Kerajaan Pagaruyung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(38 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 17:
| flag_p2 = Naval flag of Majapahit Kingdom.svg
| p3 = Kerajaan Siguntur
| flag_p3 =
| p4 = Alam Surambi Sungai Pagu{{!}}Konfederasi Sungai Pagu
| flag_p4 =
Baris 23:
| flag_p5 = Flag of Minang.svg
| p6 = Daftar Raja Inderapura{{!}}Kerajaan Indrajati
| flag_p6 =
| p7 =
| flag_p7 =
| p8 = Kemaharajaan Malayapura
| flag_p8 =
| s1 = Kesultanan Malaka
| flag_s1 =
| s2 = Kerajaan Indragiri
| flag_s2 =
| s3 = Kesultanan
| flag_s3 =
| s4 = Kesultanan Inderapura
| flag_s4 = Flag of Minang.svg
Baris 40 ⟶ 41:
| flag_s6 = Flag of Afghanistan (1880–1901).svg
| s7 = Kerajaan Tambusai
| flag_s7 =
| s8 = Kerajaan Rambah
| flag_s8 =
| s9 = Kerajaan Rokan IV Koto
| flag_s9 =
| s10 = Kedatukan Tapung
| flag_s10 =
| s11 = Kerajaan Kampar Kiri
| flag_s11 =
| s12 = Kerajaan Kuantan
| flag_s12 =
| s13 = Kedatukan Singingi
| flag_s13 =
| s14 = Kesultanan Siak Sri Inderapura
| flag_s14 = Flag of Sultanate of Siak Sri Indrapura.svg
| s15 = Hindia Belanda
| flag_s15 = Flag of the Netherlands.svg
| year_start = 1347
| year_end = 1825
Baris 69 ⟶ 66:
| image_map =
| capital = [[Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar|Pagaruyung]]
| common_languages = [[Bahasa Minang|Minangkabau]], [[Bahasa Melayu|Melayu]], [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]] (zaman Buddha)
| government_type = Monarki
| title_leader = Maharajadiraja - Sultan - [[Yang Dipertuan Pagaruyung]]
Baris 76 ⟶ 73:
| leader_name1 =
| year_leader1 =
| leader1 =
}}
'''Kerajaan Pagaruyung''' ([[bahasa Minangkabau|Bahasa Minang]]: ''
Nama kerajaan ini dirujuk dari nama pohon [[Nibung]] atau Ruyung,<ref>Anonim. 1822. Malayan Miscellanies, Vol II: The Geneology of Rajah of Pulo Percha. Printed And Published at Sumatra Mission Press. Bencoolen</ref> selain itu juga dapat dirujuk dari inskripsi cap mohor [[Bagagarsyah dari Pagaruyung|Sultan Tunggul Alam Bagagar dari Pagaruyung]],<ref name="Amran"/> yaitu pada tulisan beraksara [[Jawi]] dalam lingkaran bagian dalam yang berbunyi (Jawi: سلطان توڠݢل عالم باݢݢر ابن سلطان خليفة الله يڠ ممڤوڽاءي تختا کراجأن دالم نݢري ڤݢرويڠ دار القرار جوهن برداولة ظل الله في العالم; [[Alfabet Latin|Latin]]: ''Sulthān Tunggul Alam Bagagar ibnu Sulthān Khalīfatullāh yang mempunyai tahta kerajaan dalam negeri '''Pagaruyung Dārul Qarār''' Johan Berdaulat Zhillullāh fīl 'Ālam'').<ref name="Note">''Lihat'': [[Bagagarsyah dari Pagaruyung#Cap mohor|Cap mohor Bagagarsyah dari Pagaruyung]] </sup></ref> sayangnya pada cap mohor tersebut tidak tertulis angka tahun masa pemerintahannya. Kerajaan ini runtuh pada masa [[Perang Padri]], setelah ditandatanganinya perjanjian antara [[Kaum Adat]] dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda.<ref name="Stuers"/>
Baris 92 ⟶ 88:
[[Berkas:Adityawarman.jpg|jmpl|kiri|200px|[[Arca Bhairawa]] di [[Museum Nasional Republik Indonesia]], [[Jakarta]].]]
Munculnya nama [[Pagaruyung]] sebagai sebuah kerajaan
Dari [[Prasasti Amoghapasa|manuskrip]] yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang [[Arca Amoghapasa]]<ref name="Kern">Kern, J.H.C., (1907), ''De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka'', Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.</ref> disebutkan pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di [[Malayapura]], Adityawarman merupakan putra dari [[Adwayawarman]] seperti yang terpahat pada [[Prasasti Kuburajo]], dan anak dari [[Dara Jingga]] putri dari
Dari [[prasasti Suruaso]] yang beraksara [[Melayu]] menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi ''taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi''<ref name="Cas">{{cite journal |last=Casparis |first= J.G. |authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis |title=An ancient garden in West Sumatra |journal=Kalpataru |year=1990 |issue=9|pages= 40-49}}</ref> yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu [[Akarendrawarman]] yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan [[adat Minangkabau]], pewarisan dari ''mamak'' (paman) kepada ''kamanakan'' (kemenakan) telah terjadi pada masa tersebut
Adityawarman pada awalnya dikirim untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatra, dan bertahta sebagai raja bawahan (''uparaja'') dari [[Majapahit]].<ref name="Mul">{{cite book|last=Muljana|first=S.|authorlink=Slamet Muljana|title=Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara|location=Yogyakarta|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|id= ISBN 979-98451-16-3}}</ref> Namun dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh raja ini belum ada satu pun yang menyebut sesuatu hal yang berkaitan dengan ''Bhumi Jawa'' dan kemudian dari [[berita Tiongkok]] diketahui Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke [[Tiongkok]] sebanyak 6 kali selama rentang waktu 1371 sampai 1377.<ref name="Kozok" />
Baris 102 ⟶ 98:
Setelah meninggalnya Adityawarman, kemungkinan Majapahit mengirimkan kembali ekspedisi untuk menaklukan kerajaan ini pada tahun 1409.<ref name="Mul" /> Legenda-legenda Minangkabau mencatat pertempuran dahsyat dengan tentara Majapahit di daerah [[Padang Sibusuk]]. Konon daerah tersebut dinamakan demikian karena banyaknya mayat yang bergelimpangan di sana. Menurut legenda tersebut tentara [[Jawa]] berhasil dikalahkan.
Sebelum kerajaan ini berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem politik semacam [[konfederasi]], yang merupakan lembaga musyawarah dari berbagai [[Nagari]] dan [[Luhak]]. Dilihat dari kontinuitas sejarah, kerajaan Pagaruyung merupakan semacam perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat ([[Suku Minangkabau|
=== Pengaruh Hindu-Budha ===
Baris 119 ⟶ 115:
Pengaruh [[Islam]] di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh [[Abdurrauf Singkil]] (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh [[Burhanuddin Ulakan]], adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan bernama ''[[Sultan Alif]]''.<ref name="Dt" />
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang terkenal: ''"[[Adat bersendi syarak|
Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung dengan ditambahnya unsur pemerintahan seperti ''Tuan Kadi'' dan beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Islam. Penamaan negari [[Sumpur Kudus, Sijunjung|Sumpur Kudus]] yang mengandung kata ''kudus'' yang berasal dari kata ''Quddūs'' (suci) sebagai tempat kedudukan ''Rajo Ibadat'' dan [[Limo Kaum, Lima Kaum, Tanah Datar|Limo Kaum]] yang mengandung kata ''qaum'' jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau Islam. Selain itu dalam perangkat [[adat]] juga muncul istilah [[Imam]], [[Katik]] (Khatib), [[Bila]] (Bilal), [[Malin]] (Mu'alim) yang merupakan pengganti dari istilah-istilah yang berbau [[Agama Hindu|Hindu]] dan [[Buddha]] yang dipakai sebelumnya misalnya istilah ''Pandito'' (pendeta).
Baris 128 ⟶ 124:
Pada awal abad ke-17, kerajaan ini terpaksa harus mengakui kedaulatan [[Kesultanan Aceh]],<ref>Kathirithamby-Wells, J., (1969), ''Achehnese Control over West Sumatra up to the Treaty of Painan of 1663'', JSEAH 10, 3:453-479.</ref> dan mengakui para gubernur Aceh yang ditunjuk untuk daerah pesisir pantai barat Sumatra. Namun sekitar tahun 1665, masyarakat Minang di pesisir pantai barat bangkit dan memberontak terhadap gubernur Aceh. Dari surat penguasa Minangkabau yang menyebut dirinya ''Raja Pagaruyung'' mengajukan permohonan kepada VOC, dan VOC waktu itu mengambil kesempatan sekaligus untuk menghentikan monopoli Aceh atas emas dan lada.<ref>Basel, J.L., (1847), ''Begin en Voortgang van onzen Handel en Voortgang op Westkust'', TNI 9, 2:1-95.</ref> Selanjutnya VOC melalui seorang ''regent''nya di Padang, ''Jacob Pits'' yang daerah kekuasaannya meliputi dari Kotawan di selatan sampai ke Barus di utara Padang mengirimkan surat tanggal 9 Oktober 1668 ditujukan kepada ''[[Ahmadsyah dari Pagaruyung|Sultan Ahmadsyah]], Iskandar Zur-Karnain, Penguasa Minangkabau yang kaya akan emas'' serta memberitahukan bahwa VOC telah menguasai kawasan pantai pesisir barat sehingga perdagangan emas dapat dialirkan kembali pada pesisir pantai.<ref>NA, VOC 1277, ''Mission to Pagaruyung'', fols. 1027r-v</ref> Menurut catatan Belanda, Sultan Ahmadsyah meninggal dunia tahun 1674<ref name="Dobbin">{{cite book|last=Dobbin|first=C.E.|coauthors=|title=Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847|publisher=Curzon Press|year=1983|id=ISBN 0-7007-0155-9}}</ref> dan digantikan oleh anaknya yang bernama [[Indermasyah dari Suruaso|Sultan Indermasyah]].<ref>SWK 1703 VOC 1664, f. 117-18</ref>
Ketika [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] berhasil mengusir [[Kesultanan Aceh]] dari pesisir
Sekitar tahun 1750 kerajaan Pagaruyung mulai tidak menyukai keberadaan VOC di [[Padang]] dan pernah berusaha membujuk Inggris yang berada di [[Bengkulu]], bersekutu untuk mengusir Belanda walaupun tidak ditanggapi oleh pihak Inggris.<ref name="Kato">{{cite book|last=Kato|first=Tsuyoshi|authorlink=Tsuyoshi Kato|title=Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah|publisher=PT Balai Pustaka|year=2005|id=ISBN 979-690-360-1}}</ref> Namun pada tahun 1781 Inggris berhasil menguasai Padang untuk sementara waktu,<ref name="Raffles, chapter V">{{cite book|last=Raffles|first=Sophia|coauthors=|title=Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles|publisher=J. Duncan|volume=Volume I|chapter=Chapter V|page=|year=1835|id=|ISBN= }}</ref> dan waktu itu datang utusan dari Pagaruyung memberikan ucapan selamat atas keberhasilan Inggris mengusir Belanda dari Padang.<ref name="Marsden">{{cite book|last=Marsden|first=William|authorlink=William Marsden|title=The history of Sumatra: containing an account of the government, laws, customs and manners of the native inhabitants, with a description of the natural productions, and a relation of the ancient political state of that island|url=https://archive.org/details/historysumatrac01marsgoog|year=1784}}</ref> Menurut Marsden tanah Minangkabau sejak lama dianggap terkaya dengan emas, dan waktu itu kekuasaan raja Minangkabau disebutnya sudah terbagi atas ''raja Suruaso'' dan ''raja Sungai Tarab'' dengan kekuasaan yang sama.<ref name="Marsden"/> Sebelumnya pada tahun 1732, ''regent'' VOC di Padang telah mencatat bahwa ada seorang ''ratu'' bernama ''Yang Dipertuan Puti Jamilan'' telah mengirimkan tombak dan pedang berbahan emas, sebagai tanda pengukuhan dirinya sebagai penguasa ''bumi emas''.<ref name="Barbara">{{cite book|last=Andaya|first=B.W.|authorlink=Barbara Watson Andaya|title=To live as brothers: southeast Sumatra in the seventeenth and eighteenth centuries|publisher=University of Hawaii Press|year=1993|id=ISBN 0-8248-1489-4}}</ref> Walaupun kemudian setelah pihak Belanda maupun Inggris berhasil mencapai kawasan pedalaman Minangkabau, tetapi mereka belum pernah menemukan cadangan emas yang signifikan dari kawasan tersebut.<ref>Miksic, John., (1985), ''Traditional Sumatran Trade'', Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient.</ref>
Sebagai akibat konflik antara Inggris dan [[Prancis]] dalam [[Peperangan era Napoleon|Perang Napoleon]] di mana Belanda ada di pihak Prancis, maka Inggris memerangi Belanda dan kembali berhasil menguasai pantai barat
=== Runtuhnya Pagaruyung ===
{{utama|Perang Padri}}
{{quote box|width=45%|align=right|quote="Dari reruntuhan kota (Pagaruyung) ini menjadi bukti bahwa di sini pernah berdiri sebuah peradaban Melayu yang luar biasa, menyaingi Jawa, situs dari banyak bangunan kini tidak ada lagi, hancur karena perang yang masih berlangsung."|source=— Pendapat dari [[Thomas Stamford Raffles]].{{butuh rujukan}}}}
Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat-saat menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh [[Aceh]], sedangkan [[Kerajaan Inderapura|Inderapura]] di [[kabupaten Pesisir Selatan|pesisir selatan]] praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung. Sedangkan daerah pesisir timur sudah lebih dulu dibawah pengaruh [[Kesultanan Melaka]] dan di masa mendatang pada daerah yang lain saat terjadinya perebutan kekuasaan atas sebagian besar wilayah [[Kerajaan Pagaruyung]] oleh [[Kaum Padri]] pun di antaranya menjadi wilayah yang merdeka, seperti [[Kerajaan Kampar Kiri|Kampar Kiri]], [[Kedatukan Singingi|Singingi]] dan [[Kerajaan Kuantan|Kuantan]].
Pada awal abad ke-19 pecah konflik antara [[Kaum Padri]] dan [[Kaum Adat]]. Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara mereka. Seiring itu dibeberapa negeri dalam
Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada [[Belanda]], dan sebelumnya mereka telah melakukan diplomasi dengan [[Inggris]] sewaktu Raffles mengunjungi Pagaruyung serta menjanjikan bantuan kepada mereka.<ref name="Amran"/> Pada tanggal [[10 Februari]] [[1821]]<ref name="Stuers">{{cite book|last=Stuers||first=H.J.J.L.|coauthor= Veth, P.J.|title=De vestiging en uitbreiding der Nederlanders ter westkust van Sumatra|publisher=P.N. van Kampen|year=1849}}</ref> [[Bagagarsyah dari Pagaruyung|Sultan Tunggul Alam Bagagarsyah]], yaitu kemenakan dari Sultan Arifin Muningsyah yang berada di [[Padang]],<ref name="Dobbin"/> beserta 19 orang pemuka adat lainnya menandatangani perjanjian dengan Belanda untuk bekerja sama dalam melawan Kaum Padri. Walaupun sebetulnya Sultan
[[Berkas:Naar-beide-zijden-front.jpg|jmpl|kiri|250px|Pasukan Belanda dan [[Kaum Padri|Padri]] saling berhadapan di medan perang. Lukisan sekitar tahun 1900.]]
Sementara Sultan Tunggul Alam Bagagarsyah pada sisi lain ingin diakui sebagai ''Raja Pagaruyung'', tetapi pemerintah [[Hindia Belanda]] dari awal telah membatasi kewenangannya dan hanya mengangkatnya sebagai ''Regent'' Tanah Datar.<ref name="Dobbin"/> Kemungkinan karena kebijakan tersebut menimbulkan dorongan pada Sultan Tunggul Alam Bagagar untuk mulai memikirkan bagaimana mengusir Belanda dari negerinya.<ref name="Amran"/>
Setelah menyelesaikan [[Perang Diponegoro]] di [[Jawa]], Belanda kemudian berusaha menaklukkan Kaum Padri dengan kiriman tentara dari Jawa, [[Pulau Madura|Madura]], [[Bugis]] dan [[Ambon]].<ref>Teitler, G., (2004), ''Het einde Padri Oorlog: Het beleg en de vermeestering van Bondjol 1834-1837'': Een bronnenpublicatie, Amsterdam: De Bataafsche Leeuw.</ref> Namun ambisi kolonial Belanda tampaknya membuat kaum adat dan Kaum Padri berusaha melupakan perbedaan mereka dan bersekutu secara rahasia untuk mengusir Belanda. Pada tanggal [[2 Mei]] [[1833]] Sultan
Setelah kejatuhannya, pengaruh dan prestise
== Wilayah kekuasaan ==
Baris 164 ⟶ 160:
:''Hinggo Aia Babaliak Mudiak''
''Sikilang Aia Bangih'' adalah batas utara, sekarang di daerah [[Kabupaten Pasaman Barat|Pasaman Barat]], berbatasan dengan [[Kabupaten Mandailing Natal|Natal]], [[
{{col-begin}}
Baris 195 ⟶ 191:
: Daerah sekitar [[Gunung Sago]] dan [[Gunung Singgalang]]
: Daerah sekitar [[Gunung Talang]] dan [[Gunung Kerinci]]
: Daerah
: Daerah sekitaran [[Inderapura, Pancung Soal, Pesisir Selatan|Indropuro]] ([[Kabupaten Pesisir Selatan]]) dan [[Kabupaten Mukomuko]]
: Daerah [[Jambi]] sebelah barat
: Daerah yang berbatasan dengan [[Jambi]]
Baris 209 ⟶ 205:
: Daerah di kawasan [[Rao, Pasaman|Rao]] dan [[Mapat Tunggul, Pasaman]]
: Daerah perbatasan dengan [[Kabupaten Tapanuli Selatan|Tapanuli selatan]]
: Daerah sepanjang
: Daerah sekitar Silauik dan [[Lunang]]
: Daerah hingga [[Tanjung Simalidu]]
Baris 216 ⟶ 212:
=== Pengaruh ===
Pengaruh
== Sistem pemerintahan ==
=== Raja ===
{{main|Raja Pagaruyung}}
Adityawarman pada awalnya menyusun sistem pemerintahannya mirip dengan sistem pemerintahan yang ada di [[Majapahit]]<ref name="Dt">Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), ''Tambo Minangkabau dan Adatnya'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref> masa itu, meskipun kemudian menyesuaikannya dengan karakter dan struktur kekuasaan kerajaan sebelumnya ([[Kerajaan Dharmasraya|Dharmasraya]] dan [[Sriwijaya]]) yang pernah ada pada masyarakat setempat. Ibu kota diperintah secara langsung oleh raja, sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh [[Datuk di Minangkabau|Datuk]] setempat.<ref>{{cite book|last=Muljana|first=S.|authorlink=Slamet Muljana|title=Sriwijaya|url=https://archive.org/details/Sriwijaya|location=Yogyakarta|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2006|id= ISBN 979-8451-62-7}}</ref>
Pagaruyung memiliki sistem raja triumvirat yang disebut ''rajo tigo selo'' ("tiga orang raja yang bersila"), yang terdiri atas:<ref>{{Cite book|last=[[Mochtar Naim]]|first=|date=2002|url=https://books.google.co.id/books?id=WupuAAAAMAAJ&q=pagaruyung+%22+triumvirat%22&dq=pagaruyung+%22+triumvirat%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjdtf_Ar8DrAhWCeisKHX_mAO4Q6AEwAHoECAEQAg|title=Menelusuri jejak Melayu-Minangkabau|location=|publisher=Yayasan Citra Budaya Indonesia|isbn=978-979-95830-8-6|pages=6|language=id|url-status=live}}</ref>
Baris 235 ⟶ 231:
# '''[[Tuan Gadang]]''' yang berkedudukan di [[Batipuh, Tanah Datar|Batipuh]].
Belakangan, pengaruh [[Islam]] menempatkan '''Tuan Kadi''' yang berkedudukan di [[Padang Ganting, Padang Ganting, Tanah Datar|Padang Ganting]] menggeser kedudukan Tuan Gadang di [[Batipuh, Tanah Datar|Batipuh]], dan bertugas menjaga syariah agama.{{citation needed}}
Sebagai aparat pemerintahan, masing-masing [[Basa Ampek Balai Tapan, Pesisir Selatan|Basa Ampek Balai]] punya daerah-daerah tertentu tempat mereka berhak menagih upeti sekadarnya, yang disebut rantau masing-masing pembesar tersebut. Bandaro memiliki rantau di [[Bandar Sepuluh|Bandar X]], rantau Tuan Kadi adalah di [[Koto VII, Sijunjung|VII Koto]] dekat [[Kabupaten Sijunjung|Sijunjung]], Indomo punya rantau di bagian utara Padang sedangkan Makhudum punya rantau di [[Semenanjung Malaya|Semenanjung Melayu]], di daerah permukiman orang Minangkabau di sana.{{citation needed}}
Selain itu dalam menjalankan roda pemerintahan, kerajaan juga mengenal aparat pemerintah yang menjalankan kebijakan dari kerajaan sesuai dengan fungsi masing-masing, yang sebut ''[[Langgam nan Tujuah]]''. Mereka terdiri dari:
# Pamuncak Koto [[Suku Piliang|Piliang]]
# Perdamaian Koto Piliang
# Pasak Kungkuang Koto Piliang
Baris 267 ⟶ 263:
| Sungai Tarok Salapan Batua - Nan Baikua Bakapalo, Bakapak Baradai, Bagombak Bakatitiran Di Ujuang Tunjuak dan Langgam Nan Tujuah || Sapuluah Koto Maninjau ||Luhak
|-
| Batipuah - Sapuluah Koto || Garagahan Lubuak Basuang ||Ranah dan Sehilir Kampar Kanan (Ujuang Luhak)
|-
| Pagaruyuang, Buo, Sumpu Kudus, Sumaniak, Saruaso dan Padang Gantiang sekitarnya || Tigo Koto Batu Kambiang dan Sitalang ||Sandi
|-
| Duo Puluah Koto || Bonjo dan Lubuak Sikapiang ||
|-
| Kubuang Tigo Baleh dan sekitarnya|| ||
Baris 277 ⟶ 273:
| Koto Tujuah dan sekitarnya || ||
|-
| Tujuah Koto Sungai Lansek dan Ampek Baleh Koto Aia Amo || ||
|-
| Alam Surambi Sungai Pagu || ||
Baris 284 ⟶ 280:
==== Rantau ====
Raja Pagaruyung mengendalikan secara langsung daerah ''[[Rantau]]''. Ia boleh membuat peraturan dan memungut pajak di sana. Rantau merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan ''Rantau
Masing-masing luhak memiliki wilayah rantaunya sendiri. Penduduk Tanah Datar merantau ke arah barat, selatan dan timur, penduduk Agam merantau ke arah utara dan barat, sedangkan penduduk Limopuluah merantau ke arah timur. Selain itu, terdapat daerah perbatasan wilayah luhak dan rantau yang disebut sebagai ''Ujuang Darek Kapalo Rantau''. Di daerah rantau seperti di Pasaman, kekuasaan penghulu ini sering berpindah kepada raja-raja kecil, yang memerintah turun temurun. Di [[Kerajaan Inderapura|Inderapura]], raja mengambil gelar [[sultan]]. Sementara di kawasan lain mengambil gelar [[Yang Dipertuan Besar]].
Baris 314 ⟶ 310:
''Rantau sehilir batang Kampar Kiri dan Singingi''
* Rantau Kampar Kiri (Batu Sanggan, Ludai, Ujuang Bukik, Kuntu, Lipek Kain dan Gunuang Sailan) dan Lapan Koto Sitingkai
* Rantau Singingi
Baris 320 ⟶ 316:
''Rantau sehilir batang Kuantan''
* Rantau Nan Kurang Aso Duo Puluah dan sekitarnya
* Tigo Lorong (Paranok)
Baris 327 ⟶ 322:
* Rantau Duo Baleh Koto (Lubuak Gadang, Lubuak Malako, Bidar Alam, Abai, Dusun Tangah, Sungai Kunyik dan Lubuak Ulang Aliang)
* Sambilan Koto (Silago)
* Pulau Punjuang
* Siguntua
Baris 442 ⟶ 436:
|last=Amran
|first=Rusli
|title=
|publisher=Penerbit Sinar Harapan
|year=1981}}
Baris 474 ⟶ 468:
[[Kategori:Kerajaan Pagaruyung| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Pagaruyung]]
[[Kategori:Kerajaan di
[[Kategori:Negara dan wilayah yang didirikan tahun 1347]]
[[Kategori:Artikel pilihan bertopik Indonesia]]
|