Pembantaian Santa Cruz: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Mengembalikan suntingan oleh 2400:9800:764:19CE:141E:21FF:FE5A:132D (bicara) ke revisi terakhir oleh UdinIbrahim Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(55 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox civilian attack
| title = Pembantaian Santa Cruz<br>{{small|Pembantaian Dili}}
| image = Sebastião Gomes grave.jpg
| alt = Makam Sebastião Gomes.
| caption = Pembantaian Santa Cruz terjadi saat prosesi pemakaman [[Sebastião Gomes]] tahun 1991.
| partof
| map =
| map_caption =
| location = Pemakaman Santa Cruz, [[Dili]]
| target = Warga
| coordinates = {{coord|8.563045|S|125.586828|E|display=inline,title}}
| date = {{Start date and age|1991|11|12}}
| time =
| timezone = UTC+9
| type = [[Pembantaian]]
| fatalities =
| injuries =
| perps = [[
|
}}
{{Sejarah Timor Leste}}
'''Pembantaian Santa Cruz''' (juga dikenal sebagai '''Pembantaian Dili''') adalah sebuah tragedi berdarah penembakan massal terhadap demonstran pro-kemerdekaan yang mengakibatkan sedikitnya 271 orang meninggal dunia pada tanggal 12 November 1991 di pemakaman Santa Cruz, [[Kota Administratif Dili|Kotif Dili]], Provinsi [[Timor Timur]].<ref>{{Cite web|date=2021-11-12|title=271 Orang Timor Timur Tewas pada Tragedi Santa Cruz dalam Sejarah Hari Ini, 12 November 1991|url=https://voi.id/amp/103689/271-orang-timor-timur-tewas-pada-tragedi-santa-cruz-dalam-sejarah-hari-ini-12-november-1991|website=VOI - Waktunya Merevolusi Pemberitaan|language=id|access-date=2024-02-16}}</ref> Peristiwa ini merupakan rentetan [[pelanggaran HAM berat]] masa [[Pendudukan Indonesia di Provinsi Timor Timur|pendudukan Indonesia di Timor Timor]] dan merupakan bagian dari [[genosida Timor Timur]].<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-11-12|title=Pembantaian Santa Cruz 12 November 1991|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/12/184823379/pembantaian-santa-cruz-12-november-1991|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2024-02-16}}</ref>
== Latar belakang ==
Pada bulan Oktober 1991, sebuah delegasi yang terdiri dari anggota parlemen [[Portugal]] dan 12 orang wartawan dijadwalkan akan mengunjungi Timor Timur. Para mahasiswa telah bersiap-siap menyambut kedatangan delegasi ini. Namun rencana ini dibatalkan setelah pemerintah [[Indonesia]] mengajukan keberatan atas rencana kehadiran [[Jill Joleffe]] sebagai anggota delegasi itu. Joleffe adalah seorang wartawan [[Australia]] yang dipandang mendukung gerakan kemerdekaan [[Fretilin]].
Pembatalan ini menyebabkan kekecewaan mahasiswa pro-kemerdekaan yang berusaha mengangkat isu-isu perjuangan di Timor Timur. Kekecewaan ini menyebabkan situasi memanas antara pihak pemerintah Indonesia dan para mahasiswa. Puncaknya pada tanggal [[28 Oktober]], pecah konfrontasi antara aktivis pro-integrasi dan kelompok pro-kemerdekaan yang pada saat itu tengah melakukan pertemuan di gereja Motael Dili. Pada akhirnya, Afonso Henriques dari kelompok pro-integrasi tewas dalam perkelahian dan seorang aktivis pro-kemerdekaan, [[Sebastião Gomes]]
== Pembantaian ==
Saat tentara Indonesia berhadap-hadapan dengan pengunjuk rasa, beberapa demonstran dan seorang mayor, [[Geerhan Lantara]], ditusuk.<ref>Krieger, pp. 257–258.</ref> Stahl mengklaim Lantara menyerang pengunjuk rasa, termasuk seorang anak perempuan yang mengibarkan bendera Timor Leste. Aktivis FRETILIN, Constâncio Pinto, mengatakan beberapa orang mengaku dipukuli oleh tentara dan polisi Indonesia.<ref>Kubiak, W. David. [http://www.nancho.net/fdlap/maxstahl.html "20 Years of Terror: Indonesia in Timor – An Angry Education with Max Stahl"]. ''Kyoto Journal''. 28. Reprinted at [http://www.nancho.net/fdlap/ The Forum of Democratic Leaders in the Asia-Pacific]. Retrieved on 14 February 2008.</ref><ref>Pinto and Jardine, p. 191.</ref> Saat iring-iringan warga mulai memasuki areal TPU, beberapa orang terus berunjuk rasa di depan pagar dan 200 tentara dikerahkan sambil menenteng senjata ke arah kerumunan.<ref>Carey, p. 50; Pinto and Jardine, p. 191; Anderson, pp. 149–150; Alatas, p. 58; Singh, pp. 157–159. Pinto insisted that "there was no provocation", while Anderson discussed in detail the lack of warning shots. [[Amnesty International]] (1991) confirmed these claims via eyewitness testimony.</ref> Di dalam TPU Seroja, tentara melepaskan tembakan ke arah ratusan warga sipil tak bersenjata. Sedikitnya 250 warga Timor Timur tewas dalam peristiwa ini.<ref>Carey, p. 51; Jardine, p. 16. The Portuguese solidarity group ''[[A Paz é Possível em Timor Leste]]'' compiled [http://www.etan.org/timor/SntaCRUZ.htm a careful survey] of the massacre's victims, listing 271 killed, 278 wounded, and 270 "disappeared".</ref> Salah satu korban jiwa adalah warga negara [[Selandia Baru]], [[Kamal Bamadhaj]], seorang mahasiswa [[ilmu politik]] dan aktivis [[hak asasi manusia]] yang kuliah di Australia.
Pembantaian ini disaksikan oleh dua jurnalis [[Amerika Serikat]], [[Amy Goodman]] dan [[Allan Nairn]], dan direkam oleh [[Max Stahl]] yang diam-diam membuat liputan untuk [[Yorkshire Television]] di [[Britania Raya]]. Saat Stahl sedang merekam, Goodman dan Nairn mencoba "melindungi warga Timor Timor" dengan berdiri di antara mereka dan tentara Indonesia. Beberapa tentara mulai memukuli Goodman. Nairn juga dipukuli dengan senapan saat mencoba melindungi Goodman; tengkoraknya retak.<ref>Goodman, Amy and Allan Nairn.[http://www.democracynow.org/2008/1/28/massacre_the_story_of_east_timor "Massacre: The Story of East Timor"]. 1992. Excerpted at ''[[Democracy Now]]'', 28 January 2008. Retrieved on February 14, 2008.</ref><ref>{{cite web | url=https://www.democracynow.org/2019/7/30/amy_goodman_speaks_with_jeremy_scahill | title=Amy Goodman speaks with Jeremy Scahill on “Intercepted” | publisher=[[The Intercept]] | accessdate=7 August 2019 | archivedate=30 July 2019}}</ref> Para juru kamera berhasil menyelundupkan pita video tersebut ke [[Australia]]. Mereka memberikannya kepada Saskia Kouwenberg, wartawan [[Belanda]], untuk menghindari penangkapan dan penyitaan oleh pihak berwenang Australia, yang telah diinformasikan oleh pihak Indonesia dan melakukan penggeledahan bugil terhadap para juru kamera itu ketika mereka tiba di [[Darwin, Northern Territory|Darwin]]. Video ini ditayangkan dalam dokumenter ''First Tuesday'' berjudul ''In Cold Blood: The Massacre of East Timor''<ref name="1992OverallWinnerITN001">{{cite web | url=http://www.itnsource.com/shotlist//ITVProgs/1992/01/07/Y05870109/ | title=FIRST TUESDAY (COLD BLOOD: THE MASSACRE OF EAST TIMOR) | publisher=[[ITN|ITN (Independent Television News)]] | accessdate=9 January 2013 | archivedate=2013-01-09 | archiveurl=https://www.webcitation.org/6DXxSnXp4?url=http://www.itnsource.com/shotlist//ITVProgs/1992/01/07/Y05870109/ | dead-url=no }}</ref> di [[ITV (jaringan TV)|ITV]] di Britania pada Januari 1992. Videonya juga tayang di beberapa dokumenter terkini. Rekaman Stahl, ditambah kesaksian Nairn, Goodman, dan rekan-rekan sejawatnya, memicu respons keras di seluruh dunia.<ref>Jardine, pp. 16–17; Carey, pp. 52–53.</ref> Program ''In Cold Blood: The Massacre of East Timor'' mendapat anugerah [[Amnesty International UK Media Awards]] pada tahun 1992.<ref name="1992ReutersInauguration001">{{cite press_release | url=http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1992/06/04/0013.html | title='Cold Blood' AI Winner | publisher=[[Reuters]] | date=4 June 1992 | accessdate=9 January 2013 | archiveurl=https://www.webcitation.org/6DXbCGoUv | archivedate=9 January 2013 }} {{
Pemerintah Indonesia mengklaim insiden ini reaksi spontan atas kekerasan oleh pengunjuk rasa atau "kesalahpahaman" semata.<ref>Brigadier General Warouw in Amnesty (1991), p. 4</ref> Sejumlah pihak membantahnya dengan dua alasan utama: tentara Indonesia berkali-kali terbukti melakukan kekerasan massal di berbagai tempat seperti [[Quelicai]], Lacluta, dan Kraras,<ref>Carey, p. 51.</ref> lalu politikus dan perwira Indonesia selalu mengeluarkan pernyataan yang membenarkan tindak kekerasan ABRI. Dua hari setelah peristiwa ini, [[Try Sutrisno]], Panglima ABRI, mengatakan, "Tentara tidak bisa diremehkan. Pada akhirnya kami harus menembak mereka. Perusuh seperti ini harus ditembak, dan mereka pasti kami tembak."<ref>Quoted in Carey, p. 52. A slightly different wording ("...and we will shoot them") is quoted in Jardine, p. 17.</ref>
|