Lie Kim Hok: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Tiong Hoa Hwe Koan, penerjemahan, dan kematian: Perbaikan terjemahan |
Ariandi Lie (bicara | kontrib) k Melindungi "Lie Kim Hok": Perlindungan bawaan untuk Artikel berstatus Artikel Pilihan ([Sunting=Hanya untuk pengguna terdaftar otomatis] (selamanya) [Pindahkan=Hanya untuk pengguna terdaftar otomatis] (selamanya)) |
||
(20 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox person
|name = Lie Kim Hok
Baris 8:
|birth_name =
|birth_date = {{Birth date|1853|11|1}}
|birth_place =
|death_date = {{Death date and age|1912|5|6|1853|11|1}}
|death_place =
|death_cause = [[Tifus]]
|occupation = [[Penulis]], [[jurnalis]]
Baris 25:
}}
|children = 4
}}
▲}}''{{Chinese name|[[Li (marga)|Lie]]}}''
'''Lie Kim Hok''' ({{zh|c=李金福|p=Lǐ Jīnfú|poj=Lì Kim-hok}}, {{lahirmati|[[Bogor]], [[Jawa Barat]]|1|11|1853|[[Jakarta|Batavia]]|6|5|1912}}), adalah seorang [[guru]], [[penulis]], dan [[pekerja sosial]] berlatar belakang [[Orang Peranakan|Tionghoa peranakan]] yang aktif di [[Hindia Belanda]] dan disebut sebagai "bapak [[sastra Tionghoa Melayu]]".
Mulai tahun 1885 hingga 1887, Lie pun menerbitkan sejumlah buku, termasuk ''[[Tjhit Liap Seng]]'', yang dianggap sebagai novel [[Orang Tionghoa Indonesia|Tionghoa Melayu]] pertama. Ia juga mengakuisisi hak untuk mencetak ''[[Pembrita Betawi]]'', sebuah surat kabar yang berbasis di [[Batavia
Lie dianggap memberikan pengaruh pada jurnalisme, linguistik, dan sastra di Hindia Belanda, serta paling dikenal berkat karya sastranya. Sejumlah tulisannya juga telah dicetak beberapa kali. ''Sair Tjerita Siti Akbari'' bahkan telah diadaptasi menjadi drama panggung dan [[Siti Akbari|film layar lebar]]. Namun, akibat [[politik bahasa]] di Hindia Belanda dan Indonesia, karya-karyanya menjadi terpinggirkan. Saat sejumlah tulisannya terungkap sebagai adaptasi dari karya yang telah ada tanpa menyebutkan nama penulis aslinya, Lie pun mendapat kritik karena karyanya tidak asli. Walaupun begitu, kritikus lain menemukan bukti adanya inovasi dalam gaya penulisan dan penanganan alurnya.
== Kehidupan awal ==
Lie lahir di Buitenzorg (sekarang [[Bogor]]), [[Jawa Barat]], pada tanggal 1 November 1853 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir dari pasangan Lie Hian Tjouw dan istri keduanya, Oey Tjiok Nio. Lie Hian Tjouw juga memiliki empat orang anak dari istri pertamanya. Pasangan [[Tionghoa Indonesia|peranakan Tionghoa]]{{efn|Anak hasil pernikahan Tionghoa dan pribumi.}} tersebut awalnya tinggal di [[Cianjur]], tetapi kemudian pindah ke Buitenzorg, kampung halaman Lie Hian Tjouw, untuk melahirkan anak-anaknya
Pada pertengahan abad ke-19, penduduk beretnis Tionghoa di Hindia Belanda sangat kurang terdidik
[[Berkas:Raden Saleh.jpg|jmpl|alt=Orang Jawa mengenakan jas memegang kuas|Lie belajar melukis pada [[Raden Saleh]].]]
Pada tahun 1866, Lie dan keluarganya kembali ke Buitenzorg. Pada saat itu, tidak ada sekolah yang menawarkan pendidikan bergaya Eropa di sana
Saat [[Sierk Coolsma]] membuka sebuah sekolah misionaris di Buitenzorg pada tanggal 31 Mei 1869, Lie menjadi salah satu dari sepuluh siswa pertama di sekolah tersebut. Lie pun kembali belajar dalam bahasa Sunda dan mendapat pelajaran yang sama seperti yang ia dapatkan saat bersekolah di Cianjur. Pada saat itu, ia juga mulai mempelajari [[bahasa Belanda]]. Setelah sebuah [[Sekolah negeri (pemerintah)|sekolah negeri]] dibuka pada tahun 1872, kebanyakan teman sekolah Lie adalah anak yang beretnis Tionghoa
== Guru dan penerbit ==
Pada usia 20 tahun, Lie telah fasih berbahasa Sunda dan Melayu. Ia juga telah dapat berbicara dalam bahasa Belanda dengan lancar
[[Berkas:Sair Tjerita Siti Akbari.jpg|jmpl|kiri|lurus|alt=Sebuah sampul buku yang tertulis "Sair Tjerita Siti Akbari"|Sampul ''[[Sair Tjerita Siti Akbari]]'', [[syair]] pertama yang diterbitkan oleh Lie.]]
Pasca kematian orang tuanya, Lie menjual sekolah umum miliknya ke Oey Kim Hoat dan keluar dari Zending Press untuk bekerja sebagai surveyor tanah. Lie kemudian bekerja di berbagai bidang hingga tahun 1884.{{sfnm|1a1=Tio|1y=1958|1p=58|2a1=Suryadinata|2y=1995|2pp=81–82}} Pada tahun 1881, Oey Pek Nio kembali melahirkan anak, tetapi ia [[kematian maternal|kemudian meninggal]]
Setelah van der Linden meninggal pada tahun 1885, Lie membeli Zending Press dengan harga 1.000 gulden. Sebagian dari uang tersebut berasal dari pinjaman teman-temannya.{{sfn|Adam|1995|pp=64–66}} Ia lalu mengubah nama perusahaan percetakan tersebut menjadi Lie Kim Hok. Ia kemudian menghabiskan sebagian besar waktunya di perusahaan percetakan tersebut
Pada tahun 1886, Lie membeli hak untuk mencetak ''[[Pembrita Betawi]]'', sebuah surat kabar berbahasa Melayu yang berbasis di Batavia dan editornya dipimipin oleh W. Meulenhoff, dengan harga 1.000 gulden. Sebagian dari uang tersebut juga berasal dari pinjaman teman-temannya. Pada pertengahan tahun 1886,{{efn|{{harvtxt|Tio|1958|p=55}} menyatakan mulai 1 September, yang juga dikutip oleh {{harvtxt|Adam|1995|pp=64–66}}. Namun, dalam sebuah kutipan, {{harvtxt|Tio|1958|p=145}} menyatakan tanggal 1 Juni.}} perusahaan percetakan milik Lie (yang telah dipindah ke Batavia) pun mulai disebut sebagai pencetak Pembrita Betawi.{{sfn|Tio|1958|p=55}} Di tengah kesibukannya di perusahaan percetakan tersebut, Lie tetap menulis atau berkontribusi di empat buku. Dua buku pertama bergenre nonfiksi, yakni buku koleksi ramalan Tiongkok dan buku mengenai hukum sewa. Sementara, buku ketiga merupakan hasil terjemahan sebagian dari ''[[Seribu Satu Malam]]'', yaitu sebuah koleksi yang telah populer di kalangan Melayu. Sedangkan, buku keempat adalah novel pertama karya Lie, yakni ''[[Tjhit Liap Seng]]''.{{sfn|Tio|1958|pp=84–86}} Novel tersebut menceritakan sekelompok orang terpelajar di daratan utama Tiongkok. ''Tjhit Liap Seng'' pun dianggap sebagai novel Tionghoa Melayu pertama.{{sfn|Salmon|1994|p=126}}
Hingga tahun 1887, Lie juga menulis lima novel lain yang berlatar belakang Tiongkok. Beberapa novel tersebut didasarkan pada kisah-kisah Tiongkok yang diceritakan oleh teman-temannya yang dapat berbicara dalam bahasa Mandarin.{{sfn|Tio|1958|pp=72–73}} Pada tahun 1887, Lie menjual saham ''Pembrita Betawi'' ke Karsseboom & Co., tetapi ia tetap mencetak ''Pembrita Betawi'' hingga surat kabar tersebut dan perusahaan percetakan miliknya diakuisisi oleh Albrecht & Co. pada tahun 1888.{{sfnm|1a1=Adam|1y=1995|1pp=64–66|2a1=Tio|2y=1958|2p=55}} Lie kemudian tidak lagi berbisnis di bidang penerbitan, tetapi tetap berkontribusi di sejumlah surat kabar, termasuk di surat kabar baru milik Meulenhoff, yakni ''Hindia Olanda''.{{sfn|Tio|1958|p=55}} Hingga tahun 1890, Lie pun tidak memiliki pekerjaaan tetap
== Tiong Hoa Hwe Koan, penerjemahan, dan kematian ==
Pada tahun 1890, Lie mulai bekerja sebagai [[penyelia]] di penggilingan gabah yang dioperasikan oleh temannya, Tan Wie Siong. Pekerjaan tersebut pun menjadi sumber pendapatan utama bagi Lie hingga meninggal. Setahun kemudian, Lie menikahi Tan Sioe Nio yang berusia 20 tahun lebih muda. Keduanya pun hidup dengan nyaman
[[Berkas:Phoa Keng Hek.jpg|jmpl|alt=Sebuah foto hitam-putih seorang pria Tionghoa mengenakan jas menghadap ke depan|Bekas teman sekolah Lie yang bernama [[Phoa Keng Hek]], salah satu pendiri [[Tiong Hoa Hwe Koan]].]]
Pada tahun 1900, bersama 19 orang etnis Tionghoa lainnya, termasuk mantan teman sekolahnya yang bernama [[Phoa Keng Hek]], Lie mendirikan organisasi sosial dan sistem sekolah [[Tiong Hoa Hwee Koan|Tiong Hoa Hwe Koan]] (THHK).{{sfn|Adam|1995|p=72}} Ditujukan untuk mempromosikan hak asasi etnis Tionghoa yang saat itu [[Diskriminasi terhadap Tionghoa-Indonesia|dianggap sebagai warga kelas dua]]{{efn|Pada saat itu, pemerintah kolonial Belanda mengakui tiga kelompok, masing-masing dengan hak yang berbeda. Kelompok teratas adalah orang Eropa, lalu diikuti oleh etnis Tionghoa dan etnis "timur asing" lainnya. Sementara etnis pribumi, seperti Sunda dan [[orang Jawa|Jawa]], berada di kelompok terbawah {{harv|Tan|2008|p=15}}.}} dan menyediakan pendidikan formal terstandar untuk para pelajar beretnis Tionghoa yang tidak disediakan oleh Belanda, organisasi tersebut didasarkan pada ajaran Konghucu dan membuka sekolah untuk laki-laki maupun perempuan. THHK lalu tumbuh pesat dan berkembang ke sejumlah bidang. Lie pun membantu pembentukan klub debat dan klub olahraga, serta penyelenggaraan acara dan konser amal.{{sfn|Tio|1958|pp=63–71}} Mulai tahun 1903 hingga 1904, Lie adalah pengurus THHK, dan terutama bertindak sebagai bendahara.{{sfn|Setyautama|Mihardja|2008|pp=253–254}}
Pada tahun 1904, Lie keluar dari THHK, tetapi ia tetap aktif melakukan kerja sosial. Meskipun kesehatannya makin buruk,{{sfn|Tio|1958|p=59}} Lie tetap menulis opini untuk harian ''[[Sin Po]]'' dan ''[[Perniagaan (surat kabar)|Perniagaan]]''.{{sfn|Tio|1958|pp=58–59, 82–83}} Ia juga melakukan penerjemahan secara ekstensif. Pada tahun 1905, Lie menerbitkan volume pertama dari novel bertemakan Tionghoa terakhirnya, yakni ''Pembalasan Dendam Hati''. Tiga tahun kemudian, novel tersebut disusul oleh ''Kapitein Flamberge''
Pada malam hari tanggal 2 Mei 1912, Lie jatuh sakit
== Warisan ==
Dalam karier jurnalismenya, Lie berusaha untuk menghindari taktik [[koran kuning]] yang saat itu cukup banyak digunakan{{sfn|Setiono|2008|p=239}} dan lebih memilih untuk menghindari [[polemik]] ekstensif di dunia pers.{{sfn|Tio|1958|p=53}} Sejarawan jurnalisme Malaysia, Ahmat Adam, dalam sebuah tulisan pada tahun 1995, menyatakan bahwa masuknya Lie ke dalam dunia pers memicu banyak penulis
Dari perspektif seorang [[Linguistik|linguis]], Kasijanto Sastrodinomo dari [[Universitas Indonesia]] mendeskripsikan ''Malajoe Batawi'' sebagai sebuah buku yang "luar biasa", karena merupakan buku teks berbahasa Melayu pertama yang ditulis oleh orang non-Melayu.{{sfn|Sastrodinomo 2009, Teringat akan Lie}} Ia juga menyatakan bahwa buku tersebut tidak menggunakan satupun istilah sastra yang diturunkan dari bahasa Inggris, yang biasanya banyak ditemukan di buku teks Indonesia pada abad ke-20.{{sfn|Sastrodinomo 2009, Teringat akan Lie}} Linguis Waruno Mahdi menulis bahwa ''Malajoe Batawi'' karya Lie adalah "tulisan Tionghoa Melayu paling luar biasa" dari sudut pandang seorang linguis.{{sfn|Mahdi|2006|p=95}} Dalam disertasi doktoralnya, Benitez berpendapat bahwa Lie mungkin berharap agar bahasa Melayu dapat menjadi ''[[lingua franca]]'' di Hindia Belanda.{{sfn|Benitez|2004|p=261}} Dalam sejarah sastra Tionghoa Melayu, karyanya, [[Nio Joe Lan]] mendapati bahwa Lie, yang dipengaruhi oleh pendidikan misionarisnya, berusaha untuk mempertahankan penggunaan bahasa yang teratur
[[Berkas:Poster siti akbari.jpg|jmpl|alt=Poster hitam-putih dengan pinggiran coklat; foto-foto menceritakan berbagai adegan dari sebuah film.|''[[Siti Akbari]]'' karya [[Wong bersaudara]], yang konon didasarkan pada puisi karya Lie.]]
Adam berpendapat bahwa Lie paling diingat atas kontribusinya pada [[sastra Indonesia]],{{sfn|Adam|1995|pp=64–66}} dengan karyanya yang diterima dengan baik oleh orang yang hidup pada saat itu. Tio juga menulis bahwa "Tua-muda membaca dengan mesra tulisan-tulisannya
Sejumlah buku karya Lie, seperti ''Sair Tjerita Siti Akbari'', ''Kitab Edja'', ''Orang Prampoewan''
Setelah munculnya gerakan [[Kebangkitan Nasional Indonesia|nasionalis]] dan pemerintah kolonial Belanda berupaya menggunakan [[Balai Pustaka]] untuk menerbitkan karya sastra bagi kaum pribumi, karya Lie pun mulai terpinggirkan. Pemerintah kolonial Belanda menggunakan [[bahasa Melayu|Melayu Halus]] sebagai bahasa administrasi, yakni bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan diajarkan di sekolah. Melayu Halus umumnya digunakan oleh para bangsawan di Sumatra, sementara Melayu pasaran berkembang menjadi [[Bahasa kreol|kreol]] yang digunakan dalam kegiatan perdagangan di sebagian Hindia Belanda bagian barat. Melayu pasaran umumnya digunakan oleh masyarakat kelas bawah. Para nasionalis Indonesia juga menggunakan Melayu Halus untuk membantu membangun budaya nasional
== Kontroversi ==
Pada sebuah tulisan untuk koran ''Lay Po'' pada tahun 1923, Tio menyatakan bahwa ''Sair Tjerita Siti Akbari'' sangat dipengaruhi oleh sebuah puisi tahun 1847 yang berjudul ''[[Sjair Abdoel Moeloek]]'', karya [[Raja Ali Haji]] atau saudaranya, Saleha. Tio menyatakan bahwa ''Sair Siti Akbari'', yang Lie katakan sebagai karyanya sendiri, mengikuti alur dari ''Sjair Abdoel Moeloek''.{{sfn|Zaini-Lajoubert|1994|p=103}} Dalam biografinya pada tahun 1958, Tio juga menyatakan bahwa ''Tjhit Liap Seng'' karya Lie adalah gabungan dari dua novel asal Eropa, yakni ''Klaasje Zevenster'' karya [[Jacob van Lennep]] (1865) dan ''[[Les Tribulations d'un Chinois en Chine]]'' karya [[Jules Verne]] (1879).{{sfn|Tio|1958|pp=72–73}} Tio pun menyatakan bahwa ''Pembalasan Dendam Hati'' karya Lie memiliki kesamaan dengan karya [[Xavier de Montépin]] yang diterjemahkan menjadi ''De Wraak van de Koddebeier''.{{sfn|Tio|1958|p=73}} Menganggapi pernyataan Tio tersebut, kritikus sastra seperti Tan Soey Bing dan Tan Oen Tjeng pun menyatakan bahwa tidak ada karya Lie yang asli.{{sfn|Tio|1958|pp=90–91}}
Walaupun begitu, kesimpulan Tio tersebut sangat ditentang oleh penulis yang menemukan keaslian dalam karya Lie. Tio sendiri menyatakan bahwa dalam menerjemahkan ''Kapitein Flamberge'', Lie telah mengubah bagian akhirnya, yakni karakter utama tidak meninggal akibat ledakan dinamit, tetapi berhasil bertahan hidup dan menikahi wanita idamannya, yakni Hermine de Morlay.{{sfn|Tio|1958|pp=90–91}} Dalam mengeksplorasi kesamaan antara ''Sjair Abdoel Moeloek'' dan ''Siti Akbari'', Zaini-Lajoubert menyatakan bahwa unsur-unsur alur utama dalam dua buku tersebut memang sama, meskipun beberapa di antaranya hanya muncul di salah satu buku atau dimunculkan secara lebih
== Bibliografi ==
Baris 130:
== Referensi ==
=== Sitasi ===
{{reflist|30em}}
===
{{refbegin|40em}}
* {{cite book
Baris 204:
|ref = harv
}}
*
|last = Koster
|first = G.
|title = Making it new in 1884; Lie Kim Hok's ''Syair Siti Akbari''
|journal = Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde
|volume = 154
|issue = 1
|year = 1998
|url = https://brill.com/view/journals/bki/154/1/article-p95_5.pdf
|ref=harv▼
|pages = 95–115▼
|doi = 10.1163/22134379-90003906▼
▲ |pages=95–115
|doi-access= free
▲ |doi=10.1163/22134379-90003906
}}
* {{cite book
|last=Lie
Baris 424 ⟶ 425:
}}
* {{cite news
|title=(
|language=nl
|location=Batavia
Baris 453 ⟶ 454:
}}
{{refend}}
{{Authority control}}
{{Portal bar|Biografi|Indonesia}}
{{lifetime|1853|1912|Lie Kom Hok}}
{{Artikel pilihan}}
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Marga Li]]
|