Arsyad Thalib Lubis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(38 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan}} {{tone}} {{refimprove}}
{{Nama Mandailing|[[Suku Mandailing|Mandailing]]|[[Lubis]]}}{{Infobox religious biography|honorific prefix=[[Tuan Syekh]] [[Haji]] |name=
'''Tuan Syech Arsjad Thalib Lubis''' ([[EYD]]:'''Arsyad Thalib Lubis''') ({{lahirmati|[[Stabat, Langkat]]|08|10|1908|[[Kota Medan]]|06|07|1972}}) adalah seorang [[Politikus]] [[Indonesia]], [[Penulis]], [[Ulama]], dan tokoh pendiri [[Al Washliyah]]. Ia adalah anak ke lima dari delapan bersaudara, ayahanda ia bernama H. Lebai Thalib Lubis bin Haji Ibrahim Lubis. Perkataan Lebai menunjukkan ia seorang [[ulama]] di daerahnya. Ibunya bernama Markoyom binti Abdullah, kakek Muhammad Arsyad Thalib Lubis bernama Ibrahim Lubis yang berasal dari [[Kabupaten Tapanuli Selatan]].
==
=== Latar belakang ===
Ia adalah putra [[Batak Mandailing|Mandailing]] kelahiran tanah [[Suku Melayu Deli|Melayu]], lahir di [[Stabat]], [[Sumatera Utara]], tahun [[1908]] dan [[meninggal]] [[6 Juli]] [[1972]] di [[Medan]]. la
dilahirkan sebagai putra kelima dari pasangan Lebai Thalib bin Ibrahim Lubis dan Markoyum Nasution. Ayahnya berasal dari kampung Pastap, [[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]], [[Tapanuli Selatan]] yang migrasi dan menetap di [[Stabat, Langkat|Stabat]]. Berprofesi sebagai [[petani]] yang agamais sehingga mendapat panggilan "Lebai". Abangnya Syekh H. Baharuddin Thalib Lubis ([[1905]]-[[1965]]) juga seorang [[ulama]] dan pernah belajar di [[Kedah]], [[Malaysia]] ([[1927]]-[[1930]]) dan di [[Mekah]] ([[1930]]-[[1935]]).<ref>Harun Nasution et. al., Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h.668</ref>
===
Muhammad Arsyad Thalib Lubis menjalani pendidikannya di berbagai daerah di [[Sumatera Utara]]. la menjalani sekolah umum di Sekolah Rakyat [[Stabat, Langkat|Stabat]]. Sedang Pendidikan agama la peroleh di Madrasah Islam di [[Stabat, Langkat|Stabat]]
([[1917]]-[[1920]]), Madrasah Islam di Binjai ([[1921]]-[[1922]]), Madrasah Ulumil
Arabiyah di [[Kota Tanjungbalai|Tanjung Balai]], [[Kabupaten Asahan|Asahan]] ([[1923]]-[[1924]]), dan Madrasah Hasaniyah
[[Kota Medan|Medan]] ([[1925]]-[[1930]]). Kemudian ia mempelajari Ilmu Tafsir Hadis, [[Ushul Fikih|Usul Fikih]],
dan [[Fikih]] kepada [[Hasan Ma'shum|Syeikh Hasan Maksum]] ([[1884]]-[[1937]]) seorang [[ulama]] terkemuka di [[Kota Medan|Medan]].
la adalah seorang murid yang cerdas dan rajin sehingga ketika belajar di Madrasah Binjai, ia mendapat pekerjaan dari gurunya, H.
Mahmud Ismail Lubis, untuk menyalin karangan yang akan dimuat di surat
kabar. Pekerjaan ini sekaligus menjadi latihan baginya dalam hal tulis-menulis
yang menjadi salah satu profesinya di masa dewasa.<ref name="ibid">ibid</ref
Pada awalnya Tuan Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis mendapat pendidikan dari ayahnya yang sebagai ulama Stabat. Pendidikan Formal di dapat ia di sekolah rendah (''Vervolg School'') di [[Stabat, Langkat|Stabat]]. Setelah tamat tahun [[1917]] Tuan Arsyad melanjutkan pelajaran di Madrasah Islam [[Stabat, Langkat|Stabat]] bersama abangnya H. Baharuddin Thalib Lubis. Madrasah tersebut dipimpin oleh H. Zainuddin Bilah yang mendapatkan pendidikan di [[Makkah|Mekkah]] ([[Arab Saudi]]).
Pada Tahun [[1923]]-[[1924]] Tuan Arsyad dan abangnya Baharuddin Thalib Lubis merantau ke [[Kota Tanjungbalai|Tanjung Balai]] Asahan untuk melanjutkan pelajaran mereka di Madrasa Ulum Arabiah dan Balaghah. Syekh Abdul Hamid Muhammad adalah alumni dari Mekkah tahun [[1916]]. Syekh Abdul Hamid inilah yang membuat reformasi kurikulum Madrasah dan Madrasah mulai belajar dibangku tidak lagi duduk bersilah. Setelah tamat dari Madrasah Ulumul Al Arabiyah, Tuan Arsyad melanjutkan ke Makhtab yang di pimpinan oleh Syekh Hasan Maksum di [[Kota Medan|Medan]]. Dari Hasan Maksum inilah Tuan Arsyad banyak mendapat ilmu tambahan dalam bidang agama dan perbandingan agama.
=== '''AL WASHLIYAH''' ===
[[Al Washliyah|Al Jamiyatul Washliyah]] di lahirkan pada tanggal [[30 November]] [[1930]] di [[Kota Medan|Medan]] Provinsi [[Sumatera Utara]]. Organisasi ini adalah penggembangan dari Debating Club para siswa di Maktab Islamiyah Tapanuli. Pimpinan Debating Club itu adalah H. Aburrahman Syihab. Abdurrahman memperhatikan kecerdasan Tuan Syekh H. Arsyad dan akhirnya mereka berdua dan H. Udin Syamsudin melahirkan organisasi [[Al Washliyah]]. Disamping mereka bertiga ada seorang tokoh lagi dalam [[Al Washliyah]] yang sangat penting yaitu H. [[Ismail Banda]] yang wafat di [[Iran]]. Jabatan Syekh H. Muhammad Arsyad diinternal Al Washliyah :
# Pendiri (Muassis) Organisasi [[Al Washliyah|Al Jamiyatul Washliyah]].
# Sekretaris Jenderal pertama Pengurus Besar [[Al Washliyah]].
# Utusan [[Al Washliyah]] ke Provinsi [[Sumatera Barat]].
# Ketua Umum Pengurus Besar [[Al Washliyah]].
# Anggota Dewan Fatwa [[Al Washliyah]] di [[Kota Medan|Medan]].
# Anggota Penguji Calon Guru [[Al Washliyah]]
# Pimpinan Biro Dakwah (Zending Islam) bersama Guru Kitab Sibarani.
# Guru Madrasah Tsanawiyah dan Al Qismul Al’Aly Al Washliyah.
# Pendiri [[Universitas Al Washliyah]].
# Guru Besar [[Universitas Islam Sumatera Utara]].
# Guru Besar [[Universitas Al Washliyah]]
=== Menjadi Guru ===
Mulai Tahun [[1926]] Arsyad muda sudah menjadi [[guru]] yang berilmu. Dari itu tidak heran bila masyarakat Aceh memohon kepada ia untuk menjadi guru di [[Meulaboh]] [[Kabupaten Aceh Barat|Aceh Barat]] pada tahun [[1931]]. Pada tahun [[1932]], ia kembali kembali lagi ke [[Kota Medan|Medan]] untuk mengabdi di lembaga Pendidikan [[Al Washliyah]]. Pada zaman penjajahan sebelum merdeka dari penjajahan ([[1945]]-[[1949]]) ia sekeluarga tinggal di daerah kongsi dan berpindahan-pindah ke daerah [[Tebing Tinggi]] dan [[Rantau Prapat (kota)|Rantau Prapat]]. Kehidupan mereka masih belum damai namun ia masih aktif mengajar.
Mulai Tahun [[1954]] ia dilantik menjadi Staff pengajar di [[Universitas Islam Sumatera Utara]] (UISU). Setahun kemudian diangkat menjadi Guru Besar di UISU dalam bidang [[Fikih|Fiqih]] dan [[Ushul Fikih|Ushul Fiqih]] di Universitas yang sama. Dan pada tahun [[1959]] ia ditetapkan menjadi Guru Besar Bidang Syari’ah di Universitas Al Washliyah Medan.
== Pernikahan ==
Pada tahun [[1930]] ia menikah dengan seorang gadis dari [[suku Melayu Deli]] bernama Siti Yamaah binti Kamil bin Sampurna. Hasil dari pernikahan ini ia di karunia 8 orang anak. Mereka adalah:
# Annisa Fahmi Lubis ([[Meulaboh]], [[30 Desember]] [[1931]]).
# Muchtar Hanif Lubis ([[Kota Medan|Medan]], [[19 September]] [[1933]]).
# Muslim Arif Lubis ([[Kota Medan|Medan]], [[1 November]] [[1935]]).
# Nur Azizah Hikmah Lubis ([[Kota Medan|Medan]], [[5 Februari]] [[1938]]).
# Chaerat Lubis ([[Kota Medan|Medan]], [[9 Mei]] [[1939]]).
# Husnah Lubis ([[Kota Medan|Medan]], [[4 Juni]] [[1942]]).
# Maisarah Lubis ([[Kota Medan|Medan]], [[1944]]-Berusia 9 Bulan)
# Hawari Arsyad Lubis ([[Kisaran, Asahan|Kisaran]], [[3 Oktober]] [[1947]])
== Karya ==
Sejak tahun [[1928]] pada usia 20 tahun, Arsyad Thalib Lubis sudah aktif menulis di majalah. Pada tahun [[1928]]-[[1931]] ia menjadi [[penulis]] majalah Fajar Islam. Kemudian ia menjadi pemimpin redaksi majalah Medan Islam ([[1934]]-[[1942]]), pemimpin redaksi majalah Dewan Islam ([[1945]]), dan anggota redaksi al-Islam (1955-1957).
Pada usia 28 tahun, menulis buku pertamanya, ia menulis buku di berbagai bidang ilmu agama.
Pada bidang akidah, ia antara lain menulis buku; ''Imam Mahdi'', Pokok-Pokok Kepercayaan dalam [[Islam]], Pelajaran Iman, Pelajaran [[Tauhid]], dan [[Akidah Islam|Akidah]] Imaniyah. Pada bidang [[Fikih]], [[Ushul Fikih|Usul Fikih]], dan [[Akidah Islam|Akidah]], ia menulis Ilmu [[Fikih]], Fatwa Mengenai sebelas Masalah Agama, Ilmu Pembagian Pusaka, Jaminan
Kemerdekaan Beragama dalam Hukum Islam, al-Usul fi 'ilma al-Usul (pokok-
pokok dalam Ilmu Usul Fikih), dan al-Qawa'id al-Fiqhiah (Kaidah-Kaidah
Fikih, dua jilid).
[[Isra Mikraj|Isr'a Mi'raj]], dan Pedoman Mati.
Buku-buku tersebut pada umumnya telah tersebar luas di masyarakat.
(Medan: MUI-SU, 1975), h. 289.</ref
==== '''Karya Tulis''' ====
Sebagai seorang [[ulama]], [[ilmuwan]], alim, [[Cendekiawan|cendikiawan]], akademisi, [[Da'i]], H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis juga seorang penulis yang sangat produktif.
Selama hidupnya Tuan Arsyad telah menulis lebih dari 50 buku dalam berbagai displin ilmu disamping puluhan artikel-artikel yang dimuat diberbagai majalah [[Kota Medan|Medan]]. Karya ia dapat dibagi kepada 3 kategori :
# Jawaban terhadap berbagai isu kontemporer.
# Pendidikan.
# Hal-hal yang berhubungan dengan dakwah.
Berikut nama-nama buku karya Syekh H. Muhmmad Arsyad Thalib Lubis :
A. Jawaban ia terhadap isu kontemporer
# Tuntunan Perang Sabil.
# Imam Mahdi.
# Ruh Islam.
# Islam di Polen.
# Pembahasan sekitar [[Nuzululqur'an|Nuzul Qur’an]].
# Kisah [[Isra Mikraj|Isra’ Miraj]].
# Agama Islam dan Penghuni Angkasa Luar.
B. Pendidikan dan Syariah Islamiyah meliputi :
# [[Fikih|Ilmu Fiqih]].
# Pedoman Mati menurut [[Al-Qur'an|Al Qur’an]] dan [[Hadis|Al Hadist]]
# Pelajaran [[Ibadah]].
# Riwayat [[Muhammad|Nabi Muhammad]].
# Ilmu Pembagian Pustaka.
# Pimpinan Haji Mabrur.
# Pelajaran Sembahyang.
# Pelajaran [[Iman]].
# Pelajaran [[Tauhid]].
# Pelajaran Istilahat Al Muhaddisin.
# Al Ushul Min Ilmi Al Ushul.
# Al Qawaid Al Fiqhiyyah.
# Al Aqaid Al Imaniyah.
# Ikhtisar Riwayat Nabi-Nabi.
# Himpunan Doa Nabi-Nabi.
Kegiatan Jurnalistik Muhammad Arsyad Thalib Lubis sebagai [[penulis]] dan Pimpinan Majalah di Medan adalah :
# Tahun [[1928]]-[[1931]]: [[Penulis]] di Majalah Fajar Islam.
# Tahun [[1934]] Pimpinan Majalah Medan Islam.
# Tahun [[1935]]-[[1942]]: Pimpinan Pengarang Majalah Medan Islam.
# Tahun [[1945]]: Pimpinan Majalah Dewan-dewan Islam.
# Tahun [[1955]]-[[1957]]: Anggota Redaksi Sinar Islam.
Disamping majalah [[Bahasa Indonesia]] Tuan Arsyad pada tahun [[1939]] menerbitkan majalah yang berbahasa [[Bahasa Arab|Arab]] yang diberi nama dengan Majalah Ulum Al Islamiyah. Yang menjadi ciri khas majalah ini adalah adanya artikel-artikel yang ditulis oleh ulama [[Universitas Al-Azhar|Al Azhar Mesir]] seperti Syekh Mustafa Al Maraghi, Syekh Rasyid Ridha dan Syekh Abdul Quddus ([[Ulama]] dari [[Madinah]]).
Pola pemikiran Muhammad Arsyad Thalib Lubis banyak dipengaruhi oleh ulama-ulama Timur Tangah dari kelompok Salaf seperti [[Ibnu Taimiyah]] ([[1200-an|Abad 12 M]]) dan [[Ibnul Qayyim al-Jauziyyah|Ibnu Al Qayim Al Jauziyah]] (571 H).
Pemikiran Tuan Arsyad dalam perbandingan agama sudah mendapat titik temu antara agama yang ada di [[Indonesia]] yang akhirnya muslim harus mengatakan bagimu agama mu dan bagiku agamaku.
Ulama [[Indonesia]] yang banyak mempengaruhi pemikiran Muhammad Arsyad Thalib Lubis adalah Syekh H. Hasan Maksum.
'''KARYA MONUMENTAL'''
Semua bangunan milik [[Al Washliyah]] yang didirikan sebelum tahun [[1972]] adalah konstribusi almarhum Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis.
Sesungguhnya tulisan, ukiran, bangunan dan rumusan-rumusan pembangunan, karya monumental yang ada dalam organisasi [[Al Washliyah]] adalah karya yang tidak terpisahkan dari Almarhum H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis.
Almarhum tetap masih hidup di alam ini terutama di hati masyarakat Islam [[Sumatera Utara]] walaupun jasadnya telah di dalam kubur.
Tulisan-tulisan anak-anak murid ia telah mewarnai kehidupan masyarakat muslim Provinsi [[Sumatera Utara]] khususnya warga [[Al Washliyah]] dan [[Universitas Islam Sumatera Utara|UISU]] di [[Indonesia]].
Pada Tahun [[1971]] H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis berfikir untuk melahirkan satu yayasan yang bertujuan mengirim para [[Da'i|da’i]] dan muballigh ke daerah-daerah terpencil untuk mendakwah [[Islam]] kepada masyarakat yang belum beragama.
Cita-cita tersebut akhirnya berhasil setelah Almarhum dr. H. Irma Gading Hakim bersedia menjadi Ketua Umum Yayasan tersebut. Yayasan itu diberi nama Yayasan Baitul Makmur.
Sumber dana untuk kegiatan tersebut adalah sumbangan, wakaf, sedekah bahkan ada yang berasal dari zakat sekeluarga dokter-dokter yang bertugas di Fakultas Kedokteran [[Universitas Sumatera Utara|USU]].
Dana yang terkumpul itulah yang digunakan oleh Yayasan Baitul Makmur untuk mengirim para da’i dan muballigh ke Karo dan [[Kabupaten Dairi|Dairi]] bahkan ke daerah [[Mentawai]] serta ke daerah-daerah terpencil lainnya, yang honor bulanan mereka dibayar Yayasan Baitul Makmur.
Setelah Almarhum dr. Gading Hakim wafat, para ulama dan Pengurus Baitul Makmur sepakat mengangkat Prof. dr. H. Chairuddin P. Lubis Sp.A(k) sebagai Ketua Umum Yayasan dengan didampingi beberapa Guru Besar Fakultas Kedokteran [[Universitas Sumatera Utara|USU]] [[Kota Medan|Medan]]. Sungguh mereka sebenarnya telah melanjutkan misi para ulama terdahulu. Sayang sampai sekarang Baitul Makmur belum memiliki kantor yang tetap, karena itu buku-buku dan kitab-kitab yang dibeli Baitul Makmur dari H. Hammad Hasan Lubis (Alumni [[Universitas Kairo]]) dititipkan di Kantor [[Majelis Ulama Indonesia]] Provinsi [[Sumatera Utara]]. Kami berdoa kiranya Allah SWT., memberkati usia Prof. dr. Chairuddin P. Lubis Sp.A (K), karena lebih 50% dana kegiatan Yayasan Baitul Makmur berasal dari zakat, sadakah dan wakaf ia . Banyak yang berharap kiranya setelah siap masjid dakwah [[Universitas Sumatera Utara|USU]] yang kembar di Jl. Sumarsono Kampus [[Universitas Sumatera Utara|USU]] ada satu ruangan yang dapat dijadikan sebagai kantor yayasan Baitul Makmur sehingga masjid Dakwah [[Universitas Sumatera Utara|USU]] akan menjadi Islamic Center di tengah-tengah masyarakat intelektual kampus.
'''POKOK - POKOK PERJUANGAN BERUPA GAGASAN, IDE DAN AKSI:'''
# Kontekstualisasi Ajaran [[Islam]] ke Dalam Kerangka Berbangsa.
# Perjuangan Pembubaran [[Negara Sumatra Timur|Negara Sumatera Timur]] dan Negara Deli.
# Mengeluarkan Fatwa Kewajiban Perang Melawan Penjajah [[Kolonialisme|Kolonial]].
# Menulis Buku Penuntun Perang Melawan Penjajah [[Kolonialisme|Kolonial]].
# Berjuang dalam [[Hizbullah (Indonesia)|Laskar Hizbullah]] dan Laskar Washliyah.
# Perlawanan terhadap [[Komunisme|ideologi Komunisme]] dan anti Tuhan.
# Pendiri [[Al Washliyah|Al Jam’iyatul Washliyah]] sekaligus berkontribusi dalam memodernisasi dunia pendidikan.
# Bersama [[Al Washliyah|Al Jamiyatul Washliyah]] mendirikan Madrasah dan Sekolah sebanyak 745 unit dan 10 Perguruan Tinggi yang tersebar di Indonesia.
== Pekerjaan ==
Sejak [[1946]] hingga [[1957]] ia memegang berbagai jabatan struktural di [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Departemen Agama]], di antaranya Kepala Mahkamah Syariah Keresidenan [[Sumatra Timur]], Kepala Jawatan Agama [[Keresidenan Sumatra Timur]]
(Kantor Wilayah [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Kementerian Agama]] [[Sumatera Utara|Propinsi Sumatera Utara]]), Kepala Bahagian Kepenghuluan Kantor Urusan Agama Propinsi [[Sumatera Utara]], dan Pejabat Kepala Kantor Urusan Agama Propinsi [[Sumatera Utara]].<ref name="ibid" />
Dalam kegiatan organisasi, ia aktif sebagai anggota Pengurus Besar organisasi [[Al Washliyah]] ([[1930]]-[[1956]]). Meskipun kemudian ia tidak duduk dalam kepengurusan, ia tetap aktif memberikan sumbangan pikiran dan tenaga dalam
kegiatan [[Al Washliyah]] yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan
sosial.
Sejak [[Majelis Islam A'la Indonesia|Majelis Islam A’la Indonesia]] (MIAI) di lebur ke dalam [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Masyumi]]
tahun [[1945]], ia berulang-ulang menjadi pimpinan wilayah dan anggota Majelis
Syuro Wilayah. Kemudian, ia menjadi anggota [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Masyumi]] Pusat 1953- 1954 dan [[Daftar anggota Konstituante|Anggota Konstituante]] dari fraksi [[Masyumi]] sejak tahun [[1956]] sampai dibubarkan pada tahun [[1960]].<ref name="ibid" />
Ketika paham Ahmadiah Qadian menimbulkan gejolak di [[Sumatra Timur]], ia menfatwakan kekafiran Ahmadiah Qadian dan larangan menguburkan penganutnya di pekuburan muslim. la juga memfatwakan bahwa [[Komunisme|Komunis]] harus diharamkan hidup di [[Indonesia]] pada Muktamar [[Ulama]] Seluruh [[Indonesia]] di [[Kota Medan|Medan]] tahun [[1953]],
dan fatwanya itu dipertegas lagi pada Muktamar Ulama se-Sumatra di [[Kota Bukittinggi|Bukit Tinggi]] dan Muktamar Ulama di [[Kota Palembang|Palembang]].<ref>Ibid., h. 292-293</ref> Ia juga selalu diminta untuk memberikan kuliah umum pada HUT [[Universitas Al Washliyah|UNIVA]], seperti pada awal tahun [[1960-an]], pada saat itu terjadi polemik tentang kemungkinan manusia sampai ke angkasa luar (bulan) sedang hangat dibicarakan berbagai kalangan masyarakat.
Maka Arsyad Thalib Lubis memberikan kuliah umum pada acara HUT ke II [[Universitas Al Washliyah|UNIVA]] yang jatuh pada tanggal [[18 Mei]] [[1960]] dengan judul: ”Agama Islam dan Penghuni Angkasa Luar”. Dalam kuliah ini ia menyimpulkan bahwa dalil-dalil yang disebutkan [[al-Qur'an]] memungkinkan manusia untuk sampai ke angkasa luar.<ref>35Arifinsyah, Wacana Pluralisme Agama Kontemporer (Bandung: Citapustaka, 2002), h.95</ref> Selain itu pada HUT yang ke X, ia menyampaikan kuliah umumnya dengan judul:“Keesaan Tuhan Menurut Ajaran Kristen dan [[Islam]]”.
== Riwayat Pekerjaan ==
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
Pada tahun [[1949]] - [[1957]] ia diberi amanah oleh Pemerintah [[Indonesia|Republik Indonesia]] untuk mengurus berbagai jabatan penting dalam-dalam [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Kementerian Agama]] diantaranya :
# Pegawai Jawatan Agama.
# Ketua Mahkamah Syariah Daerah [[Sumatra Timur|Sumatera Timur.]]
# Ketua Jabatan Agama Daerah [[Sumatra Timur|Sumatera Timur]].
# Ketua Bagian Kependudukan Pejabat Urusan Agama Provinsi [[Sumatera Utara]].
# Ketua Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara Tahun 1965.
# Anggota Konstituante dari [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Partai Masyumi]] Tahun 1956 - 1959.
Pada tanggal [[12 Oktober]]-[[28 November]] [[1959]] Pemerintah [[Indonesia|Republik Indonesia]] mengutus H. Muhammad Arsyad Thalib dan H. Nasrudin Latif ke [[Uni Soviet]] dan negara-negara [[Uni Soviet]] dalam rangka menguatkan hubungan persahabatan antara [[Indonesia]] dan [[Uni Soviet]]. Diantara ke daerah [[Tоshkеnt|Taskhent]], [[Samarqand|Samarkand]], [[Volgograd|Stalingrad]], [[Moskwa|Moskow]], [[Sankt-Peterburg|Leningrad]], dan kembali Melalui [[Beijing|Peking]], [[Yangon|Rangoon]] dan [[Bangkok]].
== Perjuangan ==
Pada masa perjuangan kemerdekaan, ia turut memberikan andil sesuai dengan bidangnya, berpidato untuk membangkitkan semangat jihad melawan penjajahan. Tuan Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis adalah seorang Ulama Pejuang Kemerdekaan RI dan penjaga kedaulatan NKRI dari rongrongan pihak luar maupun dari dalam terutama pemberontakan [[Partai Komunis Indonesia|PKI]]. Ia aktif dalam upaya mencerdaskan anak bangsa melalui organisasi [[Al Washliyah|Al Jam’iyatul Washliyah]] dan menyalurkan aspirasi politiknya bersama [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Partai Masyumi.]] Ia adalah Anggota Konsituante RI (MPR) yang menyuarakan aspirasi rakyat di Parlemen tingkat Pusat.
Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis muda dikenal sebagai pejuang kemerdekaan [[Indonesia|Republik Indonesia]] menentang sekutu [[Belanda]] dan [[Jepang]] sehingga ia ditangkap pada tanggal [[23 Maret]] [[1949]] dan dipenjarakan sebagai tahanan politik di Penjara Suka Mulia [[Kota Medan|Medan]].
Buku ia Penuntun Perang Sabil pada [[November]] [[1945]] menjadi panduan untuk melawan Belanda dan sekutu. Gerak-gerak Tuan Arsyad terus diperhatikan [[Belanda]] dan ia dianggap sebagai [[ulama]] yang berpengaruh dikalangan kaum [[muslim]] dan sangat berpengaruh bagi penjajah. Setelah [[Indonesia]] merdeka tanggal [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|17 Agustus 1945]], Arsyad mengeluarkan fatwa wajib atas setiap muslim menolak kedatangan [[Belanda]] kembali yang berkeinginan menjajah [[Indonesia]] kembali. Orang-orang muslim yang wafat dalam pertempuran melawan [[Belanda]] disebut dengan Syahid Fisabillilah, mayatnya tidak wajib dimandikan dan dikafankan, hanya disholatkan saja.
Ketika [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan Indonesia]] dikumandangkan, ia memfatwakan bahwa pahlawan Islam yang gugur di medan pertempuran melawan kolonial mati syahid hukumnya dan ia menganjurkan agar kaum Muslim memberikan dana jihad sebesar-besarnya tanpa tawar-menawar.<ref>36Ahmad Nasution, et. al., Sejarah Ulama-Ulama, h. 290.</ref>
Selain itu Tuan Arsyad menjadi Wakil Ketua [[Hizbullah (Indonesia)|Hizbullah]] Daerah [[Sumatra Timur|Sumatera Timur]] dan Wakil Ketua PB. [[Al Washliyah|Al Jam’iyatul Washliyah]] pada masa pertempuran [[Agresi Militer Belanda II|Agresi Militer II]] Tahun [[1947]]. Akibat dari kepintaran ia di [[Hizbullah (Indonesia)|Hizbullah]], ia ditangkap oleh polisi (serdadu) [[Negara Sumatra Timur|Negara Sumatera Timur]] yang masih dikuasai oleh [[Belanda]] dan tentara [[Pemerintahan Sipil Hindia Belanda|NICA]].
Dalam situasi seperti ini musibah yang paling berat dihadapi oleh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis yaitu istrinya yang sangat dicintainya kembali kehadirat Allah SWT. Dengan pengawalan yang sangat ketat ia datang melihat jenazah istrinya dan mendoakannya. Setelah itu ia dipaksa, dibawa kembali ke Penjara Suka Mulia. Setalah istrinya wafat ia tidak menikah lagi sampai akhir hayatnya. Hidupnya diwakafkan untuk mengabdi kepada agama dan negara. Setalah [[Konferensi Meja Bundar]] (KMB) tanggal [[27 Desember]] [[1949]] semua tahanan politik dibebaskan termasuk didalamnya H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis.
Pada waktu [[Agresi Militer Belanda II|Agresi Belanda ke II]] yaitu,[[1947]]-[[1949]] ketika [[Sumatra Timur]] jatuh ke tangan [[Belanda]] dan meresmikan berdirinya [[Negara Sumatra Timur]](NST), ia sangat menentang dan untuk mempertahankan negara kesatuan RI, Arsyad Thalib Lubis mengungsi ke pedalaman dan berkeras tidak mau bekerjasama dengan penjajah. Pada waktu
itu, ia adalah anggota Dewan Pertahanan Daerah Sumatra Timur-Selatan danwakil ketua Markas Besar Kelaskaran Al Washliyah.<ref name="ibid" /> Ketika serangan bom Belanda menghujani [[kota Tebing Tinggi]] dan mulai memasuki perbatasan kota, ia bersama beberapa guru dan anggota [[Al Washliyah]] berusaha bertahan di Markas Besar Kelaskaran [[Al Washliyah]] di kota itu.
Setelah pertempuran semakin sengit dan keadaan tidak mungkin di pertahankan, ia meninggalkan kota untuk menyatukan kekuatan di daerah [[Kota Tanjungbalai|Tanjung Balai]], [[Kabupaten Asahan|Asahan]]. Beberapa hari kemudian ia bergerak menuju [[Rantau Prapat (kota)|Rantau Prapat]]. Di daerah ini ia meneruskan perjuangan bersama dengan pemimpin-pemimpin lainnya. Karena kegigihan perjuangannya, pada tanggal [[29 Maret]] [[1949]] ia ditangkap oleh pihak [[Negara Sumatra Timur]] (NST) yang bertindak sebagai perpanjangan tangan [[Belanda]]. la ditahan sebagai tawanan politik di penjara Sukamulia, [[Kota Medan|Medan]], sampai tanggal [[23 Desember]] [[1949]]. Ketika ia di dalam penjara, istrinya meninggal dunia dan setelah mengurus surat izin yang cukup rumit barulah ia mendapat izin keluar penjara dan dalam keadaan tangan diborgol dia melihat istrinya yang terakhir kali saat proses pemakaman.<ref>Arifinsyah, Wacana Pluralisme, h. 96.</ref>
Ketika [[Negara Sumatra Timur]] berhasil dibubarkan dan Panitia Persiapan Negara Kesatuan untuk [[Sumatra Timur]] didirikan tahun [[1950]]-[[1951]], ia diangkat menjadi anggota panitia penempatan pegawai. Pada tahun [[1956]], pemerintah mengutusnya bersama H. Nasaruddin Latif ke [[Uni Soviet]] untuk meninjau [[Tashkent]], Mereka kembali ke Indonesia melalui Peking ([[Beijing]]), Rangoon ([[Yangon]]), dan [[Bangkok]]. Sebagai hasil dari lawatannya ini, ia menulis sebuah buku tentang keadaan umat Islam di sana agar menjadi cermin bagi umat Islam di [[Indonesia]]. Menurutnya, umat Islam di bawah kekuasaan [[Komunisme|Komunis]] merupakan kelompok kecil yang senantiasa diawasi dan tidak bebas dalam menjalankan ibadah. Namun naskah buku ini hilang sebelum sempat dicetak.
== Wafat ==
Pada tanggal [[6 Juli]] [[1972]] hari Kamis bersamaan dengan 23 [[Jumadilawal|Jumadil Awal]] 1392 H Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis kembali kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa setelah menderita sakit beberapa hari dan sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Pringadi [[Kota Medan|Medan]].
Seluruh Institusi, Perguruan Tinggi dan Universitas Islam serta Masyarakat Muslim secara luas berkabung, sedih karena wafat almarhum diusia ke 63 tahun.
Kediaman ia yang sangat sederhana di Jalan Sei Kera Gang Sehat No. 6 penuh sesak dikunjungi oleh berbagai lapisan masyarakat yang datang bertakziah kepada keluarga almarhum. Tidak ada air mata yang pernah mendapat belaian kasih dari almarhum berduka. Jenazahnya dimakamkan hari itu juga dengan iringan doa oleh ribuan para hadirin terdiri dari ulama, rakyat dan pejabat di Provinsi [[Sumatera Utara]]. Dengan Mengucapkan ''Inalilahi Wa inna ilaihi rojiun''.
.
== <big>Referensi</big> ==
Baris 285 ⟶ 237:
{{reflist}}
==
*
*
*
*
*
*
*
==
*
* {{Cite book|title=Daftar Tajuk Pengarang Indonesia|publisher=Perpustakaan Nasional RI|date=2007|isbn=9789790081499}}
<big>{{Authority control}}</big>
{{URUTANBAKU:Lubis, Arsyad Thalib}}
[[Kategori:Penulis Indonesia|Arsyad Thalib Lubis]]
[[Kategori:Profesor Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Mandailing]]
[[Kategori:Marga Lubis|Arsyad]]
[[Kategori:Tokoh Sumatera Utara]]
[[Kategori:Tokoh dari Langkat]]
[[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Al Washliyah]]
[[Kategori:Ulama Mandailing|Lubis]]
[[Kategori:Ulama Langkat|Lubis]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia]]
|