Gerakan mahasiswa di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Nasywaaf (bicara | kontrib)
k Mengembangkan Artikel
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(13 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{rapikan}}
 
'''Gerakan mahasiswa''' adalah kegiatan di dalam maupun di luar kampus, untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis.
 
Dalam [[sejarah]] bangsa, gerakan mahasiswa sering menjadi cikal bakal perjuangan nasional. Pada tahun 1987 diadakan aksi gerakan mahasiswa pertama di Institut Seni Indonesia dengan mengatasnamakan FKMY (Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta) untuk menghadang Mendikbud Fuad Hasan saat membuka Pameran Purna Tugas mengajar Widayat. Adapun tuntutan mahasiswa adalah dicabutnya NKK/BKK.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Maiwan|first=Mohammad|date=2014|title=GERAKAN MAHASISWA DI INDONESIA DALAM BINGKAI KEKUASAAN ORDE BARU (1966-1998)|url=https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jmb/article/download/6504/4682/|journal=Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi}}</ref>
 
FKMY adalah gabungan dari berbagai mahasiswa mulai dari ISI, UMY, Janabadra, UGM, UII dan IAIN Sunan Kalijaga. Gerakan itu menjadi tonggak ketika kasus tanah parah bener menjadi perekat aktivis di berbagai daerah. Sehingga pada ahun 1993 aksi FAMI (Front Aksi Mahasiswa Indonesia dengan spanduk "Seret SoehartoPresiden Ke Sidang Istimewa" kemudian ditangkap 21 mahasiswaMahasiswa kupu kupu malam dengan masa kurungan 9 bulan - 3 tahun.
 
Gerakan [[Mahasiswa]] sejatinya adalah gerakan yang murni atas keberpihakan mahasiswa terhadap rakyat untuk melawan kezaliman oligarki dan merupakan sebuah gerakan idealis terhadap kaum pemerintahan.
 
 
'''<big>Mahasiswa dan Kritik Pada Masa Orde Baru</big>'''
 
Pada masa awal Orde Baru, hubungan antara mahasiswa Pasa militer dapat dikatakan harmonis. Mahasiswa kembali ke kampus dan memantau perkembangan yang terjadi sambil merasa bahwa mereka telah menyelesaikan tugas mereka, memberikan kesempatan bagi pemerintah yang baru untuk [[bekerja]]. Pada saat itu, gerakan mahasiswa masih memiliki kebebasan yang relatif besar. Militer mulai mengambil alih kekuasaan dan melakukan konsolidasi dengan melakukan pembersihan elemen-elemen “kiri” (komunis) yang tersisa serta memperbaiki kondisi negara yang kacau akibat warisan Orde Lama.
 
Tantangan utama yang dihadapi Orde Baru adalah menstabilkan keadaan dan memperbaiki ekonomi yang rusak. [[Rezim]] Orde Baru mengambil berbagai langkah strategis untuk merestrukturisasi berbagai bidang. Di ranah politik, mereka memulai proses depolitisasi dengan membatasi jumlah partai politik, menerapkan politik massa mengambang, mengesahkan undang-undang politik dan pemilu, menetapkan monoloyalitas bagi pegawai negeri, serta melakukan berbagai tindakan kooptasi lainnya. Sementara di sektor ekonomi, pemerintah membuka keran [[investasi]] asing, menerima bantuan luar negeri, dan menerapkan pendekatan ekonomi yang lebih liberal serta pro-Barat (Mas’oed 1986).
 
Langkah-langkah ini perlahan-lahan mengintegrasikan ekonomi Indonesia ke dalam sistem ekonomi internasional yang bercorak [[kapitalisme]] liberal. Kebijakan ekonomi ini diarahkan untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi, yang diharapkan akan membuka peluang baru guna menyerap tenaga kerja produktif yang melimpah. Dalam pelaksanaannya, pemerintah Orde Baru mengedepankan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa terganggu oleh hiruk pikuk [[politik]]. Namun, kebijakan ini juga mulai menunjukkan dampak negatif, seperti ketimpangan ekonomi, kemiskinan, ketergantungan pada pihak asing, korupsi birokrasi, serta pengabaian terhadap hak-hak politik warga negara (Glassburner 1978: 137-170).<ref name=":1">{{Cite book|last=Muzakar|first=Abdullah|date=2018|url=https://eprints.hamzanwadi.ac.id/5144/1/Buku%20Gerakan%20Mahasiswa.pdf|title=Gerakan Mahasiswa Dalam Perspektif Karl Marx|location=Lombok|publisher=Perpustakaan Nasional RI|url-status=live}}</ref>
 
Pada awal 1970-an, mahasiswa mulai menyuarakan kritik terhadap Orde Baru karena dianggap menyimpang dari tujuan awal, seperti kurangnya transparansi pemerintah dalam menangani [[korupsi]]. Tuntutan perbaikan yang disuarakan mahasiswa awalnya bersifat terbatas dan ditujukan untuk memberi peringatan pada pemerintah. Dalam upaya meredam protes, pemerintah mendirikan Komisi Empat Anti Korupsi serta menyusun Rancangan Undang-Undang Anti Korupsi.<ref name=":1" />
 
Namun, upaya pemerintah tidak membuahkan hasil; korupsi dan ketimpangan tetap berlanjut. Mahasiswa kemudian memperkuat kritik, khususnya terhadap proyek-proyek pemerintah yang dianggap menghamburkan uang, seperti Taman Mini Indonesia Indah, serta mengkritik legitimasi Orde Baru. Hal ini mengakibatkan hubungan yang renggang antara mahasiswa dan militer.
 
Pada 1974, protes memuncak dalam "Peristiwa Malari," yang memicu penahanan tokoh mahasiswa. [[Pemerintah]] kemudian membatasi aktivitas politik di kampus melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 028/U/1974. Meski represi meningkat, protes mahasiswa tetap terjadi, terutama menjelang pemilu 1977, yang diwarnai isu krisis dan ketidakadilan politik.<ref name=":1" />
 
Pada 1978, gerakan [[mahasiswa]] mencapai puncaknya dengan aksi protes besar, yang ditindas pemerintah melalui kebijakan represif, termasuk pembekuan Dewan Mahasiswa dan pembatasan pers [[kampus]]. Konsep NKK/BKK diperkenalkan untuk mengembalikan kampus menjadi tempat belajar tanpa keterlibatan politik. Akibatnya, gerakan mahasiswa mengalami tekanan kuat, dan kampus semakin diatur oleh kepentingan negara, membatasi ruang gerak aktivisme mahasiswa dan dosen.<ref name=":0" />
 
 
Dalam sejarah bangsa, gerakan mahasiswa sering menjadi cikal bakal perjuangan nasional. Pada tahun 1987 diadakan aksi gerakan mahasiswa pertama di Institut Seni Indonesia dengan mengatasnamakan FKMY (Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta) untuk menghadang Mendikbud Fuad Hasan saat membuka Pameran Purna Tugas mengajar Widayat. Adapun tuntutan mahasiswa adalah dicabutnya NKK/BKK.
 
FKMY adalah gabungan dari berbagai mahasiswa mulai dari ISI, UMY, Janabadra, UGM, UII dan IAIN Sunan Kalijaga. Gerakan itu menjadi tonggak ketika kasus tanah parah bener menjadi perekat aktivis di berbagai daerah. Sehingga pada ahun 1993 aksi FAMI (Front Aksi Mahasiswa Indonesia dengan spanduk "Seret Soeharto Ke Sidang Istimewa" kemudian ditangkap 21 mahasiswa dengan masa kurungan 9 bulan - 3 tahun.
 
== Sejarah ==
Baris 36 ⟶ 58:
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
 
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh [[Chairul Saleh]] dan [[Soekarni]] saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkanmemproklamasikan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan [[peristiwa Rengasdengklok]].
 
=== 1966 ===
Baris 82 ⟶ 104:
==== Gerakan bersifat nasional namun tertutup dalam kampus, Oktober 1977 ====
Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja namun meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota [[Surabaya]], [[Medan]], [[Bogor]], Ujungpandang (sekarang [[Makassar]]), dan [[Palembang]].
<ref>[http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2001/02/12/BK/mbm.20010212.BK77691.id.html TEMPO Interaktif 12 Februari 2001:Gerakan Mahasiswa yang Antiklimaks] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110524011756/http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2001/02/12/BK/mbm.20010212.BK77691.id.html |date=2011-05-24 }} Diakses pada 20 April 2011</ref> 28 Oktober 1977, delapan ribu anak muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!". Besoknya, semua yang berteriak, raib ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat perang. Namun, sekejap kembali tenteram.<ref name="baliwerti">[https://www.its.ac.id/news/2010/10/25/baliwerti-oktober-1977/ Situs ITS:Baliwerti, Oktober 1977] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230607235423/https://www.its.ac.id/news/2010/10/25/baliwerti-oktober-1977/ |date=2023-06-07 }} Diakses pada 20 April 2011</ref>
 
==== Peringatan Hari Pahlawan 10 November 1977, berkumpulnya mahasiswa kembali ====
Baris 125 ⟶ 147:
 
=== 1998 ===
Gerakan 1998 menuntut [[reformasi]] dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada [[Indonesia: Era Reformasi#Garis waktu|1997-1998]], lewat [[pendudukan gedung DPR/MPR]] oleh ribuan mahasiswa, meski pada kenyataanya gerakan yang di bangun itu ada juga keterlibatan kelompok buruh, sehingga kekuatan pemberontakan menjadi kuat sehingga pada akhirnya mereka menuntut Presiden [[Soeharto]] melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: [[Peristiwa Cimanggis]], [[Peristiwa Gejayan]], [[Tragedi Trisakti]], [[Tragedi Semanggi I]] dan [[Tragedi Semanggi II|II]], [[Tragedi Lampung]]. Gerakan ini terus berlanjut hingga [[Pemilihan Umum Indonesia 1999|pemilu 1999]]. Dan itu adalah sekema yang coba di bangun oleh sekelompok orang yang berada di kekuasaan, sehingga memanfaatkan peluang tersebut (Tan Muda)
 
=== Zaman BJ Habibie ===
Senin, 7 September 1998, di antara 2.000-an mahasiswa beberapa mengacung-acungkan poster. “Habibie turun!” bunyi salah satu poster. “Turunkan harga sembako,” bunyi poster yang lain.
Di periode kepemimpinannya pada 1998-1999, BJ Habibie mengambil keputusan kontroversional, yakni Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
 
=== Zaman Gus Dur ===
30 Januari 2001, Pada saat sidang krusial DPR/MPR berlangsung, suasana di luar Gedung DPR/MPR juga belasan ribu orang dari elemen mahasiswa dan masyarakat umum berdemonstrasi di halaman Gedung DPR/MPR. Yang bikin tegang adalah karena itu bukan demonstrasi tunggal—mereka terbelah dalam dua kubu: pro dan anti-Presiden Abdurrahman Wahid.
 
=== Zaman Megawati Soekarnoputri ===
Bandung : Ribuan mahasiswa sepanjang Senin, 6 Januari 2003 menggelar unjuk rasa di berbagai kota untuk menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik dan telepon. Mereka menuntut Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz mundur dari jabatannya karena tidak mampu menyelesaikan persoalan bangsa.
 
=== Zaman Susilo Bambang Yudhoyono ===
Banyak sekali demonstrasi yang terjadi di zaman ini dikarenakan kenaikan harga BBM yang lebih dari 100 persen dan janji-janji kampanye yang saat itu tidak menjadi kenyataan. Demo di zaman ini sudah jelas mewakili suara rakyat, bukan mewakili kaum serakah seperti pada masa sekarang. Salah satu aksi yang masih membekas di dalam ingatan adalah ketika para pengunjuk rasa turut membawa seekor kerbau. Tak hanya itu, tubuh hewan tersebut juga ditulisi kata Si BuYa dengan menggunakan cat putih. Singkatan SBY diubah, menjadi "Semakin Bubrah Yo", "Sengsara Banget Yo", "Sumber Bencana Yogya", dsb.
 
=== Zaman Joko Widodo ===
Demo pada masa sekarang masih sesuai dengan tuntutan nurani rakyat dan mahasiswa, dikarenakan beberapa gerakan mahasiswa kontra dengan Jokowi karena PDIP.
 
== Lihat pula ==