Rumah adat Aceh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k add link |
menambahkan pranala |
||
(13 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{italic title}}
{{Tambah referensi|date=Juni 2022}}[[Berkas:Rumoh Cut Nyak Dhiën.jpg|jmpl|300px|ka|Rumoh Aceh milik bangsawan Aceh, [[Cut Nyak Dhien]] di Gampong Lampisang, [[Kabupaten Aceh Besar]].]]
''
Bagi suku bangsa Aceh, segala sesuatu yang akan mereka lakukan, selalu berlandaskan kitab adat. Kitab adat tersebut dikenal dengan Meukeuta Alam. Salah satu isi di dalam terdapat tentang pendirian rumah. Di dalam kitab adat menyebutkan: ”Tiap-tiap rakyat mendirikan rumah atau masjid atau balai-balai atau meunasah pada tiap-tiap tiang di atas itu hendaklah dipakai kain merah dan putih sedikit”. Kain merah putih yang dibuat khusus di saat memulai pekerjaan itu dililitkan di atas tiang utama yang di sebut tamèh raja dan tamèh putroë”. Oleh karenanya terlihat bahwa Suku Aceh bukanlah suatu suku yang melupakan apa yang telah diwariskan oleh [[Leluhur|nenek moyang]] mereka.
Dalam kitab tersebut juga dipaparkan bahwa; dalam Rumoh Aceh, bagian rumah dan pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Menurut adat Aceh, rumah dan pekarangannya tidak boleh di pra-é, atau dibelokkan dari hukum waris. Jika seorang suami meninggal dunia, maka Rumoh Aceh itu menjadi milik anak-anak perempuan atau menjadi milik isterinya bila mereka tidak mempunyai anak perempuan.Untuk itu, dalam Rumah Adat Aceh, istilah yang dinamakan peurumoh, atau jika diartikan dalam [[bahasa Indonesia]] adalah orang yang memiliki rumah.
Baris 10 ⟶ 11:
[[File:Rumoh Santeuet.jpg|thumb|Rumoh Aceh di Lam Baro, [[Glumpang Tiga, Pidie|Glumpang Tiga]], [[Pidie]]]]
== Fungsi dan Filosofi ==
Rumah Aceh tidak hanya berfungsi sebagai hunian. Tetapi juga mencerminkan keyakinan kepada Tuhan. Hal tersebut terlihat dari bangunan rumah yang berbentuk [[segi empat]] dan memanjang dari timur ke barat membentuk garis imajiner ke [[Ka'bah]]. Bagian sisi rumah yang menghadap barat dan timur pun berfungsi mengantisipasi badai. Hal ini karena angin badai di Aceh jika tidak bertiup dari barat, maka akan bertiup dari Timur.<ref name=":1" />
Fungsi lainnya rumah aceh adalah menunjukan status sosial pemiliknya. Semakin banyak hiasan maka semakin kaya pemiliknya. Sedangkan untuk pemilik yang sederhana hiasannya relatif sedikit bahkan tidak ada sama sekali.<ref name=":0" />
Baris 23 ⟶ 24:
=== Bagian bawah ===
Bagian bawah rumah aceh disebut ''
=== Bagian tengah ===
Bagian tengah rumah aceh merupakan tempat utama penghuni, di mana didalamnya tempat dilakukan segala aktivitas. Bagian ini terbagi menjadi tiga, yakni ''seuramoe reungeun''(serambi depan), ''sueramoe teungoh''(serambi tengah) dan ''seuramoe likot''(serambi belakang)
Pertama serambi depan, ruangan ini tidak bersekat dan pintunya berada di ujung lantai sebelah kanan. Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu, tempat tidur anak laki-laki dan tempat mengaji. Sesekali ruangan ini difungsikan untuk menjamu tamu penting seperti makan bersama dan
Kedua serambi tengah, ruangan ini merupakan bagian inti dari rumah biasa disebut juga sebagai rumoh inong(rumah induk). Ruangan ini terletak lebih tinggi karena dianggap suci dan bersifat pribadi. Di dalam ruangan ini terdapat dua kamar yang menghadap utara atau selatan dengan pintu menghadap ke belakang. Kamar untuk kepala keluarga disebut rumoh inong, sedangkan untuk anak perempuan disebut rumoh [[anjung]]. Ketika anak perempuan menikah maka pengantin akan menempati rumoh inong sedangkan kepala keluarga di rumah anjong. Jika anak perempuan kedua menikah, rumoh inong difungsikan untuk pengantin dan kepala keluarga pindah ke rumoh likot sampai sang anak memiliki rumah sendiri. Selain itu rumoh inong difungsikan juga sebagai tempat memandikan mayat ketika ada peristiwa kematian keluarga.
Ketiga, serambi belakang. Serambi ini tingginya sama dengan serambi depan. Ruangnnya tidak bersekat dan tidak ada kamar. Ruangan ini difungsikan sebagai ruang keluarga, tempat makan bersama keluarga atau bahkan dapur maupun tempat menenun-menyulam.<ref name=":0" />
Baris 40 ⟶ 41:
[[Berkas:Rumah Peninggalan Sayid Muhammad Yasin.jpg|jmpl|300px|Rumah Aceh peninggalan [[Sayid Muhammad Yasin]] di [[Nagan Raya]]]]
Konstruksi rumoh Aceh terbilang kokoh dan mempunya fungsi antisipasi bencana seperti gempa dan banjir.
Selain konstruksi, rumoh Aceh pun mempunyai elemen-elemen yang berguna sebagai penyangga dan penguat di setiap elemennya pun terdapat filosofinya. Berikut pemaparannya:
* ''Tamèh'' merupakan tiang yang digunakan sebagai penyangga badan rumah. Dalam peribahasa Aceh, ada ungkapan “''Kreueh beu beutoi kreueh, beu lagee kreueh kayèe jeuet keu tamèh rumoh; Leumoh beu beutoi leumoh, beu lagèe taloe seunikat bubông rumoh''” yang artinya, jika keras, haruslah sekeras kayu tiang penyangga rumah; jika lentur, mesti selentur tali pengikat atap rumah. Hal ini bermakna
* ''Tamèh raja'' atau tiang raja, merupakan tiang utama yang berada di sisi kanan pintu masuk. Disebut tiang raja karena ukurannya lebih besar dan posisinya berada di sebelah kanan. Tamsil terhadap tiang raja: “''Kong titi saweueb seukukuh titi, kareuna adat adé raja''” yang artinya jembatan kukuh karena ada tempat berpegang, kukuh adat karena adil raja.<ref name=":1" />
* ''Tamèh putroe'' atau tiang putri, merupakan tiang utama yang berada sisi kiri pintu masuk. Disebut tiang putri karena merupakan pasangan tiang raja dan posisinya berdampingan dengan tiang raja.
* ''
* ''Rôk atau balok pengunci biasa''. Sifatnya untuk menguatkan hubungan antar ujung setiap balok.
* ''Tôi'' atau balok pengunci yang arahnya tegak lurus dengan rôk.
* ''Bajoe'' atau pasak yang berfungsi menguatkan hubungan antara rôk dan tôi dalam pahatan pada batang taméh.
* ''Peulangan'' yaitu tempat bertumpu dinding dalam (interior).
* ''Kindang'' yaitu elemen tempat bertumpunya dinding luar (eksterior).
Baris 62 ⟶ 64:
* ''Pintô'' disebut juga pintu.
* ''Rungkha'' disebut juga rangka atap.
* ''Diri'' merupakan tiang tegak kuda-kuda atap.
* ''Bara panyang'' merupakan balok pengunci memanjang pada ujung taméh atas.
* ''Bara linteueng'' merupakan balok pengunci melintang pada ujung taméh atas.
* ''Geumulang'' atau ''geunulông'' merupakan balok gording atap.
* ''Tuleueng rueng'' atau balok wuwung adalah tempat bersandar kaso pada ujung atas. Balok ini terbuat dari kayu ringan agar tidak memberatkan beban atap
* ''Gaseue gantong'' disebut juga kaki kuda-kuda.
Baris 69 ⟶ 75:
* ''Tulak angèn'' atau tulak angin, merupakan rongga tempat berlalu angin pada dinding sisi rumah yang berbentuk segitiga pada dinding sisi rumah yang berbentuk segitiga.
Dalam proses pengukuran, seluruh elemen rumah Aceh pengukurannya menggunakan alat ukur tradisional masyarakat Aceh, yaitu ukuran dengan anggota tubuhuh. Alat ukur tersebut antara lain jaroe (jari), hah ([[hasta]]), jingkai (jengkal , deupa (depa), dan lain-lain.
Misalnya, untuk mengukur puting balok dilakukan beberapa jari, sijaroe, dua jaroe, dan seterusnya; untuk mengukur panjang balok bisa dengan hasta seperti sihah, dua hah, dan seterusnya; untuk mengukur sesuatu yang pendek bisa dengan jengkal atau depa. Meengukur panjang balok bisa dengan hasta seperti sihah, dua hah, dan seterusnya; untuk mengukur sesuatu yang pendek bisa dengan jengkal atau depa.
Baris 76 ⟶ 82:
Rumoh Aceh tidak sembarang dalam menggunakan warna, dalam setiap warnanya terdapat filosofi tersendiri, yaitu:
* Warna kuning : Warna kuning digunakan di sisi segitiga perabung. Bagi adat aceh kuning bermakna kuat, hangat sekaligus memberikan kesan cerah. Selain itu, warna kuning tidak memantulkan sinar matahari.
* Merah : Warna merah dipilih untuk melengkapi garis ukiran rumoh aceh. Warna merah bermaknakan emosi yang berubah-ubah dan naik turun. Sifat tersebut mencerminkan gairah, senang dan semangat. Hal tersebut menunjukan emosi orang Aceh naik turun sekaligus dipenuhi gairah dan semangat mengerjakan sesuatu. Emosi sejenis ini selaras dengan hadih maja/paribahasa Aceh yang berbunyi: "''ureueng Aceh h'an jeuet teupèh, meunyo teupèh bu leubèh h'an jipeutaba, meunyo hana teupèh bak marèh jeuet taraba''". Artinya orang Aceh tidak boleh tersinggung, jika tersinggung, [[nasi]] lebih pun tidak mau ia tawarkan, jika tidak tersinggung, nyawa ia berikan’.
* Putih : Warna putih yang digunakan adalah putih netral yang bermaknakan suci dan bersih.
* Jingga : Penggunaan orangnye dimaksudkan memberi makna kehangatan, kesehatan pikiran dan kegembiraan.
|