Soeman Hasiboean: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
k penyederhanaan kalimat dan perbaikan kesalahan ketik serta ejaan |
||
(2 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 20:
| ethnicity = [[Suku Batak|Batak]]{{sfn|Kasiri|1993|p=89}}
}}
'''Soeman Hasiboean''' ([[EYD]]: '''Suman Hasibuan'''; {{lahirmati|[[Bengkalis]], [[Riau]]|4|4|1904|[[Pekanbaru]], [[Riau]]|8|5|1999}}),<ref>[https://books.google.com/books?id=q3ELAQAAMAAJ&q=Soeman+Hasibuan+4+April&dq=Soeman+Hasibuan+4+April&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwi0n677gKnYAhUjDcAKHabADyIQ6AEIIjAA]</ref><ref>[http://www.m.riau24.com/berita/baca/66131-melihat-sepeda-ontel-peninggalan-sastrawan-riau-soeman-hs/ TAHUKAH ANDA? - Melihat Sepeda Ontel Peninggalan Sastrawan Riau Soeman HS]</ref> atau lebih dikenal dengan [[nama pena]] '''Soeman Hs''', adalah seorang pengarang Indonesia yang dikenal sebagai pelopor penulisan [[cerita pendek|cerpen]] dan [[fiksi detektif]] dalam [[sastra Indonesia|sastra negara tersebut]]. Lahir di [[Bengkalis]], [[Riau]], [[Indonesia]] (dulu [[Hindia Belanda]]) dari keluarga petani, Soeman belajar untuk menjadi guru
Ia mulai bekerja sebagai guru Bahasa Melayu setelah menyelesaikan [[sekolah formal]] pada tahun 1923 yang pada mulanya di [[Kesultanan Siak Sri Indrapura|Siak Sri Indrapura]], [[Riau]], kemudian di [[Pasir Pengaraian, Rambah, Rokan Hulu|Pasir Pengaraian]], [[Rokan Hulu]], Riau. Pada waktu itu, ia mulai menulis dan berhasil menyelesaikan karya pertamanya, yakni novel berjudul ''[[Kasih Tak Terlarai]]'', pada 1929. Selama dua belas tahun, ia telah menerbitkan 5 (lima) buah novel, satu kumpulan cerita pendek, dan 35 cerita pendek serta puisi.
Pada masa [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] (1942–1945) dan kemudian [[Revolusi Nasional Indonesia|revolusi]], Soeman—meskipun ia tetap seorang guru juga aktif dalam politik, pada awalnya menjabat sebagai dewan perwakilan dan sebagai bagian dari Komite Nasional Indonesia untuk Pasir Pengaraian di [[Pekanbaru]]. Setelah [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia]] pada 1949, Soeman menjadi kepala departemen pendidikan Provinsi Riau, bekerja untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak dan mendirikan sekolah-sekolah baru, termasuk SMA pertama di Riau dan [[Universitas Islam Riau]]. Ia masih aktif dalam pendidikan hingga kematiannya.▼
▲Pada masa [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] (1942–1945) dan kemudian [[Revolusi Nasional Indonesia|revolusi]],
Sebagai seorang pengarang, Soeman menulis cerita-cerita yang bertemakan [[suspens]] dan humor, menggambarkan fiksi detektif dan petualangan Barat serta [[sastra Melayu klasik]]. Karya tulis [[bahasa Melayu|berbahasa Melayu]] buatannya, dengan pengucapan yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang dialek Sumatra timur, mudah dibaca dan terhindar dari hal yang berlebihan. Karya paling populer Soeman adalah novel ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'' (1932), sementara kumpulan cerita pendek ''[[Kawan Bergeloet]]'' (1941) dianggap karyanya yang paling terkenal dari sudut pandang sastra.{{sfn|Teeuw|2013|p=73}} Meskipun dianggap pengarang kecil dari periode ''[[Poedjangga Baroe]]'', Soeman pada akhirnya mendapat pengakuan dengan adanya [[Perpustakaan Soeman H.S.|sebuah perpustakaan yang menggunakan namanya]] dan buku-buku buatannya digunakan di sejumlah sekolah di Indonesia.▼
Setelah [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia]] pada 1949, Soeman menjadi kepala Departemen Pendidikan Provinsi Riau, bekerja untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak dan mendirikan sekolah-sekolah baru, termasuk SMA pertama di Riau dan [[Universitas Islam Riau]] (UIR). Ia masih aktif dalam pendidikan hingga kematiannya. Selain menjadi dosen dia juga pengurus Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) yang merupakan badan pengelola (UIR) dan beberapa SLTP serta SLTA di Pekanbaru.
Soeman lahir di [[Bengkalis]], [[Riau]], [[Hindia Belanda]], pada 1904.{{efn|Tanggal tidak dicatat. Soeman kemudian menyatakan bahwa ia diberitahukan tahun kelahirannya oleh ayahnya, namun ia tidak memastikan apakah informasi tersebut akurat {{harv|Kasiri|1993|p=92}}.}} Ayahnya bernama Wahid Hasibuan, sedangkan ibunya bernama Turumun Lubis, lahir di [[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]] (yang sekarang merupakan bagian dari [[Kabupaten Mandailing Natal|Mandailing Natal]]), tetapi berpindah ke Bengkalis setelah pernikahan untuk menghindari konflik antara keluarga Hasibuan dan sebuah [[Marga (Batak)|klan]] rival. Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman menyatakan bahwa ia tidak tahu menahu sumber konflik tersebut, tetapi ia menduga bahwa ayahnya yang merupakan keturunan dari seorang raja [[suku Mandailing|Mandailing]] merasa seolah-olah kurang dihormati.{{sfn|Kasiri|1993|p=91}}▼
Sebagai seorang pengarang, Soeman menulis cerita-cerita yang bertemakan [[suspens]] dan humor, menggambarkan fiksi detektif dan petualangan barat serta [[sastra Melayu klasik]].
Di Bengkalis, Wahid dan Turumun menanam [[nanas]] dan [[kelapa]]. Wahid juga mengajarkan [[ngaji]], yang membuatnya meraih pemasukan dari keluarga Muslim.<ref>{{harvnb|Tanjungpinang, 2014}}; {{harvnb|Muhammad|2002|p=201}}; {{harvnb|Kasiri|1993|p=93}}.</ref> Karena ayahnya mengajar di rumahnya, Soeman mulai belajar ngaji pada usia muda. Selain itu, ia juga mendengar cerita-cerita kejahatan yang terjadi di kota-kota besar seperti [[Singapura]] dari para pedagang yang mengunjungi Wahid. Pada 1913, Soeman masuk sebuah sekolah Melayu lokal, dimana guru-gurunya mendorongnya untuk membaca. Soemana membaca sejumlah buku karya pengarang Melayu dan Eropa dari perpustakaan sekolah sebelum ia lulus pada 1918.{{efn|Dalam sebuah wawancara 1994, Soeman berkata bahwa seseorang telah berkata bahwa ia telah membaca seluruh ratusan buku di perpustakaan sekolah tersebut {{harv|Nasution|1998|loc=7:30–7:50}}.}}<ref>{{harvnb|Kasiri|1993|pp=92–93}}; {{harvnb|Nasution|1998|loc=7:07}}.</ref>▼
▲
Bercita-cita menjadi guru, Soeman berupaya masuk kursus untuk menjadi guru potensial di [[Medan]], [[Sumatra Utara]], setelah lulus. Setelah ia masuk kursus, ia menjalani dua tahun belajar di kota tersebut. Salah satu gurunya adalah [[Mohammad Kasim]], yang kemudian kumpulan cerita pendek buatannya ''[[Teman Doedoek]]'' (1937) menjadi karya pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}} Di luar kelas, Soeman menyimak cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses penulisan kreatif; hal tersebut membuatnya ingin menjadi penulis.{{sfn|Kasiri|1993|p=107}} Setelah dua tahun di Medan, Soeman melanjutkan pendidikan ke sebuah [[sekolah normal]] di [[Langsa]], [[Aceh]], dimana ia singgah sampai tahun 1923. Di sana, ia bertemu dengan calon istrinya, Siti Hasnah.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}}▼
Meskipun dianggap pengarang kecil dari periode ''[[Poedjangga Baroe]]'', Soeman pada akhirnya mendapat pengakuan dari Pemerintah Provinsi Riau. Namanya diabadikan sebagai nama [[Perpustakaan Soeman H.S.|sebuah perpustakaan]] daerah Provinsi Riau, di Pekanbaru. Bahkan buku-buku karangannya digunakan di sejumlah sekolah di Indonesia.
Setelah lulus, Soeman menemukan pekerjaan di HIS Siak Sri Indrapura, sebuah [[Hollandsch-Inlandsche School|sekolah berbahasa Belanda untuk murid-murid pribumi]] di [[Kesultanan Siak Sri Indrapura|Siak Sri Indrapura]], Riau.{{sfn|Kasiri|1993|p=95}} Soeman bekerja sebagai guru bahasa Melayu di sana selama tujuh tahun,<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Eneste|1981|p=92}}.</ref> sampai 1930, ketika ia bertemu dengan seorang guru muda dari [[Jawa]] yang terlibat dalam [[Kebangkitan Nasional Indonesia|gerakan nasionalis]]. Soeman dan beberapa guru mulai bergabung dengannya untuk diskusi dan memainkan lagu "[[Indonesia Raya]]", yang berada di bawah pencekalan dari pemerintah kolonial Belanda. Saat ketahuan, Soeman dipindahkan ke Pasir Pengaraian, [[Rokan Hulu]], Riau. Meskipun menolak pindah, Soeman masih berada di Pasir Pengaraian sampai [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] pada 1942, kemudian menjadi kepala sekolah<!--Due to a lack of staff-->.<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=96–97}}.</ref>▼
==
▲Soeman lahir di [[Bengkalis]], [[Riau]], Indonesia (dulu [[Hindia Belanda]]), pada 1904.{{efn|Tanggal tidak dicatat. Soeman kemudian menyatakan bahwa ia diberitahukan tahun kelahirannya oleh ayahnya, namun ia tidak memastikan apakah informasi tersebut akurat {{harv|Kasiri|1993|p=92}}.}} Ayahnya bernama Wahid Hasibuan, sedangkan ibunya bernama Turumun Lubis, lahir di [[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]] (yang sekarang merupakan bagian dari [[Kabupaten Mandailing Natal|Mandailing Natal]]), tetapi berpindah ke Bengkalis setelah pernikahan untuk menghindari konflik antara keluarga Hasibuan dan sebuah [[Marga (Batak)|klan]] rival. Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman menyatakan bahwa ia tidak tahu menahu sumber konflik tersebut, tetapi ia menduga bahwa ayahnya yang merupakan keturunan dari seorang raja [[suku Mandailing|Mandailing]] merasa seolah-olah kurang dihormati.{{sfn|Kasiri|1993|p=91}}
Soeman mulai menulis pada 1923 tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya.{{sfn|Kasiri|1993|p=106}} Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis yang didominasi [[suku Melayu|Melayu]], ia memakai nama pena Soeman Hs.{{sfn|Muhammad|2002|p=201}} Ia menyerahkan novel pertamanya, ''Kasih Tak Terlarai'', kepada penerbit negeri [[Balai Pustaka]]. Buku tersebut mengisahkan cerita seorang yatim piatu, si Taram, yang kawin lari dengan Sitti Nurhaida kekasihnya namun kemudian harus menikahinya kembali setelah sang kekasih kembali ke rumah, diterbitkan pada 1929.{{sfn|Eneste|1981|p=92}} Soeman meraih uang sejumlah 37 [[gulden Hindia Belanda|gulden]] dari penerbitan tersebut.<ref>{{harvnb|Kasiri|1993|p=111}}; {{harvnb|Alisjahbana|1941|p=7}}.</ref>▼
Di Bengkalis, Wahid dan Turumun menanam [[nanas]] dan [[kelapa]]. Wahid juga mengajarkan [[ngaji]], yang menjadi pemasukan keuangan dari keluarga Muslim.<ref>{{harvnb|Tanjungpinang, 2014}}; {{harvnb|Muhammad|2002|p=201}}; {{harvnb|Kasiri|1993|p=93}}.</ref> Karena ayahnya mengajar di rumahnya, Soeman mulai belajar ngaji pada usia muda. Selain itu, ia juga mendengar cerita-cerita kejahatan yang terjadi di kota-kota besar seperti [[Singapura]] dari para pedagang yang mengunjungi Wahid.
▲
▲Bercita-cita menjadi guru, Soeman berupaya masuk kursus untuk menjadi guru potensial di [[Medan]], [[
Di luar kelas, Soeman menyimak cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses penulisan kreatif; hal tersebut membuatnya ingin menjadi penulis.{{sfn|Kasiri|1993|p=107}}
Setelah dua tahun di Medan, Soeman melanjutkan pendidikan ke sebuah [[sekolah normal]] di [[Langsa]], [[Aceh]], disitu ia [[Keadaan tunak|tunak]] sampai tahun 1923. Di sana, ia bertemu dengan calon istrinya, Siti Hasnah.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}}
Setelah lulus, Soeman mendapatkan pekerjaan di HIS Siak Sri Indrapura, sebuah [[Hollandsch-Inlandsche School|sekolah berbahasa Belanda untuk murid-murid pribumi]] di [[Kesultanan Siak Sri Indrapura|Siak Sri Indrapura]], Riau.{{sfn|Kasiri|1993|p=95}} Soeman bekerja sebagai guru Bahasa Melayu selama 7 tahun,<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Eneste|1981|p=92}}.</ref> .
▲
== Karier Menulis ==
Soeman mulai menulis pada 1923 tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya.{{sfn|Kasiri|1993|p=106}} Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis yang didominasi [[suku Melayu|Melayu]], ia memakai nama pena Soeman Hs.{{sfn|Muhammad|2002|p=201}}
▲
[[Berkas:Pertjobaan Setia (2nd edition), cover.jpg|jmpl|''Pertjobaan Setia'' (edisi 1955)]]
Karya tersebut disusul oleh ''Pertjobaan Setia'' pada 1931, sebuah novel mengisahkan seorang pria muda bernama Sjamsoeddin yang ingin naik [[haji]] sebelum ia dapat menikahi Hajjah Salwiah, seorang putri pedagang kaya. Ketika Sjamsoeddin pulang dari perjalanannya, ia
Pada tahun berikutnya, dua terjemahan novel Soeman diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]]; ''Kasih Tak Terlarai'' diterjemahkan ke dalam [[bahasa Jawa]] dengan judul ''Asih tan Kena Pisah'' oleh Soehardja, sementara ''Pertjobaan Setia'' diterjemahkan ke dalam [[bahasa Sunda]] dengan judul ''Tjotjoba'' oleh Martaperdana.{{sfn|Kasiri|1993|p=111}}
Soeman menerbitkan novel lainnya, ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'', pada 1932. Novel tersebut berkisah tentang Sir Joon, seorang pria yang lamarannya terhadap Nona ditolak setelah ayah Nona, Dago si tukang ransum, ditawari [[mahar]] yang lebih tinggi oleh laki-laki lain, si Tairoo. Meskipun telah ditolak Dago, ketika menyadari bahwa Nona telah diculik, Sir Joon menawarkan bantuannya untuk membantu mencarinya. Ia lalu membangun ketidakpercayaan antara Dago dan Tairoo, calon suami Nona. Dalam kemelut situasi yang terjadi setelah itu, Joon diam-diam meninggalkan desa bersama dengan Nona, dan pasangan tersebut kemudian hidup bahagia di Singapura.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1992|pp=33–34}} Untuk novel tersebut, yang lagi-lagi diterbitkan oleh Balai Pustaka, Soeman meraih 75 gulden.{{sfn|Kasiri|1993|p=112}} Pada dekade-dekade berikutnya, karya tersebut menjadi publikasi paling populer buatannya,{{sfn|Nasution|1998|loc=21:09–21:12}} dan karya tersebut diidentifikasi sebagai [[fiksi detektif|novel detektif]] pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Kasiri|1993|p=89}}▼
▲Soeman menerbitkan novel lainnya, ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'', pada 1932. Novel tersebut berkisah tentang Sir Joon, seorang pria yang lamarannya terhadap Nona ditolak setelah ayah Nona, Dago si tukang ransum, ditawari [[mahar]] yang lebih tinggi oleh laki-laki lain, si Tairoo. Meskipun telah ditolak Dago, ketika menyadari bahwa Nona telah diculik, Sir Joon menawarkan bantuannya untuk membantu mencarinya. Ia lalu membangun ketidakpercayaan antara Dago dan Tairoo, calon suami Nona. Dalam kemelut situasi yang terjadi setelah itu, Sir Joon diam-diam meninggalkan desa bersama dengan Nona, dan pasangan tersebut kemudian hidup bahagia di Singapura.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1992|pp=33–34}} Untuk novel tersebut, yang lagi-lagi diterbitkan oleh Balai Pustaka, Soeman meraih 75 gulden.{{sfn|Kasiri|1993|p=112}}
Antara 1932 dan 1938, Soeman menerbitkan dua novel berikutnya, ''Kasih Tersesat'' (diserialisasikan dalam ''Pandji Poestaka'' pada 1932) dan ''Teboesan Darah'' (diterbitkan dalam ''Doenia Pengalaman''<!--Issue 8, April edition--> pada 1939).<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Jassin|1963|p=309}}</ref> Novel ''Teboesan Darah'' menandai kembalinya Sir Joon, yang muncul dalam beberapa cerita detektif lainnya karya pengarang lainnya.<ref>{{harvnb|Teeuw|2013|p=72}}; {{harvnb|Jedamski|2009|pp=397–398}}.</ref> Soeman juga menerbitkan tiga puluh lima cerita pendek dan puisi, yang sebagian besar terdapat di majalah ''Pandji Poestaka'' namun juga di ''Pedoman Masjarakat'' dan ''[[Poedjangga Baroe]]''.{{Sfn|Kratz|1988|pp=566–567}} Tujuh cerita ''Pandji Poestaka'' karya Soeman dikompilasikan dalam ''[[Kawan Bergeloet]]'', bersama dengan lima cerita asli.{{sfn|Balai Pustaka|1941|pp=3–4}} Dengan kumpulan cerita pendek tersebut, yang diterbitkan pada 1941, Soeman menjadi salah satu penulis [[cerita pendek]] pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Rampan|2000|p=455}}▼
Pada dekade-dekade berikutnya, novel''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'' tersebut menjadi publikasi paling populer buatannya,{{sfn|Nasution|1998|loc=21:09–21:12}} dan karya tersebut diidentifikasi sebagai [[fiksi detektif|novel detektif]] pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Kasiri|1993|p=89}}
Antara 1932 dan 1938, Soeman menerbitkan dua novel berikutnya, ''Kasih Tersesat'' (diserialisasikan dalam ''Pandji Poestaka'' pada 1932) dan ''Teboesan Darah'' (diterbitkan dalam ''Doenia Pengalaman''<!--Issue 8, April edition--> pada 1939).<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Jassin|1963|p=309}}</ref>
Novel ''Teboesan Darah'' menandai kembalinya Sir Joon, yang muncul dalam beberapa cerita detektif lainnya karya pengarang lainnya.<ref>{{harvnb|Teeuw|2013|p=72}}; {{harvnb|Jedamski|2009|pp=397–398}}.</ref>
▲
== Penjajahan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia ==
Setelah Jepang menjajah Hindia Belanda pada 1942, Soeman diangkat menjadi kepala sekolah oleh pasukan penjajah. Ia kemudian terlibat dalam politik dengan terpilih pada Shūsangikai, sebuah
Meskipun [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] dibacakan pada 17 Agustus 1945, beritanya tidak mencapai Riau sampai bulan September. Pada bulan berikutnya, Soeman terpilih pada Komite Nasiona Indonesia untuk Pasir Pengaraian yang baru dibentuk, dan kemudian menjadi ketuanya.
Pada tahun berikutnya, Soeman terpilih pada Dewan Perwakilan Regional untuk Riau, yang berbasis di [[Pekanbaru]].{{sfn|Kasiri|1993|p=100}}
Setelah [[Operasi Kraai]] pada 1948, ketika pasukan Belanda menduduki ibu kota
Setelah [[Konferensi Meja Bundar]] pada 1949, Soeman dipanggil ke Pekanbaru dan diangkat menjadi Kepala Cabang Regional dari [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Indonesia)|Departemen Pendidikan dan Kebudayaan]]. Tugas utamanya adalah mendirikan dan menyusun kembali sistem pendidikan di Riau, setelah tiga tahun pendudukan dan empat tahun revolusi.
Pada masa revolusi meja-meja kayu yang berlaci dikeping untuk kayu bakar, bangunan-bangunan sekolah digunakan sebagai tempat untuk berlindung dari pasukan musuh, dan sebagian besar murid tidak dapat menghadiri kelas secara giat. Selain itu, Departemen Pendidikan tidak memiliki dana yang cukup untuk mendukung pembangunan kembali sekolah-sekolah.
Pada tiga tahun berikutnya, Soeman memimpin proyek-proyek [[kerja komunal]] yang didedikasikan untuk memulihkan fasilitas pendidikan Riau dan meraih bantuan sukarela dari masyarakat.{{sfn|Kasiri|1993|pp=101–102}}
▲Meskipun [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] dibuat pada 17 Agustus 1945, beritanya tidak mencapai Riau sampai bulan September. Pada bulan berikutnya, Soeman terpilih pada Komite Nasiona Indonesia untuk Pasir Pengaraian yang baru dibentuk, dan kemudian menjadi ketuanya. Pada masa jabatannya, ia menghadapi perselisihan antara bekas staf kolonial yang lebih menginginkan Belanda kembali dan orang-orang yang mendukung kemerdekaan Indonesia; pasukan Belanda kembali ke Jawa, dan [[Pertempuran Surabaya|konflik fisik]] terjadi antara pasukan [[Sekutu Perang Dunia II|Sekutu]] dan pasukan republik Indonesia di [[Surabaya]]. Pada tahun berikutnya, Soeman terpilih pada Dewan Perwakilan Regional untuk Riau, yang berbasis di [[Pekanbaru]].{{sfn|Kasiri|1993|p=100}}
Peristiwa tersebut disusul oleh periode pembangunan infrastruktur pendidikan lanjutan. Untuk membantu para guru Sekolah Dasar (SD) melanjutkan pendidikan mereka, Soeman mengambil peran dengan mendirikan sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta pada 1953.{{efn|Sebagian besar guru hanya menempuh pendidikan tingkat SD {{harv|Kasiri|1993|p=102}}.}}
▲Setelah [[Operasi Kraai]] pada 1948, ketika pasukan Belanda menduduki ibu kota republik di [[Yogyakarta]] dan menangkap sebagian besar anggota pemerintahan Sukarno, Soeman menjadi komandan pasukan [[gerilya]] di Riau. Di samping melanjutkan perjuangan, ia ditugaskan untuk menjadi para pejuang baru untuk mendukung sebaba-sebab republik. Dalam misi tersebut, ia ikut membantu dengan jaringan ekstensifnya sebagai guru sekolah jangka panjang, dan beberapa pejuang Soeman adalah mantan muridnya sendiri. Meskipun para pasukannya berada di bawah senjata, Soeman memimpin mereka dalam pertarungan melawan pasukan [[pribumi]] yang bersekutu dengan Belanda selama beberapa kali.<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=100–101}}.</ref>
▲== Pengajar dan kehidupan selanjutnya ==
Soeman melanjutkan bekerja untuk mendirikan sekolah-sekolah baru di Riau. Pada akhir 1950an, melihat berkembangnya sekolah-sekolah dari organisasi [[Kekristenan di Indonesia|Kristen]], Soeman,
▲Peristiwa tersebut disusul oleh periode pembangunan infrastruktur pendidikan lanjutan. Untuk membantu para guru SD melanjutkan pendidikan mereka, Soeman mengambil gambar dalam pendirian sebuah SMP swasta pada 1953.{{efn|Sebagian besar guru hanya menempuh pendidikan tingkat SD {{harv|Kasiri|1993|p=102}}.}} Pada tahun berikutnya, ia membantu pendirian SMA Setia Dharma, SMA pertama di Riau. Menteri Pendidikan [[Mohammad Yamin]] menghadiri acara pembukaannya, dimana Soeman membandingkan situasi di Riau dengan Aceh dan Sumatra Utara dan menyatakan bahwa orang-orang di Riau seolah-olah dianaktirikan. Ia meminta Yamin untuk mengirimkan guru-guru pemerintah untuk mendukung Setia Dharma. Meskipun Yamin keberatan dengan permintaan Soeman dan tidak mengirimkan satu pun guru ke Setia Dharma, ia memerintahkan sebuah SMA negeri dibuka di Riau.{{sfn|Muhammad|2002|pp=201–202}}
Meskipun ia secara resmi pensiun sebagai guru untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian, dari 1960an Soeman terlibat dalam beberapa yayasan pendidikan. Ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau (YLPI)serta ketua badan kepengurusan Setia Dharma, Yayasan Pendidikan Riau, dan Lembaga Sosial Budaya Riau. Ia juga mengutamakan hubungan dengan pemerintah provinsi.
▲Soeman melanjutkan bekerja untuk mendirikan sekolah-sekolah baru di Riau. Pada akhir 1950an, melihat berkembangnya sekolah-sekolah dari organisasi [[Kekristenan di Indonesia|Kristen]], Soeman, dengan bekerja dengan Muslim lainnya di Riau, mulai mendirikan sekolah-sekolah Islam pada tingkat TK, SD, SMP, dan SMA. Pada 1961, Gubernur Riau [[Kaharuddin Nasution]] mengundang Soeman dan mengajaknya untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian{{efn|Fungsinya sama dengan Badan Perwakilan Regional.}} dari pemerintah provinsi.{{efn|Setelah kemerdekaan Indonesia, Riau menjadi bagian dari Provinsi Sumatra Tengah. Sutradara Tengah terbagi dalam tiga provinsi ([[Sumatra Barat]], [[Jambi]], dan Riau) di bawah hukum No. 61 1958.}} Ia dan Yayasan Pendidikan Islam bekerja dengan pemerintah untuk mendirikan [[Universitas Islam Riau]].<ref>{{harvnb|Muhammad|2002|p=202}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=104–105}}.</ref> Soeman menghadiri acara pembukaan formal-nya 1962.{{sfn|Kasiri|1993|p=105}}
Soeman meninggal di [[Pekanbaru]] pada 8 Mei 1999. Ia masih aktif dalam berbagai aspek pendidikan di Riau sampai tahun sebelumnya. {{sfn|Rampan|2000|p=455}}
== Gaya dan
[[Berkas:Lontar Foundation film on Suman Hs.webm|jmpl|Sebuah cerita pendek tentang Soeman, buatan [[Yayasan Lontar]]]]
Soeman mengkredit kisah-kisah petualangan [[Alexandre Dumas]] dan pengarang-pengarang serupa, yang ia baca dalam terjemahan, untuk memahami genre petualangan dan detektif. Soeman memahami penggunaan [[suspens]] pada cerita-cerita tersebut, yang diset dalam karya-karya yang biasanya mempengaruhi para pengarang Melayu seperti [[Marah Rusli]].{{sfn|Kasiri|1993|pp=109–110}} Menurut kritikus kebudayaan [[Sutan Takdir Alisjahbana]], Soeman, dalam pembangunan suspensnya, memimikkan kisah-kisah detektif Barat ketimbang mengadaptasi gaya penyetingan Timur.{{sfn|Alisjahbana|1941|p=12}} Namun, pengaruh-pengaruh tradisional tampak dalam karya-karya Soeman. Ia mengkredit unsur-unsur komedi dari cerita-cerita pendeknya untuk aspek-aspek humor pada [[cerita rakyat Melayu|sastra cerita rakyat Melayu]] seperti kisah "[[Lebai Malang]]".{{sfn|Kasiri|1993|pp=109–110}}
|