Masjid Raya Ganting: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pratama26 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Cagar
 
(10 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 5:
|image_size = 270px
|building_name = Masjid Raya Ganting
|location = Jalan Ganting Nomor 10, [[Ganting Parak Gadang, Padang Timur, Padang|Kampung Ganting]], [[Padang Timur, Padang|Kecamatan Padang Timur]], [[Kota Padang]], [[SumatraSumatera Barat]], [[Indonesia]]
|religious_affiliation = [[Islam]]
|ownership = [[Wakaf]]
Baris 27:
|minaret_height =
}}
'''Masjid Raya Ganting''' (atau ditulis dan dilafalkan '''Gantiang''' dalam [[bahasa Minangkabau|bahasa Minang]]) adalah masjid peninggalan abad ke-19 yang terletak di [[Ganting Parak Gadang, Padang Timur, Padang|Kampung Ganting]], [[Padang Timur, Padang|Kecamatan Padang Timur]], [[Kota Padang]], [[SumatraSumatera Barat]], [[Indonesia]]. Tercatat sebagai masjid tertua di Padang, cikal bakal masjid ini berawal dari sebuah [[surau]] di [[Seberang Padang, Padang Selatan, Padang|Seberang Padang]], daerah permukiman awal dalam [[sejarah Kota Padang|sejarah Padang]].{{sfn|Colombijn|1994|pp=39}}{{sfn|Safwan|1987|pp=15}}{{sfn|Evers|1993|p=85}} Arsitekturnya merepresentasikan akulturasi etnis-etnis yang ada di Padang dengan pengaruh [[Arsitektur Neoklasik|Neoklasik]] dari Eropa yang dominan pada bagian fasad.{{sfn|ANTARA|22 Agustus 2009}}{{sfn|Detik.com|17 September 2008}}
 
Berada di kawasan yang dulunya merupakan pusat kota, Masjid Raya Ganting sempat menjadi masjid terbesar di Minangkabau pada awal abad ke-20.{{sfn|Djaja|1956|pp=[https://books.google.co.id/books?id=U0FMAQAAIAAJ&q=%22PADANG+MESDJID%22&dq=%22PADANG+MESDJID%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjUvvrqzZLpAhUN7HMBHYUqCW4Q6AEINDAB 435–436]}} Masjid ini telah berkontribusi dalam pengembangan [[Dakwah|dakwah Islam]], menjadi tempat perdebatan wacana [[Islam di SumatraSumatera Barat|keislaman di Minangkabau]], hingga berperan pada masa genting ketika [[SumatraSumatera Barat pada masa pendudukan Jepang|SumatraSumatera Barat diduduki oleh tentara Jepang]].{{sfn|Zein|1999|pp=71–72}} Pamornya meredup pasca-pergolakan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) disusul kehadiran masjid besar baru seperti [[Masjid Agung Nurul Iman|Masjid Nurul Iman]] dan [[Masjid Taqwa Muhammadiyah]].{{sfn|Colombijn|1994|pp=345}}
 
Bangunan Masjid Raya Ganting terpelihara dengan baik walaupun sempat mengalami kerusakan akibat [[Gempa bumi Sumatra 2005|gempa bumi tahun 2005]] dan [[Gempa bumi SumatraSumatera Barat 2009|2009]]. Masjid ini telah ditetapkan sebagai [[Daftar cagar budaya Indonesia|cagar budaya oleh pemerintah Indonesiadaerah]]{{sfn|Permenbudpar PM.54/PW.007/MKP/2010}} dan menjadi daya tarik wisata di Kota Padang.{{sfn|ANTARA|25 Desember 2010}}
 
== Pembangunan ==
Baris 41:
Cikal bakal Masjid Raya Ganting berawal dari sebuah [[surau]]. Dalam [[Sejarah Kota Padang|sejarah Padang]], surau paling awal terletak di Kapalo Koto (kini masuk wilayah [[Seberang Padang, Padang Selatan, Padang|Seberang Padang]]) dan dibangun pada abad ke-18. Pada tahun yang tidak diketahui, surau dipindahkan ke [[Ganting Parak Gadang, Padang Timur, Padang|Kampung Ganting]] di tepi [[Batang Arau]] dan dinamakan sebagai Surau Kampung Ganting. Surau didirikan di atas tanah Haji Umar, kepala kampung setempat dari [[Suku Caniago]].{{sfn|Zein|1999|pp=70}} Lokasinya berada di dekat jembatan Seberang Padang, sekitar 300 meter dari lokasi masjid sekarang.{{sfn|Rasyid|2008|pp=85}}
 
Semula, bangunan surau terbuat dari kayu dengan atap berbahan [[rumbia]]. Konstruksi surau kemungkinan ditingkatkan seiring waktu.{{sfn|Kementerian Agama|pp=1}} Meskipun tahun pendirian surau tidak diketahui, keberadaan rumah ibadah di tepi Batang Arau sudah diidentifikasi pada 1781 dalam laporan yang  dibuat  oleh  Jacob van Heemskerk, residen [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] di Padang, ketika menyerahkan kota kepada Inggris akibat [[Perang Inggris-Belanda Keempat]].{{sfn|UNESCO|2010}}{{sfn|Netscher|1880|pp=}}{{efn|Laporan ini kelak digunakan [[Elisa Netscher|E. Netscher]], Gubernur [[Pantai Barat Sumatra]] dari 1870–1878, ketika menyusun buku ''Padang in het Laatst der XVIIIe Eeuw'' pada 1880.{{sfn|Colombijn|1994|pp=58}}}}
 
Masjid Raya Ganting yang berdiri di lokasi sekarang didirikan sebagai pengganti Surau Kampung Ganting dan surau terdahulu di Kapalo Koto. Pendirian masjid sejalan dengan pembentukan ''[[nagari]]'' oleh delapan [[Daftar suku Minangkabau|''suku'']] di Padang yang bernama Nagari Nan Salapan Suku.{{sfn|Safwan|1987|pp=15}} Menurut [[adat Minangkabau]], sebuah nagari dapat berdiri apabila salah satunya memiliki masjid. Namun, kapan persisnya masjid dibangun tidak diketahui pasti. Meski demikian, Masjid Raya Ganting jamak disebut sebagai masjid tertua di Padang.{{sfn|Colombijn|1994|pp=39}}{{sfn|Safwan|1987|pp=15}}{{sfn|Evers|1993|p=85}}
 
=== Pembangunan masjid ===
Wartawan Fachrul Rasyid dari majalah ''[[Gatra]]'' menulis Masjid Raya Ganting didirikan pada 1805 dan rampung pada 1810.{{sfn|Rasyid|2005|pp=82}} Salah seorang pemrakarsa pembangunan adalah Haji Umar. Tanah untuk lokasi masjid diperoleh dari hasil wakaf masyarakat Kampung Ganting. Dana pembangunan dihimpun dari penduduk Muslim setempat, terutama dari kalangan saudara.{{sfn|Zein|1999|pp=70}}{{sfn|Kementerian Agama|pp=1}} Masjid awal memiiki bentuk sederhana. Menurut versi ini, Masjid Raya Ganting termasuk bangunan yang tetap utuh saat terjadi [[gempa bumi Sumatra 1833|gempa bumi disertai tsunami]] yang melanda pantai barat Sumatra pada 1833. NamunMeski demikian, lantai batunya rusak sehingga diganti dengan lantai coran kapur dari kulit kerang dan batu kapur.{{sfn|Rasyid|2005|pp=82}}
 
Sementara itu, sejarawan [[Rusli Amran]] dalam ''Padang Riwayatmu Dulu'' menyebut pendirian Masjid Raya Ganting dimulai pada 1866. Namun, pembangunannya berjalan lamban sehingga, sesudah 20 tahun dibangun, masjid "belum selesai betul" karena dana yang "selalu saja kurang".{{sfn|Amran|1988|pp=[https://books.google.co.id/books?id=3mseAAAAMAAJ&q=%22tetapi+selalu+saja+kurang%22&dq=%22tetapi+selalu+saja+kurang%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj99o-jqobpAhVGXSsKHSopBtMQ6AEIKDAA 18]}}{{sfn|Koestoro|2007|pp=[https://books.google.co.id/books?id=HddRAQAAMAAJ&q=%22Haji+Uma+%22&dq=%22Haji+Uma+%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiYp8Whp4bpAhXTT30KHfnJBnAQ6AEIdDAI 58]}} Surat kabar ''[[Sumatra Courant]]'' pada 1868 melaporkan beberapa imam pribumi di Padang melakukan penggalangan dana dari masyarakat Muslim untuk pembangunan masjid.{{sfn|Sumatra Courant|12 September 1868}} Tokoh dalam penggalangan dana yang teridentifikasi yakni Syekh Kapalo Koto, seorang imam di Seberang Padang dan Syekh Gapuak (bernama asli Abdul Halim), seorang saudagar sarung bugis di [[Pasa Gadang, Padang Selatan, Padang|Pasar Gadang]].{{sfn|Denas|14 Desember 2021}} Dua tokoh ini, bersama Haji Umar selaku kepala kampung Ganting, disebut oleh banyak sumber sebagai tiga tokoh pemrakarsa Masjid Raya Ganting.{{sfn|Rasyid|2005|pp=82}}{{sfn|Zein|1999|pp=70}}
Baris 55:
Bangunan awal Masjid Raya Ganting memiliki ruang utama berukuran 30 × 30 m, ditambah serambi selebar 4 m mengelilingi bangunan utama. Pada awal abad ke-20, lantai bangunan mulai dicor dengan semen buatan Jerman{{sfn|Kementerian Agama|pp=1}} dan dipasang tegel dari Belanda yang dipesan melalui [[Naamloze Vennootschap|NV]] Jacobson van den Berg. Pemasangan tegel ditangani oleh tukang yang ditunjuk langsung oleh pabrik dan selesai pada 1910.{{sfn|VIVAnews|25 Agustus 2009}} Selama tahun-tahun berikutnya, dilakukan sejumlah pekerjaan pembangunan yang mengubah tampilan bangunan, terutama pada bentuk atap, cungkup, tiang, dan fasad yang ada sekarang.{{sfn|Koestoro|2007|pp=[https://books.google.co.id/books?id=HddRAQAAMAAJ&q=%22pembangunan+lanjutan+dengan+arsitektur+campuran+antara+lokal+dan+Eropa+dimulai+pada+tahun+1885.%22&dq=%22pembangunan+lanjutan+dengan+arsitektur+campuran+antara+lokal+dan+Eropa+dimulai+pada+tahun+1885.%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjD25Xc2ozpAhUC73MBHaiUD9gQ6AEIKDAA 57]}}{{sfn|Liputan6|4 November 2005}} Biaya pembangunan diperoleh dari sumbangan wakaf beberapa jemaah yang namanya dipampang pada prasasti di dinding serambi bagian dalam.
 
Menurut sementara sumber, seorang perwira dari [[Zeni|Korps Tentara Zeni]] Hindia Belanda wilayah [[Pesisir Barat Sumatra]] (yang meliputi SumatraSumatera Barat dan [[Tapanuli]] sekarang) turut serta dalam pengembangan Masjid Raya Ganting.{{sfn|Okezone.com|4 September 2008}} Bantuan diberikan sebagai bentuk kompensasi pemerintah kolonial atas tanah wakaf masjid yang terpakai saat membuka jalan batu.{{efn|Jalan batu yang disebutkan yakni jalan menuju [[Pelabuhan Teluk Bayur]]. Jalan ini, berdasarkan dokumen pemerintah Hindia Belanda, mulai dibangun pada 1896 dan selesai pada 1900. Panjang jalan 6,5 km.{{sfn|Verslag Over de Burgerlijke Openbare...|1902|pp=77}}}} Namun, tidak ada penjelasan mengenai kapan dan bentuk bantuan yang diberikan.
 
Pada [[mihrab]] tempat imam memimpin salat dan menyampaikan khotbah, dibuat ukiran kayu mirip ukiran Tiongkok. Di bagian tengah ruangan salat, dibangun sebuah muzawir berukuran 4 × 4 m berbentuk panggung dari kayu dan diberi ukiran Tiongkok. Muzawir berfungsi sebagai tempat penyambung suara [[imam]] sehingga [[makmum]] dapat mendengar aba-aba imam. Saat salat Jumat, suara imam nyaris tak terdengar jamaah paling belakang. Setelah ada [[pengeras suara]], muzawir tidak digunakan lagi sehingga pengurus masjid membongkar bangunan tersebut pada 1978.{{sfn|Kementerian Agama|pp=2}}
Baris 69:
=== Hindia Belanda ===
Sebagai masjid terbesar di Minangkabau pada awal abad ke-20, Masjid Raya Ganting pernah menjadi arena perdebatan dan perebutan pengaruh antara [[ulama Minangkabau]] yang terbagi menjadi Kaum Tua dan Kaum Muda.<!--
istilah “Kaum Muda” dan “Kaum Tua” muncul setelah pertemuan di rumah Haji Jamil di Kampung Pondok Padang antara dua kelompok, yakni kelompok ulama tua di kota Padang, yaitu Syaikh Khatib Muhammad ‘Ali al-Fadani, Syaikh Muhammad Dalial (Tuanku Syaikh Bayang), Tuanku Syaikh Khatib Saidina, Syaikh Muhammad Thaib Seberang Padang dan Tuanku Imam Masjid Gantiang Padang dengan kelompok ulamamuda yang terdiri dari Haji Abaz Daud Balingka (Inyik Balingka), Haji Abdullah Ahmad Padang Panjang dan Haji Abdul Karim Amrullah Maninjau yang menudian dimasyhurkan orang dengan Inyik Rasul. Pertemuan ini mendebatkan persoalan tarekat dan rabithah.--> Perbedaan pandangan dalam masalah [[ikhtilaf]] hingga metode menentukan awal bulan Ramadhan membelah umat Muslim di Padang dalam dua kubu. Pada 1906, [[Abdullah Ahmad]], seorang pendukung pembaruan dalam beragama, mulai mengajar di masjid. Ia menggantikan kedudukan pamannya yang meninggal, yakni Syekh Gapuak, yang merupakan salah seorang pendiri masjid.{{sfn|Djaja|1956|pp=[https://books.google.co.id/books?id=U0FMAQAAIAAJ&dq=%22PADANG+MESDJID%22&focus=searchwithinvolume&q=abdullah 435–436]}} Pengajaran Abdullah Ahmad mendapat banyak pengikut, tetapi pada saat yang sama ditolak oleh kelompok pendukung tradisi.{{sfn|Hamka|1982|pp=[https://books.google.co.id/books?id=tLYXAAAAIAAJ&q=%22+Jamil+Kampung+Pondok+Padang%22&dq=%22+Jamil+Kampung+Pondok+Padang%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj7nq-uhY_pAhWB7nMBHUwAA10Q6AEIKDAA 77]}}{{sfn|Seno|2010|pp=108}}
 
Pada 1909, Abdullah Ahmad berhenti mengajar di masjid dan mendirikan [[Adabiyah School]]. Meski demikian, pengaruhnya tetap menonjol di kalangan jemaah. Imam Masjid Raya Ganting bernama Haji Talib menjadi pengikutnya. Pada 1919, Kaum Tua yang dipimpin oleh [[Khatib Muhammad Ali bin Abdul Muthalib|Syekh Khatib Ali]] berusaha mengganti kedudukan Haji Talib sebagai imam, tetapi gagal. Kaum Tua menolak Haji Talib lantaran tidak mengeraskan membaca [[niat]] salat dan mengikuti perhitungan awal bulan Ramadhan dengan metode hisab. ''[[Oetoesan Melajoe]]'' melaporkan bahwa terdapat ratusan orang yang salat di [[Masjid Istighfar|Surau Syekh Khatib Ali]] karena tidak mau mengikuti salat Jumat yang dipimpin oleh Haji Talib—padahal surau bukan tempat salat Jumat. Pejabat pemerintah kolonial Belanda di Padang berusaha mendamaikan kedua belahubu pihakyang bertikai dan mengatakan bahwa masjid adalah kepunyaan nagari, boleh dipakai Kaum Muda dan Kaum Tua. [[Bertram Johannes Otto Schrieke|BJO Schrieke]] memberikan solusi agar Masjid Raya Ganting memiliki dua imam, masing-masing mewakilimerepresentasikan Kaum Tua dan Kaum Muda.{{sfn|Darwis|2013|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JUtODwAAQBAJ&pg=PA44&dq=%22masjid+agung+*+padang%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwinoL7AnpHpAhUwlEsFHf2jDyIQ6AEIKzAA#v=onepage&q=masjid%20agung&f=false 44]}} Namun, perseteruan antara dua kelompok tetap berlangsung hingga beberapa tahun berikutnya.{{sfn|Cholik|2008|pp=99–112}}{{sfn|Fernando|2017|pp=67}}[[Berkas:Padang - Missigit.tif|al=|jmpl|272x272px|Masjid Raya Ganting pada awal abad ke-20]]Dalam suatu rentang waktu, Masjid Raya Ganting pernah dimanfaatkan sebagai tempat bimbingan [[Manasik Haji|manasik haji]]{{sfn|Zein|1999|pp=71}} sekaligus tempat embarkasi bagi jemaah calon haji sebelum berlayar dari [[Pelabuhan Teluk Bayur]] ke Jeddah.{{sfn|Republika|15 Maret 2012}} Materi bimbingan diberikan oleh seorang guru yang berasal dari Timur Tengah bernama Syekh Abdul Hadi atau dijuluki Tuanku Syekh Arab.{{sfn|Oetoesan Melajoe Perobahan|6 Juni 1923}}{{sfn|Hamka|1982|pp=[https://books.google.co.id/books?id=tLYXAAAAIAAJ&q=%22Tuanku+Syekh+Arab%22.&dq=%22Tuanku+Syekh+Arab%22.&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiit9qA647pAhUUeisKHad7B3oQ6AEIKDAA 135]}} Ia merupakan menantu Syekh Khatib Ali. Saat propoganda [[komunisme di Sumatra]] kian kuat, Syekh Abdul Hadi memberikan khotbah Jumat dalam bahasa Melayu di masjid, disaksikan polisi Hindia-Belanda, yang berisi ajakan untuk tidak ikut dalam gerakan komunis.{{sfn|Historia.id|10 Mei 2019}} Belakangan, ia terlibat perdebatan masalah ikhtilaf dengan [[Adam B.B.|Syekh Adam Balai-Balai]] di Padang Panjang. Pada suatu waktu, ia Syekh Abdul Hadi berkhotbah di mimbar Masjid Raya Ganting sambil membawa kapak dan berseru mengancam Syekh Adam. Peristiwa ini membuatnya diamankan oleh polisi dan dikirim ke rumah sakit jiwa di [[Kota Sabang|Sabang]].{{sfn|Hamka|1974|pp=30–31}}
 
Sekolah agama Diniyah School pernah berdiri di dalam pekarangan masjid pada 1924,{{sfn|Tjaja Sumatra|19 Mei 1924}} tetapi dilaporkan tutup pada 1929 karena kekurangan siswa.{{sfn|Tjaja Sumatra|16 September 1929}} Gerakan kepanduan Muhammadiyah [[Hizbul Wathan]] pernah bermarkas di Masjid Raya Ganting. Hizbul Wathan menjadikan masjid ini sebagai lokasi jambore nasional pertama pada 1932.{{sfn|Zein|1999|pp=71}}<!-- https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKITLV3:002220014:pdf, https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKITLV3:002220012:pdf -->
Baris 89:
Pada 10 April 2005, terjadi gempa bumi di pantai barat Sumatra dengan kekuatan 6,7 [[skala Richter|SR]] setelah terjadinya [[Gempa bumi Sumatra 2005|gempa bumi lebih besar]] di sekitar [[Pulau Nias]] dua minggu sebelumnya. Akibat bencana ini, sejumlah tiang penyangga kuda-kuda atap retak dan patah.{{sfn|Detik.com|17 September 2008}}{{sfn|PT Taspen|2008}}{{sfn|Liputan6|4 November 2005}}
 
Selanjutnya, masjid ini menjadi salah satu dari 608 unit [[tempat ibadah]] di [[SumatraSumatera Barat]] yang rusak akibat [[Gempa bumi SumatraSumatera Barat 2009|gempa bumi]] pada 30 September 2009.{{sfn|ANTARA|6 Oktober 2009}} Sebagian fasad hancur dan beberapa tiang ruang utama retak, membuat bangunan dikhawatirkan roboh.{{sfn|The Art Newspaper|14 April 2010}}{{sfn|The Art Newspaper|3 November 2009}} Sebelum dilakukan renovasi pada 2010, kerusakan yang dialami masjid menyebabkan aktivitas ibadah terganggu sehingga, selama sementara waktu aktivitas ibadah harus dilakukan di halaman masjid.{{sfn|ANTARA|7 Februari 2010}}{{sfn|Waspada|16 Oktober 2009}}
 
== Arsitektur ==
[[Berkas:Masjid Raya Ganting 2020 02.jpg|al=|kanan|jmpl|272x272px|Elemen Fasadfasad Masjid Raya Ganting meliputi mimbar luar, pelengkung, frizplisir, dan parapetpembirih.]]
Arsitektur Masjid Raya Ganting kerap disebut sebagai hasil akulturasi etnis-etnis yang ada di Kota Padang. Pada abad ke-19 ketika masjid ini dibangun, Padang telah dihuni oleh berbagai bangsa dan kelompok etnis, termasuk [[Tionghoa Padang|Tionghoa]], Eropa, dan India. Mereka membentuk perkampungan di sekitar masjid; kecuali bangsa Eropa, kampung-kampung mereka masih dapat dijumpai sampai sekarang.{{sfn|Zakaria|1995|pp=86}}
 
Masjid ini memiliki bentuk atap berundak, ciri khas arsitektur [[Daftar masjid di Indonesia|masjid di Nusantara]]. Puncak atap diberi kubah nenas dengan hiasan mustaka. Undakan atap terdiri atas lima tingkat; tiga tingkat berdenah persegi dan dua tingkat berdenah segi delapan. Menurut Fachrul Rasyid, bagian atap berdenah segi delapan dulunya dikerjakan oleh tukang-tukang Tionghoa di bawah pimpinan Kapten Cina Lau Ch’uan Ko (atau Louw Tjoean Ko). Namun, kronologisnya tidak jelas.{{sfn|Rasyid|2005|pp=82}}
 
Pengaruh Eropa dan India terdapat pada fasad Masjid Raya Ganting. Fasad menutup seluruh dinding di bagian depan serta sebagian dinding di bagian samping (kiri dan kanan). Elemen fasad meliputi [[pelengkung]], [[frizPlisir (arsitektur)|plisir]], dan [[parapetpembirih]] yang terinspirasi oleh gaya [[arsitektur Neoklasik]]. Pelengkung terdapat pada pintu berbentuk busur bertipe tudor. Friz berupa bidang melintang yang tersusun atas panil-panil kosong. Adapun parapet berupa deretan [[baluster]] dengan hiasan kubah bawang, yang kemungkinan dipengaruhi [[arsitektur Mughal]].{{sfn|Zakaria|1995|pp=89}}{{sfn|Zakaria|1995|pp=102}}
 
Terdapat tambahan elemen berupa pilaster, mimbar, dan sepasang menara di fasad bagian depan. Pilaster berjejer empat berbentuk pilar ganda bergalur. Mimbar terletak di tengah-tengah berukuran 220&nbsp;× 120&nbsp;× 275&nbsp;cm. Adapun menara terdapat di ujung kiri dan kanan.{{sfn|Zakaria|1995|pp=90}}
Baris 119:
== Halaman dan bangunan pendukung ==
[[Berkas:Makam Syekh Bayang 20220413 173107.jpg|al=|jmpl|272x272px|Makam [[Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi|Syekh Bayang]]]]
Masjid Raya Ganting berdiri di lahan seluas 9.751 m² yang dikelilingi oleh permukiman penduduk. Denah halamannya berbentuk trapesium dengan sisi miring di sebelah barattimur, yang berbatasan dengan jalan raya dan diberi pagar setinggi 1 m. Di sebelah selatan, terdapat pemakaman masyarakat.{{sfn|Zakaria|1995|pp=85}} [[Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi]] atau dikenal sebagai Syekh Bayang, seorang ulama Kaum Tua yang hidup sezaman dengan Khatib Muhammad Ali, dimakamkan di pemakaman tersebut.{{sfn|Padangkita.com|5 Oktober 2021}} Istri Syekh Bayang, Siti Raham, memilikimasih hubunganbertali keluargatarah dengan Syekh Gapuak.<ref>{{Cite book|date=2001|url=https://books.google.co.id/books?id=8OnXAAAAMAAJ&q=%22Menurut+Aisyah+putri+Syeikh%22&dq=%22Menurut+Aisyah+putri+Syeikh%22&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj6rKbP6ZT3AhUaR2wGHcACAqkQ6AF6BAgCEAI|title=Riwayat hidup ulama Sumatera Barat dan perjuangannya|publisher=Islamic Centre Sumatera Barat|isbn=978-979-9252-85-2|language=id}}</ref>
 
Di dalam kompleks Masjid Raya Ganting, terdapat bangunan pendukung berupa tempat wudu dan perpustakaan. Secara keseluruhan, luas area yang diperuntukan untuk bangunan sekitar seperlima dari luas lahan. Halaman yang tersisa digunakan untuk pelaksanaan [[salat Ied]] pada hari [[Idul Fitri]] dan [[Idul Adha]].{{sfn|Zakaria|1995|pp=85}}{{sfn|Kementerian Agama|pp=2}}
 
DiPersis di belakang mihrab masjid, terdapat dua makam Regent Padang yang menjabat pada abad ke-19. Pada prasastinya, masing-masing tertulis Yml. Radja Bidoe Glr. Marah Indra Toeangkoe Panglima Radja di Padang dan Yml. Marah Soeib Glr. Marah Indra Toeangkoe Panglima Regent di Padang.{{sfn|Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya}}
 
== Lihat pula ==
Baris 277:
* {{cite web|url=http://www.antarasumbar.com/berita/provinsi/d/1/50259/608-unit-tempat-ibadah-rusak-berat-dihoyak-gempa.html|title=608 Unit Tempat Ibadah Rusak Berat Dihoyak Gempa|work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA]]|archive-date=3 November 2013|archive-url=https://web.archive.org/web/20131103202755/http://www.antarasumbar.com/berita/provinsi/d/1/50259/608-unit-tempat-ibadah-rusak-berat-dihoyak-gempa.html|date=6 Oktober 2009|accessdate=7 Juni 2012|ref={{sfnRef|ANTARA|6 Oktober 2009}}}}
* {{cite web|url=http://www.antarasumbar.com/berita/padang/d/2/81722/rp13-milar-untuk-renovasi-masjid-raya-ganting.html|title=Rp1,3 Miliar untuk Renovasi Masjid Raya Ganting|work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA]]|archive-date=3 November 2013|archive-url=https://web.archive.org/web/20131103202850/http://www.antarasumbar.com/berita/padang/d/2/81722/rp13-milar-untuk-renovasi-masjid-raya-ganting.html|date=7 Februari 2010|accessdate=7 Juni 2012|ref={{sfnRef|ANTARA|7 Februari 2010}}}}
* {{cite web|url=https://historia.id/agama/articles/bahasa-khotbah-jumat-vQNnL|title=Bahasa Khotbah Jumat|work=Historia.id|author=Rangga Ardia Rasyid|accessdate=30 April 2020|ref={{sfnRef|Historia.id|10 Mei 2019}}|archive-date=2020-08-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20200815070414/https://historia.id/agama/articles/bahasa-khotbah-jumat-vQNnL|dead-url=yes}}
* {{Cite news|url=https://padang.tribunnews.com/2019/07/29/mampir-ke-perpustakaan-masjid-raya-gantiang-padang-punya-954-koleksi-buku-fiqih-hingga-sejarah-islam?page=all|title=Mampir ke Perpustakaan Masjid Raya Gantiang Padang Punya 954 Koleksi Buku Fiqih hingga Sejarah Islam|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|date=29 Juli 2019|accessdate=9 Mei 2020|ref={{sfnRef|Tribunnews.com|29 Juli 2019}}|first=Rizka Desri|last=Yusfita|language=id}}
*{{Cite news|url=https://issuu.com/waspada/docs/waspada_jumat_16_oktober_2009|title=Masjid Raya Ganting Padang, Selamat dari Gempa di Sumbar|last=|first=|date=16 Oktober 2009|work=Waspada|access-date=|ref={{sfnRef|Waspada|16 Oktober 2009}}}}
Baris 339:
 
[[Kategori:Masjid di Padang|Ganting]]
[[Kategori:Cagar budaya Indonesia di SumatraSumatera Barat]]