuara dapat menyelamatkannya, sehingga bisa selamat sampai kembali di Puri Singasana Tabanan. Sejak saat itu Beliu bersumpah dan juga agar keturunan diabeliau kelak tidak memelihara, membunuh ''burung titiran''
 
Berputra:
Baris 155 ⟶ 154:
 
== Sirarya Ngurah Tabanan VI / Bhatara Nisweng Panida / Putra Sulung Kyai Made Pamadekan, Raja VIII ==
Saat pemerintahaan beliau, anaknya Ki Gusti Wayahan Pamedekan yang tertua, yang bernama Ki Gusti Nengah Mal Kangin ingin berkuasa, lalu mencari siasat agar Sang Nata pergi ke Dalam Sukasada. Dalam perjalanan pulang diabeliau dicegat dan dibunuh oleh Ki Gusti Nengah Mal Kangin di Desa Penida. Sejak itu diabeliau Arya Ngurah Tabanan bergelar Betara Nisweng Penida
 
Berputra:
Baris 169 ⟶ 168:
 
Ki Gusti Made Dalang meninggal tanpa keturunan, sehingga seluruh wilayah Tabanan dapat dipersatukan oleh Ki Gusti Nengah Malkangin menjadi kekuasaannya.
Ki Gusti Nengah Malkangin setelah menjadi Raja Singasana, diabeliau selalu ingin membinasakan putra mahkota yang bernama Ki Gusti Alit Dawuh ( putra Sirarya Ngurah Tabanan / Betara Nisweng Penida ). Dengan bantuan Ki Gusti Agung Badeng penguasa Kapal yang beristrikan Ni Gusti Luh Tabanan putra dari Ki Gusti Made Pamedekan, saudara perempuan Sirarya Ngurah Tabanan ( Betara Nisweng Pedida ). Putra Mahkota Ki Gusti Alit Dawuh menyerang Ki Gusti Nengah Malkangin dan dalam pertempuran ini Ki Gusti Nengah Malkangin beserta seluruh keluarganya dibunuh oleh Ki Gusti Agung Badeng, hanya seorang putranya yang bernama Ki Gusti Perot tidak dibunuh karena cacad / perot, selanjutnya menurunkan para Gusti Kamasan.
Oleh karena Putra Mahkota Ki Gusti Alit Dawuh masih sangat muda dipandang belum mampu memegang pemerintahan, sehingga Ki Gusti Agung Badeng berkenan bermukim sementara di Puri Malkangin untuk mengasuh / mempersiapkan putra mahkota menjadi raja. Sementara diangkatlah Ki Gusti Bola sebagai Raja Singasana.
 
Baris 197 ⟶ 196:
== Putra Sulung Sri Megada Sakti / Ratu Lepas Pemade / Ida Cokorda Mur Pamade / Ida Cokorda Tabanan, Raja XII ==
Setelah Sri Megada Sakti mangkat, sebagai raja Tabanan digantikan oleh putera sulungnya yang bergelar Ida Cokorda Tabanan.
Cokorda Tabanan lama diabeliau belum mempunyai putera, karenanyaakhirnya diabeliau memutuskan dan berjanji: “ KalauBila lahir seorang putera, walau dari istri Sudrabukan dari permaisuri, maka dialah kelak akan menggantikannya “. SelanjutnyaTernyata yang pertama hamil adalah istri diabeliau yang bernama Mekel Sekar dan akhirnya melahirkan seorang putera yang diberi nama Ki Gusti Ngurah Sekar. Selanjutnya yang kedua hamil padadari istri diabeliau yang Prami dan lahir juga seorang putera diberi nama Ki Gusti Ngurah Gede.
Setelah Sang Prabu mangkat, sesuai janjinya maka yang naik tahta adalah Ki Gusti Ngurah Sekar dengan gelar Cokorda Sekar / Prabu Singasana Tabanan.
 
DiaBeliau berputra:
* Ki Gusti Ngurah Sekar
* Ki Gusti Ngurah Gede Banjar (menjadi Angrurah di Kerambitan, menurunkan Puri/Jero dan Pratisentana Arya Kenceng di Kerambitan)
Baris 215 ⟶ 214:
Ki Gusti Ngurah Sekar menggantikan Cokorda Ngurah Tabanan sebagai Raja Tabanan bergelar Ida Cokorda Sekar.
 
Adik diabeliau Ki Gusti Ngurah Gede meninggalkan istana, karena tidak puas dengan kedudukannya, lalu tinggal dirumah seorang brahmana di Banjar. Setelah dibujuk diabeliau baru mau kembali ke Tabanan dengan syarat diberikan kekuasaan sama seperti kakaknya, Cokorda Sekar setuju, maka Ki Gusti Ngurah Gede dibikinkan Puri di Kerambitan yang sama seperti Puri Singasana Tabanan dan sebagian wilayah kerajaan dan rakyatnya diserahkan kepada Ki Gusti Ngurah Gede. Setelah dinobatkan diabeliau bergelar Cokorda Gede Banjar, selanjutnya diabeliau menurunkan para arya di Kerambitan. Kedudukannya adalah sebagisebagai Raja Kedua, mereka memerintah bersama-sama dan tak mengalami halangan apapun.
 
DiaIda Cokorda Sekar berputra:
* Ki Gusti Ngurah Gede
* Ki Gusti Ngurah Made Rai ( Membangun Puri Kaleran, Kembali masuk Puri Agung setelah Raja XIV Wafat )
Baris 248 ⟶ 247:
 
== Ki Gusti Ngurah Ubung, Raja XVIII (1820) ==
DiaBeliau adalah putra Ki Gusti Ngurah Rai / Cokorda Penebel.
Ki Gusti Ngurah Ubung sebagai raja Singasana berkedudukan di Puri Agung Tabanan, setelah kalah dalam pertempuran di pesiatan ( Pesiapan ) dengan laskar Ki Gusti Ngurah Agung ( putra Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji ), kemudian Ki Gusti Ngurah Ubung lari dan bertahan di Puri Penebel dan akhirnya Ki Gusti Ngurah Agung Masuk ke Puri Agung Tabanan sebagai Raja Tabanan. Setelah beberapa tahun berperang, akhirnya raja Ki Gusti Ngurah Agung dibantu oleh raja Mengwi menyerang Ki Gusti Ngurah Ubung di Penebel dan Ki Gusti Ngurah Ubung tewas dalam peperangan di Desa Sesandan.
 
== Ki Gusti Ngurah Agung / Cokorda Tabanan, Raja XIX (1820-1844) ==
DiaBeliau adalah putra Ki Gusti Ngurah Panji. Berputra:
* Sirarya Ngurah Agung
* Ki Gusti Ngurah Gede Banjar (membangun Puri Anom, menetap di Saren Kangin )
Baris 289 ⟶ 288:
 
== Sirarya Ngurah Rai Perang / I Ratu Puri Dangin,(abhiseka: I Gusti Ngurah Agung) Raja XXI (Tahun 1903-1906) ==
DiaBeliau dari Puri Dangin Tabanan, kembali masuk ke Puri Singasana setelah semua Putra mahkota wafat, merupakan Raja Tabanan ke XXI berkuasa dari tahun 1903 s/d 1906. Ida I Gusti Ngurah Rai Perang tewas muput raga (menusuk diri sendiri) di Denpasar pada tahun 1906 karena tidak mau tunduk kepada Belanda, Putra mahkota Raja Tabanan Ki Gusti Ngurah Gede Pegeg, juga ikut mengakhiri dirinya bersama ayah diabeliau. Sehingga hanya tersisa 2 dua orang Putri Raja dari permaisuri yakni Sagung Ayu Oka dan Sagung Ayu Putu, yang kemudian keduanya pindah dan menetap di Puri Anom Tabanan, karena Puri Agung Singasana Tabanan dibakar habis oleh Belanda. Sagung Ayu Oka kemudian menikah dengan Cramer seorang Klerk Kontrolir Belanda, dan Sagung Ayu Putu menikah dengan Ki Gusti Ngurah Anom, di Puri Anom Tabanan.<ref>RIWAYAT BERDIRI SAMPAI RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASANA TABANAN, KERAMBITAN, DESEMBER 1999, Penyusun: I Gusti Made Aman, Hal. 84</ref>
 
Putra Putri Diabeliau dari permaisuri yang ikut masuk ke Puri Agung:
 
** Ki Gusti Ngurah Gede Pegeg (Turut Muput Raga di Badung th 1906) tidak berketurunan
Baris 348 ⟶ 347:
Putra Putra Raja di Puri Dangin dan saudara dekat Raja di Puri Mecutan dan Puri Denpasar kemudian diasingkan ke Lombok. Puri Dangin, Puri Denpasar, Puri Mecutan dan lainnya kemudian di ratakan dengan tanah.
 
Sepuluh tahun kemudian, mereka semua dikembalikan ke Tabanan. Belanda kemudian membentuk suatu daerah otonomi yang dipimpin oleh seorang Self Bestur, daerah otonomi ini disesuaikan dengan pembagian kerajaan-kerajaan sebelumnya. Untuk Tabanan dan Badung Self Bestur diberi gelar Ida Cokorda, Gianyar Ida Anak Agung dan sebagainya. Dalam rangka memilih Kepala Pemerintahaan di Tabanan, Belanda juga mencari dan menerima saran-saran dari beberapa Puri / Jero yang sebelumnya ada dalam struktur kerajaan, tentang bagaimana tatacara memilih seorang raja di Tabanan sebelumnya. Setelah mempertimbangkannya, Pada tanggal 8 Juli 1929, diputuskan oleh pemerintah Belanda, sebagai Kepala / Bestuurder Pemerintahan Tabanan dipilih I Gusti Ngurah KetuKetut, putra I Gusti Ngurah Putu ( putra Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) dari Puri Mecutan. Selanjutnya DiaBeliau membangun kembali Puri beserta Pura Batur Kawitan Ida Betara Arya Kenceng ( Piodalan pada hari Wrespati/Kamis Umanis Dungulan ) di area bekas letak Puri Agung Tabanan yang telah dihancurkan Belanda. Karena adanya keterbatasan saat itu, luas area yang digunakan dan jumlah bangunan adat yang didirikan tidak seperti yang semula.
 
Pada tanggal 1 Juli 1938 Tabanan menjadi Daerah Swapraja, Kepala Daerah Swapraja tetap dijabat oleh I Gusti Ngurah Ketut ( dari Puri Mecutan Tabanan ), kemudian Diabeliau dilantik / disumpah di Pura Besakih pada Hari Raya Galungan tanggal 29 Juli 1938 dan Mabiseka Ratu bergelar Cokorda Ngurah Ketut, dilihat dari urutan Raja Tabanan, diabeliau adalah Raja Tabanan ke XXII 1938 s/d 1944.<ref>Prasasti dan Silsilah ( Keturunan ) Arya Kenceng yang tersimpan di [[Puri Agung Tabanan]], Puri Gede Krambitan, [[Puri Anom Tabanan]], Puri Dangin Tabanan di Jegu</ref> Berputra:
* I Gusti Ngurah Gede
* I Gusti Ngurah Alit Putra
Baris 359 ⟶ 358:
 
== Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan ke XXIII (Maret 1947 s/d 1986) ==
Selanjutnya I Gusti Ngurah Gede, putera sulung Cokorda Ngurah Ketut menjadi Cokorda Tabanan, bergelar Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan XXIII Maret 1947 s/d 1986 dan diabeliau menjabat Bupati Tabanan Pertama tahun 1950, tempat tinggal Diabeliau disebut Puri Gede / Puri Agung Tabanan / Puri Pemecutan Tabanan. DiaBeliau berputra:
* Sagung Putri Sartika
* I Gusti Ngurah Bagus Hartawan