Ahmad Rasyid: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(57 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Kotak info pemegang jabatan
| honorific-prefix =
| honorific-suffix = [[Datuk di Minangkabau|Sutan Mansur]]
| name = Ahmad Rasyid
| native_name = {{Script|Arab|أحمد رشيد سوتان منصور}}
| image = Achmad Rasjid Sutan Mansjur Konstituante Masjumi.jpg
| caption = Potret sebagai anggota
| office = Ketua Umum
| order = ke-6
| term_start = 4 November 1953
| term_end = 25 Maret 1959
| 1blankname = Wakil
| 1namedata = {{unbulleted list|[[Fakih Usman]] (
| predecessor = [[Bagus Hadikusumo]]
| successor = [[Muhammad Yunus Anis]]
| office2 = [[Daftar anggota Konstituante Republik Indonesia|Anggota Konstituante Republik Indonesia]]
|
| term_start2 = 9 November 1956
| term_end2 = 5 Juli 1959
| 1blankname2 = Ketua
| 1namedata2 = [[Wilopo]]
| parliamentarygroup2 = [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]]
| office3 = Anggota [[Chuo Sangi-In]] di Sumatera
| term_start3 = 25 Maret 1945
| term_end3 = 2 Juli 1945
| 1blankname3 = Ketua
| 1namedata3 = [[Mohammad Sjafei]]
| appointed3 = [[Pendudukan Jepang di Sumatera Barat|Syu Co-Kong]]
| birth_name = Ahmad Rasyid Samad
| birth_date = {{Tanggal lahir|1895|12|15}}
| birth_place = [[
| death_date = {{Tanggal kematian dan umur|1985|3|25|1895|12|15}}
| death_place = [[Cempaka Putih, Jakarta Pusat|Cempaka Putih]], [[Jakarta]], [[Indonesia]]
| resting_place = [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir]]
| spouse = {{menikah|
| relations = {{hidden begin|title={{nobold|Daftar}}}}{{unbulleted list|[[Duski Samad]] (adik)|[[Abdul Karim Amrullah]] (
| children =
| mother = Siti Abbasiyah
| father = Abdul Samad
|
| party = [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]]
|
| awards =
| allegiance = [[Indonesia]]
| rank = [[Kolonel]] [[Tituler|(Tituler)]]<ref name="tituler">{{Cite news |url=https://anri.sikn.go.id/index.php/keputusan-presiden-nomor-203-tahun-1952-tentang-pangkat-militer-tituler-a-r-sutan-mansur-menjadi-kolonel-tituler-dan-diperhentikan-dari-jabatan-sebagai-penasehat-agama-pada-komando-t-t-sumatera-dan-dikeluarkan-dari-dinas-tentara-dengan/informationobject/reports |title=Keputusan Presiden Nomor 203 Tahun 1952 |date=30 Agustus 1952 |access-date=1 Mei 2024 |publisher=[[Arsip Nasional Republik Indonesia]] |author1= |author2= |language=id |archive-date= |archive-url= |dead-url=no }}</ref>
| branch = [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
| serviceyears = 1948-1949<ref>{{Cite news |url=https://peraturan.bpk.go.id/Details/88780/keppres-no-203-tahun-1952 |title=Keputusan Presiden Nomor 203 Tahun 1952 tentang Kenaikan Pangkat Tituler |date=30 Agustus 1952 |access-date=1 Mei 2024 |publisher=[[Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia]] |quote= |author1= |author2= |language=id |archive-date= |archive-url= |dead-url=no }}</ref>
| module = {{Infobox religious biography|religion=[[Islam]]
| embed = yes
| ethnicity = [[Minangkabau]]
| era = [[Zaman modern]]
| region = [[Sumatera]], [[Jawa]], dan [[Kalimantan]]
| organization = [[Muhammadiyah]] (1922–1985)
| denomination = [[Suni]]
| jurisprudence = [[Mazhab Syafi'i|Syafi'i]]
| main_interests = [[Tauhid]]
| notable_ideas =
| notable_works =
| Sufi_order =
| disciple_of = [[Abdul Karim Amrullah]]
| disciples = {{hlist|[[Duski Samad]]|[[Hamka]]|[[Malik Ahmad]]|[[Marzuki Yatim]]|[[wikidata:Q126021177|Oedin]]|[[Soekarno]]}}
| influences =
| influenced =
}}
}}
== Awal kehidupan ==
Ahmad Rasyid Samad ([[Ejaan Lama]]: Achmad Rasjid Samad) lahir di Kampung Air
Ahmad Rasyid mengenyam pendidikan formal pertama di bangku [[Tweede Inlandsche School
== Kiprah awal ==
Rasyid yang sudah menempuh pembelajaran agama dari Haji Rasul ditugaskan untuk bekerja sebagai guru agama Islam di pondok pesantrennya pada 1915. Saat [[Sumatera Thawalib]] didirikan, ia dipercayai menjadi guru agama. Ketika baru dibentuk, Sumatera Thawalib menugaskan Rasyid untuk mengajar di [[Kota Kualasimpang, Aceh Tamiang|Kuala Simpang]], [[Aceh]], selama dua tahun, yakni 1917 sampai 1919 setelahnya kembali ke Minangkabau.<ref name="biografi2">{{Cite news |url=https://muhammadiyah.or.id/buya-haji-ahmad-rasyid-sutan-mansur-ketua-1956-1959/ |title=Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur (Ketua 1956–1959) |last= |first= |work=[[Muhammadiyah]] |date=2021-02-17 |access-date=2021-10-03 }}</ref>
=== Hijrah ke Jawa dan mengenal Muhammadiyah ===
Rasyid merantau ke [[Kota Pekalongan|Pekalongan]] bersama dengan istri pertamanya, Fatimah Karim Amrullah yang saat itu sedang hamil putranya, Usyam Rasyid. Di sana ia berdagang kain batik dan bekerja sebagai guru agama Islam untuk kaum perantauan dari Sumatera dan lainnya pada tahun 1921.<ref name="biografi1"/> Rasyid memiliki majelisnya sendiri yang dinamai Perkumpulan Nurul Islam (sekarang bernama Muhammadiyah cabang Pekalongan).{{efn|Perkumpulan Nurul Islam adalah nama samaran dari majelis-majelis tablig Muhammadiyah. Pergerakan Muhammadiyah sebelumnya dilakukan di setiap daerah dengan nama yang berbeda-beda, seperti Nurul Islam di [[Kota Pekalongan|Pekalongan]], Sidik-Amanah-Tablig-Fatanah di [[Kota Surakarta|Surakarta]], Al-Munir di [[Kota Makassar|Ujung Pandang]], Al-Hidayah di [[Kabupaten Garut|Garut]], dan lain-lain. Pemerintah Hindia Belanda baru mengeluarkan perizinan diperbolehkannya Muhammadiyah bergerak di luar [[Keresidenan Yogyakarta|Yogyakarta]] sendiri baru dijalankan pada tanggal 2 September 1921.<ref>{{Cite news |url=http://jabar.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html |title=Sejarah:Proses Masuknya Muhammadiyah ke Jawa Barat |last= |first= |work=Muhammadiyah Jawa Barat |access-date=2021-10-04 }}</ref>}} Ketika ia mengikuti suatu pengajian agama di [[Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan|Pekajangan]], ia mulai mengenal [[Muhammadiyah]] yang diperkenalkan oleh [[Ahmad Dahlan]] yang menjabat sebagai [[Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah|Presiden Pengurus Besar Muhammadiyah]]—{{lang-nl|President Hoofdbestuur Moehammadijah}}—pada tahun 1922. Kedatangannya untuk meresmikan perkumpulan "Ambudi Agama"—kini bernama Muhammadiyah Cabang Pekajangan—pimpinan Kyai Haji Abdurrahman sekaligus tablig Muhammadiyah. Sejak saat itulah, Rasyid mulai mengenal Ahmad Dahlan dan bergabung dengan Muhammadiyah. Akibatnya, muncul kekaguman kepada sosok Dahlan yang ahli dalam [[fiqih]] sehingga Rasyid mulai belajar agama dari sudut pandang Muhammadiyah kepada Ahmad Dahlan. Tidak hanya Dahlan, Rasyid pada 1922 juga mengenal tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya: [[Abdul Rozak Fachruddin]] dan [[Mas Mansur]]. Akibat pengaruh Muhammadiyah, ia semakin mengenal Islam tidak hanya dari aspek hukumnya, melainkan juga aspek sosial kemasyarakatan dan [[sosioekonomi]] dari dua tokoh tersebut.
Melalui pengajian dari Ahmad Dahlan ini membuat Rasyid mengenal Muhammadiyah. Di saat seusai salah satu jemaah bertanya mengenai pembahasan tentang tafsir [[Surah Al-Ma’un]] dilakukan secara berulang-ulang.<ref>{{Cite book|date=2009|url=https://books.google.co.id/books/about/Biografi_Buya_Ahmad_Rasyid_Sutan_Mansoer.html?id=uxlkRwAACAAJ&redir_esc=y |title=Biografi Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansoer (Buya Tuo): Dari Pergulatan Ideologis ke Penguatan Aqidah |page=26 |isbn=978-979-370-862-1 |publisher=Suara Muhammadiyah |language=id}}</ref> Pada saat itulah, Ahmad Dahlan menyampaikan [[Surah Ali Imran]] ayat 104, bahwa untuk menjelaskan maksud tafsir Surah Al-Ma’un dibutuhkan gerakan yang bersifat sistematis dan terencana, yaitu melalui Persyarikatan Muhammadiyah. Konon, penjelasan rasional inilah yang telah menarik hati Ahmad Rasyid untuk bergabung dalam Muhammadiyah.<ref>{{Cite web|date=2018-12-07|title=AR Sutan Mansur: Buya Tuo dari Maninjau|url=https://ibtimes.id/ar-sutan-mansur-buya-tuo-dari-maninjau/|first=Mu'arif |last= |access-date=2021-10-05 |website=ibtimes.id |language=id}}</ref>
=== Kiprah di Muhammadiyah ===
Selain memimpin Muhammadiyah di Pekalongan, Ahmad Rasyid juga aktif mengajar sebagai guru agama Islam di Madrasah Muhammadiyah dalam kurun waktu dua tahun, antara 1923 sampai 1925. Ia juga turut serta dalam Kongres Al-Islam yang digelar pada akhir 1922 di [[Kota Cirebon|Cirebon]] dan [[Kota Surabaya|Surabaya]] yang diasaskan oleh [[Oemar Said Tjokroaminoto|Tjokroaminoto]] dan [[Agus Salim]].<ref>{{Cite web|last=|first=|date=2022-10-29|title=Gema Maulid Barzanji pada Kongres Ormas Islam di Indonesia Seabad Lalu|url=https://www.nu.or.id/fragmen/gema-maulid-barzanji-pada-kongres-ormas-islam-di-indonesia-seabad-lalu-fy09B|publisher=|work=Nahdlatul Ulama|language=id|access-date=2024-04-21}}</ref> Ketika tahun 1926, Ahmad Rasyid ditugaskan memimpin Muhammadiyah di Minangkabau dan setahun setelahnya ditugaskan ke Aceh dengan tugas yang sama. Ahmad Rasyid diutus oleh ''Hoofdbestuur Moehammadijah'' ({{lang-id|Pengurus Besar Muhammadiyah}}) semasa pemberontakan antara kelompok komunis dengan Muhammadiyah pada akhir 1925 untuk memimpin dan menata organisasi Islam tersebut yang mulai tumbuh di Minangkabau. Tidak hanya bertugas di Minangkabau, ia mendirikan cabang Muhammadiyah di [[Aceh Timur]], [[Pidie]], dan [[Aceh Utara]] pada 1928 bersama dengan [[Muhammad Yunus Anis]].<ref>{{cite news|url=https://mpn.kominfo.go.id/arsip/storage/resize/cb75cb23669283222d3d3fbebef4325160eea269.jpg |title=Aceh Miliki 91 Cabang dan 41 Ranting Muhammadiyah |date=1995-07-06 |access-date=2024-05-18 |publisher=Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia |newspaper=Analisa |page=7 | first= |last= |editor-first= |editor-last=}}</ref> Salah satu kalimat populernya semasa memimpin Muhammadiyah di Minangkabau: "Muhammadiyah dinagarikan, nagari di Muhammadiyahkan."
Ahmad Rasyid juga diberi tugas sebagai mubalig Muhammadiyah untuk menjadi guru ''kuliatul mubaligin'' atau ''kuliatul mualimin'' Muhammadiyah di [[Kota Padang|Padang]], antara tahun 1932 hingga 1942. Seringkali Ahmad Rasyid diminta untuk menjadi penasihat dalam perihal agama, baik secara pribadi maupun institusi.
=== Mengembangkan Muhammadiyah ===
[[Berkas:Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka 2020.jpg|jmpl|kiri|Terpasang foto Ahmad Rasyid bersama istri, Fatimah Karim (kanan atas), di sudut sebuah ruangan Museum Kelahiran Buya Hamka.]]
Rasyid mulai menjadi dai Muhammadiyah pada 1923. Ia ditugaskan kembali ke tanah kelahirannya sebagai mubalig Muhammadiyah untuk Sumatera pada tahun 1925 dan menjadi dai di Pekalongan pada 1928. Muridnya di Pekalongan terdiri dari berbagai kalangan, bahkan bangsawan Jawa, seperti Raden Ranuwihardjo, Raden Tjitrosuwarno, dan Raden Usman Pudjutomo. Tidak hanya itu, dari kalangan [[Arab-Indonesia|Arab]] dan perantau Minangkabau juga menjadi muridnya di [[Keresidenan Pekalongan|Pekalongan]]. Di tahun yang sama, ia didapuk oleh Ahmad Dahlan sebagai Ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan—{{lang-nl|Voorzitter Moehammadijah van Pekalongan}}—menggantikan pendahulu yang mundur karena tekanan dari pihak-pihak antimuhammadiyah. Rasyid merangkap Ketua Muhammadiyah cabang Pekajangan dan [[Kedungwuni, Pekalongan|Kedungwuni]].
Pada 1924, datang ayah mertuanya, Haji Rasul dari [[Padang Panjang]] ke Pekalongan untuk menemui Rasyid dan istrinya ihwal meminta bantuan terhadap Sandi Aman—sebuah [[madrasah]] yang didirikan Haji Rasul pada Oktober 1924—di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang]]. Lalu, Rasyid mengajak Haji Rasul untuk menyertai Muhammadiyah dan madrasah tersebut dimitrakan dengan Muhammadiyah sekaligus melebarkan sayap organisasi Muhammadiyah ke luar [[Pulau Jawa]].<ref name="muhsumatera">{{Cite web|author=Afandi|date=Februari 2022|title=AR Sutan Mansur, Pembuka Dakwah Muhammadiyah di Tanah Sumatera|url=https://muhammadiyah.or.id/2022/02/ar-sutan-mansur-pembuka-dakwah-muhammadiyah-di-tanah-sumatera/|work=Muhammadiyah|language=id|access-date=2024-04-21}}</ref> Usaha tersebut disetujui oleh pimpinan Muhammadiyah, [[Ibrahim bin Fadlil]], dan selanjutnya menjadi Madrasah Ibtidaiah Muhammadiyah Minangkabau, serta mengangkat Rasyid sebagai wakil Muhammadiyah di Minangkabau dan istri, Fatimah Karim Amrullah, sebagai wakil [[Aisyiyah]] di Minangkabau. Setelah didirikannya Muhammadiyah cabang Sungai Batang, didirikan pula Madrasah Sanawiah Muhammadiyah Sungai Batang yang menjadi madrasah sanawiah Muhammadiyah pertama di Indonesia.<ref>{{Cite news |url=https://mtsm-sungaibatang.blogspot.com/2012/08/sejarah-ringkas-mts-muhammadiyah-sungai.html?m=1 |title=Sejarah Ringkas MTs Muhammadiyah Sungai Batang |last= |first= |work=Madrasah Sanawiah Muhammadiyah Sungai Batang |date=2012-08-09 |access-date=2024-06-01 }}</ref> Pendirinya adalah Rasyid bersama dengan Abdul Karim Amrullah, Yusuf Amrullah, dan lain-lain.
Dakwah Muhammadiyah turut disiarkan oleh Haji Rasul hingga berdirinya Muhammadiyah di [[Maninjau, Tanjung Raya, Agam|Maninjau]] dan [[Kota Padang Panjang]].<ref>{{Cite news |url=https://prokabar.com/menggali-sejarah-lahirnya-muhammadiyah-di-pulau-sumatra-dan-ketokohan-a-r-sutan-mansur/ |title=Menggali Sejarah Lahirnya Muhammadiyah di Pulau Sumatra dan Ketokohan A.R Sutan Mansur |last=Yudistira |first=Rudi |work=123dok |date=2019-05-12 |access-date=2021-10-04 }}</ref> Ini memberi jalan bagi Rasyid untuk mengembangkan [[Muhammadiyah di Sumatera Barat|Muhammadiyah di Minangkabau]] sekaligus mendapat dukungan dari kaum reformis Islam sehingga perkembangannya semakin pesat. Sebagai mubalig, ia ditugaskan Muhammadiyah untuk tablig di [[Sumatera Tengah]] dan [[Sumatera Selatan]] dalam melatih kaum muda dalam lembaga kuliatul mubaligin sebagai pengaderan Muhammadiyah. Usaha yang dilakukan adalah ''mujadalah'' atau kelompok diskusi. Beberapa muridnya, yaitu [[Duski Samad]], [[Malik Ahmad]], [[Marzuki Yatim]], [[Hamka]], dan lain-lain.
Ketika berdirinya Muhammadiyah cabang Padang Panjang yang diasaskan oleh [[Saalah Yusuf Sutan Mangkuto|Saalah Yusuf]], Ahmad Rasyid selaku wakil dari Pengurus Besar Muhammadiyah Hindia Timur ({{lang-nl|Hoofdbestuur Moehammadijah van Oost Indië}}) memimpin sidang peresmian pada tanggal 2 Juni 1926, meskipun saat itu, Padang Panjang sedang dipengaruhi oleh ideologi [[komunisme]] yang bernama "Grup Sarekat Rakyat Padang Panjang". Pada awalnya, Muhammadiyah cabang Padang Panjang ini dinamakan sebagai "Perkumpulan Tani".<ref>{{Cite web|date=2020-09-15|title=Tokoh Naqsyabandiyah Bergabung ke Muhammadiyah Demi Lawan Komunis|url=https://rm.id/baca-berita/nasional/47677/kisah-di-balik-diresmikannya-muhammadiyah-padang-panjang-1926-tokoh-naqsyabandiyah-bergabung-ke-muhammadiyah-demi-lawan-komunis|first= |last= |access-date=2021-10-05 |work=Rakyat Merdeka |language=id}}</ref> Setelah peresmiannya, pengikut [[tarekat Naqsyabandiyah]] ramai berbondong-bondong menjadi anggota Muhammadiyah.
Pada akhir 1925, Rasyid dipercayai Pengurus Besar Muhammadiyah untuk memimpin Muhammadiyah di Pesisir Barat Sumatera ketika munculnya pengaruh komunis yang berkonflik dengan Muhammadiyah. Ia juga menyiarkan tablig Muhammadiyah bersama [[Abdul Rozak Fachruddin]] di [[Kota Medan|Medan]] dan [[Kutaraja]] pada 1927. Melalui sikapnya yang [[moderat]] sehingga Muhammadiyah dapat didirikan di Kutaraja, [[Sigli]], dan [[Lhokseumawe]]. Selanjutnya, pada 1929, ia sebagai dai Muhammadiyah di Kalimantan berhasil mendirikan cabang Muhammadiyah di [[Banjarmasin]], [[Kuala Kapuas (kota)|Kuala Kapuas]], Mendawai, dan [[Amuntai (kota)|Amuntai]].
Pada tahun 1930, diselenggarakan Kongres ke-19 Muhammadiyah di Minangkabau. Salah satu kesepakatannya adalah dibentuknya Konsul Besar Muhammadiyah di setiap [[keresidenan]]. Sesuai konferensi daerah di [[Kota Payakumbuh|Payakumbuh]] tahun 1931, dipilihlah Ahmad Rasyid sebagai Konsul Besar Muhammadiyah untuk wilayah [[Pesisir Barat Sumatera]] hingga 1943.<ref>{{cite book |last1=Amrullah |first1=Abdul Malik Karim |last2= |first2= |last3= |first3= |last4= |first4= |title=Islam dan Adat Minangkabau |date=1984 |publisher=Pustaka Panjimas |page=274 |url=https://books.google.co.id/books/about/Islam_dan_adat_Minangkabau.html?id=ZSsaAQAAMAAJ |language=id|quote=}}</ref> Kemudian atas usul konsul-konsul besar di Sumatera setuju untuk mengangkat Ahmad Rasyid sebagai Imam Muhammadiyah Sumatera. Selain itu, ia ikut mendirikan sekaligus memimpin [[Pondok Pesantren Kauman Padang Panjang|Kuliatul Mubaligin]] di Padang Panjang sebagai tempat membina santri [[madrasah aliah]]. Di sinilah tempat para kader muda Muhammadiyah di berikan pengetahuan agama dengan bertugas memperkenalkan Muhammadiyah dan ajaran agama Islam di Minangkabau dan daerah-daerah sekitarnya. Kelak, para mubalig tersebut akan memainkan peran penting untuk memimpin dan menggerakkan roda Persyarikatan Muhammadiyah di [[Yogyakarta]]. Bahkan, perkembangannya diperhatikan oleh Konsul Besar Muhammadiyah [[Keresidenan Yogyakarta|Yogyakarta]]. Maka, pada 1926, Muhammadiyah mengutusnya untuk mengawal perkembangan persyarikatan itu.
Ahmad Rasyid mengasaskan ''Djihad'' dengan tujuan meluruskan umat Islam ke arah yang benar sesuai ''ahlus sunnah wal jamaah'' dalam rentang tahun 1949 sampai 1952. Lalu, pada tahun 1943, ia selaku Konsul Besar Muhammadiyah melebarkan sayap wilayah kepemimpinannya untuk seluruh Indonesia hingga 1953. Ia berperan dalam membentuk Muhammadiyah cabang [[Pasar Lubuk Jambi, Kuantan Mudik, Kuantan Singingi|Lubuk Jambi]], ketika Dasin Jamal dan Sulaiman Khatib meminta mandatnya pada awal September 1933.<ref>{{Cite news |url=http://riau.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html |title=Sejarah Muhammadiyah Riau |last= |first= |work=Muhammadiyah Riau |access-date=2021-10-04 }}</ref>
==
Ketika menjabat Konsul Muhammadiyah di [[Pesisir Barat Sumatera]], Ahmad Rasyid dipertemukan dengan [[Soekarno]] pada 1938. Saat itu, Soekarno ditahan dan diasingkan oleh Hindia Belanda ke [[Kota Bengkulu|Bengkulu]].<ref>{{Cite news |url=https://www.detik.com/sumut/budaya/d-6112212/jejak-bung-karno-di-bengkulu-gelorakan-pembaharuan-hingga-bertemu-fatmawati |title=Jejak Bung Karno di Bengkulu: Gelorakan Pembaharuan hingga Bertemu Fatmawati |last=Supandi |first=Hery |location=Bengkulu |date=2022-06-06 |website=detik.com |access-date=2024-05-01 }}</ref> Di sana, ia berguru kepada Ahmad Rasyid mengenai ajaran agama Islam. Tidak hanya menjadi guru, Rasyid juga menjadi penasihat agama Islam bagi Soekarno.<ref>{{Cite news |url=https://langit7.id/read/10365/1/ar-sutan-mansur-imam-muhammadiyah-guru-bung-karno-1642680097 |title=AR Sutan Mansur, Imam Muhammadiyah Guru Bung Karno |author=Ilham |location=Jakarta |date=2022-01-20 |work=Langit7 |access-date=2024-05-01 }}</ref> Soekarno juga menyertai keanggotaan Muhammadiyah dan menjadi seorang guru bagi sekolah agama milik Muhammadiyah.<ref>{{Cite news |url=https://muhammadiyah.or.id/2021/05/ir-soekarno-presiden-pertama-indonesia-tertarik-dengan-pemikiran-muhammadiyah/ |title=Ir. Soekarno, Presiden Pertama Indonesia, Tertarik dengan Pemikiran Muhammadiyah |author=Ilham |location=Yogyakarta |date=2021-05 |work=Muhammadiyah |access-date=2024-05-01 }}</ref> Ketika mengajar, Soekarno jatuh hati kepada seorang gadis yang juga putri dari tokoh Muhammadiyah, yakni [[Fatmawati]] dan kedua mempelai dinikahkan dengan Ahmad Rasyid sebagai saksi nikahnya.<ref>{{Cite news |url=https://rmol.id/publika/read/2020/09/04/450990/megawati-dan-puan-anak-kandung-minangkabau |title=Megawati Dan Puan, Anak Kandung Minangkabau |author= |location= |date=2020-09-04 |work=Republik Merdeka Online |access-date=2024-05-01 }}</ref>
Ahmad Rasyid bersama Haji Rasul turut menentang koloni Belanda dalam kebijakan [[Ordonansi Guru|ordonansi guru]].<ref>{{Cite news |url=https://historia.id/agama/articles/ordonansi-ulama-guru-DOxVv/page/1 |title=Ordonansi (Ulama) Guru |last= |first= |date=2012-09-10 |website=Historia.id |access-date=2024-04-17 }}</ref> Menurutnya, hal ini akan membatasi kebebasan ulama dalam menyebarkan agama Islam dan akan dimanfaatkan secara semena-mena oleh pemerintah kolonial. Bahkan, teman seperjuangan Haji Rasul, seperti [[Abdullah Ahmad]] justru menyetujui aturan tersebut setelah dibujuk oleh utusan Belanda, Dr. de Vries.<ref>{{Cite book|last=Hamka|date=2024-04-20|url=https://books.google.com/books?id=LFzhDwAAQBAJ|title=Ayahku|publisher=Gema Insani|isbn=978-602-250-701-7|pages=195-197|language=id}}</ref> Kebijakan ini sebenarnya telah dijalankan di [[Pulau Jawa|Jawa]] sejak 1905 dan akan dijalankan di Minangkabau pada 1928. Selain itu, ia pun menolak Undang-Undang Pancang Hutan ({{lang-nl|Boswesen}}) pada tahun 1920.
Ahmad Rasyid juga berhasil berunding dengan [[Charles Olke van der Plas|Van der Plas]], Vise Vooreitte Kood van Indie, mengenai pembatalan peraturan-peraturan Belanda bagi kaum [[Pribumi-Nusantara|bumiputra]], dan lain-lain, dalam menghadapi [[Perang Dunia kedua]] pada tahun 1942. Ketika [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|masa pendudukan Jepang]], mereka berusaha agar para muridnya tidak melakukan kegiatan ibadah seperti puasa dan menghalangi pelaksanaan salat dengan mengadakan pertemuan di waktu menjelang Magrib. Bahkan, sehari setelah Jepang menduduki Indonesia, Ahmad Rasyid berunding dengan [[Pendudukan Jepang di Sumatera Barat|Syu Co Kung]]—otoritas Jepang di Padang—untuk meminta agar kegiatan agama tidak diganggu.{{butuh rujukan}} Lalu, ia diamanahkan oleh [[Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda|Pemerintah Jepang]] untuk menjadi anggota [[Chuo Sangi-In|''Tsuo Sangi-in'']] ({{lang-id|Dewan Pertimbangan Pusat}}){{sfn|Reid|1971|pp=43-44}} dan juga sebagai anggota ''Tsuo Sangi-kai'' untuk daerah Pesisir Barat Sumatera.<ref>{{cite news|url=https://mpn.kominfo.go.id/arsip/storage/resize/230495259a927a1c19f58ff8e84134856dea5edf.jpg |title=Peristiwa Penting Dalam dan Loear |date=1945-07-15 |access-date=2024-05-21 |publisher=Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia |magazine=Djawa Baroe |page=6 |first= |last= |editor-first= |editor-last=}}</ref>
Ketika [[Kemerdekaan Indonesia|Indonesia diproklamirkan]], Ahmad Rasyid memberitakan kabar ini ketika sedang berceramah pascasubuh tepat dua hari setelah proklamasi.<ref>{{Cite news |url=https://ibtimes.id/resolusi-jihad-buya-sutan-mansur/ |title=Resolusi Jihad Buya Sutan Mansur |date=2019-10-22 |last=Sufyan |first=Fikrul Hanif |website=IBTimes.id |access-date=2023-03-22 }}</ref> Kabar kemerdekaan ia peroleh dari [[Djamaluddin Adinegoro]], salah satu anggota ''Tsuo Sangi-In'' perwakilan [[Sumatera Timur]].<ref>{{Cite news |url=https://rm.id/baca-berita/nasional/135764/dari-kauman-padang-panjang-ar-sutan-mansur-suarakan-resolusi-jihad |title=Dari Kauman Padang Panjang: AR Sutan Mansur Suarakan Resolusi Jihad |date=2019-10-22 |last=Sufyan |first=Fikrul Hanif |editor-last=Rusmadi |editor-first=Muhammad |work=Rakyat Merdeka |access-date=2024-05-01 }}</ref> Dalam pidatonya di Minangkabau tersebut, ia menyerukan resolusi jihad kepada umat Islam demi mempertahankan kemerdekaan. Menurutnya, proklamasi ialah titik permulaan [[bangsa Indonesia]] dalam meraih kemerdekaan seutuhnya.
Setelah kemerdekaan Indonesia, oleh Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]], Ahmad Rasyid di angkat menjadi Imam—guru agama Islam—bagi [[Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan|TNI Komandemen Sumatera]] Sub Komandemen [[Sumatera Tengah]] yang berpusat di [[Kota Bukittinggi]], antara tahun 1948 hingga 1949.<ref>{{Cite news |url=https://muhammadiyah.or.id/2022/12/mengapa-buya-ar-sutan-mansur-mendapat-gelar-mayor-jenderal-tituler/ |title=Mengapa Buya AR Sutan Mansur Mendapat Gelar Mayor Jenderal Tituler? |date=2019-10-22 |author=Afandi |work=Muhammadiyah |access-date=2024-05-01 }}</ref> Pada Mei 1948, ia diberi pangkat militer oleh pemerintah, yakni [[Kolonel]] [[Tituler]]. Tidak lama setelahnya, pada 31 Desember 1949, Rasyid menyelesaikan tugasnya sebagai penasihat agama sehingga pangkat yang disandangnya hanya berlaku selama bertugas.<ref name="tituler"/> Ahmad Rasyid kembali diminta menjadi penasihat agama [[TNI Angkatan Darat]] dan berkantor di markas besarnya usai [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan kedaulatan RI]] pada tahun 1950. Namun, permintaan tersebut ditolak, karena ia memiliki misi dakwah dengan menyebarkan tablig di seluruh [[Sumatera]] selaku pemuka [[Muhammadiyah]]. Pada tahun 1952, Presiden Soekarno pernah memintanya kembali menjadi penasihatnya dengan catatan perlunya merelokasi keluarganya dari Bukittinggi ke [[Jakarta]].<ref name="penasehat">{{Cite news |url=https://123dok.com/document/ynenl7ky-buya-ar-sutan-mansur.html |title=Buya AR Sutan Mansur |last= |first= |work=123dok |access-date=2021-10-03 }}</ref> Justru permintaan tersebut lagi-lagi di tolaknya karena ia ingin menjadi penasihat nonformal. Rasyid pun menyatakan kesediaannya sebagai penasihat apabila tidak diberi upah sehingga ia dengan bebas mengkritik kebijakan pemerintah.
Pada [[Pemilihan umum Konstituante Republik Indonesia 1955|Pemilu 1955]], Ahmad Rasyid terdaftar sebagai salah satu calon legislatif di [[Konstituante Republik Indonesia|Konstituante]].<ref>{{Cite news |url=https://langgam.id/kursi-sumatra-tengah-hasil-pemilu-1955-dan-perjalanan-pemilihan-di-sumbar/ |title=Kursi Sumatra Tengah Hasil Pemilu 1955 dan Perjalanan Pemilihan di Sumbar |last=Makmur |first=Hendra |work=Langgam |date=2019-04-17 |access-date=2024-05-12 }}</ref> Ia menjadi calon untuk daerah pemilihan [[Sumatera Tengah]] dari [[Partai Masyumi]]. Pascapemilu, ia berhasil menduduki kursi tersebut bersama rekan-rekan lainnya dari Sumatera Tengah: [[Mohammad Natsir]], [[Duski Samad]], [[Ibrahim Musa]], dan 37 anggota lainnya. Sebagai anggota, Rasyid berdomisili di Jalan Suronatan Nomor 29 A, [[Yogyakarta]].<ref>{{Cite web |url=http://www.konstituante.net/id/profile/MASJUMI_achmad_rasjid_sutan_mansjur |title=Achmad Rasjid Sutan Mansjur |last= |first= |publisher=Konstituante Republik Indonesia |access-date=2024-05-25 }}</ref>
== Ketua Umum Pusat Pimpinan Muhammadiyah ==
[[Berkas:Sukarno and Sutan Mansur in Jakarta.jpg|jmpl|200px|Soekarno dan dirinya saat menghadiri Muktamar Muhammadiyah, 1962.]]
Pada saat Kongres Muhammadiyah ke-32 di [[Purwokerto (kota)|Kota Purwokerto]], terdapat sembilan nama yang diusulkan oleh muktamirin untuk menjadi ketua [[Muhammadiyah]] yang baru. Seluruh kandidat menyatakan ketidaksediaannya dalam pencalonan.<ref>{{Cite news |url=https://news.detik.com/berita/d-2983365/di-muktamar-muhammadiyah-1953-tidak-ada-calon-yang-mau-jadi-ketua |title=Muktamar Muhammadiyah ke-47: Di Muktamar Muhammadiyah 1953, Tidak Ada Calon yang Mau Jadi Ketua |last=Abdurrahman |first=Muhammad Nur |work=Detik News |date=2015-08-04 |access-date=2024-05-04 }}</ref> Akhirnya, pengurus muktamar meyakinkan Ahmad Rasyid di [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]] untuk menjadi ketua umum. Ia pun terpilih secara [[aklamasi]] sebagai [[Ketua Umum Pusat Pimpinan Muhammadiyah]] untuk masa jabatan 1953–1956.<ref>{{Cite news |url=https://www.minews.id/kisah/mengenal-semua-ketua-umum-muhammadiyah-dari-masa-ke-masa |title=Mengenal Semua Ketua Umum Muhammadiyah dari Masa ke Masa |last=Virgiawan |first=Ryan |work=MiNews |date=2019-11-19 |access-date=2021-10-04 |archive-date=2021-10-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211004044826/https://www.minews.id/kisah/mengenal-semua-ketua-umum-muhammadiyah-dari-masa-ke-masa |dead-url=yes }}</ref> Sejarah juga mencatat bahwa Ahmad Rasyid merupakan tokoh Sumatera pertama yang menduduki kursi eksekutif di Muhammadiyah. Menyelesaikan periode pertama kepemimpinannya, kemudian ia terpilih kembali dalam Kongres Muhammadiyah ke-33 di [[Yogyakarta]] selama tiga tahun menjabat untuk periode 1956 sampai 1959.<ref name="penasehat"/> Pada Kongres Muhammadiyah ke-35 tahun 1962 dan muktamar-muktamar berikutnya, ia diangkat sebagai penasihat Muhammadiyah hingga tahun 1980. Secara rutin pada hari minggu pascasubuh mendakwahi agama Islam, khususnya tauhid di sebuah balai Kantor Perwakilan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.<!---Pada masa kepemimpinannya, upaya pemulihan ruh Muhammadiyah di kalangan warga dan pimpinan Muhammadiyah digiatkan.<ref name="muhammadiyah" /> Oleh karena itu, Ahmad Rasyid memasyarakatkan dua hal, yakni merebut ''khasyyah'' atau rasa takut kepada kemurkaan Allah, merebut waktu, memenuhi janji, menanam ruh tauhid, dan mewujudkan akhlak tauhid, serta mengusahakan ''buq’ah mubarakah'' atau tempat yang diberkati di tempat masing-masing dengan mengupayakan shalat jamaah pada awal setiap waktu, mendidik anak-anak beribadah dan mengaji Al-Quran untuk mengharapkan rahmat-Nya, melatih [[Puasa Sunnah|puasa sunah Senin dan Kamis]], serta melatih puasa setiap tanggal 13, 14, dan 15 per bulan Hijriyah seperti yang diajarkan oleh Rasulullah dan tetap menghidupkan takwa. Selain itu, diupayakan pula hubungan silaturahmi antara pemimpin dan anggota di seluruh tingkatan.--->
Ahmad Rasyid dalam dua periode kepemimpinan di Muhammadiyah berhasil merumuskan landasan perjuangan Muhammadiyah atau disebut sebagai "Khitah Palembang". Kandungan dari Khitah Muhammadiyah, yaitu hakikat Muhammadiyah, lalu Muhammadiyah dan masyarakat, Muhammadiyah dan politik, Muhammadiyah dan ukhuwah Islamiah, serta dasar dan program Muhammadiyah. Antara poin-poin Khitah Palembang yang dijabarkannya adalah menanamkan setiap anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam tauhid, menyempurnakan ibadah dengan kesungguhan dan [[kerendahan hati]], meningkatkan mutu akhlak, meningkatkan wawasan dalam ilmu pengetahuan, dan memajukan Muhammadiyah dengan penuh tanggung jawab. Dirincikan pula bahwa setiap anggota harus menjalankan kemuliaan akhlak, menjaga keutuhan organisasi dan menata birokrasi, meningkatkan amal, membentuk kader dengan mempertinggi kualitas anggota, menjaga tali persaudaraan, dan menuntun penghidupan bagi seluruh anggota Muhammadiyah.<ref>{{Cite news|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5725714/7-butir-khittah-palembang-muhammadiyah-siswa-madrasah-perlu-tahu/amp |title=7 Butir Khittah Palembang Muhammadiyah, Siswa Madrasah Perlu Tahu |last=Aisyah |first=Novia |work=[[Detik.com|detikcom]] |date=2021-09-16 |access-date=2021-10-04 }}</ref><ref>{{Cite news |url=https://www.sumbartoday.net/2018/01/31/buya-h-ahmad-rasyid-sutan-mansur-adalah-guru-dan-ulama-besar-minangkabau/#:~:text=Buya%20AR%20Sutan%20Mansur%20menjadi,PB%20Muhammadiyah%20periode%201956-1959. |title=Buya H. Ahmad Rasyid Sutan Mansur Adalah Guru dan Ulama Besar Minangkabau |last= |first= |work=Sumbar Today |date=2018-01-31 |access-date=2021-10-05 }}</ref>
Pascakemerdekaan, Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi Islam yang menghadapi krisis identitas terkait posisinya di dunia politik.<ref>{{Cite news |url=https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2010/07/100705_muhammadiyahleader.amp |title=Para pemimpin Muhammadiyah |date=4 Juli 2010 |access-date=21 April 2024 |work=BBC |location= |author1= |author2= |language=id |archive-date= |archive-url= |dead-url=no }}</ref> Salah satu peran Ahmad Rasyid di Muhammadiyah di bidang politik adalah keikutsertaan Muhammadiyah dalam politik praktis sebagai salah satu organisasi yang menyertai Masyumi dan berpartisipasi dalam [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilihan umum 1955]].<ref>{{Cite news |url=https://muhammadiyah.or.id/2021/08/kisah-partai-masyumi-pengalaman-penting-bagi-muhammadiyah/ |title=Kisah Partai Masyumi, Pengalaman Penting bagi Muhammadiyah |author=Ilham |date=Agustus 2021 |work=[[Muhammadiyah]] |access-date=2024-04-20 }}</ref> Muhammadiyah tetap berada di Masyumi hingga pembubarannya pada 1960. Setelahnya, Muhammadiyah menjadi organisasi nonpolitik yang bergerak pada sosial keagamaan.
Perjuangannya dalam mengembangkan, mengenalkan, dan menyebarluaskan Muhammadiyah di [[Sumatera Barat]] membuat dia memiliki julukan yang diberikan oleh [[Muhammad Yunus Anis]], yaitu sebagai "Bintang Barat Muhammadiyah", setelah [[Mas Mansur]] dipandang sebagai "Bintang Timur Muhammadiyah". [[Hamka]] menjulukinya sebagai ideolog Muhammadiyah. Ahmad Rasyid pun dipandang selaku tokoh utama Muhammadiyah dari generasi pertama, setelah Ahmad Dahlan, A. R. Fachruddin, [[Kyai Haji Ibrahim]], Abdul Mu'thi, Mukhtar Bukhari, dan Mas Mansur.<!-- == Pandangan ==
Pentingnya [[jihad]] dibahas olehnya secara khusus dalam ceramahnya antara tahun 1952 sampai 1957 di [[Banjarmasin]], [[Kalimantan Selatan]]. Ahmad Rasyid menilai bahwa asalnya jihad adalah dari pengharapan manusia untuk dibela atau ditolong oleh Allah. Namun, Allah hanya akan menolong, apabila hambanya bersedia menolong agama Allah. Jihad terdiri dari tiga tahap yang harus ditempuh, yaitu adanya roh suci yang menghubungkan antara sang makhluk dengan sang pencipta. Roh suci yang dia maksudkan adalah beriman kepada Allah yang menjadi pokok dari jihad. Selanjutnya, terdapat tenaga ilmu dan tenaga benda. Menurutnya, ketiga hal tersebut dapat menyempurnakan jihad. Akan tetapi, semua tetap berpangkal pada keimanan.
{{quote|Rasul itulah yang berhadapan dengan umat yang mempunyai ciri kebangsaannya sendiri-sendiri dengan segala macam peradaban (kebudayaannya) masing-masing. Bagi tiap umat itu telah dibangkitkan seorang rasul yang membawa risalah kepada suatu peradaban dan tingkat kemajuan umat itu sendiri.|author=Ahmad Rasyid, 1982|source=|title=}}
Jihad dan iman, menurutnya, bersumber dari petunjuk-Nya dan balasan atas jihad tersebut adalah anugerah-Nya, berupa ''baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur'', maksudnya adalah negara yang aman, makmur, dan Allah mengampuni para penghuninya.
Menurut Ahmad Rasyid, jihad terjadi dalam dua kondisi, yakni dalam masa perang dan masa damai. Di masa perang tidak semata-mata berada di barisan terdepan, melainkan persiapan mendukung peperangan itu sendiri, seperti halnya urusan logistik. Sedangkan jihad pada masa damai bertugas untuk membangun, menegakkan, dan menyusun. Jihad akan mengalami kekalahan apabila kebudayaan asing telah masuk.
Ahmad Rasyid dikenal mempunyai sifat toleran dalam bidang fikih, misalnya ketika adanya perbedaan pendapat terkait ''furuiah'' atau hukum agama yang tidak pokok, akan tetapi ia tidak terlalu mempermasalahkan. Hasil putusan tarjih Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat, sehingga tidak mengikat anggota-anggota Muhammadiyah.-->
== Akhir kehidupan ==
=== Masa tua ===
[[Berkas:Undangan Tablig Muhammadiyah oleh Haji Sutan Mansyur, 1973.jpg|jmpl|ka|Sebuah [[pamflet]] yang mempersuasikan kepada murid-murid A. R. Sutan Mansyur dalam rangka [[Maulid Nabi Muhammad]], 1973.]]
Pada 1959, Ahmad Rasyid dinobatkan menjadi penasihat bagi Muhammadiyah sehingga ia beserta keluarga besarnya menetap di Jakarta.<ref name="wawancara"/> Selama di Jakarta, ia tinggal dengan keluarga inti dari istri pertamanya, Fatimah Karim Amrullah di Jalan Lontar Atas, [[Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat|Kebon Melati]], [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang]]. Sebagai ulama, ia memberi nasihat agama dan mengajar makna tauhid, serta jihad, kepada para tamu yang datang ke rumahnya,<ref>{{Cite news |url=https://jejakislam.net/jihad-di-mata-ar-sutan-mansur/ |title=Jihad di Mata AR Sutan Mansur |last= |first= |work=Jejak Islam |date=2017-02-09 |access-date=2021-10-05 }}</ref> seperti [[Mohammad Natsir]] hingga [[Kasman Singodimedjo]].<ref name="Tauhid Membentuk Pribadi Muslim">{{Cite web|date=2015-01-02|title=Buya AR Sutan Mansyur: Tauhid Membentuk Pribadi Muslim|url=https://www.tablighmu.or.id/2015/01/buya-ar-sutan-mansyur-tauhid-membentuk.html?m=1|access-date=2021-10-01|work=TablighMu|language=id|archive-date=2021-10-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20211001130003/https://www.tablighmu.or.id/2015/01/buya-ar-sutan-mansyur-tauhid-membentuk.html?m=1|dead-url=yes}}</ref> Bahkan, adik iparnya, [[Hamka]], juga datang untuk mempelajari ilmu agama kepadanya. Tidak hanya mengajar agama di kediamannya, ia juga berceramah di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, [[Menteng, Jakarta Pusat|Menteng]], dengan didampingi Fatimah Karim.<ref name="wawancara" /> Kiprahnya selama prakemerdekaan membawa namanya sebagai salah satu tokoh perintis kemerdekaan Indonesia bersama dengan adik-adiknya, [[Duski Samad|Duski]] dan Thahir, dengan mendapat hak pensiun.<ref name="wawancara" />
Pada 15 Maret 1977, Rasyid mengemukakan mengenai pilihan politiknya.<ref>''Persatuan Ummat Islam: Apa Kabar Pemuda Islam? Minyak Lebih Tajam dari Pedang''. 1 April 1977. Panji Masyarakat.</ref> Ia memberi dukungan terhadap gerakan politik [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP) dan memilih tanda gambar [[Ka'bah]] pada [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1977|pemilihan umum]]. Ia beralasan bahwa pilihannya terkait dengan panggilan hati yang harus dipenuhinya. Pascapemilu, suara PPP di domisilinya, Tanah Abang, mendominasi suara pemilihan umum sebagai basis politik PPP yang berideologi [[Pan-Islamisme]].{{sfn|Supranto|1984}}
=== Kematian ===
Ahmad Rasyid meninggal dunia pada hari Senin, [[25 Maret]] [[1985]] Masehi, bertepatan tanggal 3 Rajab 1405 Hijriah dalam usia {{ayd|1895|12|15|1985|03|25}}.<ref>{{Cite news|url=https://majalah.tempo.co/read/album/36756/meninggal-dunia |title=Meninggal dunia |last=Administrator |date=1985-03-30 |work=[[Tempo.co]] |access-date=2021-06-13 |language=id }}</ref> Ia sudah menjalani perawatan medis selama sebulan di Rumah Sakit Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (YARSI), [[Cempaka Putih, Jakarta Pusat|Cempaka Putih]], [[Jakarta Pusat]]. Tiga hari sebelum meninggal, yakni 22 Maret 1985, A. R. Fachruddin bersama dengan pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah datang menjenguk Ahmad Rasyid di rumah sakit tersebut.
Jenazah Ahmad Rasyid dimakamkan di [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir]] usai disalatkan di Masjid Kompleks Muhammadiyah. Pemakamannya dihadiri oleh [[Munawir Sjadzali]] selaku [[Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]], [[Mohammad Natsir]], dan sejumlah tokoh agama lainnya.<ref>{{Cite news|date=2024-03-30|title=Buya AR. Sutan Mansur: Ulama yang Murah Senyum, Tabah, dan Peduli Wong Cilik |url=https://indonesiainside.id/khazanah/2024/03/30/buya-ar-sutan-mansur-ulama-yang-murah-senyum-tabah-dan-peduli-wong-cilik|access-date=2024-04-20|work=Indonesia Inside|language=id}}</ref>
== Kehidupan pribadi ==
[[Berkas:Hanif Rasyid.JPG|jmpl|kiri|Hanif Rasyid, putra ketigabelas Ahmad Rasyid dari pernikahannya dengan Fatimah Karim Amrullah.]]
Pada tahun 1917 oleh gurunya, [[Abdul Karim Amrullah]] atau lebih dikenal dengan nama Haji Rasul memperkenalkan putri sulungnya, yaitu Fatimah dari [[Suku Tanjung]].{{sfn|Kayo|2009|pp=24}} Ia lahir dari pernikahan Haji Rasul dengan Raihanah binti Haji Zakaria yang mewariskan Suku Tanjung.{{sfn|Amrullah|2016}} Di usia yang masih remaja, Fatimah dinikahkan dengan Ahmad Rasyid di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang]]. Sejak saat itulah Ahmad Rasyid memperoleh gelar [[Datuk di Minangkabau|Sutan Mansur]], sesuai dengan adat Minangkabau bahwa setiap laki-laki yang menikah akan mendapatkan gelar. Pemberian gelar tersebut bukan tanpa alasan. Ia dinamai "Sutan Mansur" karena apabila seseorang telah menikah, maka dia diberi gelar dan dipanggil dengan nama gelarnya, tidak dengan nama lahirnya.{{sfn|Amrullah|2020|pp=112}} Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai enam belas anak—tujuh lainnya meninggal saat [[balita]], salah satunya [[wikidata:Q107028278|Hanif Rasyid Khatib Rajo Endah]], seorang mantan Ketua Umum Pimpinan Daerah [[Muhammadiyah]] Kabupaten Agam dari 2000 sampai 2005, Wakil Ketua Muhammadiyah di Agam periode 2010 sampai 2015,<ref>{{Cite news|author1=|author2=|date=|title=Susunan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Agam Sumatera Barat Periode 2010-2015|url=http://agam.muhammadiyah.or.id/content-6-sdet-struktur-organisasi.html|dead-url=no|work=Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Agam|language=id|location=|archive-url=|archive-date=|access-date=2024-07-12}}</ref> Dewan Penasihat [[Majelis Ulama Indonesia]] Kabupaten Agam, dan pengurus [[Museum Kelahiran Buya Hamka]] sampai akhir hayatnya.<ref>{{Cite news|author1=|author2=|date=21 Agustus 2008|title=Objek wisata Rumah Kelahiran Buya Hamka|url=https://sumbar.antaranews.com/berita/132211/objek-wisata-rumah-kelahiran-buya-hamka|dead-url=no|work=iNews|language=id|location=|archive-url=|archive-date=|access-date=2 Mei 2024}}</ref><ref>{{Cite web|date=2017-03-18|title=Agam Berduka, Buya Hanif Rasyid AR Wafat|url=https://kaba12.co.id/2017/03/18/agam-berduka-buya-hanif-rasyid-ar-wafat/?amp=1|work=Kaba12|language=id|archive-url=https://web.archive.org/web/20211001131504/https://kaba12.co.id/2017/03/18/agam-berduka-buya-hanif-rasyid-ar-wafat/?amp=1|archive-date=2021-10-01|dead-url=yes|access-date=2021-10-01}}</ref> Salah satu cucunya dari anaknya yang bernama Chalid Rasyid—putra Fatimah Karim, Arief Rahman memiliki kiprah elektoral sebagai calon legislatif [[DPRD DKI Jakarta]] untuk Jakarta Timur dari [[Partai Matahari Bangsa]] (PMB) dan mantan Ketua PMB di [[DKI Jakarta]].{{sfn|Chalid|2009}}{{sfn|Ridho|2020|pp=320}}
Ia sebenarnya memiliki dua istri dengan nama yang hampir sama, yaitu [[wikidata:Q107028280|Fatimah]] binti [[Abdul Karim Amrullah|Abdul Karim]] bin [[Muhammad Amrullah|Amrullah]]—dijuluki sebagai Umi Tuo—dan [[wikidata:Q123999723|Fatimah]] binti Abdullah—dijuluki sebagai Umi Etek—yang menikah pada September 1928 dengan dikaruniai 11 orang anak (satu anaknya meninggal ketika balita),<ref>{{Cite news|date=2008-04-25|title=Mengenang Buya Sutan Mansur|url=https://news.okezone.com/amp/2008/04/25/58/103793/mengenang-buya-sutan-mansur|work=[[Okezone.com]]|language=id|access-date=2021-10-03}}</ref> termasuk [[wikidata:Q126125016|Inin Salma Rasyid]] yang merupakan akademisi pendiri sekolah keperawatan Muhammadiyah di [[Kalimantan Barat]] bersama dengan suaminya, Abdul Barry Barasilla.<ref>{{Cite news|date=2022-10-07|title=Inin Salma AR Sutan Mansur, Perempuan Penggerak Pendidikan Muhammadiyah Kalbar|url=https://suaramuhammadiyah.id/2022/10/07/inin-salma-ar-sutan-mansur-perempuan-penggerak-pendidikan-muhammadiyah-kalbar/amp/|work=Suara Muhammadiyah|language=id|access-date=2023-03-22}}</ref> Fatimah binti Abdullah tidak tinggal satu atap dengan Ahmad Rasyid, ia berkediaman di Jalan Kayu Putih, [[Pulo Gadung, Pulo Gadung, Jakarta Timur|Pulo Gadung]], [[Jakarta Timur]].<ref>{{cite web |url=https://pertamananpemakaman.jakarta.go.id/v140/t205/317106/33c5ad0035043188e49428fecceabb7d |title=Hj. Fatimah A. R. Sutan Mansur binti Abdullah |last= |first= |date= |website= |publisher=Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta |access-date=2024-07-07 |quote=}}</ref><ref name="wawancara" />
==
* ''Pokok-Pokok Pergerakan Muhammadiyah''
* ''Djihad: Hidoep Berdjihad di Tengah-Tengah Lawan dan Kawan'' (1940)
* ''Ruh Islam'' (1965)
* ''Panggilan Illahi''
* ''Seruan Kepada Kehidupan Baru''
* ''Jihad'' (
* ''Tauhid Membentuk Pribadi Muslim'' (
* ''Penerangan Asas Muhammadiyah''
* ''Ruh Jihad''
== Dalam budaya populer ==
* Dalam film ''[[Buya Hamka (film)|Buya Hamka]]'' (2023), Ahmad Rasyid Sutan Mansur diperankan oleh [[Mathias Muchus]].<ref>{{Cite news|url=https://megapolitan.antaranews.com/berita/234342/film-buya-hamka-dirilis-pada-20-april-2023-sambut-ramadhan |title=Film "Buya Hamka" dirilis pada 20 April 2023 sambut Ramadhan |location=Jakarta |date=2023-03-14 |work=Antara News |access-date=2023-03-21 |language=id }}</ref>
== Penghormatan ==
Nama Ahmad Rasyid Sutan Mansur diabadikan sebagai nama suatu tempat dan lembaga, antara lain:<!--diurutkan berdasarkan abjad-->
# Auditorium Ahmad Rasyid Sutan Mansur di [[Pondok Pesantren Kauman Padang Panjang]].
# Gedung Ahmad Rasyid Sutan Mansur di Fakultas Ekonomi dan Bisnis [[Universitas Muhammadiyah Riau]].<ref>{{Cite web|url=https://feb.umri.ac.id/gedung-dan-ruangan/ |title=Gedung dan Ruangan |location= |date= |work=Universitas Muhammadiyah Riau |access-date=2024-10-26 |language=id }}</ref>
# [[Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah]] Komisariat Ahmad Rasyid Sutan Mansur Cabang [[Universitas Negeri Yogyakarta]].
== Catatan ==
{{notelist}}
==
{{Refbegin|40em}}
* {{cite book
|last = Amrullah
|first = Abdul Malik Karim
|editor-first = Kukuh
|editor-last = Achdiat
|authorlink =
|year = 2020
|title = Pandangan Islam Tentang Kemakmuran
|url = https://books.google.co.id/books?id=cP3hDwAAQBAJ
|volume =
|publisher = Gema Insani
|location = Jakarta
|oclc =
|ref = {{sfnRef|Amrullah|2020}}
|id = ISBN 978-602-250-743-7
}}
* {{cite book
|last = Amrullah
|first = Abdul Wadud Karim
|editor-first =
|editor-last =
|authorlink =
|year = 2016
|title = Sumatran Warrior: Mighty Man of Love and Courage
|language = en
|url = https://books.google.co.id/books?id=R19ADAAAQBAJ
|volume =
|publisher = WestBow Press
|location =
|oclc =
|ref = {{sfnRef|Amrullah|2016}}
|id = ISBN 978-1-5127-3182-8
}}
* {{cite web
|last = Chalid
|first = Arief Rahman
|editor-first =
|editor-last =
|authorlink =
|year = 2009
|title = Pandangan Islam Tentang Kemakmuran
|url = https://arifpmb.wordpress.com/
|volume =
|publisher =
|location = Jakarta
|oclc =
|ref = {{sfnRef|Chalid|2009}}
|id =
}}
* {{cite book
|last = Supranto
|first = J.
|editor-first =
|editor-last =
|authorlink =
|year = 1984
|title = Jakarta Dalam Angka
|url = https://books.google.co.id/books?id=0gMaPhv4La0C
|volume =
|publisher = Kantor Statistik Provinsi DKI Jakarta
|page = 13
|location = Jakarta
|oclc =
|ref = {{sfnRef|Supranto|1984}}
|id =
}}
* {{cite book
|last =
|first =
|editor-first = Khatib Pahlawan
|editor-last = Kayo
|authorlink =
|year = 2009
|title = Biografi Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansoer (Buya Tuo): Dari Pergulatan Ideologis ke Penguatan Aqidah
|url = https://books.google.co.id/books/about/Biografi_Buya_Ahmad_Rasyid_Sutan_Mansoer.html?id=uxlkRwAACAAJ&redir_esc=y
|volume =
|publisher = Suara Muhammadiyah
|location =
|oclc =
|ref = {{sfnRef|Kayo|2009}}
|id = ISBN 978-979-370-862-1
}}
* {{cite book
|last = Samad
|first = Muhammad Thahir
|editor-first =
|editor-last =
|authorlink =
|year = 1992
|title = Autobiografi Perintis Kemerdekaan
|url = https://books.google.co.id/books?id=3GseAAAAMAAJ
|volume = I
|publisher = Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial, Proyek Pembinaan Kepahlawanan, dan Keperintisan Departemen Sosial Republik Indonesia
|location = Jakarta
|oclc =
|ref = {{sfnRef|Samad|1992}}
|id =
}}
* {{cite book
|last = Al-Hamdi
|first = Ridho
|editor-first = Muhammad Ali
|editor-last = Fikih
|authorlink =
|year = 2020
|title = Paradigma Politik Muhammadiyah
|url = https://books.google.co.id/books?id=YQD3DwAAQBAJ
|volume =
|publisher = Diva Press
|location = Yogyakarta
|oclc =
|ref = {{sfnRef|Ridho|2020}}
|id = ISBN 978-623-7378-67-9
}}
* {{cite book
|last =
|first =
|editor-first =
|editor-last =
|authorlink =
|year = 1956
|title = Kumpulan peraturan-peraturan untuk pamilihan Konstituante
|url = https://books.google.co.id/books?id=DvxZQtmFr4cC
|volume =
|publisher = Kementerian Penerangan Republik Indonesia
|location =
|oclc =
|ref = {{sfnRef|1956}}
|id =
}}
{{refend}}
== Referensi ==
Baris 150 ⟶ 320:
== Pranala luar ==
{{commonscat|Ahmad Rasyid
{{wikiquote|Ahmad Rasyid
* {{id}} [https://www.datatempo.co/foto/detail/P1202201600108/ahmad-rasyid-sutan-mansur Ahmad Rasyid Sutan Mansur oleh Tempo, 30 November 1981]
{{S-start}}
{{s-islam}}
{{kotak suksesi
| jabatan = [[Daftar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah|Ketua Umum
| tahun =
| pendahulu = [[
| pengganti = [[Muhammad Yunus Anis]]
}}
Baris 170 ⟶ 337:
{{Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah}}
{{DEFAULTSORT:
[[Kategori:Hamka]]
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Guru Indonesia]]
[[Kategori:Dosen Indonesia]]
[[Kategori:Akademikus Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh
[[Kategori:Tokoh dari Agam]]
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Tanjung Raya]]
[[Kategori:Tokoh Pekalongan]]
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh Jakarta]]
[[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Sunni]]
[[Kategori:Ulama Indonesia]]
[[Kategori:Dai Indonesia]]
[[Kategori:Mubalig Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Nusantara]]
[[Kategori:Ulama Minangkabau]]
Baris 185 ⟶ 360:
[[Kategori:Ketua Umum Muhammadiyah]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh politik Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh Masyumi]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia]]
[[Kategori:Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat]]
[[Kategori:Cerdik Pandai Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh pejuang Minangkabau]]
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
|