Perang Bubat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Johasoz7889 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(15 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{refimprove}}
{{Infobox military conflict
|conflict=Perang Bubat (Pertempuran Bubat)
|image=
|caption=
|date=1357
|place=[[Alun-alun Bubat]], kawasan utara [[Trowulan, Mojokerto|Trowulan]], [[Majapahit]] (sekarang [[Trowulan, Mojokerto|Trowulan]], [[Kabupaten Mojokerto]], [[Jawa timur]], [[Indonesia]])
|result= '''Kemenangan mutlak pihak Majapahit'''{{br}}
*Gugurnya bala sentana Raja [[Kerajaan Sunda|Sunda]]{{br}}
*Rusaknya hubungan baik di antara kedua kerajaan
|combatant1=[[File:Naval flag of Majapahit Kingdom.svg|20px]][[Kerajaan Majapahit|Kemaharajaan Majapahit]]
|combatant2=[[Kerajaan Sunda Galuh]]{{br}}/ [[Kerajaan Sunda]]
|commander1=[[File:Naval flag of Majapahit Kingdom.svg|20px]]'''[[Hayam Wuruk|Maharaja Hayam Wuruk]]'''{{br}}(Maharaja Majapahit){{br}}[[File:Naval flag of Majapahit Kingdom.svg|20px]]'''[[Gajah Mada]]'''{{br}}(Mahapatih Majapahit)
|commander2='''[[Linggabuana|Maharaja Linggabuana]]'''{{KIA}}{{br}}(Raja Sunda atau raja Sunda galuh){{br}}[[Dyah Pitaloka Citraresmi|Putri Pitaloka]] [[Bunuh diri|†]]{{br}}(Putri Kerajaan Sunda)
|strength1=Pasukan-pasukan Majapahit yang ditempatkan di ibu kota, jumlah pastinya tidak diketahui
|strength2=Sentana Raja Sunda, pejabat-pejabat Kerajaan Sunda, hamba-sahaya, prajurit pengawal, dan prajurit laut, jumlah pastinya tidak diketahui<br>Sekurang-kurangnya 2.200 kapal (tidak semua penumpang turun ke medan perang).
Baris 18 ⟶ 20:
}}
 
'''Perang Bubat''' yang juga disebut '''Pasunda Bubat''' adalah pertempuran antara [[Kerajaan Sunda|bala sentana Raja Sunda]] dan angkatan perang [[Majapahit]] yang berlangsung di alun-alun Bubat, kawasan utara [[Trowulan]], ibu kota Majapahit, pada tahun 1279 Saka atau 1357 Masehi.<ref name="Historia1">{{Cite web|url=https://historia.id/kuno/articles/perang-bubat-dalam-memori-orang-sunda-vJdVM|title=Perang Bubat dalam Memori Orang Sunda|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|date=22 Mei 2015|language=id-ID|access-date=06 Mei 2018|archive-date=2021-12-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20211219055953/https://historia.id/kuno/articles/perang-bubat-dalam-memori-orang-sunda-vJdVM|dead-url=yes}}</ref><ref>Kisah Awal Terjadinya Perang Bubat.[https://www.pinhome.id/blog/sejarah-atau-kisah-awal-terjadinya/</ref>
 
== Catatan sejarah ==
Baris 38 ⟶ 40:
[[File:023 Close Up, Wringin Lawang (40429713221).jpg|thumb|right|Menurut ''Nagarakretagama'', alun-alun Bubat terletak di kawasan utara [[Trowulan, Mojokerto|Trowulan]], ibu kota Majapahit, mungkin di sekitar Gapura Wringin Lawang atau candi Brahu.]]
 
Pada awal abad ke-20, CC Berg, sejarawan Belanda, menerbitkan teks ''[[Kidung Sunda]]'' berikut terjemahannya (1927). Karya sastra Bali ini menyingkap insiden Bubat, dan merupakan bentuk ringkas dari ''Kidung Sundayana'' (1928). Di bidang penulisan sejarah Jawa, Berg menyebut ''Kidung Sunda'' — yang kemungkinan besar disusun sesudah tahun 1540 di Bali{{efn| group=lower-roman | 1=Naskah asli ''Kidung Sunda'' mungkin dibuat pada abad ke-14. Lihat [[Kidung Sunda#Penulisan|penjelasan selengkapnya di halaman itu]].}} — memuat fakta-fakta bersejarah karena insiden Bubat dikukuhkan oleh naskah Sunda kuno, ''Carita Parahyangan''. Berg menyimpulkan bahwa, "di dalam ''Kidung Sunda'' haruslah kita lihat sisa-sisa sastrawi dari cerita-cerita rakyat dan dalam tema yang sama dengan fragmen ''Pararaton''...".<ref name="Historia1"/> Namun, tanggal penulisan naskah asli ''Kidung Sunda'' mungkin lebih awal, dari abad ke-14 Masehi.<ref>{{Cite journal|last=Jákl|first=Jiří|date=2016|title=The Loincloth, Trousers, and Horse-riders in Pre-Islamic Java: Notes on the Old Javanese Term Lañciṅan|url=http://dx.doi.org/10.4000/archipel.312|journal=Archipel|issue=91|pages=185–202|doi=10.4000/archipel.312|issn=0044-8613}}</ref>{{Rp|192}} Sarjana lain seperti L.C. Damais dan S.O. Robson menempatkan penanggalan penulisan ''Kidung Panji Wijayakrama-Rangga Lawe'', sebuah kidung yang motif isinya memiliki kemiripan dan diperkirakan sezaman dengan ''Kidung Sunda'', seawal tahun 1334 Masehi.<ref>{{Cite journal|last=Damais|first=L.C.|date=1958|title=Études d’épigraphie indonésienne. VŚ Dates de manuscrits et documents divers de Java, Bali et Lombok|journal=Bulletin de l’École française d’Extrême-Orient|volume=49|issue=1|pages=1-257}}</ref>{{Rp|55-57}}<ref>{{Cite journal|last=Robson|first=S.O.|date=1979|title=Notes on the early Kidung literature|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=135|pages=300-322}}</ref>{{Rp|306}}
 
Beberapa ahli cukup ragu dengan beberapa teks tersebut termasuk [[Pararaton]], sejarawan Aminuddin Kusdi menyebut bahwa [[Kidung Sunda]] merupakan sumber sekunder bahkan tersier. Beberapa fakta didalamnya tidak sesuai dengan sumber lain yang lebih kredibel seperti Prasasti. Dan periode abad ke-19 yang merupakan masa penulisan [[Kidung Sunda]] dikenal sebagai masa munculnya beberapa karya sastra kontroversial.<ref name="Historia1" /> Dan menurut arkeolog Hassan Djafar, dari 30 Prasasasti Kerajaan Sunda dan 50 Prasasasti Kerajaan Majapahit tidak ada yang menyebutkan mengenai Perang Bubat, sumber hanya berasal dari naskah atau manuskrip.<ref name=":0">{{Cite news|title=Drama Bubat dan Panas-Dingin Hubungan Majapahit-Sunda|url=https://historia.id/kuno/articles/drama-bubat-dan-panas-dingin-hubungan-majapahit-sunda-DnE7B/page/1}}</ref>.
 
Patut dicermati bahwa ''[[Nagarakretagama]]'' yang dikarang Mpu [[Prapanca]] pada tahun 1365, dan secara luas dipandang sebagai sumber primer sejarah Majapahit, sama sekali tidak menyinggung peristiwa ini. Oleh karena itu beberapa sejarawan mempertanyakan keaslian ''Pararaton'', serta berpendapat bahwa ''Kidung Sunda'' hanyalah sebuah novel fiksi kuno dan Perang Bubat tidak pernah terjadi.<ref>{{Cite news|url=https://www.viva.co.id/berita/nasional/631196-perang-bubat-kisah-nyata-atau-rekaan|title=Perang Bubat , Kisah Nyata atau Rekaan?|date=28 Mei 2015|access-date=06 Mei 2018|language=id|work=[[VIVA.co.id]]}}</ref> Demi merukunkan beragam kajian ini, penting untuk dipahami bahwa ''Nagarakretagama'' adalah sebuah ''pujasastra''.{{efn| group=lower-roman | 1=Karya sastra yang dimaksudkan sebagai penghormatan kepada Hayam Wuruk, Raja Majapahit, dan untuk menggambarkan kegemilangan daulat Majapahit.}} Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto memaparkan di dalam Sejarah Nasional Indonesia II bahwa "peristiwa ini tampaknya sengaja dikesampingkan Prapanca{{efn| group=lower-roman | 1=Kemungkinan besar insiden yang dianggap sebagai aib bagi istana Majapahit ini secara sengaja ditiadakan dan dikesampingkan Prapanca.}} karena tidak berkontribusi bagi kegemilangan Majapahit, bahkan dapat dianggap sebagai kegagalan politis [[Gajah Mada]] untuk menundukkan orang Sunda."<ref name="Historia2"/>
Baris 48 ⟶ 50:
[[Kidung Sunda]] ditulis dalam 3 pupuh, berbahasa [[Jawa]] pertengahan, yang berasal dari [[Bali]] bukan dari Sunda dan ditemukan di [[Bali]].
 
'''Pupuh I''' berisi kisah Hayam Wuruk
yang mencari permaisuri dan tentang putri Sunda yang melakukan bunuh diri setelah seluruh rombongan Sunda kalah dalam Perang Bubat.
 
'''Pupuh II''' berisi kisah Perang Bubat antara rombongan pengiring pengantin dari Sunda dan pasukan Majapahit.
 
'''Pupuh III''' berisi tentang Hayam Wuruk yang meratapi putri Sunda karena melakukan bunuh diri.
 
'''===Petikan sebagian isi Kitab Kidung Sunda Pupuh I'''===
 
{{cquote2|...“Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak disertai banyak sekali iringan.
Baris 65 ⟶ 67:
Dalam Kitab [[Pararaton]] dijelaskan bahwa: "Orang Sunda akan mempersembahkan puteri raja, tetapi tidak diperkenankan oleh bangsawan bangsawannya, mereka ini sanggup gugur dimedan perang di Bubat, tak akan menyerah, akan mempertaruhkan darahnya."
 
'''===Petikan Kitab Pararaton'''===
 
{{cquote2|...”Kesanggupan bangsawan bangsawan itu mengalirkan darah, para terkemuka pada pihak Sunda yang bersemangat, yalah: Larang Agung, Tuhan Sohan, Tuhan Gempong, Panji Melong, orang orang dari Tobong Barang, Rangga Cahot, Tuhan Usus, Tuhan Sohan, Orang Pangulu, Orang Saja, Rangga Kaweni, Orang Siring, Satrajali, Jagadsaja, semua rakyat Sunda bersorak...
Baris 76 ⟶ 78:
 
...Semua menteri araman itu berperang dengan naik kuda, terdesaklah orang Sunda, lalu mengadakan serangan ke selatan dan ke barat, menuju tempat Gajah Mada, masing masing orang Sunda yang tiba dimuka kereta, gugur, darah seperti lautan, bangkai seperti gunung, hancurlah orang orang Sunda, tak ada yang ketinggalan, pada tahun saka: Sembilan Kuda Sayap Bumi, atau: ([[1279]])."...}}
 
Menurut Prof. [[Slamet Muljana]], dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit, ada  beberapa ketidak sesuaian antara [[Pararaton]] dan [[Kidung Sunda]], yaitu:<ref>Slamet Mulyana. 2012. Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit. Yogyakarta: LKiS</ref>
 
1. Menurut [[Pararaton]] rombongan raja Sunda Galuh datang ke Majapahit tanpa membawa putrinya.
 
2. Menurut [[Kidung Sunda]] putri Sunda, telah diantar ke Majapahit.
 
3. Kidung Sunda menyebutkan bahwa raja [[Hayam Wuruk]] wafat tidak lama setelah terjadinya perang Bubat pada tahun saka [[1279]] ([[1357]] M).
 
Menurut Kakawin [[Nagarakretagama]] pada tahun saka [[1295]], Hayam Wuruk masih mengeluarkan [[prasasti Panataran]].
 
Sedangkan [[Pararaton]] menyebutkan bahwa Hayam Wuruk wafat pada tahun saka [[1311]] ([[1389]] M). 32 tahun setelah terjadinya perang Bubat.<ref>Slamet Mulyana. 2012. Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit. Yogyakarta: LKiS</ref>
 
4. Kidung Sunda menyebutkan, setelah perang Bubat Patih [[Gajah Mada]] wafat akibat kemarahan keluarga Raja dan orang-orang Majapahit.
 
Menurut [[Nagarakretagama]], Patih [[Gajah Mada]] wafat pada tahun saka [[1286]] ([[1364]] M)
 
5. Nagarakretagama tidak pernah menyebutkan terjadinya perang Bubat hanya disebutkan bahwa Desa Bubat adalah suatu tempat yang memiliki lapangan luas, dan Raja [[Hayam Wuruk]] pernah mengunjunginya untuk melihat pertunjukan seni dan hiburan.
 
'''Kesimpulan'''
 
[[Nagarakretagama]] adalah sumber primer yang berisi peristiwa-peristiwa penting di Majapahit, karya Mpu [[Prapanca]] yang hidup sezaman dengan Gajah Mada dan ditulis pada tahun [[1365]], satu tahun setelah wafatnya [[Gajah Mada]]. Maka lebih dapat dipercaya dari pada [[Pararaton]] yang mencatat wafatnya Gajah Mada pada tahun saka [[1290]].
 
[[Kidung Sunda]] ditulis pada tahun saka 1775 ([[1853]] M) tidak ada keterangan siapa penulisnya, dan tidak menyebutkan nama raja dan putri Sunda yang gugur di perang Bubat. Hal ini menjadi sangat perlu dipertanyakan apakah benar yang gugur di lapangan Bubat adalah raja Linggabuana dan putri Dyah Pitaloka. Isi dari naskah ini juga banyak yang berbeda dengan piagam-piagam yang berkaitan dengan Majapahit termasuk dengan [[Pararaton]] dan [[Nagarakretagama]] yang sama sekali tidak menulisnya. Kidung Sunda adalah sumber sekunder, bahkan tersier.
 
== Pinangan ==
Baris 116 ⟶ 94:
 
[[File:Jan Huyghen van Linschoten Ship of China and Java.jpg|thumb|right|Rombongan kerajaan Sunda tiba di pelabuhan Hujung Galuh dengan ''jong sasanga wangunan'', sejenis [[jung Jawa]], yang juga menggabungkan teknik Cina, seperti menggunakan paku besi di samping pasak kayu, pembangunan sekat kedap air, dan penambahan kemudi tengah.]]
Pada tahun 1357 raja Sunda dan keluarga kerajaan tiba di Majapahit setelah berlayar melintasi [[Laut Jawa]] dengan armada 200 kapal besar dan 2000 kapal kecil.<ref>Berg, C. C. (1927). ''[https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.530847/page/n11/mode/2up?q=c.c+berg+kidung+sunda Kidung Sunda. Inleiding, tekst, vertaling en aanteekeningen]''. BKI LXXXIII :1-161.</ref>{{rp|16–17, 76–77}} Keluarga kerajaan menaiki [[kapal jung]] (bahasa Jawa: ''[[Djong (kapal)|Jong]]'' {{transl|jv|sasanga wangunan}}) dengan sembilan lantai,{{efn| group=lower-roman | 1=Istilah ''jong sasaṅa wangunan'' ditafsirkan berbeda oleh sejarawan, dapat digambarkan sebagai kapal jong raksasa dengan ''sanga'' (sembilan) bangunan; sembilan kabin atau geladak. Anthony Reid salah menuliskannya sebagai ''jong sasana'', menjadikanmenuliskan ṅ sebagai n bukannya η atau ng.<ref>{{Cite book|title=Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia|last=Reid|first=Anthony|publisher=Silkworm Books|year=2000|isbn=9747551063}}</ref>{{rp|61}} Nama yang benar adalah ''jong sasanga wangunan''.<ref>{{Cite book|title=Old Javanese-English Dictionary|last1=Zoetmulder|first1=Petrus Josephus|last2=Robson |first2=S.O. |publisher=Martinus Nijhoff|location='s-Gravenhage|year=1982}}</ref>{{rp|2199}}}}<ref name=":3">Lombard, Denys (2005)''. [https://archive.org/details/NJ2JA/mode/2up?q= Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia]''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. An Indonesian translation of Lombard, Denys (1990). ''Le carrefour javanais. Essai d'histoire globale (The Javanese Crossroads: Towards a Global History) vol. 2''. Paris: Éditions de l'École des Hautes Études en Sciences Sociales.</ref>{{rp|270}} dan mendarat di pelabuhan [[Janggala|Hujung Galuh]], berlayar ke daratan melalui [[Sungai Brantas]] dan tiba di pelabuhan sungai Canggu. Rombongan kerajaan kemudian berkemah di alun-alun Bubat di bagian utara Trowulan, ibu kota Majapahit, dan menunggu upacara pernikahan.
 
Namun Gajah Mada, perdana menteri Majapahit melihat acara tersebut sebagai kesempatan untuk menuntut penyerahan Sunda ke kerajaan Majapahit, dan bersikeras bahwa alih-alih menjadi Ratu [[permaisuri]] dari Majapahit, sang putri harus ditampilkan sebagai tanda penyerahan dan diperlakukan sebagai [[selir]] raja Majapahit belaka. Raja Sunda marah dan terhina oleh permintaan Gajah Mada, dan memutuskan untuk pulang serta membatalkan pernikahan kerajaan. Namun, Majapahit menuntut tangan putri Sunda, dan mengepung perkemahan Sunda.
Baris 191 ⟶ 169:
[[Kategori:Majapahit]]
[[Kategori:Kerajaan Sunda]]
[[Kategori:Konflik dalam tahun 1357]]
[[Kategori:Sejarah militer Indonesia]]
[[Kategori:Tahun 1357 di Asia]]