Khidr: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
k →Narasi al-Qur'an: it |
||
(30 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Refimprove-bio-tokohmuslim}}
{{Infobox saint
| name = al-Khidr<ref>{{Cite book|last=Sijilmāsī|first=Aḥmad ibn al-Mubārak|url=https://www.worldcat.org/oclc/310402464|title=Pure gold from the words of Sayyidī ʻAbd al-ʻAzīz al-Dabbāgh = al-Dhabab al-Ibrīz min kalām Sayyidī ʻAbd al-ʻAzīz al-Dabbāgh|date=2007|others=John O'Kane, Bernd Radtke|isbn=978-90-474-3248-7|location=Leiden, the Netherlands|oclc=310402464|page=684}}</ref><ref>{{Cite web|last=Chishti|date=2018-03-11|title=10 Sufi tales about khwaja Khidr|url=https://sufi-tavern.com/sufi-stories/10-sufi-tales-about-khwaja-khidr/|access-date=2021-11-16|website=The Sufi Tavern|language=en}}</ref>
| image = File:
| image_size = 150px
| caption =
| titles = Mistik, Yang Hijau, Sang Hijau, Guru Para Nabi, Sayyidina, Penuntun
| venerated_in = [[Islam]]
Baris 11:
|predecessor=[[Yusya|Yusya bin Nun]]
|successor=[[Luqman al-Hakim|Luqman]]}}}}
'''
Meskipun tidak disebutkan namanya di dalam Al-Qur'an, ia disebut oleh para cendekiawan Muslim sebagai sosok yang dijelaskan dalam [[al-Qur'an]] [[Surah Al-Kahf|18:65–82]] sebagai hamba Tuhan yang telah diberi "ilmu" dan yang didampingi dan ditanyai oleh nabi
== Etimologi ==
Nama "al-Khiḍr" memiliki akar triliteral yang persis sama dengan [[bahasa Arab]] ''al-akhḍar'' atau ''al-khaḍra'', akar kata yang ditemukan dalam beberapa [[bahasa Semit]] yang berarti "hijau" atau "hijau" (seperti dalam ''al-Qubbah al-Khaḍrā''' atau [[Kubah Hijau]]). Oleh karena itu, arti nama tersebut secara tradisional dianggap sebagai "Yang Hijau" atau "Sang Hijau". Beberapa sarjana kontemporer tidak setuju dengan penilaian ini;<ref>Gürdal Aksoy, ''Dersim Alevi Kürt Mitolojisi'', İstanbul, 2006, Komal yayınevi, {{ISBN|975710213X}}</ref> namun beberapa orang lain menunjukkan kemungkinan rujukan ke tokoh Mesopotamia [[Utnapishtim]] dari Epos [[Gilgames]] melalui Arabisasi julukannya, "Hasisatra".<ref>see A. J. Wensinck, "al-Khaḍir," in ''The Encyclopedia of Islam'', IV, pp. 902-5</ref> Menurut pandangan lain, nama Khidr bukanlah varian bahasa Arab atau singkatan dari Hasisatra, tetapi mungkin berasal dari nama dewa [[Kanaan]] [[Kothar-wa-Khasis]]<ref>Dalley mempertahankan pendapat tradisional: "Nama atau julukan Atrahasis digunakan untuk dewa keahlian Kothar-wa-hasis yang terampil dalam mitologi Ugarit, dan disingkat menjadi Chousor dalam catatan Yunani tentang asal-usul Suriah yang dihubungkan oleh Philo dari Byblos. Singkatan serupa digunakan atas nama orang bijak Islam Al-khidr..." [[Stephanie Dalley]], ''Myths from Mesopotamia: Creation, The Flood, Gilgamesh, and Others'', Oxford, revised edition 2000, p. 2 {{ISBN|0-19-283589-0}}</ref><ref>{{cite web|url=http://culturalstudies101.files.wordpress.com/2011/09/dalley_myths-from-mesopotamia_atrahasis.pdf |title=Myths from Mesopotamia - Creation, the Flood, Gilgamesh, and Others |access-date=2014-08-25 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20140905020213/http://culturalstudies101.files.wordpress.com/2011/09/dalley_myths-from-mesopotamia_atrahasis.pdf |archive-date=2014-09-05 }}</ref> dan kemudian mungkin berasimilasi
== Narasi al-Qur'an ==
Dalam kitab suci Muslim, [[al-Qur'an]], [[surah Al-Kahf|surah al-Kahf]] ayat 65–82, [[Musa]] bertemu dengan Hamba Allah, yang disebut dalam al-Qur'an sebagai ''"salah satu hamba Kami yang telah Kami beri rahmat dari Kami dan yang telah Kami ajarkan ilmu dari diri Kami sendiri"''.<ref>
Al-Qur'an menyatakan bahwa mereka bertemu di persimpangan dua lautan, di mana seekor ikan yang ingin dimakan oleh Musa dan hambanya telah lolos.<ref>Al Qur'an, [https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/18?from=60&to=65 Al Kahfi (18): 60-65]</ref> Musa meminta izin untuk menemani Hamba Allah agar Musa dapat belajar ''"pengetahuan yang benar tentang apa yang diajarkan (kepadanya)"''.<ref>
Selanjutnya, Hamba
Hamba
== Narasi Hadis ==
Baris 38 ⟶ 35:
Cendekiawan Muslim [[Said Nursî]] percaya bahwa Khidr, seorang tokoh dalam tradisi Islam, masih hidup dan berada pada derajat kehidupan kedua. Beberapa ulama memiliki keraguan tentang kepercayaan ini. Dia mengatakan al-Khidr dan Elia bebas dan dapat hadir di banyak tempat pada waktu yang bersamaan. Mereka tidak harus makan atau minum dan tidak dibatasi oleh kebutuhan manusia. Ada tingkatan kewalian yang disebut “derajat Khidr” dimana seseorang menerima petunjuk dari Khidir dan bertemu dengannya. Namun, terkadang orang pada level ini disalahartikan sebagai Khidr sendiri.<ref name="Nursi2001">Nursi, S., & Vahide, S. (2001). Letters. İstanbul: Sözler Neşriyat.</ref>
== Pandangan Islam ==
=== Sunni ===
Sarjana Persia, sejarawan dan penafsir al-Qur'an [[Muhammad bin Jarir ath-Thabari]], menulis tentang Khidr di dalam bukunya ''[[Sejarah Para Nabi dan Raja]]'' pada sebuah bab yang berjudul ''"Kisah al-Khidir dan Sejarahnya: Sejarah Musa, Yusya, dan Hamba Tuhan"''. Ath-Thabari menjelaskan beberapa versi cerita tradisional seputar Khiḍr. Di awal bab, ath-Thabari menjelaskan bahwa dalam beberapa variasi, Khiḍr adalah sezaman dengan raja mitos Persia [[Afridun]], yang sezaman dengan [[Ibrahim]], dan hidup sebelum zaman [[Musa]].<ref>{{cite book|last=Ath-Thabari|title=The History of al-Tabari|year=1991|url={{Google Books|I22m81qrlZ8C|plainurl=yes}}|isbn=978-0-7914-0687-8|publisher=State University of New York|location=Albany|pages=1–2|ref={{sfnref|Ath-Thabari|1991}}}}</ref> Al-Khiḍr juga dikatakan telah ditunjuk untuk menjadi pelopor raja [[Zulkarnain]], yang dalam versi ini diidentifikasi sebagai raja Afridun.{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=2}} Dalam versi khusus ini, Khiḍr melintasi Sungai Kehidupan dan, tidak menyadari sifat-sifatnya, meminumnya dan menjadi abadi.{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=3
2–3}} Ath-Thabari juga menceritakan bahwa al-Khidr dikatakan sebagai putra seorang lelaki yang beriman kepada Ibrahim, dan yang beremigrasi bersama Ibrahim ketika dia meninggalkan [[Babilonia]].{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=3}}
Khiḍr juga biasanya diasosiasikan dengan [[Elia]], bahkan disamakan dengannya, dan ath-Thabari membuat perbedaan dalam kisah berikutnya di mana al-Khiḍr adalah orang Persia dan Elia adalah orang [[Bani Israil|Israel]]. Menurut versi cerita al-Khiḍr ini, Khidr dan Elia bertemu setiap tahun selama musim festival tahunan.{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=3}}
Ath-Thabari tampaknya lebih cenderung percaya bahwa Khiḍr hidup pada masa Afridun sebelum Musa, daripada bepergian sebagai pendamping Ibrahim dan meminum air kehidupan.{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=4–5}} Dia tidak menyatakan dengan jelas mengapa dia memiliki preferensi ini, tetapi tampaknya lebih memilih rantai sumber (''isnad'') dari cerita sebelumnya daripada yang terakhir.
Berbagai versi dalam Sejarah ath-Thabari kurang lebih sejajar satu sama lain dan catatan dalam al-Qur'an. Namun, dalam cerita yang diceritakan ath-Thabari, Musa mengaku sebagai orang yang paling berpengetahuan di bumi, dan Tuhan mengoreksinya dengan menyuruhnya mencari Khidr. Musa disuruh membawa ikan asin, dan begitu dia menemukan ikan itu hilang, dia akan menemukan Khiḍr. Musa berangkat dengan seorang teman seperjalanan, dan begitu mereka mencapai batu karang tertentu, ikan-ikan itu menjadi hidup, melompat ke dalam air, dan berenang menjauh. Pada titik inilah Musa dan temannya bertemu dengan Khidr.
Ath-Thabari juga menambah pengetahuan seputar asal-usul nama al-Khiḍr. Dia merujuk pada perkataan Muhammad bahwa al-Khiḍr ("Yang Hijau" atau "Sang Hijau") dinamai karena dia duduk di atas bulu putih dan bulu itu berkilau hijau bersamanya.{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=17}}
=== Syi'ah ===
Beberapa Muslim [[Syiah]] di kalangan awam percaya Khiḍr menemani [[Muhammad al-Mahdi]] dalam pertemuan dengan Syekh Hassan bin Mutslih Jamkarani, pada tanggal 22 Februari 984 M (17 Ramadhan 373 H) dan memerintahkannya untuk membangun [[Masjid Jamkaran]] di tempat pertemuan mereka.<ref>{{cite web|url=http://www.jafariyanews.com/oct2k2/22_jamkran.htm |title=History of Jamkaran Mosque |publisher=Jafariya News |access-date=2013-03-10 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20120209112820/http://www.jafariyanews.com/oct2k2/22_jamkran.htm |archive-date=2012-02-09 }}</ref> Situs ini, enam kilometer sebelah timur [[Qom]], [[Iran]], telah menjadi tujuan ziarah Syiah selama beberapa waktu.<ref>{{cite book|last=Nasr|first=Vali|title=The Shia Revival|url=https://books.google.com/books/about/The_Shia_Revival_How_Conflicts_within_Is.html?hl=id&id=a-QH_CxIFTEC#v=onepage&q=the%20shia%20revival&f=false|publisher=W. W. Norton|yea=2007|isbn=978-0-393-35338-9|page=220|ref={{sfnref|Vali|2007}}}}</ref>
Dalam Syiah [[Ismailiyah]], Khiḍr dianggap sebagai salah satu '',Imam tetap'' yaitu mereka yang telah membimbing manusia sepanjang sejarah.<ref>Concise Encyclopedia of Islam, C. Glasse, Ismailis: "[Ismailis believe in] a 'permanent Imam'."</ref>
=== Sufi ===
{{Tambah referensi bagian}}
Dalam tradisi [[Sufi|Sufisme Tasawuf]], Khiḍr menempati posisi terhormat sebagai sosok yang mendapat penerangan langsung dari Tuhan tanpa perantaraan manusia. Dia dianggap masih hidup dan banyak tokoh, syekh, dan pemimpin terkemuka dalam komunitas sufi yang dihormati mengklaim pernah bertemu secara pribadi dengannya. Contoh orang-orang yang mengklaim ini adalah [[Abdul Qadir al-Jailani|Abdul Qadir Gilani]], [[an-Nawawi]], [[Ibnu Arabi]], [[Sidi Abdul Aziz ad-Dabbagh]] dan [[Ahmad bin Idris al-Fasi]]. ''Lata'if al-Minan'' (1:84-98) karya [[Ibnu Atha'illah as-Sakandari|Ibnu Ata Allah]] menyatakan bahwa ada konsensus di antara para sufi bahwa Khidr itu hidup.
Ada juga beberapa tarekat sufi yang mengaku berasal dari al-Khiḍr atau bahwa Khiḍr adalah bagian dari mata rantai spiritual mereka, antara lain Tarekat [[Naqsybandi Haqqani]], [[Muhammadiyah]], [[Idrisiyyah]] dan [[Senussi]]. Dia adalah inisiator tersembunyi bagi para Sufi [[Uwaisi]], yang memasuki jalan mistik tanpa diprakarsai oleh guru yang hidup, melainkan mengikuti cahaya penuntun dari para guru sebelumnya. Dalam sistem kepercayaan mereka, sistem ini diprakarsai oleh Khidr. Khiḍr dengan demikian melambangkan akses ke misteri ilahi ([[ghaib]]) itu sendiri, dan dalam tulisan-tulisan Abd al-Karim al-Jili, Khiḍr mengatur 'Orang-orang Gaib' (''rijalu'l-ghaib''). Khiḍr juga termasuk di antara apa yang dalam tasawuf klasik disebut dengan ''abdāl'' ('mereka yang bergiliran'). Dalam hirarki sufi, ''abdāl'' adalah tingkatan misterius dimana al-Khiḍr adalah kepala spiritualnya.
Teolog sufi asal [[Sri Lanka]], [[Bawa Muhaiyaddeen]] juga memberikan catatan unik tentang Khiḍr. Khiḍr sedang dalam pencarian panjang akan Tuhan, sampai Tuhan mengirimkan Malaikat Jibril untuk membimbingnya. Jibril menampakkan diri kepada Khiḍr sebagai orang bijak yang bijaksana, dan Khidr menerimanya sebagai gurunya. Jibril banyak mengajarkan Khidr dengan cara yang sama seperti yang kemudian diajarkan Khidr kepada Musa dalam al-Qur'an, dengan melakukan tindakan yang tampaknya tidak adil. Khidr berulang kali melanggar sumpahnya untuk tidak menentang tindakan Jibril, dan masih tidak menyadari bahwa guru manusia sebenarnya adalah Jibril. Jibril kemudian menjelaskan tindakannya, dan mengungkapkan wujud aslinya sebagai malaikat kepada Khidr. Khiḍr mengakuinya sebagai Malaikat Jibril, dan kemudian Jibril menganugerahkan gelar spiritual kepada Khidr, dengan memanggilnya ''Hayat an-Nabi'', Nabi Kehidupan Abadi.
Sarjana tasawuf Prancis, [[Henry Corbin]], menafsirkan Khidr sebagai nabi misterius, pengembara abadi. Fungsi Khiḍr sebagai ''orang-pola dasar'' adalah untuk mengungkapkan setiap murid kepada dirinya sendiri, untuk memimpin setiap murid kepada teofaninya sendiri, karena teofani itu sesuai dengan ''surga batinnya sendiri'', dengan bentuk keberadaannya sendiri, pada individualitasnya yang abadi. Dengan demikian, Khiḍr adalah pembimbing spiritual Musa, yang menginisiasi Musa ke dalam ilmu-ilmu ketuhanan, dan mengungkapkan kepadanya rahasia kebenaran mistik. Sufi Maroko Abdul Aziz ad-Dabbagh menggambarkan Khiḍr sebagai bertindak dalam bimbingan wahyu ilahi ([[wahyu|wahy]]) sebagaimana para wali lainnya, tanpa memerlukan kenabian. Dibandingkan dengan wali lainnya, Tuhan memberi Khiḍr kekuatan dan pengetahuan dari wali peringkat tertinggi (''al-ghawth''), seperti kekuatan pembuangan bebas yang menjangkau jauh melampaui [[Arsy]] dan mengingat semua kitab suci yang dikirim Tuhan.<ref>{{Cite book|last=Sijilmāsī|first=Aḥmad ibn al-Mubārak|url=https://www.worldcat.org/oclc/310402464|title=Pure gold from the words of Sayyidī ʻAbd al-ʻAzīz al-Dabbāgh = al-Dhabab al-Ibrīz min kalām Sayyidī ʻAbd al-ʻAzīz al-Dabbāgh|date=2007|others=John O'Kane, Bernd Radtke|isbn=978-90-474-3248-7|location=Leiden, the Netherlands|oclc=310402464}}</ref>
=== Ahmadiyah ===
Para ahli tafsir al-Qur'an [[Ahmadiyah]] cenderung mengidentifikasi "Hamba Tuhan" yang ditemui [[Musa]] sebagai representasi simbolis dari [[Muhammad]] sendiri. Para Ahmadi percaya bahwa ayat al-Qur'an tentang pertemuan Musa dengan "Hamba Allah" terkait erat, secara kontekstual, dengan pokok bahasan surat [[Surah Al-Kahf|al-Kahfi]] di mana kisahnya dikutip. Menurut komentar para Ahmadiyah, perjalanan Musa dan pertemuannya dengan "hamba Tuhan" adalah pengalaman visioner yang mirip dengan Mi'raj (kenaikan) Muhammad yang ingin dilihat oleh Musa dan ditunjukkan dalam penglihatan ini.<ref>{{cite web|url=http://www.alislam.org/quran/tafseer/?page=1522®ion=E1 |title=The Holy Quran |publisher=Alislam.org |access-date=2013-03-10}}</ref> Sifat dialog antara Musa dan "Hamba Allah" dan hubungan antara mereka dilihat sebagai indikasi dari karakteristik pribadi Musa dan Muhammad serta para pengikutnya masing-masing; Tindakan Khiḍr yang tampaknya tidak pantas dan hikmah di baliknya dipahami dengan mengacu pada ciri-ciri menonjol dari kehidupan dan ajaran Muhammad; dan seluruh narasi al-Qur'an dipahami sebagai ungkapan superioritas spiritual Muhammad atas Musa dan digantikannya dispensasi Yahudi oleh dispensasi Islam.<ref>{{cite web|url=http://www.alislam.org/quran/tafseer/?page=1474®ion=E1 |title=The Holy Quran |publisher=Alislam.org |access-date=2013-03-10}}</ref>
== Referensi ==
Baris 47 ⟶ 75:
* {{cite journal |last=Schwarzbaum |first=Haim |year=1960 |title=The Jewish and Moslem Versions of Some Theodicy Legends. (Aa-Th. 759) |url=https://www.degruyter.com/view/journals/fabl/3/1/article-p119.xml |journal=Fabula |volume=3 |issue=1 |pages=119–169 |doi=10.1515/fabl.1960.3.1.119 |s2cid=163130890 |access-date=19 August 2020}}
* Michelangelo Chasseur: ''Oriental Elements in Surat al Kahf''. Annali di Scienze Religiose 1, Brepols Publishers 2008, {{ISSN|2031-5929}}, p. 255-289 ([https://archive.today/2013.01.04-090531/http://brepols.metapress.com/content/v64518701256k28t/ Brepols Journals Online])
*Oliver Leaman: ''[https://books.google.com/books/about/The_Qur_an.html?hl=id&id=isDgI0-0Ip4C#v=onepage&q&f=false The Qur'an: An Encyclopedia]''. Taylor & Francis 2006, {{ISBN|0-415-32639-7}},
* {{cite journal |last=Wheeler |first=Brannon M. |year=1998a |title=The Jewish Origins of Qurʾān 18:65-82? Reexamining Arent Jan Wensinck's Theory |journal= Journal of the American Oriental Society |volume=118 |issue=2 |pages=153–171 |doi=10.2307/605888 |jstor=605888 }}
* {{cite book|last=Wheeler |first=Brannon M. |author-mask = 4 |year=2002 |title=Moses in the Quran and Islamic Exegesis | url=https://books.google.com/books?id=9_Wj9Ld4kUEC | publisher=Routledge | isbn = 0-7007-1603-3 | access-date=19 August 2020}}
|