Bahasa Cirebon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android |
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Referensi sebelum tanda baca) |
||
(68 revisi perantara oleh 24 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{For|dialek bahasa Sunda|Bahasa Sunda Cirebon}}
{{Infobox Bahasa
| name = Bahasa Cirebon
| nativename = ''Basa Cêrbon''
|image=Reynan-Carakan-gamel.jpg
|imagecaption=Aksara Rikasara Cirebon gaya [[Gamel, Plered, Cirebon|Gamel]] pada proposal dewan adat [[Gamel, Plered, Cirebon|Gamel]], dibagian atas tertulis dengan Rikasara Cirebon gaya [[Gamel, Plered, Cirebon|Gamel]] yang bertuliskan "waringin rungkad".
|states= [[Indonesia]]
|region= [[Rebana (wilayah metropolitan)|Rebana]],{{efn|Hanya mencakup [[Kabupaten Cirebon|Kabupaten]] dan [[Kota Cirebon]], [[Kabupaten Indramayu]] dan sebagian utara [[Kabupaten Majalengka]] dan [[Kabupaten Subang|Subang]].}}
| speakers = 1.877.514 jiwa ([[suku Cirebon]];
| ethnicity = [[Suku Cirebon|Cirebon]]
| rank = 11<ref name=bps/>
|familycolor= Austronesia
|fam2=[[Rumpun bahasa Melayu-Polinesia|Melayu-Polinesia]]
{{refn|group=note|name=bahasa|Berdasarkan penjelasan dalam Wyakarana Tata Bahasa Cirebon dinyatakan bahwa bahasa Cirebon berasal dari [[bahasa Sansekerta]] dengan tidak mengabaikan kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Arab, Cina, Portugis, Jawa dan Belanda}} |fam3= [[Bahasa Jawa|Jawa]]
|fam4= Jawa Barat
| fampos = Jawa
|ancestor=[[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]]
|ancestor2=[[Sastra Jawa Pertengahan|Jawa Pertengahan]]
| script = {{unbulleted list|[[Rikasara Cirebon]] (historis, awalnya)|[[Carakan Cirebon]] (gabungan aksara Jawa dan Rikasara)|[[aksara Sunda Kuno]]<ref name=sumarlina1/>|[[Aksara Jawa]]|[[abjad Pegon|Pegon (Arab-Jawa)]]|[[alfabet Latin]]}}
|mapcode= Cirebon
| agency = Lembaga Basa lan Sastra Cirebon
|lc1=|ld1=none|ll1=none
|lc2=|ld2=
|lc3=|ld3=
|lc4=
|glotto= cire1240
|glottorefname =Cirebonese
|linglist = jav-cir
|contoh_teks=
{{PWB norm text|Cacarakan Cirebon}}
[[File:Sample UDHR Djoharuddin 2.png|295px]]
{{PWB norm text|Aksara Jawa}}
꧋ꦱꦧꦼꦤ꧀ꦮꦺꦴꦁ ꦏꦭꦲꦶꦫꦏ꧀ꦏꦺꦏꦤ꧀ꦛꦶ ꦩꦂꦝꦶꦏ ꦭꦤ꧀ꦢꦂꦧꦺ ꦩꦂꦠꦧꦠ꧀ꦭꦤ꧀ꦲꦏ꧀ꦲꦏ꧀ꦏꦁ ꦥꦝ꧉
|contoh_teks_judul=Pasal 1 ''[[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]]'' yang ditulis dengan {{pranala|1=[https://aksaradinusantara.com/fonta/font/Djoharuddin?key=a0c4de6ac2fa4ce577767b1a8ba6396bCarakan Cirebon gaya Djoharuddin]}}, yakni gaya Carakan Cirebon yang digunakan di [[kesultanan Kasepuhan]] pada masa Sultan Sepuh Djoharuddin sekitar tahun 1800-an.
|contoh_terjemahan=Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
|contoh_romanisasi= Sabên wong kalairakké kanthi mardhika lan darbé martabat lan hak-hak kang padha
}}
'''Bahasa Cirebon'''<ref>Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2003. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2003. [[Bandung]]: Pemerintah Provinsi Jawa Barat</ref><ref name=sudjana/><ref>Heriyadi, Wahyu. 2015. Bahasa dan Hukum. [[Bandung]]: Kentjana Indie Pustaka</ref> (dieja oleh penuturnya sebagai '''''basa Cêrbon'''''{{efn|Kata Cêrbon sendiri hanya sebatas fonologi. Secara ortografis, dalam Rikasara dan Carakan tetap ditulis "Cirebon".}}) atau disebut juga sebagai '''Bahasa Jawa Cirebon'''{{efn|Bahasa Cirebon merupakan dialek bahasa Jawa.}} adalah [[bahasa]] yang dituturkan di pesisir utara [[Jawa Barat]] terutama mulai daerah [[Pedes, Karawang|Pedes]] hingga [[Cilamaya Kulon, Karawang|Cilamaya Kulon]] dan [[Cilamaya Wetan, Karawang|Wetan]] di [[Kabupaten Karawang]], [[Blanakan, Subang|Blanakan]], [[Pamanukan, Subang|Pamanukan]], [[Pusakanagara, Subang|Pusakanagara]], sebagian [[Ciasem, Subang|Ciasem]], dan [[Compreng, Subang|Compreng]] di [[Kabupaten Subang]], [[Ligung, Majalengka|Ligung]], [[Jatitujuh, Majalengka|Jatitujuh]], dan sebagian [[Sumberjaya, Majalengka|Sumberjaya]], [[Dawuan, Majalengka|Dawuan]], [[Kasokandel, Majalengka|Kasokandel]], [[Kertajati, Majalengka|Kertajati]], [[Palasah, Majalengka|Palasah]], [[Jatiwangi, Majalengka|Jatiwangi]],<ref name=petabudayajabar>Tim Penyusun Disparbud Prov. Jawa Barat. 2011. "Peta Budaya Provinsi Jawa Barat". Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat</ref>
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11 bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.<ref name=bps/> Pengembangan bahasa Cirebon dilakukan oleh Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC).
== Pengaruh ==
Bahasa Cirebon sebagian besar kosakatanya dipengaruhi oleh bahasa Jawa Sansekerta, yaitu sekitar 80% sehingga bahasa Cirebon disebut sebagai bahasa Sanskerta kontemporer, kosakata serapan bahasa Sanskerta diantaranya adalah ingsun (saya) dan cemera (anjing)<ref name=kautsar1>Kautsar, Nurul Diva. 2020. 7 Fakta Bahasa Cirebon, Diadopsi dari Sanskerta dan Punya Dialek Beragam. [[Jakarta]] : Merdeka.com</ref>
Pada abad ke-15-17 M, bahasa Cirebon telah digunakan dalam tuturan warga pesisir utara Pulau Jawa bagian barat, di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten dan Kota Cirebon, yang saat itu merupakan salah satu pelabuhan utama di Pulau Jawa. Bahasa Cirebon dipengaruhi oleh [[bahasa Sunda]] karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya kebudayaan Sunda di [[Kuningan]] dan di [[Majalengka]], bahasa Cirebon juga menyerap kosakata dari bahasa-bahasa asal [[Tiongkok]], [[Timur Tengah]], dan [[Eropa]]. Contoh kosakata serapannya antara lain: ''taocang'' ('kuncir') dari bahasa Tionghoa, ''bakda'' ('setelah') dari bahasa Arab, dan ''sonder'' ('tanpa')<ref name=sudjana>Sudjana, TD. 2005. "Kamus Bahasa Cirebon". Bandung: Humaniora Utama Press</ref> dari bahasa Belanda. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno seperti ''ingsun'' (saya) dan ''sira'' (kamu) dalam bahasa sehari-hari.
Pada masa [[Amangkurat II]] berkuasa di Mataram, bahasa Cirebon menurut Nurdin Noer tidak dipengaruhi oleh [[bahasa Jawa]].<ref name=kautsar1/>
Sastra Cirebonan merupakan bagian dari Sastra Pesisiran yang berkembang di sepanjang pantai utara pulau Jawa. Beberapa ahli{{Siapa}} percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sejak zaman Hindu Awal, dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat di Jawa{{Butuh rujukan}}. Sebagai pengaruh budaya Hindu, dapat ditemui dua macam karya Sastra Cirebonan, yang disebut ''tembang gedhé'' dan ''tembang tengahan''. Setelah Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam oleh ''[[walisanga]]'' sekitar abad ke-14-15 M, muncul ''tembang cilik'', yang oleh kebanyakan orang disebut ''tembang macapat''. Setelah beberapa hasil karya sastra telah selesai ditulis, banyak cerita sejarah atau legenda menyebar ke masyarakat melalui komunikasi (tatap muka).<ref>Wulandari, Sri(Penyanyi Cirebonan). 2011. "Prefix A–Change from Middle to Modern Cirebonese (A case study of Serat Catur Kandha as a midlle Cirebonese texts and Nguntal Negara as a modern Cirebonese text)". Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia</ref>
Baris 40 ⟶ 53:
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11<ref name=bps/>,<ref>Gunawan, L.A.S. 2020. Filsafat Nusantara: Sebuah Pemikiran tentang Indonesia. [[Sleman]] : Kanisius</ref> bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Indonesia, bahasa Jawa umum, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.<ref name=bps/> Pengembangan bahasa Jawa Cirebon dilakukan oleh ''Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC).''
== Proses penyebaran ==
Bahasa Cirebon dalam proses penyebarannya ada yang melalui kegiatan belajar-mengajar di pesantren, hal tersebut dikarenakan pada masa lalu penyebaran agama Islam di wilayah ''Pasundan'' dipercaya dibawa dari wilayah [[kesultanan Cirebon]] sehingga untuk menghormati sejarah penyebaran [[Islam]] yang dibawa dari Cirebon inilah para ulama utamanya di wilayah [[Kuningan]] dan [[Majalengka]] ketika mengkaji ilmu agama selalu menggunakan bahasa Cirebon ketika menyampaikan arti dari makna kata (''hafsahan'') yang sedang diajarkan ketimbang [[bahasa Sunda]]<ref name=bahri1>Bahri, Idik Saeful. 2020. Gegap Gempita Perjalanan Sejarah dan Upaya Status Kepahlawanan Eyang Hasan Maolani Lengkong. [[Bandung]] : Rasibook (CV. Rasi Terbit)</ref>
Pada proses penyebaran seperti yang terjadi di pesantren Darul Hikmah yang berlokasi di [[Tanjungkerta, Sumedang|Tanjungkerta]], [[kabupaten Sumedang]]. Pesantren yang didirikan pada tahun 1927 oleh kyai Nahrowi ini menggunakan [[bahasa Sunda]] dan bahasa Cirebon (pada masa itu masih disebut sebagai bahasa Jawa Cirebon) sebagai bahasa pengantarnya,<ref name=adingpesantren>Kusdiana, Ading. 2014. Sejarah Pesantren : Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan (1800-1945). [[Bandung]] : Humaniora</ref>
Proses penyebaran bahasa Cirebon lainnya adalah melalui jalur kesenian, berbagai kesenian seperti ''Reog cirebonan'' (sebuah bentuk kesenian yang dimainkan oleh empat orang pria yang membawa ''dogdog'' (kendang yang hanya ditutup satu sisinya) dan diisi oleh komedi atau lawak), ''Ogel'' (''Reog cirebonan'' yang dimainkan oleh wanita), ''Longser'' (teater rakyat yang berisi tarian dan komedi dengan diiringi oleh gamelan), ''Gonjring'' (pertunjukan akrobat), wayang kulit dan wayang menak dipertunjukan dengan menggunakan bahasa Cirebon<ref name=ajiorikmadenda>Rosidi, Ajip. 1991. Rikmadenda Mencari Tuhan. [[Jakarta]] : Yayasan Obor Indonesia</ref>
Baris 52 ⟶ 66:
Pada masa [[Negara Islam Indonesia|DI/TII]] para anggotanya yang berasal dari Cirebon menggunakan bahasa Cirebon Bagongan yang biasa digunakan sehari-hari untuk membedakan mereka dengan penduduk Cirebon yang bukan anggota [[Negara Islam Indonesia|DI/TII]], mengetahui kejadian ini seorang tokoh Cirebon berinisiatif untuk menyebarluaskan ''Bebasan'' Cirebon kepada masyarakat dengan tujuan tidak terjadi salah faham di masyarakat<ref name=kautsar1/>
==
Proses perlindungan penggunaan bahasa Cirebon telah diupayakan sejak dahulu termasuk pada masa awal kemerdekaan. Pada kongres Jawa Barat yang ketiga, tepatnya di Kota Bandung tanggal 23 Februari 1948<ref name=zuhdi1/> (namun menurut Dayat Suryana dalam bukunya yang berjudul ''Provinsi
{{Cquote|“Djika dibolehkan berbitjara dalam bahasa Soenda, orang-orang yang berhasrat memakai bahasa daerah lainnya poen haroes diizinkan, oempamanja bahasa daerah
== Klasifikasi ==
=== Bahasa Cirebon sebagai sebuah dialek dari
Penelitian menggunakan [[angket]] sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar ("''makan''", "''minum''", dan sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 75%, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai 76%.<ref name="PR">[http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=132798%20 Menimbang-nimbang Bahasa Cirebon](Edisi Tahun 2009) {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120117003114/http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=132798%20 |date=2012-01-17 }}</ref>
Meski kajian linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek (karena penelitian Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini '''Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003''' masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap Perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung, Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena Perda adalah kajian politik.<ref name=amaliya/>
Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari Bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.
Baris 72 ⟶ 86:
[[Berkas:Aksara.cirebon.jpg|jmpl|ka|180px|Cacarakan Cirebon yang bersandingan dengan Rikasara Cirebon]]
Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang Jawa maupun orang Sunda.<ref name=amaliya/><ref>{{Cite web |url=http://www.cirebonpos.com/menggali-bahasa-cirebon-asli-meski-masih-diperdebatkan/ |title=Cirebon Pos - Menggali Bahasa Cirebon Asli, Meski Masih Diperdebatkan (edisi 2015) |access-date=2017-06-16 |archive-date=2017-12-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20171201042851/http://www.cirebonpos.com/menggali-bahasa-cirebon-asli-meski-masih-diperdebatkan/ |dead-url=yes }}</ref>
::”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya.
Baris 86 ⟶ 100:
Selama ini bahasa Cirebon dianggap sebagai dialek dari bahasa Jawa dikarenakan beberapa pihak yang menginginkan Cirebon tetap menjadi bagian dari budaya Jawa hanya berpegang pada penelitian model Guiter saja yang mengharuskan perbedaan antar kedua subjek bahasa sebesar 80%, namun jika menggunakan pendekatan Lauder, pendekatan ini mengkritisi jumlah persentase yang diajukan guiter yaitu sebesar 80% karena menurut Lauder, cukup 70% saja dalam kajian dialektometri bagi sesuatu untuk dikatakan sebagai "bahasa" yang Mandiri.<ref name=djantera/>
Lauder, sudah menggunakan metode yang lazim dan umum dilakukan dalam kajian dialektologi terhadap bahasa-bahasa di Indonesia, yaitu metode dialektometri, hanya yang menarik dari pandangannya itu ialah usulannya tentang modifikasi kategori persentase perbedaan unsur kebahasaan untuk menyebutkan suatu isolek sebagai bahasa atau dialek yang diajukan oleh Guiter, Guiter menitik beratkan perbedaan kebahasaan harus sekitar 80%.<ref>Ayatrohaedi. 1985. Bahasa Sunda di daerah Cirebon. [[Jakarta]]: Balai Pustaka</ref><ref>Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1976. Bahasa dan sastra, Volume 2. [[Jakarta]]: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan</ref>
== Aksara ==
{{split|Rikasara Cirebon}}
Bahasa Cirebon dalam perjalanannya menggunakan aksara yang dikenal dengan nama Rikasara, Carakan Cirebon, aksara Arab Pegon serta aksara [[Jawi]].<ref name=uka>Tjandrasasmita, Uka. 2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Gramedia</ref>
=== Aksara Rikasara Cirebon ===
Rikasara Cirebon yang oleh para ahli dikatakan memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa<ref name=prayitno/> memiliki tiga cara penulisan dan beberapa gaya tulis (''Samengan'')
Baris 109 ⟶ 123:
[[Berkas:Sample UDHR Djoharuddin.png|thumb|upright=3.3|Pasal 1 [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]], ditulis dengan Carakan Cirebon gaya Djoharuddin (Carakan Cirebon gaya Djoharuddin adalah gaya Carakan Cirebon yang digunakan di [[kesultanan Kasepuhan]] pada masa Sultan Sepuh Djoharuddin sekitar tahun 1800-an)]]
Carakan Cirebon mencapai masa keemasannya pada periodisasi sastra sekitar abad ke-16 (tahun 1500-an). Kala itu sastra pesisiran berkembang pesat, seiring berpindahnya kekuasaan politik dari Majapahit ke kesultanan-kesultanan Muslim seperti Cirebon dan Demak pasca banyaknya ''ningrat-ningrat'', sastrawan dan seniman Majapahit yang menyingkir ke Bali. Sastra Pesisiran yang berkembang pada periodisasi keemasan tersebut berusaha membalutkan nilai-nilai keislaman dengan elemen-elemen kuno dari kebudayaan Majapahit<ref name=Rochkyatmo/> Sastra Pesisiran yang turut membawa carakan Cirebon pada masa keemasannya dimulai ketika pengaruh Islam mulai memasuki pulau Jawa termasuk di wilayah [[Kesultanan Cirebon]]. ada setidaknya tiga pusat utama perkembangan sastra pesisiran yaitu di Gresik, Demak dan di wilayah [[kesultanan Cirebon]] yang meliputi Cirebon hingga [[Banten]] pada masa itu. Berbeda dengan Demak yang pada masa itu menjadi rujukan bagi daerah pedalaman sekitarnya yang mayoritas dihuni oleh [[suku Jawa]](cikal bakal daerah Mataram), perkembangan Carakan dan sastra pesisiran di wilayah [[kesultanan Cirebon]] tidak sehomogen dengan apa yang terjadi di Demak, heterogenitas antara pesisir Cirebon yang multi-etnis ditambah dengan pedalaman Cirebon yang juga dihuni oleh [[suku Sunda]] yang berbeda bahasa dan pola tulisan membuat Carakan dan sastra Cirebon mengakomodir pola-pola ucap dan kebiasaan-kebiasaan sastra dari wilayah sekitarnya sehingga menyebabkan teks-teks sastra yang berasal dari wilayah [[kesultanan Cirebon]] walau ditulis dengan pola aksara carakan yang tidak jauh berbeda (Cirebon menerapkan pola aksara carakan dengan gaya satu tembok sementara Jawa menerapkan pola carakan dengan gaya dua tembok) namun teks-teks tersebut tidak dimengerti oleh pembaca dari wilayah Jawa bagian tengah.<ref name=Rochkyatmo/>
Carakan Cirebon menurut TD Sudjana pada awalnya berasal dari Pallawa yang menyebar di Nusantara, para aristokrat yang menggunakan Pallawa sebagai aksara ini kemudian mengembangkan pola-pola aksara di wilayah yang diperintahnya, dan kemudian menjadi aksara daerahnya masing seperti aksara Carakan Jawa, Sunda dan Aksara Carakan Cirebon, oleh karena itu Carakan Cirebon oleh budayawan Cirebon TD Sudjana dikiaskan sebagai sesuatu hal yang memiliki makna budi luhur sebagai penunjang tegaknya akhlak bangsa dan kepribadian bangsa.<ref name=Rochkyatmo>Rochkyatmo, Amir. 1996. Pelestarian dan Modernisasi Aksara Daerah: Perkembangan Metode dan Teknis Menulis Aksara Jawa. [[Jakarta]]: Direktorat Jenderal Kebudayaan</ref>
=== Aksara Sunda Kuno ===
[[Aksara Sunda Kuno]] pernah dipakai untuk menuliskan bahasa Cirebon yang pada saat itu digunakan sebagai media untuk menyebarkan [[Islam|agama Islam]] di [[Tatar Sunda]].<ref name=sumarlina1>Sumarlina, Elis Suryani Nani. 2009. Mengungkap kearifan lokal budaya Sunda yang tercermin dalam naskah dan prasasti. [[Bandung]] :</ref>
<gallery mode="packed-overlay" heights="200">
Berkas:Naskah Cirebon Sunda Kuna1.png
Baris 121 ⟶ 135:
=== Hilangnya aksara Sunda dan ''Rikasara'' Cirebon ===
Pada tanggal 3 November 1705, Belanda mengeluarkan sebuah surat ketetapan agar digunakan aksara carakan Jawa sebagai aksara tulis, ketetapan ini menurut sebagian peneliti dikarenakan berkurangnya penggunaan aksara Sunda pada masyarakat setempat.<ref name=seta1>Mangintrk, Timothy Seta. 2016. Parahiyangan Guardian: Pengembangan Aplikasi Game Untuk Pembelajaran Interaktif Menggunakan Aksara Bahasa Sunda Berbasis Desktop. [[Kota Bandung|Bandung]]: Universitas Widyatama</ref>
==
[[Berkas:Reynan-hblink-1905-1931-peta-bahasa.jpeg|al=.|jmpl|800px|Peta sebaran bahasa Cirebon (pada masa tersebut masih disebut sebagai ''Cheribonsch Javansch'') pada tahun 1905 menunjukan penggunaan bahasa Cirebon meluas hingga ke timur pulau Jawa.<br>Pada peta diatas terlihat bahwa wilayah utara Banten (kode angka 1) dimasukan sepenuhnya kedalam wilayah sebaran bahasa Cirebon sementara wilayah Indramayu (kode angka 3) dijelaskan sebagai wilayah yang diapit oleh bahasa Sunda dan bahasa Cirebon.]]
Pada tahun 1869, hasil penelitian yang dilakukan oleh [[Karel Frederik Holle]] seorang pemerhati budaya dan sastra<ref>Moriyama, Mikihiro.2005. Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke-19. [[Jakarta]] : Kepustakaan Populer Gramedia</ref> yang dikemudian hari diangkat menjadi seorang penasihat (''Honorary Advisor for Domestic Affair'') untuk pemerintahan [[Hindia Belanda]] diterbitkan dengan pengawasan redaktural oleh W. Stortenbeker (doktoral di bidang ilmu hukum dan sastra) dan J.J Van Limburg Brouwer (doktoral di bidang ilmu filsafat)<ref name=holle1>Holle, Karel Frederik. 1868. Geschiedenis der Preanger Regentschappen (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen). [[Gravenhage]] : Martinus Nijhoff</ref> dalam penelitian tersebut Karel Frederik Holle menjelaskan tentang sebuah babad yang berasal dari sekitar tahun 1788 - 1820 yang diperoleh dari bupati [[Sumedang]], babad tersebut dijelaskan diperoleh oleh bupati [[Sumedang]] dari seorang Pangeran Cirebon. Babad kemudian berhasil diterjemahkan, dalam penelitiannya tersebut ia menjelaskan bahwa kosakata dalam babad tersebut ditulis dengan bahasa Cirebon atau yang pada masa itu disebut sebagai ''Cheribonsch Javansch''<ref name=holle1/>
Baris 138 ⟶ 152:
bunuh, bertentangan, hidup tamak, berbuat dusta serta berbuat nista. Janganlah engkau minum minuman yang memabukkan, atau yang menciptakan jalan kematianmu, sopan santunlah engkau, janganlah engkau menjadi wiramati. Dan menyerang lagi perkataan yang telah menghina, menyalahkan diri sendiri ke dalam kematian, meskipun musuh yang salah maafkanlah dan berilah pertolongan padanya. Janganlah ia terus-menerus melakukan perbuatannya itu. Agama Islam dan Qur’an itu pengetahuan untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia, dua kalimat Syahadat harus kau genggam erat dan pakailah (laksanakanlah) ia senantiasalah engkau berdoa kepada Tuhan yang Esa.
=== Angka dan kuantitas ===
Pada tahun 1926, hasil penelitian J N Smith (asisten residen Cirebon) diterbitkan, selain menjelaskan tentang ragam bahasa Cirebon dan perbedaanya dengan [[bahasa Jawa]] yang terdapat di wilayah [[Jawa Tengah]] dan [[Surakarta]] ia juga menjelaskan mengenai kosakata yang berkenaan dengan angka dan kuantitas,<ref name=smithdialect>Smith, J. N. 1926. Het Dialect van Cheribon. [[Gravenhage]] : Martinus Nijhoff</ref>
.
{| class="wikitable sortable" width="100%"
Baris 250 ⟶ 264:
! Solo/Jogja
! Kediri - Madiun
! Surabaya - Malang (arekan)
! Sunda Priangan
! Indonesia
Baris 267 ⟶ 281:
|-
|Nong
|Nok / Nonok
|Denok / Senok
|Nduk
Baris 279 ⟶ 293:
|-
| kita
| kita/isun/Kito
| kita/reang/isun/nyong (Subang)
| inyong/nyong
| inyong/nyong
Baris 291 ⟶ 305:
|-
| sire
| sira/
| slira/dika/ko (Subang)
| rika/ko/kowe
| kowen
Baris 303 ⟶ 317:
|-
| pisan
| pisan/men
| nemen/temên/pisan
| pisan/temên
Baris 315 ⟶ 329:
|-
| keprimen
| keprewe/keprewen/prime/primen/priben
| kepriben/kepripun/keprimen/pribe
| kepriwe/priwe
Baris 443 ⟶ 457:
|Isa
|Isa
|Tiasa/Bisa
|Bisa
|-
|Lan
|Lan/karo/maninge
|Lan
|Lan
Baris 500 ⟶ 514:
{| class="wikitable sortable" width="100%"
! rowspan="2" | Banten Utara
! rowspan="2" | Cirebonan<ref name=sudjana />
! rowspan="2" | Bahasa Cirebon - Dermayu (Dermayon)
! rowspan="2" | Pemalangan/Tegalan
! colspan="2" | [[Bahasa Sunda Priangan|Sunda Priangan]]
! rowspan="2" | Indonesia
|-
![[Loma]]
![[Hormat]]
|-
| Kasih
Baris 511 ⟶ 528:
| Jeneng/wasta/nami/asmi
| Jeneng/nami/asmi
|
|Nami, Wasta, Kakasih
| Nama
|-
Baris 518 ⟶ 536:
| Mboten
| Mboten
| Henteu, Teu
|Henteu, Teu
| Tidak
|-
Baris 525 ⟶ 544:
| Yayu / Mbayu
| mbokayu
|
|Aceuk
| Kakak perempuan (mbak)
|-
Baris 532 ⟶ 552:
| Puniku
| Puniku/niku
|
|Éta
| Itu
|-
Baris 539 ⟶ 560:
| Kepanggih
| Kepanggih
| Papanggih
|Pependak
| Ketemu
|-
Baris 546 ⟶ 568:
|Niki
|Niki
|Ieu
|Ieu
|Ini
Baris 553 ⟶ 576:
|Inggih/nggih
|Inggih/nggih
|Enya, Heueuh
|Muhun, Sumuhun
|Ya
|-
Baris 560 ⟶ 584:
|Ugi
|Ugi
|Ogé
|Ogé
|Juga
|-
Baris 567 ⟶ 592:
|Punapa
|Punåpå
|Naha
|Naha
|Kenapa
Baris 574 ⟶ 600:
|Ngapura
|Ngampunten, Ngampura
|Hampura
|Hapunten
|Maaf
Baris 581 ⟶ 608:
|Sekul
|Sekul
|Kéjo
|Sangu
|Nasi
Baris 588 ⟶ 616:
|Kesah
|Tindak/kesah
|Indit
|Mios, Angkat, Jengkar
|Pergi
|-
Baris 595 ⟶ 624:
|Gadah
|Gadah
|Boga
|Gaduh, Kagungan
|Punya
|-
Baris 602 ⟶ 632:
|Saniki
|Sakniki
|Ayeuna, Kiwari
|Danget ieu
|Sekarang
|-
Baris 609 ⟶ 640:
|Matur nuwun / Matur Suwun / Matur Sembahnuwun
|Matur nuwun
|Nuhun
|Hatur nuhun
|Terima kasih
Baris 616 ⟶ 648:
|Lajeng teng pundi / Bade teng pundi
|Bade teng pundi
|Arék ka mana
|Badé ka mana
|Mau ke mana?
|-
Baris 623 ⟶ 656:
|Peken
|Peken
|Pasar
|Pasar
|Pasar
Baris 631 ⟶ 665:
|Salah
|Salah
|Lepat
|Salah
|-
Baris 638 ⟶ 673:
|Kulå
|Kuring
|Abdi
|Saya
|-
Baris 644 ⟶ 680:
|Ngertos/Sumerep
|Ngertos/Sumerep
|Nyaho
|Terang, Uninga
|Tahu
|-
Baris 651 ⟶ 688:
|Saged
|Saged
|Bisa
|Iasa, Yasa, Tiasa
|Bisa
|-
Baris 658 ⟶ 696:
|Ampun
|Ampun
|Ulah, Tong
|Teu Kénging
|Jangan
|-
Baris 666 ⟶ 705:
|Panjenengan
|Anjeun
|Salira, Hidep
|Anda
|-
Baris 672 ⟶ 712:
|Cape
|Cape
|Ceuk
|Saur
|Kata
Baris 679 ⟶ 720:
|Bade
|Bade
|Daék
|Purun, Kersa
|Mau
|-
Baris 686 ⟶ 728:
|Sare / Tilem
|Sare/Tilem
|Héés, Saré
|Mondok, Kulem
|Tidur
|-
Baris 693 ⟶ 736:
|Wangsul/Mantog
|Wangsul/Mantuk
|Balik
|Wangsul, Mulih
|Pulang
|-
Baris 700 ⟶ 744:
|Mawon
|Mawon
|Waé/Baé
|Waé/Baé
|Saja
|-
Baris 707 ⟶ 752:
|Wau
|Wau
|Tadi, Bieu
|Tadi, Nembé
|Tadi
|-
Baris 714 ⟶ 760:
|Tesih
|Taksih/Tesih
|Kénéh
|Kénéh
|Masih
|}
Baris 1.489 ⟶ 1.536:
|}
== Ragam dialek
Pada masa pemerintah Hindia Belanda, asisten Residen Cirebon J. N Smith pernah meneliti tentang ragam kosakata bahasa Cirebon yang ada di wilayah karesidenan Cirebon dan hasil penelitiannya diterbitkan pada tahun 1926, dalam penelitiannya ia juga memasukan contoh cerita rakyat yang ditulis menggunakan bahasa Cirebon (pada masa tersebut J. N. Smith menyebutnya sebagai ''Javansch dialect van Cheribon''),<ref name=smithdialect/>
{{cquote | Ana wong doewè anak wadon sidji, aranè si Bawang Poeti. Bareng anoe bokè mati, bapaè rabi maning, doewè anak wadon aranè si Bawang Abang. Ning sawidji dina si Bawang Poeti dikongkon basoe tjangkir ning baé kewalon; tjangkir toli digawa dïbasoe ning pinggir kali; lagi di-basoei tjangkirè mroetjoet ketjemploeng ning djero kali. Bawang Poeti balik wewara ning baè kewalon; baè kewalon njèwot, si Bawang Poeti dioembangi entok bresi sarta dikongkon-gogoni. Bawang Poeti loenga ning pinggir kali ketemoe lagan iwak wader. Bawang Poeti takon ning iwak wader bari nembang: <br><br> ''Iwak wader, iwak wader nemoe beli tjangkir kita, do tjètjè, do tjètjè, ala boedak katitjian.''<br><br>Artinya, Ada seseorang memiliki anak perempuan satu, (yang) satu namanya bawang putih. Kemudian ibunya meninggal, bapaknya kawin lagi, punya anak perempuan namanya bawang merah. Pada suatu hari bawang putih disuruh mencuci cangkir oleh ibu tirinya. Cangkir tersebut terus dibawa dicuci di pinggir sungai. Lagi dicuci gelasnya terlepas masuk ke dalam sungai. Bawang putih pulang dan memberitahu ibu tirinya, ibu tirinya marah. Si bawang putih dimarahj habis-habisan serta disuruh mencarinya. Bawang putih pergi kepinggir sungai bertemu dengan ikan wader. Bawang putih bertanya ke ikan wader sambil bernyanyi<br><br>''Iwak wader... iwak wader tahu gelas aku tidak... duh cece... duh cece... Ala anak kacician.''<ref name=smithdialect/>}}
Hendrik Blink dalam
===
{{utama|Bahasa Jawa Indramayu}}
Hendrik Blink mengkategorikan wilayah Indramayu sebagai wilayah percampuran bahasa di mana wilayah Indramayu diapit oleh wilayah bahasa Sunda dan bahasa Cirebon,<ref name=blink/> berkenaan dengan perbedaan kosakata diantara bahasa Cirebon standar dengan dialek Indramayu menurut [[Ajip Rosidi]] (seorang budayawan Cirebon) perbedaan tersebut tidak mencapai 30% sehingga dalam kajian kebahasaan sebenarnya ragam bahasa Cirebon yang ada di Indramayu belum bisa dikatakan sebagai sebuah dialek.<ref name=ajip30>Rosidi, Ajip. 2011. Badak Sunda dan Harimau Sunda: Kegagalan Pelajaran Bahasa. [[Jakarta]] : Dunia Pustaka Jaya</ref>
Ayatrohaedi dalam penelitiannya, menjelaskan bahwa di [[Indramayu]] hanya terdapat sekitar sebelas desa yang berbahasa Sunda di mana empat desa diantaranya merupakan desa dengan status ''enclave'' bahasa Sunda karena dikelilingi oleh desa-desa yang berbahasa Cirebon.<ref name=ayatbahasacirebon/>
=== Dialek Jawareh (Jawa Sawareh) ===
Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh adalah dialek dari bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan Kabupaten Cirebon dengan [[Brebes]], atau sekitar Perbatasan dengan [[Kabupaten Majalengka]] dan [[Kabupaten Kuningan|Kuningan]]. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan dari bahasa Cirebon yang bercampur dengan bahasa Jawa dan bahasa Sunda.<ref name=nieza>Nieza. "Jalan-Jalan Ke Cirebon Sega Jamblang Sampai Batik Trusmian": PT Gramedia Pustaka Utama</ref>
=== Dialek Arjawinagun ===
Dialek Arjawinangun merupakan dialek yang dituturkan oleh masyarakat Cirebon di daerah kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon. Dialek ini cenderung masih asli dan tidak terpengaruh bahasa lain meskipun tidak bisa dikategorikan sebagai bahasa Cirebon yang baku. Dialek ini juga merupakan dialek yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di Kota Cirebon.<ref name=":0" />
=== Dialek Plered, Panguragan, dan Cirebon Lor ===
Dialek Plered dan Cirebon Lor merupakan dialek bahasa Cirebon yang digunakan di wilayah sebelah barat dan utara [[Kabupaten Cirebon]], serta [[Krangkeng, Indramayu]]. Dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "sira", dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat dan Utara ([[Kapetakan, Cirebon|Kapetakan]],[[Suranenggala, Cirebon|Suranenggala]]), dan [[Krangkeng, Indramayu]] ini menggunakan kata "siro" untuk mengartikan "kamu", kata "apa" menjadi "apo", ora menjadi "oro", "gawa" (membawa) menjadi "gawo", "sapa" menjadi "sapo", dan "jendela" menjadi "jendelo". Penutur dialek yang menempati kawasan barat dan utara [[Kabupaten Cirebon]] ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "''Wong Cirebon''", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan bahasa Cirebon standar (''sira'') yang menyebut diri mereka sebagai "''Tiang Grage''", walaupun antara "''Wong Cirebon''" dan "''Tiang Grage''" memiliki arti yang sama, yaitu "orang Cirebon".<ref name=nieza />
==== Parikan dialek Plered (Pantun Cirebon) ====
'''Widudung Hamdan'''
{{Verse translation
|Uwoh srikayo dipaih tawas
Sambel trasi enak dipangan
Kayo-kayo atine kulo keloas
Inget rabi langko ning iringan
Maso iyo, digawo-gawo menggawe?
Sambal terasi enak dimakan
Pantas saja hatiku bimbang
Teringat istri tidak ada di samping(ku)
Masa dibawa-bawa bekerja?}}
'''Sipo
{{Verse translation
|Angon wedus ning jagat dermayu
Pengen adus mung sayang langko banyu
|Menggembala kambing di wilayah [[Indramayu]]
Ingin mandi tetapi, sayang, tidak ada air}}
'''Widudung Hamdan
{{Verse translation
|Ano sego dimot ning kardus
Tuku srabi oline {{sic|combro|expected=comro}}
Ang Sipo bli usoh adus
Daripada rabi bli ngengumbo
|Ada nasi diwadahi kardus
Beli [[serabi]] malah [[comro]] yang didapat
Kak Sipo tidak perlu mandi
Daripada (dapat) istri tidak resik pada diri{{diragukan}}}}
'''Wahyu Pawaka
{{Verse translation
|Isuk-isuk tuku srabi
Tukue bari ngajar layangan
Isuk-isuk ngobrol rabi
Gawe kesirian wong bujangan
|Pagi-pagi beli serabi
Belinya sembari menerbangkan layangan
Pagi-pagi membicarakan istri
Membuat iri para bujangan}}
'''Widudung Hamdan
{{Verse translation
|Miyang neng Grage tuku penganan
Olih berkat iwak cemplunge ano sing ngicipi
Mulane gen gage kawinan
Engko mangkat menggawe ano sing ngambunge pipi
''Adaauw''
|Berangkat ke Grage membeli makanan
Mendapat kenduri lauk, tahu-tahu sudah ada yang mencomot
Maka dari itu, segeralah menikah
Supaya nanti jika berangkat bekerja ada yang mencium pipi
}}
'''Wahyu Pawaka
{{Verse translation
|Uler gendon ngreketi pelem
Olih berkat olih apem
Nonton wayang langka tarube
Bokat ana kang gelem …
Hayuh miyang ning pak lebe
|Ulat sagu{{diragukan}} menggerogoti mangga
Dapat kenduri, dapat [[apam]]
Menonton wayang tidak ada tendanya
Anak gadis belum ada yang tertarik
Jika ada yang tertarik …
Mari berangkat ke penghulu}}
'''Widudung Hamdan
{{Verse translation
|Gawe adon-adon kanggo gawe apem
Tukuh sarung plekat larang regane
Duduh saking wadon bli gelem
Saking durung niat bae lanange
|Membuat adonan untuk membuat apam
Membeli sarung ''plekat'' mahal harganya
Bukan karena gadis yang tidak mau
Melainkan bujangnya belum ada niat saja}}
===
Dialek Gegesik merupakan dialek yang digunakan di wilayah Cirebon Barat wilayah Utara disekitar Kecamatan Gegesik,
=== Perbandingan
{| class="wikitable sortable"
|-
!
!
|-
|ana
|
|-
|apa
|
|-
|bapa
|
|-
|bli
|
|-
|dulang
|
|-
|elok
|
|-
|isun
|
|-
|kula
|
|-
|laka
|laka/langka||laka||langko||laka||laka/langka||tidak ada
|-
|mamang
|mamang||mamang||mang||mang||mamang/amang||paman
|-
|salah
|
|-
|sewang
|
|-
|sokiki
|kiki/sokiki||kiki/sokiki||mengke||sokiki||isuk||besok
|}
* Dialek Pekaleran digunakan di
== Kongres bahasa Cirebon ==
{{Utama|Kongres Bahasa Cirebon}}
Kongres Bahasa Cirebon pertama kali dicetuskan secara resmi oleh sekitar 70-an orang yang terdiri dari para budayawan, pakar dan pengajar bahasa, seniman dan kaum intelektual yang menghadiri seminar sehari "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" yang diselenggarakan di [[kota Cirebon]] atas kerjasama Pikiran rakyat, Mitra Dialog dan Forum Dialog Budaya Cirebon (FDBC), Wali kota Cirebon yang pada saat itu dijabat oleh bapak Subardi segera menyatakan dukungan penuh terhadap rencana penyelenggaraan Kongres Bahasa Cirebon.
Baris 1.767 ⟶ 1.832:
(keraton-keraton Cirebon harus mengutamakan upaya perlindungan, penelitian dan pengembangan naskah-naskah, tempat berkumpul masyarakat sebagai wujud pelestarian pengembangan bahasa Cirebon)
== Pengembangan dan
Pengembangan dan pelestarian bahasa Cirebon menurut Imam Miftahul Jannah (aktifis bahasa Cirebon) dikatakan masih minim, sebagai contohnya adalah hanya diberikannya waktu satu jam bagi muatan lokal bahasa Cirebon sementara pelajaran bahasa Inggris diberikan waktu lebih banyak ketimbang bahasa Cirebon yang merupakan bahasa ibu.<ref>{{Cite web |url=http://www.cirebontrust.com/yayasan-sketsa-pribumi-cirebon-anggap-bahasa-cirebon-kurang-diperhatikan.html |title={{!}} Murni, Putri. 2016.Yayasan Sketsa Pribumi Cirebon Anggap Bahasa Cirebon Kurang Diperhatikan. [[kota Cirebon{{!}}Cirebon]]: Cirebon Trust |access-date=2016-06-14 |archive-date=2016-08-06 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160806122931/http://www.cirebontrust.com/yayasan-sketsa-pribumi-cirebon-anggap-bahasa-cirebon-kurang-diperhatikan.html |dead-url=yes }}</ref>
=== Penerjemahan Al
Pada tahun 2020 dengan diketuai oleh Dr. H. Ahmad Yani, M.Ag dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Nurjati proses penerjemahan al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon berlangsung, sepanjang 2020 telah berhasil diterjemahkan sebanyak 10 juz al Qur'an, diantara para ahli yang tergabung dalam tim penerjemahan Al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon terdapat nama K.H. Ahsin Sakho Muhammad dari pesantren Dar Al Tauhid (Arjawinangun) yang merupakan lulusan Doktoral dari Madinah, selain ia, tim juga diperkuat oleh Mukhtar Zaedin yang merupakan seorang budayawan Cirebon.<ref>Arifin. 2021. Cirebon Bakal Punya Terjemah Alquran Bahasa Daerah. [[Cirebon]] : Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Nurjati</ref>
==== Validasi Al Qur'an dalam bahasa Cirebon ====
Kegiatan penerjemahan Al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon telah memasuki tahap validasi yang diselenggarakan pada tanggal 28-30 Juni 2022 di [[Kuningan]].<ref>Ashri, Abdullah Fikri. 2022. Menjaga Bahasa Cirebon dengan Al Quran. [[Jakarta]] : Kompas Media Nusantara</ref>
=== Penetapan hari penggunaan bahasa Cirebon ===
Pelestarian bahasa Cirebon dalam lingkungan Pemerintah Daerah kota Cirebon ditandakan dengan ditetapkannya hari Selasa sebagai hari pengunaan bahasa Cirebon. Pada hari Selasa, menurut Agus Sukmanjaya selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) kota Cirebon, bahasa Cirebon dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam apel Pemerintah Daerah dan dialog antar pekerjanya termasuk dialog dalam grup
== Pelestarian Era Digital dan Media Sosial ==
Baris 1.806 ⟶ 1.871:
[[Kategori:Cirebon]]
[[Kategori:Bahasa di Jawa]]
[[Kategori:Dialek bahasa Jawa]]
|