Bid'ah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hibensis (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Pratama26 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(22 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Rapikan}}
{{Primary sources}}
{{Ushul fikih}}
'''Bid'ah''' ({{lang-ar|بدعة|bid'ah}}, ejaan tidak baku: '''''bid'at''''' atau '''''bidat''''') adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambahi atau mengurangi ketetapan.<ref>[http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php/ Bidah dalam KamusBesarBahasaIndonesia.go.id]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Secara istilah [[linguistik]], ini memiliki arti yang berhubungan dengan inovasi, pembaruan, atau bahkan doktrin sesat. Kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW, ”Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”. Nabi juga bersabda, ”Setiap perkara baru adalah bid’ah”.
Dalam agama [[Islam]], '''bid'ah''' atau '''bidaah''' ({{lang-ar|بدعة}}; ejaan tidak baku: '''''bid'at''''') adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambahi atau mengurangi ketetapan.<ref>[http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php/ Bidah dalam KamusBesarBahasaIndonesia.go.id]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Istilah ini juga mengacu pada inovasi dalam masalah keagamaan.<ref name="jacb1">{{cite book|last1 = A.C. Brown|first1 = Jonathan|author-link=Jonathan A.C. Brown|title = Hadith: Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World ''(Foundations of Islam)''|date = 2009|publisher = [[Oneworld Publications]]|isbn = 978-1851686636|page = 277}}</ref> Secara linguistik, istilah ini berarti "inovasi, kebaruan, doktrin sesat, bidaah".<ref>{{cite book|last=Wehr|first=Hans|title=Arabic-English Dictionary|year=1994|publisher=Spoken Language Services, Inc.|pages=57}}</ref> Meskipun umum digunakan dalam teks-teks Islam, istilah ini tidak ditemukan dalam [[Al-Qur'an]].
 
Dalam sastra Arab klasik, kata ini digunakan sebagai bentuk pujian atas komposisi prosa dan puisi yang luar biasa.<ref>{{cite book|last=Al-Shatibi|first=Ibrahim ibn Musa|title=''al-I'itsam''|pages=1:49}}</ref>
Menurut para ulama, kedua hadis ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bid'ah. Bid'ah hanya berlaku pada perkara ''ushul'' (pokok) agama. Perkara ''ushul'' yakni hal-hal ibadah yang dalilnya disepakati para ulama dari 4 mazhab misal rukun islam yang 5, rukun iman yang 6. Sedang pada perkara ''furu'' (cabang) maka boleh menambah atau mengurang selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah, dan perbedaan ''furu'' ini bisa kita lihat pada 4 mazhab dalam menjalankan fiqih mereka.
 
== Pandangan tradisional ==
Contoh amalan bid'ah misalnya menambah jumlah rakaat salat subuh yang awalnya sudah ditetapkan 2 raka'at, lantas ditambahkan 1 raka'at lagi sehingga menjadi 3 rakaat. Contoh lain yang dimaknai bid'ah seperti orang yang sedang berbuka puasa lalu menambah waktu puasan padahal, sebenarnya waktu berbuka adzan maghrib, ditambah sendiri buka puasa harus menunggu adzan isya.
Pada awal sejarah Islam, bid'ah merujuk pada doktrin-doktrin yang menyimpang. Dalam hukum Islam, bila digunakan tanpa kualifikasi, bid'ah berarti segala hal yang baru ditemukan yang tidak memiliki preseden dan bertentangan dengan [[Al-Qur'an]] dan [[Sunnah]].<ref>{{cite book|last=al-Masri|first=Jamaluddin ibn al-Manzur|title=Lisan al-'Arab|pages=8:6}}</ref>
<ref>Sumber: <nowiki>https://islam.nu.or.id/ubudiyah/fasal-tentang-bid039ah-1-eMtWI</nowiki></ref>
 
Para ulama umumnya membagi bid'ah menjadi dua jenis: bid'ah dalam urusan duniawi dan bid'ah dalam urusan agama.<ref name="IS">''Al-Qawaa'id wal-Usool al-Jaami'ah wal-Furooq wat-Taqaaseem al-Badee'ah an-Naafi'ah'' by [[Abdurrahman bin Natsir as-Sa'di]]</ref>{{page needed|date=April 2016}}{{qn|date=April 2016}} Ada juga ulama yang membagi bid'ah menjadi bid'ah yang halal dan haram.<ref>{{cite book|last=Nawawi|first=Al-|title=Tahzeeb al-Asma wal-Lugha|volume=2|pages=22–23}}</ref>
secara fiqih, bid’ah dapat dikategorikan menjadi 5 (lima), yakni: wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Kategorisasi ini berdasarkan keterangan dari Syekh Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam As-Salami, dalam kitab Al-Qawaídu Al-Kubra, Al-Mausum bi Qawaidil Ahkam fi Ishlahil Anam, Darul Qalam, Damaskus, Cetakan I, Tahun 2000, Juz II, Halaman 337, sebagai berikut: الْبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَصْرِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -. وَهِيَ مُنْقَسِمَةٌ إلَى: بِدْعَةٍ وَاجِبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُحَرَّمَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَنْدُوبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَكْرُوهَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُبَاحَةٍ Artinya, “Bid‘ah adalah melakukan apa yang tidak dijumpai di masa Rasulullah ﷺ. Hukum Bid‘ah terbagi menjadi: wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah.”
 
Memperkenalkan dan mengamalkan bid'ah dalam urusan agama adalah dosa dan dianggap sebagai salah satu dosa besar dalam Islam, dan pelakunya diwajibkan untuk segera berhenti dan bertaubat.<ref>{{cite book|last=al-Dhahabi|first=Muhammad ibn Ahmad|title=Kitab al-Kaba'ir}}</ref>{{page needed|date=April 2016}}
{{Ensiklopedia Islam|Islam}}
 
== Bid’ah yang baik dan buruk ==
== Pengertian ==
[[Jabir bin Abdillah]] meriwayatkan "...Nabi bersabda: Barangsiapa memperkenalkan beberapa amalan baik (preseden) dalam Islam yang diikuti setelahnya (oleh manusia), maka dia akan dijamin pahalanya seperti orang yang mengikutinya, tanpa imbalan mereka berkurang sama sekali. Dan barangsiapa yang memperkenalkan suatu amalan jahat dalam Islam yang kemudian diikuti (oleh orang lain), maka dia wajib menanggung beban seperti orang yang mengikuti (praktek jahat) tersebut tanpa mengurangi bebannya sedikit pun.<ref>{{Hadith-usc|usc=yes|muslim|34|6466}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=1wbeCgAAQBAJ|title=The Sunna and Its Status in Islamic Law: The Search for a Sound Hadith|last=Duderija|first=Adis|date=2015-10-14|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=9781137369925|page=81|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=U4e7Ph4lXzUC|title=Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights, and International Law|last=An-Na'im|first=Abdullahi Ahmed|date=1996-01-01|publisher=Syracuse University Press|isbn=9780815627067|page=197|language=en|quote=This can be illustrated not only from usage of early Musims but also from the usage of the Prophet (s) himself when he speaks of reward for any Muslim who establishes a good sunna and punishment for any Muslim who establishes a bad sunna.}}</ref>
 
[[Abu Hurairah]] meriwayatkan,<ref>[[Sahih Bukhari]], {{Hadith-usc|bukhari|usc=no|3|32|227}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=s6sYxzbiP-gC&q=good%2520and%2520bad%2520innovation%2520Shafi&pg=PA36|title=Muslim Studies, Vol. 1|last=Goldziher|first=Ignác|date=1973-01-01|publisher=SUNY Press|isbn=9780873952347|page=36|language=en}}</ref>
=== Etimologi ===
{{Kutipan|Nabi [Muhammad] mengatakan, “Barangsiapa yang shalat malam sepanjang bulan Ramadhan karena Iman yang ikhlas dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni segala dosanya yang telah lalu.” Setelah kematian Nabi, masyarakat tetap menjalankannya (yakni Nawafil salat secara perorangan, bukan berjamaah), dan tetap seperti pada masa Kekhalifahan [[Abu Bakr]] dan pada masa awal [[Umar#Kekhalifahan (634–644)|
Bid‘ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.<ref>''Al Mu’jam Al Wasith'', 1/91, ''Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah''-Asy Syamilah</ref>
Kekhalifahan Umar bin Khattab]]. Pada [[Ramadhan]] ketika melihat orang-orang shalat dalam kelompok yang berbeda, Umar memerintahkan [[Ubay bin Ka'ab]] untuk memimpin orang-orang dalam shalat berjamaah. Mengenai hal ini Umar berkata: 'Betapa hebatnya Bid'ah (yaitu perbuatan mengumpulkan orang-orang untuk salat malam berjama'ah, yang tidak dilakukan sebelumnya); ini.'}}
Hal ini mendapat konotasi positif dari Umar, yang mengatakan bahwa shalat Tarawih adalah suatu inovasi yang diberkati.<ref name=":0">{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=B6mKCwAAQBAJ|title=Force and Fanaticism: Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond|last=Valentine|first=Simon Ross|date=2015-08-01|publisher=Oxford University Press|isbn=9781849046152|page=88|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=3PzVCgAAQBAJ|title=Shari'a and Muslim Minorities: The wasati and salafi approaches to fiqh al-aqalliyyat al-Muslima|last=Shavit|first=Uriya|date=2015-11-12|publisher=Oxford University Press|isbn=9780191074448|language=en|quote=}}</ref>
 
[[Salman al-Farisi]] meriwayatkan bahwa Nabi Islam Muhammad ditanya oleh beberapa sahabat tentang kebolehan dan larangan suatu barang tertentu, kemudian Muhammad menyatakan “Halal adalah apa yang Allah jadikan Halal dalam kitab-Nya, Haram adalah apa yang Allah haramkan dalam kitab-Nya dan yang dia diamkan, maka diampuni semuanya.”<ref>Ibnu Majah, page 249</ref>
Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam [[Alquran]],
{{Cquote|بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Allah Pencipta (Yang membuat inovasi) langit dan bumi.
 
Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa pada saat salat Subuh, Muhammad bertanya kepada Bilal, “Ceritakan kepadaku amalan terbaik yang kamu lakukan setelah memeluk Islam, karena aku mendengar langkah kakimu Surga pada waktu itu" Bilal menjawab, “Aku tidak melakukan sesuatu yang patut disebutkan kecuali jika aku berwudhu di siang atau malam hari, aku shalat setelah wudhu itu sesuai dengan apa yang telah dituliskan untukku.”<ref>[[Sahih Bukhari]], {{Hadith-usc|bukhari|usc=no|2|21|250}}</ref> Ibnu Hajar al-Asqalani berkata dalam ''[[Fath al-Bari]]'' bahwa “hadits tersebut menunjukkan bolehnya menggunakan penalaran pribadi ([[ijtihad]]) dalam memilih waktu untuk beribadah, karena Bilal mencapai kesimpulan yang dia sebutkan berdasarkan kesimpulannya sendiri dan Nabi (Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian) membenarkannya di dalamnya.”<ref name="The Concept of Bid‘a in the Islamic Shari‘a2">{{cite book |last=Keller|first=Nuh Ha Mim|title=The Concept of Bid'a in the Islamic Shari'a|url=http://www.masud.co.uk/ISLAM/nuh/bida.htm|year=1995|publisher=Muslim Academy Trust]|pages=5|isbn=1-902350-02-2}}</ref> Mirip dengan ini, [[Khubaib bin Adi]] diminta untuk shalat dua rakaat sebelum dieksekusi oleh penyembah berhala di Makah, dan oleh karena itu ia merupakan orang pertama yang menetapkan ''sunnah'' dua rakaat bagi orang-orang yang teguh dalam menjalankan ibadahnya, ketika akan datang kematian mereka.<ref name="The Concept of Bid‘a in the Islamic Shari‘a2"/><ref>[[Sahih Bukhari]], {{Hadith-usc|bukhari|usc=no|4|52|281}}</ref>
([[Surah Al-Baqarah|QS al-Baqarah, 117]] dan [[Surah Al-An'am|QS al-An'am, 101]])}}
 
Rifa bin Rafi meriwayatkan: Ketika kami sedang salat di belakang Nabi [Muhammad] dan Nabi mengangkat kepalanya dari ruku’ seraya bersabda, “Allah mendengar siapa pun yang memuji-Nya,” seorang laki-laki di belakangnya berkata, “Ya Tuhan kami, bagi-Mulah pujian yang berlimpah, yang bermanfaat, dan untungnya." Ketika dia bangkit untuk pergi, Nabi bertanya siapa yang mengucapkannya, dan ketika laki-laki itu menjawab bahwa itu dia, Nabi berkata, “Saya melihat tiga puluh malaikat yang masing-masing berusaha menjadi orang yang menuliskannya.”<ref>[[Sahih Bukhari]], {{Hadith-usc|bukhari|usc=no|1|12|764}}</ref> Ibn Hajar al-Asqalani berkomentar dalam ''Fath al-Bari'' bahwa hadis tersebut menunjukkan diperbolehkannya permulaan ungkapan zikir baru dalam salat selain yang disebutkan melalui teks hadis (walaupun hal ini masih dilaporkan) dalam hadis), sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang disampaikan hadis. Ibnu Hajar juga menyatakan bahwa “Jelas sekali, karena hal di atas hanya sekadar penyempurnaan dan tambahan dari sunnah berzikir.”<ref name="The Concept of Bid‘a in the Islamic Shari‘a2"/>
Maksudnya adalah mencipta (membuat) yang mana tidak ada contoh pada sebelumnya.
 
[[Asy-Syafi'i]] memberikan nasihat sebagai berikut, “Inovasi yang bertentangan dengan Al-Qur'an, Sunnah, Atsar atau [[Ijma]] adalah sebuah bid'ah yang sesat: Namun jika ada sesuatu yang baru yang diperkenalkan yang tidak jahat dan tidak bertentangan dengan otoritas kehidupan beragama yang disebutkan di atas, maka itu adalah bid'ah yang terpuji dan tidak obyektif." Hal ini dapat menyimpulkan bid'ah atau kaitan antara teknologi duniawi dengan keagamaan.<ref name=":0" /><ref>al-Bayhaqi, Manaqib al-Shafi'i, in Qastallani, X, p 342. Cf Muhammad al-Adbari, al-Madhkal (Alexandria, 1293), III, p 293.</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=u0gSwnSf5XsC|title=Islamic Imperial Law: Harun-Al-Rashid's Codification Project|last=Jokisch|first=Benjamin|date=2007-01-01|publisher=Walter de Gruyter|isbn=9783110924343|page=389|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=q1I0pcrFFSUC|title=The Princeton Encyclopedia of Islamic Political Thought|last1=Böwering|first1=Gerhard|last2=Crone|first2=Patricia|date=2013-01-01|publisher=Princeton University Press|isbn=978-0691134840|page=218|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=s6sYxzbiP-gC&q=good%2520and%2520bad%2520innovation%2520Shafi&pg=PA36|title=Muslim Studies, Vol. 1|last=Goldziher|first=Ignác|date=1973-01-01|publisher=SUNY Press|isbn=9780873952347|pages=36–37|language=en}}</ref>
Juga firman-Nya,
 
== Pandangan modern ==
{{Cquote|قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
Kriteria yang mengkualifikasikan suatu perbuatan tertentu sebagai bid'ah dalam agama masih menjadi perdebatan di kalangan ulama Sunni. Para ulama yang berafiliasi dengan [[Salafiyah]] dan [[Wahhabisme]] berpendapat bahwa ada definisi yang eksklusif dan literal yang mencakup segala sesuatu yang tidak secara khusus dilakukan atau ditegaskan oleh Muhammad.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=B6mKCwAAQBAJ|title=Force and Fanaticism: Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond|last=Valentine|first=Simon Ross|date=2015-08-01|publisher=Oxford University Press|isbn=9781849046152|page=87|language=en|quote=Wahhabism, literal and narrow in its exegesis of the Quran and hadith regards bida as 'whatever religious practice or concept had come into being after the third century of the Islamic era', or as some ulema argue, those things introduced into society which were not known at the time of Prophet Muhammad (s)}}</ref>
Katakanlah, ‘Aku bukanlah yang menyampaikan hal yang baru di antara rasul-rasul’.
 
Sebaliknya, para praktisi [[Sufisme]] menganjurkan definisi yang inklusif dan holistik. Umar Faruq Abdullah menulis:
([[Surah Al-Ahqaf|QS al-Ahqaf]], 9)}}
 
Maksudnya, [[Nabi Muhammad]] bukanlah [[rasul]] pertama yang diutus ke dunia ini dan menyampaikan hal baru (melainkan [[tauhid]] yang sama seperti pendahulunya).<ref>''Lisanul ‘Arob'', 8/6 -Asy Syamilah</ref>
 
Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Tapi tidak semua bid,ah itu buruk, menurut imam syafi'i
 
اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
 
“Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.
 
Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab beliau berkata : نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هذِهِ “Sebagus bid’ah itu ialah adalah ini”.
 
Bid,ah yang buruk dan sesat adalah menambah nambah atau mengurangi bagian ushul agama (ushul adalah perintah dan larangan yang sudah disepakati ulama karena dalil alqur'an dan hadist jelas dan tidak ada ikhtilaf dalam memahami) ushul yaitu [[rukun islam]] yang 5 dan [[rukun iman]] yang 6.
 
Apabila ada yg mengurangi atau menambah salah satu ushul tersebut,maka inilah bid,ah yang buruk dan sesat.semisal mengurangi shalat isya menjadi 2 rakaat.sebab semua ulama sepakat berdasar dalil bahwa shalat isya jumlahnya 4.
 
Sedangkan untuk furuudin( cabang agama) maka inovasi tidak termasuk bid,ah yang sesat ,selama ada dalil yg tidak melarangnya. Bid,ah yang baik misalnya seperti dibukukannya alqur'an,perayaan maulid nabi,perayaan isra mi'raj dan lain lain.semuanya memang tidak ada di zaman nabi tapi karena isinya tidak terdapat larangan agama ,maka hal tersebut menjadi boleh.
 
=== Definisi Secara Istilah ===
<blockquote>"Apa yang disajikan setelah Nabi sebagai keyakinan atau praktik agama, sementara tidak ada pernyataan khusus yang dibuat tentangnya dan itu tidak dianggap sebagai contoh aturan umum atau praktik itu dilarang secara eksplisit."
 
Definisi ini berarti bahwa inovasi harus dilakukan atas nama agama untuk dianggap bid'ah.<ref>{{Cite journal|last=ملانوری|first=‌محمدرضا|date=1392-04-01|title=مفهوم شناسی بدعت و بدعت گذاران نزد عالمان شیعی و سنی|url=http://noo.rs/aRyxN|journal=هفت آسمان|language=fa|volume=58|issue=15|pages=97–122}}</ref></blockquote>Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam [[Asy-Syathibi]] dalam ''[[Al I’tishom]]''. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:
 
{{Cquote|عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ
 
Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada [[dalil]], pen) yang menyerupai [[syariat]] (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada [[Allah]] Ta’ala.<ref>[[Asy-Syathibi]] dalam ''Al I’tishom.''</ref> }}
 
== Dalil ==
=== Hadist ===
Diriwayatkan dari [[Jabir bin Abdillah]], dia berkata, “Jika Rasulullah berkhutbah matanya memerah, suaranya begitu keras, dan kelihatan begitu marah, seolah-olah beliau adalah seorang [[panglima]] yang meneriaki pasukan, ‘Hati-hati dengan serangan musuh pada waktu [[pagi]] dan waktu [[sore]]’. Lalu dia bersabda, "Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini". Beliau berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya. Lalu beliau bersabda,
 
{{Cquote|أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
 
Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat<ref>HR. Muslim no. 867</ref>}}
 
Dalam riwayat [[An Nasa’i]] dikatakan,
 
{{Cquote|وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
Setiap kesesatan tempatnya di neraka.<ref>HR. An Nasa’i no. 1578}}</ref>}}
 
Diriwayatkan dari [[Al ‘Irbadh bin Sariyah]], beliau berkata, “Kami shalat bersama Rasulullah pada suatu hari. Kemudian beliau mendatangi kami lalu memberi nasihat yang begitu menyentuh, yang membuat air mata ini bercucuran, dan membuat hati ini bergemetar (takut).” Lalu ada yang mengatakan,
 
''“Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat perpisahan. Lalu apa yang engkau akan wasiatkan pada kami?”'' Nabi berkata,
 
{{Cquote|أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian adalah budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.<ref>HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Hadis ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam ''Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud'' dan ''Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi''.</ref>}}
 
=== Dalil dari Perkataan Sahabat ===
[[Ibnu Abbas]] berkata,
 
{{Cquote|مَا أَتَى عَلَى النَّاسِ عَامٌ إِلا أَحْدَثُوا فِيهِ بِدْعَةً، وَأَمَاتُوا فِيهِ سُنَّةً، حَتَّى تَحْيَى الْبِدَعُ، وَتَمُوتَ السُّنَنُ
Setiap tahun ada saja orang yang membuat bid’ah dan mematikan sunnah, sehingga yang hidup adalah bid’ah dan sunnah pun mati.
 
[[Ath-Thabrani]]<ref>[[''Al Mu’jam Al Kabir]]'' no. 10610.</ref><ref>Al-Haitsami. ''Majma’ Zawa’id''. "Para perowinya tsiqoh/tepercaya."</ref>}}
 
[[Ibnu Mas’ud]] berkata,
 
{{Cquote|اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.
 
[[Ath-Thabrani]]<ref>''Al Mu’jam Al Kabir'' no. 8770</ref><ref>Al-Haitsami. ''Majma’ Zawa’id''. "Para perowinya adalah perowi yang dipakai dalam kitab shohih."</ref>}}
 
{{Blockquote|[B]id'a dapat memiliki berbagai corak makna. Jika digunakan tanpa kata sifat yang memenuhi syarat, kata ini cenderung bersifat mengutuk, misalnya dalam pernyataan, "bid'a harus dihindari". Namun demikian, bid'a tidak selalu berarti buruk. Dalam konteks tertentu, terutama jika dikualifikasikan dengan kata sifat, bid'a dapat mencakup berbagai makna mulai dari apa yang patut dipuji hingga apa yang sepenuhnya salah, seperti dalam pernyataan khalifah Umar dibawah ini, “betapa hebatnya bid’ah ini!”|Umar Faruq Abd-Allah|Innovation and Creativity in Islam<ref name="Innovation and Creativity In Islam">{{cite book |last=Abd-Allah|first=Umar Faruq|title=Innovation and Creativity In Islam|url=http://www.nawawi.org/wp-content/uploads/2013/01/Article4.pdf|year=2006|publisher=A Nawawi Foundation Paper|pages=2|isbn=1-902350-02-2}}</ref>}}
<!--
== Dampak ==
Terdapat beberapa dampak dari bid’ah, di antaranya:
Baris 113 ⟶ 57:
{{Cquote|إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
 
''“Allah betul-betul akan menghalangi setiap pelaku bid’ah untuk bertaubat sampai dia meninggalkan bid’ahnya.”''<ref>(HR. Thabrani. Dikatakan shohih oleh SyaikhSyekh Al Albani dalam ''Shohih At Targib wa At Tarhib'' no. 54)</ref>}}
 
=== Tidak mendapat syafaat ===
Baris 139 ⟶ 83:
{{Cquote|مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik lalu diikuti oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu sunnah yang buruk lalu diikuti oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran yg buruk seperti orang yang mengamalkan, tanpa mengurangi dosa si pemberi misal.<ref>HR. Muslim no. 1017</ref>}}
-->
 
== Lihat pula ==
Baris 144 ⟶ 89:
* [[Sunnah]]
 
== PranalaBacaan luarlanjut ==
* [[Muhammad Abduh Tuasikal|Tuasikal, Muhammad Abduh.]] (2016). ''Mengenal Bid'ah Lebih Dekat.'' Cetakan(cetakan ketiga). Yogyakarta: Pustaka Muslim.
* Sumber: <nowiki>https://islam.nu.or.id/ubudiyah/lima-kategori-bidah-haram-sunnah-wajib-makruh-dan-mubah-fcsLf</nowiki>
 
== Referensi ==
* <nowiki>https://islam.nu.or.id/ubudiyah/lima-kategori-bidah-haram-sunnah-wajib-makruh-dan-mubah-fcsLf</nowiki>
{{reflist}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Bidah| ]]
[[Kategori:Islam]]
[[Kategori:Istilah Islam]]