Raden Patah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Raden Salman (bicara | kontrib)
k Penataan Data & Penghapusan informasi yg tidak disertai rujukan bukti otentik
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Perbaikan salah ketik
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(52 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox religious biographyroyalty
| name = Raden Patah
| honorific-prefix =
| name image = Raden Fatah <br>
| caption = Ilustrasi imajiner Raden Patah
{Sultan Shah Alam Akbar Al Fattah}
| title = Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama <br> ( Menurut [[Babad Tanah Jawi]] ) <br> Sultan Syah Alam Akbar <br> ( Menurut [[Serat Pranitiradya]] ) <br> Sultan Surya Alam <br> ( Menurut [[Hikayat Banjar]] ) <br> Pate Rodim <br> ( Menurut [[Suma Oriental]] )
| image =Illustration of Raden Patah.jpg
| succession = Pendiri [[Kesultanan Demak]]
| alt =
| captionreign =Lukisan Potret1478 Raden- Fatah1518
| predecessor = Pada masa [[Suraprabhawa]], terjadi perang saudara dimana Demak lepas dari [[Majapahit]]
| religion = [[Islam]]
| denomination successor = [[SunniPati Unus]]
| birth_date = 1455
| known_for = [[Wali Songo]]
| birth_place = [[Kerajaan Majapahit|Majapahit]]
| birth_name = Raden Hasan
| birth_date death_date = 14551518
| death_place = [[Bintoro, Demak, Demak|Bintoro]], [[Kerajaan Demak|Demak]]
| birth_place = [[Palembang]], [[Majapahit]]
| death_date spouses = 1518{{plainlist|
* Dewi Murthasimah binti [[Sunan Ampel]]
| death_place = [[Kesultanan Demak]]
* Solekha binti Pangeran Wironegoro
| children = {{collapsible list|title=Pernikahan dengan Dewi Murthasimah :
* Putri Dari Randu Sanga}}
|[[Pati Unus]]
| issue = {{collapsible list|title=Pernikahan dengan Dewi Murthasimah :
|[[Trenggana]]
|~ [[Pati Unus]]
}}
|~ [[Trenggana]]}}
{{collapsible list|title=Pernikahan dengan Solekha :
|~ [[Pangeran Surowiyoto]]
|Raden Kikin / Surowiyoto / [[Sekar Sedolepen]]
|~ Ratu Mas Nyawa
|~ Ratu Pembayun
|~ Dewi Ratih}}
{{collapsible list|title=Pernikahan dengan Putri dari Randu Sanga :
}}
|~ Raden Kanduruwan}}
{{collapsible list|title=Pernikahan dengan Putri dari Randu Sanga :
| house = [[Rajasa]]
|Raden Kanduruwan
| father = [[Bhre Kertabhumi|Dyah Singhanegara Wijayakusuma]]
}}
| fathermother = [[Siu Ban Ci|Dewi = [[KertabhumiKian]]
| mother religion = [[Siu Ban CiIslam]]
| spouse = {{unbulleted list
|Dewi Murthasimah binti [[Sunan Ampel]]
|Solekha
|Putri dari Randu Sanga
}}
{{Keluarga kerajaan Majapahit}}'''Raden Patah''' (lahir: Palembang, [[1455]]; wafat: [[Demak]], [[1518]]) adalah penguasa [[Kesultanan Demak|Demak]] yang memerintah tahun 1475-1518.<ref>{{Cite web|last=Raditya|first=Iswara N.|title=Sejarah Raden Patah: Putra Majapahit Pendiri Kerajaan Islam Demak|url=https://tirto.id/sejarah-raden-patah-putra-majapahit-pendiri-kerajaan-islam-demak-gcdE|website=tirto.id|language=id|access-date=2024-02-02}}</ref> Menurut sejarawan Australia [[M. C. Ricklefs]], ia memperkirakan bahwa pendiri Demak adalah seorang Tionghoa Muslim bernama [[Cek Ko-po]]. Ricklefs memperkirakan bahwa anaknya adalah orang yang oleh [[Tomé Pires]] dalam ''[[Suma Oriental]]'' dijuluki "Pate Rodim", mungkin maksudnya "Badruddin" atau "Kamaruddin" (meninggal sekitar tahun 1504). Putra atau adik Rodim dikenal dengan nama [[Trenggana]] (bertahta 1505-1518 dan 1521-1546), membangun keunggulan Demak.
|predecessor=[[Maulana Ahmad Jumadil Qubro]]|successor=[[Trenggana]]|office1=Sultan Demak ke-1|term_start1=1478|term_end1=1518|predecessor1=Jabatan Baru|successor1=[[Pati Unus]]|title=|region=}}
 
== Nama & GelarAsal-usul ==
Terdapat berbagai versi tentang asal usul pendiri Kerajaan Demak. Menurut ''Suma Oriental'' yang ditulis [[Tome Pires]], pendiri [[Demak]] bernama Pate Rodim, cucu seorang masyarakat kelas rendah dari [[Gresik]].
{{Keluarga kerajaan Majapahit}}
=== Nama ===
Nama Raden Fatah memiliki banyak nama, diantaranya '''Praba''' atau '''Raden Bagus Kasan (Hasan)''', yang memiliki nama Tionghoa '''Jin Bun''' ([[Hanzi Tradisional|Hanzi]]: {{lang|zh-hans|靳文}}, [[Pinyin]]: ''Jìn Wén'') sehingga disebut juga '''Senapati Jimbun'''<ref>menurut [[Babad Tanah Jawi]]</ref> atau '''[[Panembahan]] Jimbun''',<ref>menurut [[Serat Kanda]]</ref> bergelar '''Sultan Shah Alam Akbar al-Fatah''' (1455–1518).
 
Menurut ''[[Babad Tanah Jawi]]'' yang ditulis kemudian hari untuk melegitimasi silsilah Mataram Islam, Raden Patah diduga adalah putra [[Brawijaya V]] raja terakhir [[Majapahit]] (versi ''babad'') dari seorang selir [[Tionghoa]]. Selir Tionghoa ini putri dari Kyai Batong. Karena [[Ratu Dwarawati]] sang permaisuri yang berasal dari [[Campa]] merasa cemburu, [[Bhre Kertabhumi]] terpaksa memberikan [[selir]] Tiongkok kepada adipatinya di [[Palembang]], yaitu [[Arya Damar]]. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Tionghoa dinikahi [[Arya Damar]], melahirkan [[Raden Kusen]].
Nama Patah sendiri berasal dari kata ''al-Fatah'', yang artinya "Sang Pembuka", karena ia memang pembuka kerajaan [[Islam]] pertama di [[pulau Jawa]].
 
Menurut cerita lokal yang dikumpulkan dalam babad ''[[Sajarah Banten]]'', pendiri [[Demak]] bernama Cu Cu (Gan Eng Wan?), putra (atau bawahan) mantan perdana menteri [[Tiongkok]] (Haji Gan Eng Cu?) yang pindah ke [[Jawa Timur]]. Cu Cu mengabdi ke [[Majapahit]] dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati [[Palembang]]. Berita ini cukup aneh karena dalam ''[[Babad Tanah Jawi]]'', Arya Dilah adalah nama lain [[Arya Damar]], ayah angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja [[Majapahit]] dan dijadikan bupati [[Demak]] bergelar Arya Sumangsang (Aria Suganda?).
Menurut [[kronik Tiongkok]] dari [[Kuil Sam Po Kong]] [[Semarang]], ia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun tanpa nama marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah Tionghoa. Jin Bun artinya orang kuat.<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2005|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&hl=id&pg=PA89#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9798451163|pages=89}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref>
 
== Berdirinya Kesultanan Demak ==
=== Gelar ===
Sejauh ini belum ada catatan sejarah yang sezaman dengan Raden Patah yang menggambarkan berdirinya Demak sebagai negara mandiri. Kebanyakan babad yang menceritakan "sejarah" Demak ditulis jauh setelah negara ini runtuh.
Menurut ''[[Babad Tanah Jawi]]'', ia bergelar '''Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama''', sedangkan menurut ''Serat Pranitiradya'', bergelar '''Sultan Syah Alam Akbar''', dan dalam [[Hikayat Banjar]] disebut '''Sultan Surya Alam'''.
 
Salah satu versi tersebut terdapat dalam ''[[Babad Tanah Jawi]]'', yang menyebutkan Raden Patah menolak menggantikan [[Arya Damar]] menjadi Adipati [[Palembang]]. Ia kabur ke [[pulau Jawa]] ditemani Raden Kusen (Husain). Sesampainya di [[Jawa]], keduanya berguru pada [[Sunan Ampel]] di [[Surabaya]]. Raden Kusen kemudian mengabdi ke [[Majapahit]] bergelar adipati pecat tondho ing terung, sedangkan Raden Patah pindah ke [[Jawa Tengah]] membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah [[pesantren]].
== Asal usul ==
Terdapat berbagai versi tentang asal usul pendiri Kerajaan Demak.
 
Menurut ''[[Babad Tanah Jawi]]'', Raden Patah diduga adalah putra [[Brawijaya V]] raja terakhir [[Majapahit]] (versi ''babad'') dari seorang selir [[Tionghoa]]. Selir Tionghoa ini putri dari Kyai Batong (alias Tan Go Hwat). Karena [[Ratu Dwarawati]] sang permaisuri yang berasal dari [[Campa]] merasa cemburu, [[Bhre Kertabhumi]] terpaksa memberikan [[selir]] Tiongkok kepada adipatinya di [[Palembang]], yaitu [[Arya Damar]]. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Tionghoa dinikahi [[Arya Damar]] (alias Swan Liong), melahirkan [[Raden Kusen]] (alias Kin San).
 
Menurut ''Purwaka Caruban Nagari'', nama asli selir Tionghoa adalah [[Siu Ban Ci]], putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari [[Gresik]]. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong (alias Kyai Batong).
 
Menurut ''Suma Oriental'' karya [[Tome Pires]], pendiri [[Demak]] bernama Pate Rodin, cucu seorang masyarakat kelas rendah di [[Gresik]].
 
Menurut [[kronik Tiongkok]] dari [[kuil Sam Po Kong]], nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias [[Bhre Kertabhumi]] alias [[Brawijaya V]]) raja [[Majapahit]] (versi ''[[Pararaton]]'') dari selir [[Tiongkok]]. Kemudian selir Tionghoa diberikan kepada seorang berdarah setengah [[Tionghoa]] bernama Swan Liong di [[Palembang]]. Swan Liong merupakan putra [[Wikramawardhana|Yang-wi-si-sa]] (alias [[Hyang Purwawisesa]]) dari seorang selir Tiongkok. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San (alias Raden Kusen). [[Kronik Tiongkok]] ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Patah lahir saat [[Bhre Kertabhumi]] belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478). Menurut Slamet Muljana (2005), Babad Tanah Jawi teledor dalam mengidentifikasi Brawijaya V sebagai ayah Raden Patah sekaligus ayah Arya Damar, yang lebih tepat isi naskah kronik Tiongkok Sam Po Kong terkesan lebih masuk akal bahwa ayah Swan Liong (alias Arya Damar) adalah [[Wikramawardhana|Yang-wi-si-sa]], berbeda dengan ayah Jin Bun (alias Raden Patah) yaitu Kung-ta-bu-mi atau Kertabhumi alias [[Brawijaya V]].<ref name="Muljana"/>
 
Menurut ''Sejarah Banten'', Pendiri [[Demak]] bernama Cu Cu (Gan Eng Wan?), putra (atau bawahan) mantan perdana menteri [[Tiongkok]] (Haji Gan Eng Cu?) yang pindah ke [[Jawa Timur]]. Cu Cu mengabdi ke [[Majapahit]] dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati [[Palembang]]. Berita ini cukup aneh karena dalam ''[[Babad Tanah Jawi]]'', Arya Dilah adalah nama lain [[Arya Damar]], ayah angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja [[Majapahit]] dan dijadikan bupati [[Demak]] bergelar Arya Sumangsang (Aria Suganda?).
 
== Berdirinya Kesultanan Demak ==
''[[Babad Tanah Jawi]]'' menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan [[Arya Damar]] menjadi Adipati [[Palembang]]. Ia kabur ke [[pulau Jawa]] ditemani Raden Kusen (Husain). Sesampainya di [[Jawa]], keduanya berguru pada [[Sunan Ampel]] di [[Surabaya]]. Raden Kusen kemudian mengabdi ke [[Majapahit]], sedangkan Raden Patah pindah ke [[Jawa Tengah]] membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah [[pesantren]].
 
Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. [[Brawijaya]] di [[Majapahit]] khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati [[Terungkulon, Krian, Sidoarjo|Terung]] diperintah untuk memanggil Raden Patah.
 
Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke [[Majapahit]]. [[Brawijaya]] (diidentifikasisering disebut dalam cerita rakyat sebagai [[Brawijaya V]]) merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi [[Demak]], dengan ibu kota bernama [[Bintara]].
 
Menurut [[kronik Tiongkok]], Jin Bun pindah dari [[Surabaya]] ke [[Demak]] tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan [[Semarang]] tahun 1477 sebagai bawahan [[Demak]]. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di [[Majapahit]] resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias [[Sunan Ampel]]), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan Tionghoa untuk [[Bintoro, Demak, Demak|Bintoro]]).
 
== Konflik Demak dan Majapahit ==
Versi Perangperang antara [[Demak]] dan [[Majapahit]] diberitakan dalam naskah ''babad'' dan ''serat'', terutama ''[[Babad Tanah Jawi]]'' dan ''Serat Kanda''. Dikisahkan, [[Sunan Ampel]] melarang Raden Patah memberontak pada [[Majapahit]] karena meskipun berbeda agama, [[Brawijaya]] V tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal [[Sunan Ampel]], Raden Patah tetap menyerang [[Majapahit]]. [[Brawijaya]] [[moksa]]yang saat itu dipimpin Girindrawardhana Ranawijaya ,Girindrawardana ranawijaya tewas dalam serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama, [[Sunan Giri]] menduduki takhta [[Majapahit]] selama 40 hari.
 
Versi Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche Geschiedenis” dan [[Mohammad Yamin|Prof. Moh. Yamin]] dalam buku “Gajah Mada” mengatakan bahwa bukanlah Demak yg menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V, tetapi adalah Prabu [[Girindrawarddhana|Girindrawardhana]]. Kemudian pasca serangan Girindrawardhana atas Majapahit pada tahun 1478 M, Girindrawardhana kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Brawijaya VI, Kekuasaan Girindrawardhana tidak begitu lama, karena Patihnya melakukan kudeta dan mengangkat dirinya sebagai Prabu Brawijaya VI. Perang antar Demak dan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya VI bukan pada masa Raden Fatah dan Prabu Brawijaya V.<ref>MB. Rahimsyah. Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo. (Amanah, Surabaya, tth). Hal. 50.</ref>
Versi [[Kronik Tiongkok]] dari [[kuil Sam Po Kong]] juga memberitakan adanya perang antara Jin Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun 1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi Hoo (alias [[Sunan Ampel]]). Jin Bun menggempur ibu kota [[Majapahit]]. Kung-ta-bu-mi alias [[Bhre Kertabhumi]] ditangkap dan dipindahkan ke [[Demak]] secara hormat. Sejak itu, [[Majapahit]] menjadi bawahan [[Demak]] dengan dipimpin seorang [[Tionghoa]] [[muslim]] bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.
 
Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias [[Dyah Ranawijaya]] yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa [[Majapahit]], [[Janggala]], dan [[Kadiri]].
Versi Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche Geschiedenis” dan [[Mohammad Yamin|Prof. Moh. Yamin]] dalam buku “Gajah Mada” mengatakan bahwa bukanlah Demak yg menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V, tetapi adalah Prabu [[Girindrawarddhana|Girindrawardhana]]. Kemudian pasca serangan Girindrawardhana atas Majapahit pada tahun 1478 M, Girindrawardhana kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Brawijaya V, Kekuasaan Girindrawardhana tidak begitu lama, karena Patihnya melakukan kudeta dan mengangkat dirinya sebagai Prabu Brawijaya VI. Perang antar Demak dan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya VI bukan pada masa Raden Fatah dan Prabu Brawijaya V.<ref>MB. Rahimsyah. Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo. (Amanah, Surabaya, tth). Hal. 50.</ref>
 
Selain itu, [[Dyah Ranawijaya]] juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Daerah Ibukota [[Majapahit]] (Kadipaten Kertabhumi/Mojokerto). Berita ini melahirkan pendapat kalau ibukota [[Majapahit]] di trowulan runtuh tahun 1478 bukan karena serangan [[Demak]], melainkan karena serangan keluarga [[Girindrawardhana]].
Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi.
 
Terdapat klaim bahwa sebuah [[Kronik Tiongkok]] dari [[kuil Sam Po Kong]], yang hingga sekarang belum ditemukan keberadaan naskahnya, memberitakan adanya perang antara Jin Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun 1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi Hoo (alias [[Sunan Ampel]]). Jin Bun menggempur ibu kota [[Majapahit]]. Kung-ta-bu-mi alias [[Bhre Kertabhumi]] ditangkap dan dipindahkan ke [[Demak]] secara hormat. Sejak itu, [[Majapahit]] menjadi bawahan [[Demak]] dengan dipimpin seorang [[Tionghoa]] [[muslim]] bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.
Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias [[Dyah Ranawijaya]] yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa [[Majapahit]], [[Janggala]], dan [[Kadiri]].
 
Selain itu, [[Dyah Ranawijaya]] juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan [[Majapahit]]. Berita ini melahirkan pendapat kalau [[Majapahit]] runtuh tahun 1478 bukan karena serangan [[Demak]], melainkan karena serangan keluarga [[Girindrawardhana]].
 
== Pemerintahan ==
Pada tahun 1479 ia meresmikan [[Masjid Agung Demak]] sebagisebagai pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian ''Salokantara'' sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah sangat toleran. [[Kuil Sam Po Kong]] di [[Semarang]] tidak dipaksa kembali menjadi [[masjid]], sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana [[Cheng Ho]] yang beragama [[Islam]].
 
Raden Patah juga tidak mau memerangi umat [[Hindu]] dan [[Buddha]] sebagaimana wasiat [[Sunan Ampel]], gurunya. Meskipun naskah ''babad'' dan ''serat'' memberitakan ia menyerang [[Majapahit]], hal itu dilatarbelakangi persaingan politik memperebutkan kekuasaan [[pulau Jawa]], bukan karena sentimen agama. Lagi pula, naskah ''babad'' dan ''serat'' juga memberitakan kalau pihak [[Majapahit]] lebih dulu menyerang [[Giri Kedaton]], sekutu [[Demak]] di [[Gresik]].
 
[[Tome Pires]] dalam ''[[Suma Oriental]]'' memberitakan pada tahun 1507 Pate RodinRodim alias Raden Patah meresmikan [[Masjid Agung Demak]] yang baru diperbaiki. Lalu pada tahun 1512 menantunya yang bernama [[Pate Unus]] bupati [[Jepara]] menyerang [[Portugis]] di [[Malaka]].
 
Tokoh [[Pate Unus]] ini identik dengan Yat Sun dalam [[kronik Tiongkok]] yang diberitakan menyerang bangsa asing di Moa-lok-sa tahun 1512. Perbedaannya ialah, [[Pate Unus]] adalah menantu Pate Rodin, sedangkan Yat Sun adalah putra Jin Bun. Kedua berita, baik dari sumber [[Portugis]] ataupun sumber [[Tiongkok]], sama-sama menyebutkan armada [[Demak]] hancur dalam pertempuran ini.
 
== Keluarga Raden Fatah ==
* '''Silsilah dari Ibu ([[Siu Ban Ci]]):''' Raden Fatah anak [[Siu Ban Ci]] bin [[Tan Go Wat|Syekh Bentong]] bin [[Qurotul Ain|Syarif Hasanuddin Quro]] bin Syekh Muhammad Yusuf As-Sidiq bin [[Jamaluddin Akbar al-Husaini|Syekh Jamaluddin Akbar al-Husain]].
 
Menurut naskah ''babad'' dan ''serat'', Raden Patah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah Syarifah Asyiqah yang merupakan putri bungsu [[Sunan Ampel]] melahirkan [[Pati Unus]] dan [[Sultan Trenggana]].
 
Istri kedua ialah Solekha melahirkan Raden Kikin alias Surowiyoto, Ratu Mas Nyawa, Ratu Pembayun dan Dewi Ratih.
 
Istri yang ketiga seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada masa pemerintahan [[Sultan Trenggana]] berjasa menaklukkan [[Sumenep]].
 
Ketika [[Pangeran Sabrang Lor]] meninggal tahun 1521, Putra Mahkota Pangeran Surowiyoto dan adik ipar dari Pati Unus Raden Trenggana bersaing memperebutkan takhta.
 
Pangeran Surowiyoto alias Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana yang bernama Raden Mukmin alias [[Sunan Prawata]], di tepi sungai Lasem. Oleh karena itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya ''bunga yang gugur di sungai''.
 
[[Kronik Tiongkok]] hanya menyebutkan dua orang putra Jin Bun saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing identik dengan [[Pangeran Sabrang Lor]] dan [[Sultan Trenggana]].
 
Dalam ''[[Suma Oriental]]'', [[Tomé Pires]] menulis bahwa Pate Rodin memiliki putra yang juga bernama Pate Rodim, dan menantu bernama [[Pate Unus]]. Berita versi [[Portugis]] ini menyebut Pate Rodin Yunior lebih tua usianya daripada [[Pate Unus]]. Dengan kata lain [[Sultan Trenggana]] disebut sebagai kakak ipar [[Pangeran Sabrang Lor]].
 
== Dalam budaya populer ==
* Dalam film ''[[Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar]]'' (1985), Raden Patah diperankan oleh [[Anwar Fuady]].
 
== Kutipan ==
Baris 116 ⟶ 77:
 
== Referensi ==
* [https://varmaninstitute.com/2022/05/garis-silsilah-raden-fatah/ ''Garis Silsilah Raden Fatah 2022''] . Taufiq Kusumawardhana 2022.
* [https://sofiaabdullah.wordpress.com/2017/02/16/benarkah-raden-fatah-dan-walisongo-keturunan-tionghoa/ ''Sejarah asli Raden Fatah''] Sofia Abdullah
*
* {{Cite book|last=|first=|date=1944|url=https://archive.org/details/McGillLibrary-136385-182/mode/2up|title=The Suma oriental of Tomé Pires and the book of Francisco Rodrigues|location=London|publisher=The Hakluyt Society|isbn=|pages=|ref={{sfnref|Suma Oriental|1944}}|url-status=live}}
*''Babad Majapahit dan Para Wali (Jilid 3)''. 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Baris 125 ⟶ 83:
* {{Cite book|last=Muljana|first=Slamet|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=9dBqDwAAQBAJ|title=Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara|location=Yogyakarta|publisher=LKIS|isbn=9789798451164|pages=|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Ricklefs|first=M. C.|date=2008|url=https://www.goodreads.com/book/show/6472158-a-history-of-modern-indonesia-since-c-1200|title=A History of Modern Indonesia Since C.1200|location=London|publisher=Palgrave MacMillan|isbn=9780230546868|edition=4|pages=|ref=harv|url-status=live}}
*Wain, A. (2017). The two Kronik Tionghua of Semarang and Cirebon: A note on provenance and reliability. ''Journal of Southeast Asian Studies,'' ''48''(2), 179-195. doi:[https://www.cambridge.org/core/journals/journal-of-southeast-asian-studies/article/two-kronik-tionghua-of-semarang-and-cirebon-a-note-on-provenance-and-reliability/DB2834021FF6BBF6E2E1F50939B6B60C 10.1017/S0022463417000030]
{{notelist}}